Anda di halaman 1dari 27

PROPPOSAL PENELITIAN

KARAKTERISTIK KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS JENIS


GASTROPODA DI PADANG LAMUN PULAU KEDINDINGAN
KOTA BONTANG KALIMANTAN TIMUR

Oleh:
ROBI WIJAYA
NIM: 1806035030

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021
i

Halaman Pengesahan Proposal Penelitian

Judul : Karakteristik Kelimpahan Makrozoobentos Jenis


Gastropoda di Padang Lamun Pulau Kedindingan Kota
Bontang Kalimantan Timur
Nama : Robi Wijaya
Nim : 1806035030
Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan
Jurusan : Manajemen Sumberdaya Perairan
Program : Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Studi

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Aditya Irawan, S.Pi.,M.Si Lily Inderia Sari, S.Pi.,M.Si


NIP. 19760301 199903 1 001 NIP. 19760619 200312 2 002
Tanggal: Tanggal:

Mengetahui,
Koordinator Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Lily Inderia Sari, S.Pi.,M.Si


NIP. 19760619 200312 2 002

Tanggal:
ii

DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan Proposal Penelitian........................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
DAFTAR TABEL...............................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................v
I.PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Perumusan Masalah.............................................................................................2
C. Tujuan Penelitian...................................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................4
A. Deskripsi Gastropoda.........................................................................................4
1. Ekomorfologi Gastropoda....................................................................4
2. Anatomi gastropoda.............................................................................6
3. Pertumbuhan Gastropoda...................................................................6
4. Sistematika Gastropda.........................................................................7
5. Habitat..................................................................................................8
6. Kebiasaan Makan................................................................................9
7. Ekologi Pantai......................................................................................9
B. Faktor Yang Mempengaruhi Keanekaragaman Gastropoda………….
10
1. Suhu...................................................................................................10
2. Derajat keasaman (pH)......................................................................11
3. Salinitas..............................................................................................11
4. Kecepatan arus..................................................................................11
5. Total Padatan Terlarut (TDS)............................................................11
6. Gastropoda Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan.........................12
III. METODE PENELITIAN..............................................................................13
A. Lokasi Penelitian...............................................................................................13
B. Bahan dan Alat Penelitian...............................................................................13
iii

C. Prosedur Penelitian..........................................................................................14
D. Teknik pengambiilan data...............................................................................14
E. Analisis Data.......................................................................................................14
1. Kepadatan Populasi (K).....................................................................14
2. Kepadatan Relatif (KR)......................................................................15
3. Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon-Wiener................................15
4. Indeks Keseragaman (E)...................................................................16
5. Indeks Dominansi (C)........................................................................17
6. PCA (Principal Component Analisis)...........................................................17
7. CA (Correspondence Analysis).....................................................................18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................19
iv

DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Tabel 1.1 Alat………………………………………………………………………13
Tabel 1.2. Bahan…………………………………………………………………..13
v

DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Gambar 1.1 Anatomi gastropoda…………………………………………………6
1

I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada daerah pesisir dan laut terdapat tiga ekosistem penting yaitu
ekosntem terumbu karang, lamun dan hutan mangrove, salah satunya yaitu
ekosistem lamun. Di katakan penting karena ekosistem ini merupakan
penyangga bagi kehidupan laut dan darat, dimana lamun merupakan tempat
hidup bagi biota atau organisme laut selain itu, ekosisitem padang lamun juga
berfungsi sebagai tempat meredam pukulan ombak, dan juga sebagai
pangan dan obat-obatanbagi manusia (Rusmawan, 2012).
Lamun merupakan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu
beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau
hidup terbenam di dalam air. Lamun memiliki rhizoma, daun, da akar sejati
seperti halnya tumbuhan yang hidup di darat (Nontji, 1987; Nasmia, 2012
dalam Gosari dan Haris, 2012). Lamun baisanya membentuk padang yang di
sebut sebagai ekosisitem padang lamun (Seagrass Bed) terutama di daerah
tropis da subtropis. Komunitas lamun memegang peranan penting baik
secara ekologis, maupun biologis di daerah pantai dan estuari. Keberadaan
laun mendukung aktivitas perikanan, komunitas kerang-kerangan dan boa
advertebrata lainnya. (Bastyan dan Cambridge, 2008 dalam Gosari dan
Haris, 2012).
Seperti halnya ekosistem terumbu karang, di dalam ekosistem lamun
terjadi juga siklus makan dan dimakan sehingga menjadikan padang lamun
sebagai kekayaan alam yang sangat potensial. Salah satu biota laut yang
ada di dalam rantai makanan tersebut adalah filum dari moluska yaitu kelas
gastropoda. Filum moluska kelas gastropoda memiliki peran ekologis yang
penting di ekosistem padang lamun. Dimana biomasa epifit yang menempel
pada daun lamun akan dimakan oleh moluska tree fauna sebagai suber
makanan dan protein, sehingga kehadiran moluska sangat berguna bagi
2

lamun. Hubungan rantai makanan antara moluska dan lamun di sebut


sebagai asosiasi (Kordi, 2011).
Asosiasi merupakan ukuran kemampuan atau keeratan antara
spesies. Salah satu moluska laut yang berasosiasi dengan padang lamun
yaitu gastropoda. Hewan moluska kelas gastropoda merupakan salah satu
kelompok invertebrata yang berasosiasi baik dengan padang lamun di
Indonesia.
Menurut Tomascik et al. (1997), gastropoda adalah salah satu kelas
dari moluska yang di ketahui berasosiasi dengan ekosistem lamun.
Komunitas gastropoda merupakankomponen yang penting dalam rantai
makanan di padang lamun, dimana gastropoda merupakan hewan yang
hidup di bagian dasar perairan sebagai pemakan detritus (detritus feeder).
Selain itu, gastropoda merupakan anggota moluska yang sebagian besar
bercangkang. Cangkang berasal dari materi organik dan inorganik di
dominasi oleh kalsium karbonan (CaCO 3).

Selain sebagai salah satu komponen penting dalam rantai makanan,


beberapa jenis gastropoda ada juga merupakan keong yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi karena cangkangnya dapat di ambil sebagai bahan untuk
perhiasan dan cinderamata seperti jenis keong dari Strombidae, Cypraeidae,
Olividae, Conidae, Trochidae, dan Tonnidae (Mudjiono dan Sudjoko, 1994).
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang Karakteristik Kelimpahan Gastropoda Padang Lamun di Pulau
Kedindingan Kota Bontang Kalimantan Timur.

B. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dari peneltian ini adalah sebagai berikut:


1. Pada ekosistem padang lamun, apakah makrozoobentos jenis gastropoda
mempunyai sebaran yang baik di perairan pulau kedindingan?
3

2. Bagaimanakah struktur komunitas makrozoobentos jenis gastropda di


padang lamundi perairan pulau kedindingan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui kelimpahan dan sebaran makrozobentos dari kelas
gastropoda pada ekosistem padang lamun perairan Kendindingan Kota
Bontang Kalimantan Timur.
2. Mengidentifikasi bentuk dan jenis dari kelas gastropoda yang berada pada
perairan Kendindingan Kota Bontang Kalimantan Timur.
3. Menghitung sebaran makrozobentos kelas gastropoda berdasarkan
kelimpahan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indek
dominasi.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi mengenai kelimpahan dan sebaran makrozobentos
kelas gastropda pada perairan Kedindingan Kota Bontang Kalimantan
Timur.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Deskripsi Gastropoda

1. Ekomorfologi Gastropoda

Istilah Gastropda berasal dari Bahasa Yunani “Gastro” yang artinya


perut sedangkan kata “poda” yang berarti kaki. Gastopoda adalah hewan
moluska yang mengalami modifikasi. Gastropoda membentuk bagian utama
filum moluska (Jasin,1992)

Gastropoda mempunya susunnan tubuh yang terdiri dari atas kepala,


badan, dan alat gerak. Pada kepala terdapat sepasang alat perab yang dapat
di panjang pendekan. Pada alat peraba ini terdapat titk mata untuk
membedakan terang dan gelap. Pada bagian mulut terdapat lidah perut dan
gigi rahang. Mempunyai alat gerak yang dapat mengeluarkan lendir, untuk
memudahkan pergerakannya.

Gastropoda pada umumnya memiliki cangkang yang menutupi


tubuhnya, sebagian besar cangkang tersebut terbuat dari bahan kalsium
karbonat yang bagian luar dilapisi dengan periostrakum atau yang dikenal
dengan zat tanduk. Cangkang gastropoda yang biasanya berbentuk berutar
kearah belakang searah dengan jarum jam yang disebut dengan dekstral,
sedangkan untuk cangkang yang bentuknya berlawanan dengan jarum jam di
sebut sebagai sinistral (Jasin 1992).

Gastropoda mempunyai badan yang tidak simetri dengan mantelnya


terletak di bagina depan, cangkang berikut isi perutnya terguling spiral kearah
belakang. Letak mantel di bagian belakang inilah yang mengakibatkan
gerakan torsi atau perputaran pada pertumbuhan siput gastropoda. Prorses
torsi ini di mulai sejak perkembangan larvanya. Pada umumnya gerakannya
5

berputar dengan arah perputaran jarm jamdengan sudut sekitar 180 o samapai
kepala dan kaki kembali ke posisi semula (Dharma, 1988)

Pada umumnya gastropoda hidup di permukaan substrat serta ada


juga yang menempel pada tumbuhan yang ada di sekitar perairan tersebut
misalnya pada daun laun maupun pohon mangrove. Untuk gastropoda yang
hidup di pohon mangrove pada umumnya bersifat bergerak aktif naik turun
mengikiti pasang surut sehingga gastropoda memiliki adaftasi yang cukup
besar dengan perubahan faktor lingkungan yang disebabkan oleh suhu dan
salinitas. Pada saat proses pasang air, gastropoda bergerak sampai
kebagian atas begitupun pada saat terjadi proses surut (Nontji, 1993).
Sebaran komponen-komponen gastrpoda yang hidup didasar substrat
atau yang hidup di dalam tanah (infauna), yang hidup diatas permukaaan
sedimen atau tanah disebut sebagai epifauna sedangkan yang menempel
pada akar, batang, dan daun disebut sebagai treefauna, (Whitten, et all.,
1997 dalam Dharmawan 1995). Secara ekologis gastropda memiliki peran
yang sangat besar dala kaitannya dengan rantai makanan, karena disamping
sebagai pemangsa detritus, gastropoda berperan juga sebagai dekomposisi
serasah dan menetralisasi materi organik yang bersifat herbivor dan detrivor
(Irwanto,2006)
Selain sebagai dekomposer untuk memjaga kesetabilan ekosistem,
gastropoda juga berfungsi sebagai pengontor populasi makroalga. Beberapa
gastroda bersifat herbivora seperti Litorina, Aplysia dan lain-lain. Di
ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang banyak di temukan
makroalga. Kesetabilan populasi makroalga dapat di jaga dengan
keberadaan gastropda terutama sebagai bahan makananya (Budhiati, et al.,
2008).
6

2. Anatomi gastropoda

menurut (Hadmadi, 1984) struktur anatomi gasrtopoda dapat dilihat


pada susunan tubuh yang terdiri atas: kepala, badan, dan alat gerak. Pada
kepala terdapat sepasang alat peraba yang dapat di panjang pendekan, pada
alat peraba ini terdapat titik mata untuk membedakan mana keadan gelap
dan mana keadaan terang, edangkan untuk pada bagian mulut terdapat lidah
parut dan gigi rahang.
Pada bagian badan terdapat alat-alat penting untuk kehidupannya
diataranya aadalah alat pencernaan, alat pernafasan, serta alat genitalis
untuk pembiakannya. Bagian saluran pencernaan terdapat: mulut, pharinx
yang berotot, kerongkongan, lambung, usus dan anus. Alat geraknya
mengeluarkan lendir yang bertujuan untuk memudahkan pergerakanya pada
saat berjalan untuk mencari makanan dan mencari tempat lain (Hadmadi,

1984).

Gambar 1.1 Anatomi gastropoda

3. Pertumbuhan Gastropoda
7

Pertumbhan dari siput dan kerang terjadi jauh lebih cepat di waktu
umumnya masih muda di bandingkan dengan siput ayng sudah dewasa
karena proses pertumbuhan siput muda cepat, maka jenis yang muda jauh
lebih sedikit ditemukan dibandingkan dengan yang dewasa (Hadmadi, 984).
Umur siput sangat bervariasi, ada beberapa jenis siput darat yang
dapat berkembangbiak secara singkat dan dapat mengeluarkan telur-
telurnya dua minngu setelah menetas, tetapi ada juga yang berumur
panjang sampai puluhan tahun. Menurut para ahli umur siput juga dapat di
perkirakan dengan melihat alur bagian tepi luar cangkakng.

4. Sistematika Gastropda

Kelas gastropoda hidup sebagai pemakan bangkai, parasit, dan


predator. Menurut cara makannya gastropoda di bagi menjadi 3 kategori yaitu
gastropda pengerat atau penggaruk pada substrat, gastropoda pemakan
tunas tumbuhan-tumbuhan, dan gastropda pemburu mangsa (Hughes, 1986).
Gastropoda merupakan kelas dari moluska yang paling sukses dalam
siklus hidupnya, hal ini dapat dilihat dari variasi habitatnya yang sangat
beragam dimana spesies-spesies gastropoda yang hidup dilaut mampu untu
hidup pada berbagai tipe substratdasar perairan (Barnes, 1987)
Berikut adalah 3 subkelas gastropoda berdasarkan tempat
ditemukannya gastropda tersebut sebagai tempat hidupnya yaitu:
1. Sub kelas Prosobranchia
Bebrapa spesies di temukan di laut, ada juga yang di temukan di air
tawar dan beberapa daratan. Kaki mascular di gunakan untuk merangkak
untuk bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain, jarang di gunakan
untuk berenang atau mengapung di air. Pada sub kelas ini do bagi kedalam
3 ordo yaitu: Archaeogastropoda, Mesogastropoda, dan Neogastropoda.
2. Sub kelas Opistobranchia
8

Sub kelas ini merupakan yang dalam evolusinya kehilangan


cangkangnya. Beberapa bersifat sebagai hewan planktonik atau pelagik.
Mereka menggali pasir untuk melindungi dirinya atau melapisi tubuhnya
dengan lapisan lendir, berwarna terang, dan banyak spesies yang bersifat
karnivora. Sub kelas Opistobranchia dibagi kedalam 5 ordo yaitu:
Cephalaspidea, Anaspidea, Sacoglossa, Notaspidea, dan Nudibranchia.

3. Sub Kelas Pulmonata


Kelompok ini terdiri dari siput tanah walaupun beberapa hidup di laut,
estuari, sungai, danau dan kolam. Sub kelas Pulmonata dibagi kedalam 2
ordo
yaitu: Basommatophora dan Stylommatophora.

5. Habitat

Gastropoda yang hidup di lautdapat di jumpai di berbagai jenis


lingkungan dan bentuknya telah beradaptasi dengan lingkungan yang mereka
tempatiagar dapat berthan hidup (Nontji, 1987).
Barnes (1987) menyebutkan bahwa beberapa jenis gastropoda dapat
hidup menempel pada substrat yang keras, akan tetapi ada juga yang hidup
di substrat pasir dan lumpur. Gastropoda juga dapat hidup di zona litoral,
daerah pasang surut dengan menempel pada terumbu karang, daerah laut
dangkal maupun laut dangkal bahkan ada juga yang hidup pada perairan ai
tawar (Dharma, 1988). Pada lingkungan laut gastropoda dapat di temukan
di zona benthikyaitu antara pada bebatuan dab sumbtrat lunak (lumpur).
Sebagian gastropoda ada juga yang hidup di daerah hutan bakau, ada juga
yang hidup pada tanahyang tergenang oleh air serta ada juga yang hidup
pada akar dan batang poho mangrove, bahkan ada pula yang memiliki
kemampuan memanjat, misalnya Cerithiidea, Cassidulla, Littorina dan lain-
lain.
9

6. Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan yang dilakukan oleh gastropoda sangat beragam.


Hal ini dapat dilihat pada bagian struktur radulanya, radula yang dimiliki oleh
gastropoda setaip jenisnya tentulah berbeda-beda. Radula pemakan tumbuh-
tumbuhan berbeda dengan radula pemakan daging (Dharma, 1988).
Hughes (1986) menerangkan bahwa kebiasaan dari gastropoda
meliputi semua proses dari mencari maka, membawanya sampai pada
prosespencernaannya, termasuk semua aktifitas yang memungkinkan untuk
mencari makan. Gastropoda pemkan mikroalga secara perlahan-lahan
bergerak di atas substratsambil mengumpulkan makanan, sedangkan yang
bersifat predator menunggu mangsanya dan kadang kadang bergerak
mencari mangsa.
Pada jenis gastropoda yang memburu makanan ada dua aspek yang
berperan terhadap sfisiensi pengambilan makanan, yakni sat gastropoda
bergerak mencari makan dengan kecepatan pergerakannya dan kondisi jalan
atau substrat. Dalam proses mencari makan di butuhkan waktu yang
memungkinkan untuk mendapatkan makanan dengan mudah aman. Pada
jenis Cassidae untuk mendapatkan makanan mereka mereka berburu
binatang laut (Echinoidea) pada malam hari, pada siang harinya mereka
bersembunyi dalam pasir. Pada jenis Nucella lapillus pola mencari makannya
seperti mencari tritip dan lerang hijau pada saat pasang tinggi dan pada saat
surut berada pada tempat yang tergenang. Adapun untuk jenssi pemakan
tumbuh-tumbuhan dan dertritus spserti pada jenis family Potamididae di
daerah intertidalmulai akan ketika subtrat mulai terpapar pada saat air surut
(Hughes, 1986).

7. Ekologi Pantai

Pantai merupakan daerah yanh mempunyai kedalaman kurang dari


200 meter. Pada pantai terdapat daerah litoral yaitu daerah yang berada di
10

antara pasang tertinggi da surut terendah atau dengan kaata lain disebut
daerah litoral (Nybaken,1992). Hanya pada ekosistem intertidal masih ada
zona tambahan yaitiu zona supralitoral yaitu daerah panag tertinggi bagian
pasir yang basah pada saat pasang tinggi.
Menurut Nontji (1987) adanya nutrien didalam air air dan arus serta
didukng oleh fakktor kimia dan kimia yang menjadikan sebagai pantai ang
kaya dengan keanekaragaman jenis. Suhu dan salinitas merupakan
parameter-parameter yang penting dalam kehidupan organisme di perairan
pantai. Kisaran suhu yang di perlukan mahluk hidup aktif pada pantai adalah
0 sampai dengan 35 derajat celcius. Subtidal adalah daerah dibawah pasang
surut dan selalu kelihatan daratanya karena tidak tertutup oleh genagan air
dan merupakan bagian laut yang terletak antara batas air surut terendah
pantaidengan ujung paparan benua dengan kedalaman sekitar 200 m.

B. Faktor Fisika Kimia Yang Mempengaruhi Keanekaragaman


Gastropoda

Keberadaan gastropoda pada suatu peraira sangat dipengaruhi oleh


berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupunabiotik. Pada faktor biotik yang
berpengaruh adalah plankton sebagai produsen primer yang merupakan
salah satu sumber makanan bagi hewan bentos, sedangkan faktor abotiknya
adalah kodisi fisik dan kimiar air itu sendiri.

1. Suhu

Parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola kehidupan


organismeperairan adalah suhu, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan
dan mortalitas. Suhu juga sangat mempenagruhi kenaikan
metabolismeorganisme di suatu perairansehingga kebutuhan oksigen terlarut
menjadi semakin meningkat (Nybakken, 1992). Suhu juga dapat membatasi
11

sebaran hewan makrbenthos secara geografik dan suhu yang baik bagi
pertumbuhan gastropoda adalah kisaran antara 25-31 oC.

2. Derajat keasaman (pH)

Nilai pH perairan merupakan salah satu parameter yang penting dalam


pemantauan kualitas air. Organisme perairan biasanya mempunyai
kemampuan berbeda dalam metoleransi pH perairan. pH yang baik bagi
kehidupa gastropoda adalah dengan kisaran 5,7 - 8,4 (Wijayanti, 2007).

3. Salinitas

Ciri khas yang membedakkan perairan pantai atau lautdengan peraran


tawar adalah salinitasny. Berdasarkan perbedaan salinitas dikenal biota yang
bersifat stenohaline dan euryhalin. Biota yang mampu hidup pada kisaran
yang sempit di sebut sebagai biota bersifat stenohaline sedangkan biota yang
mampu hidup pada kisaran luas di sebut sebagai biota euryhaline. Keadaan
salinitas akan mempengaruhi penyebaran organisme, bai secara vertikal
maupun secara horizontal. Pengaruh salinitas secara tidak langsung
mengakibatkan adanya perubahan komposisidalam satu ekosiitem (Barnes,
1987), dan pada organisme gastropoda umumnya mentoleransi salinitas
kisara antara 25-40% Gross (1972).

4. Kecepatan arus

Pergerakan arus merupakan hal yang penting di perairan dangkal


subtidal. Pengaruh arus membuat partikel dan nutrien dari daratan maupun
plankton dari laut menjadi daerah tersebut tercukupi sumber pakan bagi biota
yang hidup di perairan tersebut.

5. Total Padatan Terlarut (TDS)

TDS biasanya di sebabkan oleh bahan-bahan anorganik organik yang


berupa ion-ion yang bisa di temukan di suatu perairan. biasanya air laut
12

memiliki nilai TDS yang tinggi di sebabkan oleh kandunag senyawa kimia,
yang mengakibatkan tingginya nilai salinitas (Effendi, 2003).

6. Gastropoda Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan

indeks keanekaragaman jenis (H’) adalah angka yang


menggambarkan keragaman jenis dalam suatu komunitas. Ke anekaragaman
jenis adalah suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisme
biologisnya. Suatu kominitas di katakan mempunyai keanekaragaman jenis
yang tinggi, jika komunitas itu di susun oleh banyak jenis dengan kelipahan
tiap jenis yang sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas itu di
susun sanagat sedikit jenis dan hanya sedikit saja yang dominan, maka ke
anekaragaman jenisnya jelas rendah (Soegianto, 1994).
13

III. METODE PENELITIAN


A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan Perairan Pulau Kedindingan Kota Bontang,


Kalimantan Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober-
Desember. Identifikasi gastropoda dilakukan di Laboratorium Kualitas air
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

Tabel 1.1 Alat


N
o Alat kegunaan
1 Termometer Alat untuk mengukur suhu air
2 GPS Alat untuk mementukan titik stasiun
Transek Kuadran 50x50
3 cm Untuk menghitung Jumlah gastropoda
4 pH Meter Untuk mengukur kadar asam perairan
5 sekop Untuk mengambil substrat perairan
6 Alat tulis mencatat hasil
7 Buku indentifikasi sebagai panduan
untuk menyaring gastropoda dari
8 Saringan campuran substrat
9 Plastik sampel Untuk menyimpan sampel gastropoda
10 Botol akuades menyimpan akuades

Tabel 1.2. Bahan


No Bahan
1 sampel gastropoda
2 Akuades
14

C. Prosedur Penelitian

1. Penentuan stasiun penelitian


Lokasi penelitian dikelompokan menjadi 4 stasiun penelitian Yaitu: Utara,
Timur, Selatan, Barat. Dengan tiga titik yang berbeda yaitu pada titik
pertama batas pasang tertinggi, titik kedua yaitu pada batas antara pasang
dan surut, dan pada titik yang ketiga yaitu pada batas surut terendah

2. Priode sampling
Penelitian ini dilakukan dengan tiga kali pengulangan pada 4 stasiun yang
berbeda dan dilakukan pada saat air surut terendah, dengan rentang waktu
mengikuti priode pasang surut harian atau rata-rata sekitar 12 jam 24 menit
dan dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi
hampir sama serta terjadi secara berurutan dan teratur.

D. Teknik pengambiilan data

Data yang di kumpulkan dilapangan dilakukan dengan metode survey


dengan menelusuri wilaya yang ada di perairan Kedindingan, serta di daerah
berpasir dan lumpur dengan melihat kondisi perairan dan luas pantai
diharapkan bisa menentukan dalam pemasangan plot untuk pengambilan
sampel dalam penelitian. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan
lembar pengamatan yang mana sampel di kumpulkan meliputi lokasi stasiun
penelitian pada masing masing plot.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampling acak yang


menggunakan corer, masing-masing stasiun terdiri dari 3 transek pada
kedalaman yang berbeda yaitu: titik 1 high surface waters atau dengan kata
lain adalah batas pasang tertingi, titk 2 middlesurface waters atau batas
antara pasang dan surut dan titik 3 low surface waters adalah batas surut
terendah. Selajutnya pemberian nomor atau kode spesimen dengan
menggunakan kertas label pada masing-masing plot serta diberi tanggal
pengambilan sampel yang ditempelkan pada kantong plastik.
15

E. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menghitung kepadatan


populasi, Indeks Diversitas/Keanekaragaman Shannon-Wiener, Indeks
Keseragaman, Indeks dominansi, sebagai berikut:

1. Kepadatan Populasi (K)

Kepadatan populasi merupakan jumlah individu dari suatu spesies


yang terdapat dalam satu satuan luas atau volume. Krebs (1989)
menyatakan bahwa penghitungan kepadatan populasi dapat dilakukan
dengan menggunakan rumus berikut :

K = Jumlah Individu Suatu Jenis

Luas area

2. Kepadatan Relatif (KR)

Menurut Odum (1996) kepadatan realatif dihitung dengan


menggunakan rumus sebagai berikut:

KR = Kepadatan Suatu Jenis x 100

Jumlah kepadatan seluruh jenis

Keterangan:

KR : Kelimpahan relatif

ni : Jumlah individu ke-i

N : Jumlah seluruh individu

3. Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon-Wiener

Indeks keanekaragaman menggambarkan keadaan gastropoda


secara matematis agar memudahkan dalam mengamati keanekaragaman
16

populasi dalam suatu komunitas. Dalam perhitungan ini digunakan Indeks


Diversitas Shanon Wiener menurut Sudarso dan Yusli (2015) yaitu:

n
H ' =−∑ Pi ln Pi
t =1

Keterangan:

Hꞌ : Indeks diversitas

pi : Jumlah individu masing-masing jenis (i=1,2,3...n)

S : Jumlah jenis

Ln : Logaritma natural

Pi : Σ ni/N (perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan


jenis)

Kriteria nilai H’

27 H’ > 3 = Keanekaragaman tinggi

1 < H’ > 3 = Keanekaragaman sedang

H’ < 1 = Keanekaragaman rendah

4. Indeks Keseragaman (E)

Untuk mengetahui keseimbangan komunitas digunakan indeks


keseragaman, yaitu jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas.
Indeks keseragaman (E) menurut Sudarso dan Yusli (2015) sebagai berikut:

H' H'
E= =
Hmaks LnS
Keterangan:

E : Indeks keseragaman

H’ : Indeks keanekaragaman
17

max : Jumlah spesies

Kriteria Indeks Keseragaman sebagai berikut

: e > 0,4 : keseragaman populasi kecil

0,4 > e > 0,6 : keseragaman populasi sedang

e < 0,6 : keseragaman populasi tinggi Indeks keseragaman berkisar antara


nol sampai satu, semakin mendekati nol semakin kecil keseragaman
populasi, artinya penyebaran jumlah individu setiap spesies tidak sama dan
kekayaan individu yang dimiliki masing masing spesies sangat berbeda.
Semakin mendekati nilai satu, maka penyebarannya cenderung merata dan
kemerataan antara spesies relatif merata atau jumlah individu masing-masing
spesies relatif sama.

5. Indeks Dominansi (C)

Menghitung dominansi jenis tertentu dalam suatu komunitas


digunakan Indeks Dominansi Simpson Odum (1994) menggunakan rumus
sebagai berikut:

n
D=∑ ( ¿ ¿ ) 2¿
i=1 N

Keterangan:
C: Indeks dominansi Simpson
ni: Jumlah individu tiap jenis
N: Jumlah total individui: 1,2…… dan seterusnya
Kategori indeks dominasi:
C mendekati 0 (C < 0,5): tidak ada jenis yang mendominansi
C mendekati 1 (C > 0,5): ada jenis yang mendominansi.

6. PCA (Principal Component Analisis)


18

Pendekatan analisis statistika yang digunakan adalah PCA yang


bertujuan untuk mendapatkan determinasi sebaran karakteristik pada fisika-
kimia air dan substrat dasar pada setiap stasiun penelitian digunakanlah
rumus sebagai berikut:

Cij = xij - xi
Keterangan:

Cij = Nilai pemusatan


xij = Nilai parameter inisial
xi = Nilai rata-rata parameter
Hasil bagi antara nilai parameter yang telah dipusatkan dengan nilain
simpang baku adalah preduksiandengan rumus sebagai berikut:

Rij = Cij / Sdij


Keteranan:
Rij = nilai reduksi
Cij = nilai pemusatan
Sdij = nilai simpangan baku parameter
Analisis Komponen Utama prinsipnya menggunakan pengukuran jarak
Euklidien (jumlah kuadrat perbedaan antara stasiun untuk parameter fisika-
kimia atau subsrat dasar yang berkoresponden) maka digunakan rumus
sebagai berikut:

p
2
d (i,i’) ¿ ∑ ¿ ¿xij / x i – xi ‘ j )
j=i

Keterangan:
d = jarak Euklidien

i,i’ = dua stasiun (pada baris)

j = parameter fisika-kimia air atau sedimen pada kolom bervariasi dari 1


19

hingga p
7. CA (Correspondence Analysis)

CA (Correspondence Analysis) merupakan pengevaluasian asosiasi


karakteristik habitap pada sebaran makrozoobenos di setiap
stasiunpenelitian, untuk pengukuran kemiripan antara dua unsur i 1 dan i2 dari
i, dilakukan melalui pengukuran jarak Khi-kuadrat maka digunakanlah rumus
seagai berikut:

d2 (i,i’) = Ʃ (xij / xi – xi ‘ j / xi’)2 / x.j


Keterangan:
d = jarak Khi-kuadrat
xi = jumlah baris i untuk semua kolom
x.j = jumlah kolom j untuk semua baris

DAFTAR PUSTAKA
20

Irawan A., L.I. Sari. 2006. Struktur Komunitas Makrozoobentos Berdasarkan


Parameter Fisika-Kimia dan Substrat Dasar Pada Perairan Bontang
Kuala, Kota Bontang. Samarinda: Frontir Universitas Mulawarman.

Burnes, R. S. K., Hughes, R. N. 1982. An Introduction to Marine Ecology.


Australia: Whitefriars Press.

Dharma, B. 1988.Siput Dan Kerang Indonesia. PT Sarana Graha. Jakarta.


69-124

Effendi. H.2003.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan


Lingkungan Perairan.Kanisius: Yogyakarta.

Efrianti Sinau, Novi. 2014. Keanekargaman dan Asosiasi Gastropoda dengan


Ekosistem Lamun di Perairan Teluk Tomini.Volume II, Nomor IV, Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan

Jasin, Ma.1992. Zoologi Vertevrata. Surabaya. Penerbit sinar wijaya

Kordi, M. G. H. 2011. Ekosistem Padang Lamun (Seagrass). PT Rineka


Cipta. Jakarta.

Mudjiono. 1993. Jenis-Jenis Keong Laut Berbisa dari Suku Conidae


(Mollusca: Gastropoda) dan Beberapa Aspek Biologinya. Oseana,
14(3), 73-80

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta, 362 hlm.

Nybakken, J. W.1992. biologi laut. Suatu pendekatan ekologis. PT.


Gramedia. Jakarta Paillin, J. B. 2009. Asosiasi Interspesies Lamun di
Perairan Ketapang Kabupaten Seram Bagian Barat. Volume 5. No 2.
Jurnal. Universitas Pattimura Ambon.

Rusmawan, D. R. 2012. Mengenal Ekositem Laut dan Pesisir. Pustaka Sains.


Bogor, Jawa Barat.
21

Wijayanti, H. 2007. Kualitas Perairan di Kota Bandar Lampung Berdasarkan


Komunitas Hewan Makrozobentos. Tesis Program Pascasarjana
Universitas Diponogoro. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai