Anda di halaman 1dari 39

PROPOSAL PENELITIAN SOSIOLOGI MARITIM

“ EKOLOGI MASYARAKAT NELAYAN DI DESA


PADONGKO, KECAMATAN MANGEMPANG, KABUPATEN
BARRU “
“ THE ECOLOGY OF A FISHING COMMUNITY IN PADONGKO
VILLAGE, MANGEMPANG DISTRICT, BARRU DISTRICT “

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 10 :


• Abd Latif (2106095020005)
• Nuraisyah Amir (210609501009)
• Agnes Katrin Butungan (210609500016)
• Nur Islamiah (210609501035)
• Iswanti Darmawan (2106095020009)

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................ 5
A. Kajian Teori ................................................................................................. 5
B. Penelitian Terdahulu .................................................................................. 10
C. Kerangka Berpikir ...................................................................................... 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 18
A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 18
B. Lokasi Penelitian ........................................................................................ 19
C. Tahap-Tahap Penelitian ............................................................................. 19
D. Jenis dan Sumber Data ............................................................................... 19
E. Informan Penelitian .................................................................................... 20
F. Instrumen Penelitian................................................................................... 21
G. Pemeriksaan Keabsahan Data .................................................................... 26
H. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 29
A. Hasil Penelitian .......................................................................................... 29
B. Pembahasan ................................................................................................ 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………37
A. Kesimpulan ................................................................................................ 37
B. Saran ........................................................................................................... 37
Lampiran-Lampiran…………..………………………………………………… 38
Dokumentasi……………………………………………………………………. 38
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 39

i
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki kekayaan sumber daya laut
dan pantai yang sangat besar. Kekayaan alam tersebut dibuktikan dengan berbagai
ragam daya hayati yang bervariasi mulai dari terumbu karang, hutan mangrove,
rumput laut, ikan yang berlimpah dan masih banyak lagi. Indonesia sebetulnya lebih
tepat disebut negara maritim sebab wilayah Indonesia adalah 70% lautan dan 30%
daratan, memiliki lebih dari 17.000 pulau, dengan garis pantai lebih dari 99.000 km.
Wilayah laut Indonesia yang luas membuat Indonesia menjadi negara yang
memiliki potensi besar di bidang kelautan dan perikanan.
Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama sama
mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas, yang
terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir (Arif
Satria, 2015). Masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di
daerah pantai yang sebagian besar merupakan nelayan memiliki karakteristik yang
berbeda dengan masyarakat lainnya. Kehidupan nelayan bergantung pada laut
dengan ikan sebagai sumber penghasilan utamanya. Nelayan adalah suatu
masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dengan mata pencaharian utama
memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di dalam laut baik itu berupa ikan,
udang, rumput laut, kerang, terumbu karang dan hasil kekayaan laut lainnya (Rosni,
2017). Masyarakat nelayan memiliki karakteristik khusus yang membedakan
mereka dari masyarakat lain dan nelayan indentik dengan kemiskinan, banyaknya
jumlah anak dalam keluarga dan pendidikan yang rendah (Kusnadi, 2009).
Kusnadi & Satria (2009) mengungkapkan bahwa masalah sosial, ekonomi,
dan politik yang kompleks dihadapi nelayan seperti masyarakat lainnya.
Diantaranya tentang terdegradasinya lingkungan, khususnya pada kawasan pantai,
lautan, termasuk pulau kecil. Permasalahan lingkungan ini kerap menjadi sebuah
masalah yang cukup serius hingga memberikan dampak buruk bagi masyarakat

1
yang hidup di pesisir pantai. Berbagai permasalahan tersebut sangat berkaitan aspek
ekologi dalam kehidupan manusia, terutama bagi masyarakat pesisir.
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antar
organisme dengan organisame lain serta lingkungannya (Miller, 1975). Ekologi
memandang mahluk hidup sesuai dengan perannya masing-masing dan
memandang individu dalam spesies yang menjadi salah satu unsur terkecil di alam.
Semua mahluk hidup di alam memiliki peran yang berbeda dalam menyusun
keharmonisan irama keseimbangan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Laut merupakan bagian dari ekosistem perairan yang bersifat continental, luas dan
dalam, asin, memiliki arus dan gelombang, pasang-surut, dan dihuni oleh
organisme baik plankton, neuston dan lain sebagainya. Ekosistem laut yang luas
menyebabkan terdinya varasi fisiko-kimiawi lingkungan yang akan menjadi faktor
pembatas bagi kehidupan organisme.
Kabupaten Barru adalah salah satu daaerah pendaratan ikan di perairan Selat
Makassar, dengan luas wilayah penangkapan ikan laut sekitar 56.160 Ha.
Kabupaten Barru yang berbatasan langsung dengan wilayah pesisir pantai barat
Laut Sulawesi sehingga penduduknya Sebagian besar bermata pencaharian sebagai
nelayan (khususnya nelayan tradisional). Dalam pemenuhan kebutuhan para
nelayan tradisional tersebut diperlukan pendapatan baik dari hasil kerja berupa
penangkapan ikan sebagai pekerjaan pokok maupun dari pekerjaan sampingan dari
anggota keluarga yang bekerja. Hasil tangkapan nelayan yang dominan ialah jenis-
jenis ikan pelagis seperti layang, teri, tembang, dan ikan bete-bete yang kemudian
dipasarkan dalam bentuk kering asin agar mempunyai nilai tambah secara
ekonomis.
Dari hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di Desa Padongko,
ditemukan bahwa terdapat sebuah permasalahan yang berkenaan dengan ekologi
atau hubungan timbal balik antara masyarakat nelayan dengan lingkungan sekitar
tempat tinggalnya. Beberapa diantaranya adalah degradasi lingkungan berupa
banyaknya sampah limbah plastik disekitar pesisir, adanya bangkai kapal yang
tidak terpakai lalu dibiarkan begitu saja disekitar pesisir, dan penangkapan ikan
dengan cara melakukan pengeboman yang dapat merusak biota laut. Tentunya

2
semua problem diatas memberikan dampak bagi kehidupan masyarakat nelayan itu
sendiri.
Berdasarkan uraian diatas serta melihat data yang tertera maka fokus masalah
pada riset ini adalah terkait bagaimana hubungan timbal balik masyarakat nelayan
dengan alam (laut) yang tentunya bersinggungan dengan degradasi/kerusakan
lingkungan disekitar pesisir dan dampak yang ditimbulkan dari aktivitas
masyarakat nelayan terhadap lingkungannya. Dengan data yang diperoleh dari
beberapa sumber dan riset terdahulu terkait topik pembahasan yang sama akan
menjadi penunjang dalam riset kali ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi ekologi lingkungan pesisir Di Desa Padongko, Kecamatan
Mangempang, Kabupaten Barru?
2. Kerusakan apa saja yang ditimbulkan dari aktivitas nelayan terhadap
lingkungan pesisir Di Desa Padongko, Kecamatan Mangempang, Kabupaten
Barru?
3. Bagaimana upaya dalam mengatasi masalah lingkungan pesisir Di Desa
Padongko, Kecamatan Mangempang, Kabupaten Barru?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk ekologi lingkungan pesisir Di Desa
Padongko, Kecamatan Mangempang, Kabupaten Barru.
2. Untuk mengetahui dampak dan kerusakan apa saja yag ditimbulkan dari
aktivitas nelayan terhadap lingkungan pesisir Di Desa Padongko, Kecamatan
Mangempang, Kabupaten Barru.
3. Untuk mengetahui bagaimana upaya dalam mengatasi masalah kerusakan
lingkungan pesisir Di Desa Padongko, Kecamatan Mangempang, Kabupaten
Barru.

3
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan fenomena dan penelitian yang dilakukan oleh peneliti maka
diharapan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat teoritis yaitu dapat
meningkatkan wawasan dan pengetahuan mengenai hubungan ekologi, dampak,
dan bagaimana konstribusi masyarakat nelayan terhadap kerusakan lingkungan
pesisir, serta menjadi sumber referensi baru bagi peneliti, mahasiswa maupun
masyarakat.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat Bagi Peneliti Pribadi Dan Peneliti Selanjutnya.
Penelitian yang di lakukan oleh peneliti ini diharapkan dapat memberi manfaat
praktis baik bagi peneliti secara pribadi maupun peneliti selanjutnya serta dapat
menjadi wadah referensi tentang pengetahuan mendalam mengenai ekologi
masyarakat nelayan khususnya Di Desa Padongko, Kecamatan Mangempang,
Kabupaten Barru. Serta diharapkan Peneliti selanjutkan dapat memberi konstribusi
khususnya pada pengembangan pola fikir masyarakat dimana masyarakat harus
memiliki fikiran yang lebih bijak dan menanamkan perilaku kesadaran akan
pentingnya hubungan timbal balik antara masyarakat khususnya masyarakat
nelayan dengan lingkungan pesisirnya.
b. Manfaat Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat praktis bagi kalangan
masyarakat terkhusus nya masyarakat nelayan tentang dampak yang di timbulkan
dari aktivitasnya yang merusak lingkungan pesisir serta menyadarkan para
masyarakat nelayan akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan pesisir yang
nantinya akan membawa perubahan yag baik.

4
Tabel 1.1 Daftar Keaktifan Anggota

Turun
NO Nama Kontribusi Keterangan
Lapangan
1. Abd Latif - Membuat proposal
- Notulen saat
wawancara
- Mencari referensi ✓ Aktif
- Melakukan wawancara
- Mengontrol
anggota
kelompok
- Melakukan
pembagian kerja
2. Nurasiyah Amir - Mengerjakan bab 2,4
dan bab 5 (laporan
akhir) ✓ Aktif
- Melakukan
wawancara
- Mencari referensi
- Mencari informan
3. Iswanti Darmawan - Mengerjakan bab 2
dan bab 3 (laporan
akhir) ✓ Aktif
- Mencari referensi
- Melakukan
wawancara
- Mencatat biodata
infroman
4. Afaf Dwita - Mengerjakan bab 1 ⁃ Kurang
Natalata Supriatna (laporan akhir) Aktif

5
- Mencari referensi
5. Nur Islamiah - Mengerjakan bab 3
(pra turun lapangan) ✓ Aktif
- Melakukan
wawancara
- Mencari referensi
6. Agnes Kartin - Mengerjakan bab 2 ⁃ Kurang
(pra turun lapangan) Aktif
- Mencari referensi

6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Teori Ekologi Budaya
Ekologi budaya merupakan bagian dari rangkaian teori teori sosial lingkungan.
Jika dilihat dari sudut pandang interaksinya antara makhluk hidup dengan
lingkungannya, teori ini melibatkan persepsi manusia terhadap lingkungannya
serta dampak kita terhadap lingkungan yang kadang kadang kita tidak sadari,
begitupun sebaliknya. Ekologi budaya adalah sebuah cara pandang pemahaman
persoalan lingkungan hidup. Ekologi budaya mempelajari bagaimana manusia
berhubungan dengan lingkungan alamnya.
Menurut Comte dalam Susilo perspektif dominasi lingkungan bahwa
kehidupan manusia bergantung pada alam, tetapi pada waktu yang sama manusia
juga mempengaruhi perubahan-perubahan lingkungan (2008:38). Dalam teori
kemungkinan Comte dalam Susilo bahwa lingkungan memiliki sifat relatif.
Artinya, pada saat tertentu lingkungan berperan penting dalam menjelaskan
kecocokan dengan budaya tertentu, tetapi pada sisi lain lingkungan tidak cocok
dengan budaya tertetu. Denga kata lain, kondisi lingkungan yang sama tidak
menjamin munculnya budaya yang sama juga. (Susiolo,2008:44).

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa watak alam yang seringkali
kejam pada kita tidak lepas dari perbuatan manusia yang semena mena terhadap
lingkungan, bahkan untuk bencana alam yang memang murni sebagai kehendak
tuhan, manusia tidak memiliki keberdayaan apa-apa. Namun, pada sisi lain
manusia dikarunia Tuhan yaitu kemampuan untuk memikirkan bagaimana dampak
menakutkan dari alam itu bisa siantisipasi. Akhirnya manusia berfikir tentang
langkah terbaik untuk memberdayakan dan menyelamatkan alam itu. Maka, alam
pun yang sebelumnya dirasakan pelit bagi manusia kini mampu dikembalikan
menjadi watak seperti semula yakni ramah. (Susilo, 2008:49-50).

5
2. Masyarakat Nelayan
Masyarakat nelayan merupakan salah satu bagian masyarakat Indonesia yang
hidup dengan mengelolah potensi sumberdaya perikanan. Nelayan yang ummunya
tinggal di wilayah pesisir, hidup dengan bergantung pada sumber daya laut sebagai
mata pencahariannya. Sebagai suatu masyarakat yang tinggal dikawasan pesisir ia
merupakan orang orang yang secara aktif melakukan penangkapan ikan, secara
langsung untuk memenuhi kebutuhan perekonomiannya..
M. Khalil Mansyur (dalam Imron : 2012) mengartikan masyarakat nelayan
dengan artian yang lebih luas lagi, yaitu masyarakat nelayan bukan berarti mereka
yang dalam mengatur hidupnya hanya mencari ikan dilaut untuk menghidupi
keluarganya akan tetapi juga orang orang yang interal dalam lingkungan itu.

Nelayan atau kelompok nelayan sesuai UU No 9 tahun 1985 adalah


perorangan atau badan hukum yang melakukanusaha perikanan yang mencakup,
menangkap, membudidayakan, mendinginkan atau mengawetkan ikan dengan
tujuan komersial. Nelayan kecil menurut Undang-Undang No. 45 tahun 2009
merupakan orang yang mata pencahariannya melakukan penaangkapan ikan untuk
memenuhi kebutuhan seharihari yang menggunakan kapal perikanan berukuran
paling besar lima grosston (GT).
Klasifikasi nelayan berdasarkan kelompok kerja yaitu (Mukhtar 2014):
1. Nelayan Perorangan
Nelayan perorangan merupakan nelayan yang memiliki peralatan
tangkap ikan sendiri dan dalam pengoprasiannya tidak melibatkan orang
lain.
2. Nelayan Kelompok Usaha Bersama
Nelayan Kelompok Usaha Bersama (KUB) merupakan gabungan dari
minimal 10 orang nelayan yang kegiatan usahanya terorganisir dan
tergabung dalam kelompok usaha bersama non-badan hukum.

6
3. Nelayan Perusahaan
Nelayan perusahaan merupakan nelayan pekerja atau pelaut perikanan
yang terkait dengan perjanjian kerja kelautan dengan badan usaha
perikanan.
3. Kondisi Ekologi Masyarakat Nelayan
Ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu “oikos” yang berarti rumah atau
tempat hidup dan “logos” yang bermakna ilmu. Secara harfiah ekologi dimaknai
sebagai ilmu yang mempelajari organisme dalam tempat hidupnya atau dengan
kata lain mempelajari hubungan timbal-balik antara organisme dengan
lingkungannya.
Menurut N.H.T Saihaan dalam buku Hukum Lingkungan dan Ekologi
Pembangunan (2004), ekologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mencari
tahu tentang hubungan organisme dengan makhluk hidup dengan lingkungan
sekitarnya.
Menurut Zoer´aini (2003), seseorang yang belajar ekologi sebenarnya
mempertanyakan berbagai hal antara lain adalah:
1. Bagaimana alam bekerja
2. Bagaimana species beradaptasi dalam habitatnya
3. Apa yang diperlukan organisme dari habitatnya untuk melangsungkan
kehidupan
4. Bagaimana organisme mencukupi kebutuhan materi dan energi
5. Bagaimana interaksi antar species dalam lingkungan
6. Bagaimana individu-individu dalam species diatur dan berfungsi sebagai
populasi
7. Bagaimana keindahan ekosistem tercipta
Ekologi masyarakat nelayan maksudnya adalah hubungan timbal balik antara
masyarakat nelayan dengan alam dan lingkungan sekitarnya. Kehidupan nelayan
tidak dapat dipisahkan dari laut sebab segala aktivitas mereka berkaitan dengan
laut baik dalam hal pekerjaan maupun tempat tinggal yang berdampingan dengan
laut. Namun tidak sedikit permasalahan yang timbul dari hubungan timbal balik
ini sehingga berpengaruh dalam produktivitas masyarakat yang hidup disekitar

7
laut atau lebih dikenal masyarakat pesisir. Masyarakat nelayan dan ekosistem laut
saling mempengaruhi satu sama lain sehingga bila terjadi degradasi lingkungan
maka hal tersebut juga akan berdampak buruk bagi kehidupan para nelayan. Oleh
karena itu para nelayan perlu melakukan upaya menjaga kelesetarian laut agar
memberikan dampak yang baik bagi kehidupannya.
4. Dampak dan Kerusakan Yang Ditimbulkan Dari Aktivitas Nelayan
Terhadap Lingkungan Pesisir
a. Penumpukan Sampah di Lingkungan Pesisir

Fenomena pencemaran lingkungan yang terjadi di lingkungan pesisir tak


lepas dari pengaruh aktivitas masyarakat nelayan. Salah satunya fenomena
pencemaran lingkungan yang banyak ditemui di lingkungan pesisir adalah Sampah.
Sampah merupakan suatu barang yang dihasilkan dari kegiatan manusia yang sudah
tidak digunakan lalu dibuang ke sembarangan tempat. Sampah banyak di temukan
diwilayah pesisir karena sebagian masyarakat terutama masyarakat nelayan
membuang sampah rumah tangga nya ke laut karena menganggap sampah yang
dibuang kelaut tersebut akan langsung hanyut terseret ombak.

Tindakan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat nelayan ini akan


menimbulkan dampak bagi lingkungan pesisir seperti, tercemarnya laut yang
disebabkan banyaknya tumpukan tumpukan sampah, terancamnya kehidupan biota
laut dikarenakan banyak biota laut yang memakan sampah yang berserakan dilaut
akibat aktivitas pembuangan sampah sembarangan. Selain itu pembuangan sampah
di laut pesisir juga akan mengganggu kesehatan masyarakat pesisir.

b. Pengeboman Ikan

Nelayan merupakan sebutan bagi orang orang yang kesehariannya bekerja


mencari ikan di laut. Para nelayan menjadikan Sumber daya perikanan sebagai mata
pencahariannya untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Untuk itu para nelayan
siap melakukan segala cara untuk dapat memperoleh tangkapan. Jika dahulu proses
penangkapan ikan dilakukan menggunakan alat alat tradisional seperti pancing dan
jaring, namun seiring berkembangnya zaman cara cara tradisional tersebut sudah

8
sangat jarang di lakukan oleh para nelayan karena menganggap proses tersebut
sudah sangat kuno dan sangat lambat. Para nelayan menginginkan proses
penangkapan ikan dilakukan secara praktis seperti pengeboman ikan.

Pengeboman ikan merupakan salah satu cara modern dan praktis yang banyak
digunakan para nelayan untuk memperoleh ikan yang banyak. Dimana
pengebomanan ikan ini merupakan alat yang menggunakan bahan peledak yang
dilemparkan kelaut dan kemudian menghasilkan ledakan yang mampu membunuh
ikan ikan di laut. Proses secara tidak bertanggungjawab yang dilakukan oleh
sebagian besar masyarakat nelayan ini tentunya memberi dampak buruk terhadap
kehidupan biota laut seperti rusaknya terumbu karang dan berkurangnya ekosistem
ikan karena banyak nya ikan ikan kecil yang terbunuh akibat aktivitas pengeboman
ini. Pengeboman ikan ini tidak hanya berdampak buruk bagi ekosistem laut, tetapi
berdampak buruk juga bagi keselamatan nelayan.

c. Banyaknya Bangkai Kapal Di Lingkungan Pesisir

Kapal merupakan alat transportasi nelayan yang digunakan untuk menangkap


ikan di laut. Namun seiring berjalannya waktu kapal kapal tersebut juga bisa
mengalami kerusakan baik itu karena masalah kebocoran atau pun kecelakaan laut.
Kapal kapal yang sudah rusak tersebut kemudian dibiarkan saja di tepi tepi pantai
yang kemudian menjadi bangkai kapal. Bangkai Kapal merupakan kerangka
kerangka kapal yang sudah tidak digunakan lagi yang jika dibiarkan begitu saja
dapat menjadi terumbu karang buatan.

Kapal-kapal yang terbengkalai tersebut akan menjadi rumah baru bagi


ekosistem biota laut. Disamping menjadi rumah baru bagi ekosistem biota laut,
bangkai kapal tersebut juga dapat menimbukan dampak bagi kehidupan biota laut
dikarenakan adanya bagian bagian kapal yang mengandung bahan berbahaya yang
akan mengancam kehidupan para biota laut. Selain itu juga, bangkai kapal dapat
menjadi ancaman bagi terumbu karang dikarenakan bangkai kapal yang mulai
hancur akan menumpuk diatas terumbu karang.

9
5. Upaya Mengatasi Kerusakan Lingkungan Pesisir
Sumber daya pesisir dan lautan merupakan salah satu potensi penting yang
dimiliki Indonesia, mengingat sebagai negara kepulauan, 62 % dari wilayah
nasional merupakan lautan. Sementara luas wilayah pesisir diperkirakan mencapai
dua pertiga dari luas daratannya. Sayangnya, potensi yang melimpah ini secara
umum belum mampu meningkatkan perekonomian nasional.
Sebagai wilayah peralihan antara daratan dan lautan, kawasan pesisir
memiliki keunikan ekosistem yang sangat beragam dan bernilai ekonomis tinggi
terhadap manusia. Sejalan dengan pertambahan penduduk, peningkatan kegiatan
pembangunan sosial ekonomi serta aktivitas yang dilakukan para nelayan terhadap
kawasan pesisir pun semakin bertambah dan mengancam masa depan sektor
kelautan dan perikanan. Berbagai permasalahan yang timbul tentunya berkaitan
dengan ekosistem laut yang merupakan sumber penghasilan utaama bagi
masyarakat pesisir terutama para nelayan.
Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan
lingkungan pesisir sebagai berikut: (1) Meningkatkan tata kelola sumber daya
kelautan, termasuk upaya penataan ruang laut dan harmonisasinya, (2)
Meningkatkan konservasi, rehabilitasi dan peningkatan ketahanan masyarakat
terhadap bencana di pesisir dan laut, termasuk penambahan luasan kawasan
konservasi perairan dan penguatan kelembagaan serta efektivitas pengelolaannya,
(3) Mengendalikan IUU fishing dan kegiatan yang merusak di laut, (4) Menguatkan
peran SDM dan iptek kelautan serta budaya maritim, (5) Meningkatkan
produktivitas, optimalisasi kapasitas dan kontinuitas produksi perikanan, termasuk
alokasi yang proporsional antara stok sumber daya ikan, serta penyediaan dan
pengembangan teknologi penangkapan ikan yang efisien dan ramah lingkungan.

B. Penelitian Terdahulu
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sareo, dkk (2021) yang berjudul Persepsi
Masyarakat Nelayan Kecil Terhadap Sistem Sosial Ekologi Perikanan Karang Di
Perairan Pulau Um, menyimpulkan bahwa sistem sosial ekologi perikanan karang
di pulau Um dapat diidentifikasi berdasarkan hasil dinamika efektivitas yang

10
mencapai 51% dengan kategori netral atau cukup, hasil perikanan skala kecil
dilokasi penelitian masih sangat terjaga suber daya alamnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Sulastri, dkk (2019) dengan judul Tingkat
Kesadaran Ekologis Masyarakat di Kampung Laut Cilacap Jawa Tengah yang
menyimpulkan bahwa kesadaran ekologis masyarakat dikampung laut Cilacap
dikategorikan sedang dan tinggi sebab secara umum masyarakat memiliki
kesadaran yang baik dalam merawat dan melestarikan lingkungan. Kesadaran
ekologi masyarakat kampung laut perlu ditingkatkan terutama dalam hal kerjasama
pada pembangunan masyarakat melalui berbagai program yang melibatkan semua
pihak yang peduli pada usaha-usaha untuk meminimalkan dampak dari
penyempitan dan pandangan segara anakan.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Darmawan Nanang, dkk (2022) dengan
judul Analisis Keberlanjutan Ekologis Pantai Blibis Banyuwangi dengan
Pendekatan Risk Management menunjukkan bahwa pendekatan risk management
memberikan beberapa informasi penting dalam penelitian ini yang mana risiko-
risiko yang muncul mengancam keberlanjutan ekologis Pantai Blibis, sehingga
masih jauh dari harapan menuju pariwisata berkelanjutan, kecuali dengan segera
melakukan respon dan pengendalian risiko dengan tepat dan melibatkan seluruh
pihak terkait.

Erman Syarif (2021) dalam penelitiannya yang berjudul Kearifan Konservasi


Sumberdaya Laut Nelayan Tradisional Bajoe Sulawesi Selatan, Indonesia yang
menyimpulkan bahwa nelayan di Kelurahan Bajoe merupakan suatu komunitas
nelayan yang tetap konsisten dan eksis dengan kearifan lokalnya. Pola permukiman
nelayan di Kelurahan Bajoe umumnya menetap di tepi pantai dengan pola
memanjang dan mengelompok. Bentuk kearifan lokal nelayan bajo dalam
konservasi sumberdaya laut tertuang dalam nilai, norma, kepercayaan simbolik,
pengetahuan dan teknologi.

Rani, dkk (2019) dalam penelitiannya yang berjudul Resiliensi Nelayan


Terhadap Ketersediaan Sumberdaya Perikanan di Kepulauan Karimunjawa yang

11
menyimpulkan bahwa ndikator yang digunakan terbagi ke dalam 5 dimensi, yaitu
sosial, ekonomi, kelembagaan, infrastruktur dan sumberdaya. Dimensi ekonomi
merupakan dimensi yang mempunyai parameter yang terbanyak dibandingkan
dengan dimensi lainnya. Dimensi sosial merupakan dimensi yang cukup abstrak
dan sulit untuk dikuantifikasikan dibandingkan dimensi lainnya. Berdasarkan hasil
penelitian dari 83 parameter, terdapat 53 parameter yang mempunyai indeks
kepentingan di atas 3.50. Parameter digunakan untuk mengukur tingkat resiliensi
nelayan di Kepulauan Karimunjawa.

C. Kerangka Berpikir
Kerangka berfikir yang digunakan peneliti pada penelitian kali ini mendasar
pada rumusan masalah dan juga melalui tinjauan pustaka yang telah dijabarkan,
sehingga peneliti mempunyai kerangka berfikir dan mampu menjelaskan konsep
pada penelitian ini. Untuk menjawab rumusan masalah pada penelitian ini, peneliti
menggunakan teori ekologi budaya karena penelitian yang dilakukan berbuhungan
dengan teori ekologi budaya yang dimana berisi tentang bagaimana hubungan
timbal balik antara masyarakat dan lingkungannya. Oleh karena itu untuk
mempermudah pemahaman terkait fokus masalah dibuatlah pemetaan struktur pada
penelitian ini yakni sebagai berikut:

Ekologi Masyarakat Nelayan

Masyarakat Pesisir Ekosistem Laut

Nelayan Kerusakan Lingkungan

Upaya

Teori Ekologi Budaya

12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi. Pada penelitian kualitatif
khususnya metode PAR (Participatory Action Research) dengan menempatkan
peneliti sebagai Instrumen utama dalam penelitian serta peneliti juga melibatkan
diri secara langsung kedalam bagian masyarakat dalam jangka waktu yang cukup
lama untuk dapat menjabarkan fenomena kultural dalam masyarakat pesisir secara
konkret. Penelitian etnografi adalah genre penelitian kualitatif, yang dikembangkan
dari metodologi antropologi. Penelitian ini menyelidiki masyarakat dan budaya
dengan pengujian manusia, interpersonal, sosial dan budaya dalam segala
kerumitannya. (Wijaya, 2018).
Peneliti memegang kendali terhadap alur penelitian dan kedalaman data yang
ingin dikumpulkan. Peneliti berperan sebagai perencana, pelaksana, pengumpulan
data, penganalisis data, dan sekaligus orang yang melaporkan hasil penelitiannya.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dalam bentuk bukan angka,
bukan bilangan (numerik) tetapi deskripsi atau narasi. Data berupa deskripsi atau
narasi ini pada umumnya diperoleh melalui Teknik pengumpulan data, seperti
melalui wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus dan lain-lain (Karsadi &
Ryanto, 2018).
Menurut Miles dan Huberman, data kualitatif merupakan sumber dari
deskripsi yang luas dan berlandasan kukuh, serta memuat penjelasan tentang
prosesproses yang terjadi dalam lingkup setempat (Silalahi, 2009). Dengan
pendekatan kualitatif penelitian dapat dipahami melalui alur peristiwa secara
kronologis dan menilai sebab akibat (kausalitas) sesuatu. Untuk mendapatkan data
yang objektif, peneliti perlu melakukan proses observasi untuk mengamati secara
langsung apa yang akan diteliti pada hubungan ekologi antara masyarakat nelayan
dengan lingkungan pesisir Di Desa Padongko, Kecamatan Mangempang,
Kabupaten Barru.

18
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Mangempang, Kabupaten Barru.
Terkait lokasi yang lebih tepatnya Di Desa Padongko yang dimana peneliti dapat
melihat langsung ataupun mencari informasi terkait bagaiaman hubungan ekologi
antara masyarakat nelayan dengan lingkungan sekitarnya. Pemilihan lokasi ini
didasari oleh kesepakatan bersama dengan teman-teman lain yang memilih
Kabupaten Barru sebagai lokasi penelitian.

Penelitian dilaksanakan selama 3 hari. Tahap observasi awal dilakukan pada


13 Maret 2023 dan penelitian lapangan dilakukan pada 16-18 Maret 2023.

C. Tahap-Tahap Penelitian
Diperlukan beberapa tahapan dalam melaksanakan penelitian agar tujuan
penelitian mampu dicapai. Tahap-tahap dalam penelitian ini antara lain:
a. Tahap Observasi Awal, yakni sebelum peneliti turun ke lapangan untuk
melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengamati lingkungan sekitar
untuk memahami sesuatu yang akan diteliti. Kemudian dibuatkan rancangan
penelitian berdasarkan kriteria informan yang akan diteliti.
b. Tahap Pelaksanaan Penelitian, yakni peneliti turun langsung ke lapangan
untuk mendapatkan data pada informan yang telah ditentukan sebelumnya
pada kriteria yang tertera, melakukan Observasi pada lokasi yang ditentukan,
melakukan wawancara terstruktur serta mendokumentasikan dan
mengumpulkan data yang didapat.
c. Tahap Evaluasi, yakni setelah melakukan penelitian di lapangan, peneliti
akan mengevaluasi data yang diperoleh. Apabila data yang didapatkan
dianggap valid dalam pemeriksaan keabsahan data, maka akan digunakan
dalam menjawab rumusan masalah di penelitian ini.

D. Jenis dan Sumber Data


Data yang didapatkan dalam penelitian kali ini akan di kaji dan diolah secara
mendalam serta data yang didapat akan disinkronkan dengan substansi masalah
yang diteliti untuk mendapatkan hasil penelitian yang diinginkan.

19
1. Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah hal awal yang menjadi fokus dan tujuan utama
peneliti dalam melaksanakan penelitian karena fokus penelitian akan
menjadikan penelitian lebih terarah. Fokus penelitian ini berfokus pada
hubungan ekologi antara masyarakat nelayan dengan lingkungan pesisir Di
Desa Padongko, Kecamatan Mangempang, Kabupaten Barru.
2. Sumber Data
Sumber data penelitian kali ini didapatkan dari dua sumber yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan dari sumber
aslinya seperti wawancara, serta jajak pendapat dari informan terhadap
pengamatan suatu objek. Sedangkan data sekunder adalah data yang
didapatkan melalui jurnal, buku, arsip catatan atau media yang diterbitkan
maupun tidak mengenai hal yang berkaitan dengan penelitian pada hubungan
ekologi antara masyarakat nelayan dengan lingkungan pesisir Di Desa
Padongko, Kecamatan Mangempang, Kabupaten Barru.

E. Informan Penelitian
Informan penelitin merupakan seseorang yang memiliki informasi tentang
objek penelitian tersebut. Informan penelitian adalah sesuatu baik orang, benda
ataupun lembaga (organisasi), yang sifat keadaanya diteliti, (Sukandarumidi, 2002)
Informan pada penelitian ini berasal dari proses wawancara langsung atau lebih
sering dikenal sebagai narasumber. Teknik penentuan infroman yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling
adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2010).
Peneliti beralasan menggunakan purposive sampling yaitu untuk
mengumpulkan suatu data yang benar-benar real atau nyata dengan mewawancarai
seorang informan yang dianggap mengetahui atau menguasai suatu keahlian atau
pekerjaan tertentu dibidangnya. Untuk mempermudah proses pengolahan data
untuk keperluan penelitian ini maka digunakanlah teknik purposive sampling
tersebut.

20
Adapun kriteria informan dalam penelitian ini adalah :
a) Masyarakat sekitar yang tinggal di desa Padongko, Kecamatan
Mangempang, Kabupaten Barru.
b) Para Nelayan/Anak buah kapal yang ada di desa Padongko, Kecamatan
Mangempang, Kabupaten Barru.

Tabel 1.2 Profil Informan

No Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan


1 Asrul 25 Laki-laki Nelayan
2 Aswar 21 Laki-laki Nelayan
3 Didin 58 Laki-laki Nelayan
4 Yusril 40 Laki-laki Nelayan
5 Umar 26 Laki-laki Buruh Bangunan
6 Baya 38 Perempuan IRT
7 Ani 32 Perempuan Penjual

F. Instrumen Penelitian
Dalam setiap penelitian, instrumen merupakan sesuatu yang mempunyai
kedudukan sangat penting, karena instrumen akan menentukan kualitas data yang
dikumpulkan (Hasman, 2017). Semakin tinggi kualitas instrumen, semakin tinggi
pula hasil evaluasinya (Arikunto dan Jabar, 2008:92). Dengan demikian kualitas
suatu penelitian/evaluasi ditentukan oleh paling tidak empat kriteria berikut ini:

1. Sahih (valid), yaitu mengukur apa yang semestinya diukur (measure whatit
should measure).
2. Keterandalan (reliable), yaitu instrumen tersebut bisa digunakan kapanpun
dengan asil yang kurang lebih sama.
3. Practicable, yaitu instrumen tersebut mudah digunakan, mudah dimengerti,
praktis, dan tidak rumit.

21
4. Ekonomis, yaitu instrumen tersebut tidak banyak membuang uang, waktu,
dan tenaga dalam penyusunannya.

No. Rumusan Masalah Indikator Daftar Pertanyaan


1. Bagaimana kondisi ekologi a. Kondisi laut 1. Bagaiaman
lingkungan pesisir di Desa kondisi laut saat
Padongko Kabupaten ini?
Barru? 2. Apakah jumlah
ikan masih
banyak?
3. Apakah terumbu
karang masih
terjaga?
1. Apa yang anda
lakukan untuk
melestarikan
laut?
b. Ketersediaan 1. Apakah terdapat
hutan hutan mangrove
mangrove di sekitar laut?
2. Siapa yang
menanamnya?
3. Sudah berapa
lama hutan
mangrove ini
ada?
4. Apa keuntungan
yang diperoleh
dari adanyanya
hutan mangrove
ini?

22
5. Hal apa saja yag
dapat merusak
mangrove
tersebut?
c. Penggunan 1. Alat tangkap apa
alat tangkap yang
diguanakan?
2. Mengapa anda
menggunakan
alat tangkap
tersebut?
3. Apakah alat
tangkap yang
digunakan
ramah terhadap
lingkungan?
6. Apa anda pernah
mendapati kasus
penggunaan alat
tangkap yang
merusak laut?
d. Kondisi 1. Apakah anda
pemukiman sennatiasa
masyarakat menjaga
nelayan kebersihan
lingkungan
dipemukiman
anda?
2. Apakah tersedia
tempat

23
pembuangan
umum disekitar
tempat tinggal
anda?
3. Apakah kapal
yang sudah tidak
digunakan
dibiarkan begitu
saja di dekat
kanal?
4. Mengapa ada
sampah yang
berserakan di
sekitar hutan
mangrove?
2. Kerusakan apa saja yang Aktivitas nelayan 1. Hal apa saja
ditimbulkan dan aktivitas yang dapat
nelayan terhadap merusak laut?
lingkungan pesisir di Desa 2. Apa yang akan
Padongko, Kecamatan terjadi apabila di
Mangempang, Kabupaten area pesisir
Barru pantai terdapat
banyak sampah?
3. Apakah anda
dirugikan
dengan adanya
hutan
mangrove?
4. Apakah pernah
terjadi kasus
penangkapan

24
ikan
menggunakan
bom?
5. Jika ada, siapa
pelakunya?
6. Apa dampak
dari
pengeboman
tersebut?
7. Dampak apa
yang terjadi jika
terus dibiarkan
bangkai kapal
berada di kanal?
3. Bagaimana upaya dalam Upaya pemerintah 1. Apakah ada
mengatasi masalah upaya yang
lingkungan pesisir Di Desa dilakukan
Padongko, Kecamatan pemerintah
Mangempang, Kabupaten untuk menjaga
Barru? kebersihan
lingkungan?
2. Apakah ada
komunitas yang
dibentuk oleh
pemerintah
setempat untuk
membersihkan
sampah
dipesisir pantai?
3. Apakah
pemerintah

25
yang melakukan
penanaman
mangrove?
4. Apakah
pemerintah
berpartisipasi
dalam
pelestarian
hutan
mangrove?
5. Adakah upaya
yang dilakukan
pemerintah
untuk mengatasi
kasus
pengeboman
ikan?
6. Apakah
pemerintah
menyediakan
sarana dan
prasarana dalam
menjaga
kebersihan
lingkungan?

G. Pemeriksaan Keabsahan Data


Pemeriksaan keabsahan data diperlukan agar data yang diperoleh bisa teruji
keabsahannya, serta sesuai dengan orientasi penelitian. Peneliti diberi ruang untuk
melakukan pengecekan Kembali (check and recheck) data yang berasal dari
berbagai sumber data. Peneliti kualitatif harus dapat melakukan triangulasi data

26
ketika menemukan data yang tingkat kepercayaannya masih rendah dan diragukan
(Karsadi & Ryanto, 2018).
Pemeriksaan keabsahan data dapat dilakukan dengan cara berikut:
1. Meningkatkan kecermatan dalam penelitian
Meningkatkan kecermatan atau ketekunan secara berkelanjutan maka
kepastian data dan urutan kronologis peristiwa dapat dicatat atau direkam
dengan baik, sistematis. Meningkatkan kecermatan merupakan salah satu
cara mengontrol/mengecek pekerjaan apakah data yang telah dikumpulkan,
dibuat, dan disajikan sudah benar atau belum.
2. Menggunakan Bahan Referensi
Yang dimaksud referensi adalah pendukung untuk membuktikan data yang
telah ditemukan oleh peneliti. Dalam laporan penelitian, sebaiknya datadata
yang dikemukakan perlu dilengkapi dengan foto-foto atau dokumen autentik,
sehingga menjadi lebih dapat dipercaya (Sugiyono, 2007).
3. Mengadakan Membercheck
Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang
diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Jadi tujuan
membercheck adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan
dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau
informan (Sugiyono, 2007)

H. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Observasi
Metode observasi atau pengamatan adalah metode dimana peneliti turun
langsung ke lapangan atau lokasi penelitian. Observasi adalah proses
mengamati fenomena sosial yang dilakukan secara sistematis dan
terorganisir, sehingga diperoleh data yang objektif, utuh, dan sesuai dengan
fakta di lapangan. Observasi tidak sekedar mengamati gejala atau fakta, tetapi
dalam melakukan observasi diperlukan kemampuan dan pengetahuan peneliti
untuk melakukan perekaman, pencatatan, pemotretan, dan lain-lain (Karsadi
& Ryanto, 2018).

27
2) Wawancara Mendalam
Wawancara atau metode in-depth interview adalah metode pengumpulan data
yang dilakukan dengan percakapan atau secara lisan untuk mendapatkan data
dari informan. Sebelum proses wawancara dilakukan, maka peneliti harus
memahami dan mengetahui dari dekat kultur dan karakter informan. Hal ini
penting, karena wawancara adalah proses interaksi sosial antara pewawancara
atau peneliti dengan responden atau informan untuk mendapatkan informasi
yang benar dan objektif (kebenaran informasi) (Karsadi & Ryanto, 2018).
3) Dokumentasi
Dokumentasi bertujuan untuk menyimpan data dari hasil sebuah penelitian.
Baik dalam bentuk document, foto, video, maupun sejenisnya dengan
menggunakan kamera digital atau kamera telepon seluler. Hal-hal yang
didokumentasikan adalah prosesi saat peneliti mewawancarai informan.

28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Letak geografis dan batas Desa Padongko, Kelurahan Mangempang


Kabupaten Barru.
Kabupaten Barru merupakan salah satu kabupaten yang terletak di provinsi
sulawesi selatan, yang memiliki luas wilayah 1.174,72 km dan jumlah penduduk
184.452 jiwa dengan kepadatan sekitar 157 km/km. Adapun lokasi penelitian
berada di Desa Padongko, Kelurahan Mangempang Kabupaten Barru yang
memiliki luas wilayah yaitu13,8 km dimana lokasi tersebut dekat dengan pesisir
pantai yang berbatasan dengan kelurahan Sumpang Binangae.
Tabel batas wilayah kelurahan Mangempang
No Batas Kelurahan
1 Sebelah Utara Kelurahan Mangempang
2 Sebelah Timur Kelurahan Coppo
3 Sebelah Barat Kelurahan Sumpang Binangae

b. Karakteristik Fisik Pantai di Desa Padongko, Kelurahan


Mangempang, Kabupaten Barru.

Pantai padongko merupakan pantai yang terletak sekitar 3 km dari pusat kota
barru. Pantai Padongko merupakan pantai terbuka yang berbatasan langsung
dengan pantai Sumpang Binangae. Pantai padongko saat ini dijadikan sebagai
tempat wisata karena keindahan dari pantai tersebut dan memiliki karakteristik unik
berupa pasir putih dan pasang surut. Meskipun pantai tersebut di jadikan sebagai
tempat wisata namun pantai tersebut saat ini dalam kondisi yang cukup prihatin
dikarenakan bayaknya tupukan sampah di area pesisir pantai.

29
c. Gambaran Umum Demografi
Berdasarkan laporan dari dpmptsp.sulselprov.go.id kabupaten Barru
memiliki luas wilayah 1.174,72 km2 yang terdiri dari 7 kecamatan yaitu :
kecamatan Tanete Riaja seluas 174,29 km2. Kecamatan Tanete Rilau seluas 79,17
km2. Kecamatan Barru seluas 199,32 km2. Kecamatan Soppeng Riaja seluas 78,90
km2. Kecamatan Mallusetasi seluas 216,58 km2. Kecamatan Pujananting seluas
314,26 m2. Dan Kecamatan Balusu seluas 112,20 km2.
Penduduk kabupaten Barru berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2015
sebanyak 171217 jiwa yang terdiri dari 82207 jiwa penduduk laki-laki dan 89010
jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan proyeksi juah penduduk tahun
2014, penduduk barru mengalami pertumbuhan sebesar 0,53% dengan masing
masing persentase pertumbuhan penduduk laki-laki sebesar 0,61% dan penduduk
perempuan sebesar 0,45%.

2. Profil Informan Penelitian

Adapun beberapa karakteristik informan yang menjadi fokus dalam penelitian


ini adalah masyarakat nelayan yang berada di desa Padongko, Kelurahan
Mangempang, Kabupaten Barru dimana mereka bekerja sebagai nelayan.
a. Informan 1
Asrul pemuda 25 tahun yang merupakan seorang nelayan bagian Anak buah kapal.
Berdasarkan hasil wawancara, Asrul mengaku sudah menjadi nelayan saat masih
kecil, karena itu merupakan pekerjaan turun-temurun keluarganya dan lingkungan
tempat tinggalnya.

Asrul yang merupakan anak buah kapal, dimana sehari-harinya ia melaut


dengan menggunakan kapal juga menggunakan Bagan sebagai alat tangkapnya
yang diakuinya sangat aman dan tidak merusak terumbu karang juga ekosistem laut
lainnya. Saat melakukan wawancara kami menyinggung mengenai keberadaan
pohon mangrove yang terdapat di daerah desa Padongko, Kecamatan Mangempang,
Kabupaten Barru. Menurut informan Pohon mangrove tersebut sudah ada dan
diabaikan sejak lama oleh pemerintah maupun masyarakat sekitar, karena

30
diakuinya pohon mangrove tersebut tidak memiliki manfaat terhadap profesinya
sebagai seorang nelayan yang mencari ikan di pesisir pantai.

Dari pengakuan Asrul yang kami dengar saat melakukan wawancara, ia


mengaku pernah ada nelayan dari luar daerah Barru yang melakukan penangkapan
ikan menggunakan bahan peledak yang tentunya sangat merugikan para nelayan di
desa Padongko.

Asrul juga mengatakan bahwa saat musim penghujan tiba ia masih tetap
melaut namun apabila angin kencang melanda ia dan rombongan kapalnya kembali
ke darat dan menunggu beberapa waktu untuk memastikan apakah cuaca atau
kondisi memungkinkan untuk kembali melaut atau tidak.

b. Informan 2
Aswar merupakan pemuda berusia 21 tahun yang juga adalah seorang
nelayan yang baru saja menjadi abk di salah satu kapal milik punggawa. Ia
bertempat tinggal disekitar pelelangan yang terletak tidak jauh dari dermaga kapal.
Menurutnya kondisi laut higga saat ini masih sangat asri sebab dibuktikan dengan
jumlah ikan yang masih banyak begitu pula dengan kondisi karang yang masih
bagus. Ia juga mengatakan bahwa ada hutan mangrove yang terletak di desa
padongko yang langsung berbatasan dengan empang milik salah seorang nelayan.
Namun ia mengaku tidak mengetahui siapa yang menanam mangrove tersebut dan
katanya hutan mangrove itu sudah ada sejak ia masih kanak-kanak.
Ia menggunakan jarring sebagai alat tangkap ikan namun kadang juga
menggunakan pancing untuk menambah jumlah ikan yang akan dipasarkan. Akan
tetapi pernah terjadi kasus penangkapan ikan menggunakan bom, tapi bukan warga
lokal yang melakukannya dan ia mengatakan bahwa kami hanya mengamati dan
tidak berani untuk mendekat agar tidak terjadi konflik dan agar kami tidak dituduh
sebagai pelaku pengeboman.

c. Informan 3
Pak Didin merupakan pria paruh baya berusia 58 tahun, Ia bekerja sebagai
nelayan saat dia memutuskan untuk menikah dan tinggal di di desa Padongko,

31
Kecamatan Mangempang, Kabupaten Barru. Ia menjadi nelayan selama 10 tahun
lamanya sebelum memutuskan menjadi seorang supir pete-pete.
Menurutnya kondisi laut sejak dulu sama saja, terdapat banyak sampah yang
berserakan di area laut. Ia juga mengatakan bahwa terdapat pohon mangrove di
sekitar desa tersebut yang keberadaannya sudah ada sejak lama namun diabaikan
begitu saja tanpa ada kepedulian dari masyarakat sekitar dan juga pemerintah
setempat. Ia juga mengaku bahwa dahulu pernah ada nelayan yang melakukan
penagkapan ikan dengan bahan peledak, namun nelayan tersebut bukan nelayan
yang berasal dari Daerah Barru melainkan dari daerah lain.

d. Informan 4
Pak Yusril seorang nelayan berusia 40 tahun yang mencari ikan di sekitar
pohon mangrove yang terdapat di sekitar desa Padongko, Kecamatan Mangempang,
Kabupaten Barru. Menurutnya pohon mangrove tersebut sudah ada sejak lama dan
menurut pengakuannya pohon mangrove tersebut merupakan pohon mangrove
yang berada di empang desa sebelah namun tumbuh subur sehingga terlihat seperti
pohon mangrove yang tumbuh di desa Padongko.
e. Informan 5
Pak umar merupakan Masyarakat sekitar yang berusia 26 tahun yang
bekerja sebagai Buruh Bngunan. Dari hasil wawancara yang kami lakukan ia
mengatakan bahwa terdapat banyak sampah yang ada di sekitar area pohon
mangrove yang dibiarkan begitu saja karena tidakadanya kepedulian dari
masyarakat dan nelayan sekitar. Ia juga menuturkan bahwa terdapat bangkai kapal
yang sudah lama terabaikan begitu saja.
f. Infroman 6
Sama halnya dengan Bu Baya seorang IRT berusia 38 tahun yang
merupakan masyarakat sekitar menuturkan bahwa bangkai kapal tersebut sudah
lama terabaikan begitu saja tanpa adanya inisiatif dari masyarakat ataupun nelayan
sekitar untuk memindahkannya. Diakuinya juga bahwa masyarakat-masyarakat
sekitar tidak pernah membuang sampah di laut, sampah-sampah itu merupakan
hasil kiriman yang terbawa arus laut pantai.

32
3. Pemahaman Nelayan Desa Padongko mengenai Ekosistem Laut.
Masyarakat pesisir di desa Padongko memiliki cara pandang tersendiri mengenai
sumber daya laut . Hal ini dibuktikan melalui hasil wawancara di bawah ini.

“Saya kerja jadi anak buah kapal itu di umur 20 tahun, semenjak remaja ka baruka
terjun di dunia nelayan karena menurutku lebih banyak pendapatannya nelayan
dari pada pekerjaan lain. Melaut bisaka jadikan sumber penghasilan untuk hidupi
keluargaku.” (Asrul)

“Saya nak sudah puluhan tahun jadi nelayan disini, saya lahir disini baru ambil
pekerjaan sebagai nelayan karena susah sekali pekerjaan disini. Palingan kalau
bukan jadi nelayan ya jadi sopir pete pete atau petani.” (Pak Didin)

“Saya kerja sebagai nelayan kurang lebih hampir 10 tahun itupun berdiri sendiri
tidak ada bantuan atau rekan melaut. kalau saya melaut paling lama pulang itu 3
hari. demi mencari uang saya menjadi nelayan karena mau keluar kota juga tidak
sanggup tinggalkan keluarga.” (Pak Umar)

“Kalau na bilang orang disini nelayan itu pekerjaan paling tepat apalagi tinggal
di bagian laut begini. Jadi saya itu lebih pilih jadi nelayan karena kebetulan ada
juga keluarga yang nelayan jadi saya ikut mereka.” (Aswar).

Menurut Asrul (25 tahun), Pak didin (58 tahun), Pak Umar (26 tahun), dan
Aswar (21 tahun), laut merupakan tempat dimana mereka mencari nafkah.
Berdasarkan beberapa informan yang kami wawancarai di desa Padongko lebih
memilih untuk menjadi seorang nelayan dari pada pekerjaan lain karena menjadi
nelayan merupakan pekerjaan turun temurun dari masyarakat di desa Padongko
khususnya anak anak remaja yang putus sekolah. Dengan menjadi seorang nelayan
masyarakat di desa padongko dapat memenuhi kebutuhan ekonominya.

33
Masyarakat di desa padongko memandang laut sebagai salah satu sumber
kehidupan mereka dimana sumber penghasilan mereka ada dilaut, dalam artian
dengan melaut mereka mendapatkan penghasilan. Sudah sejak dahulu pekerjaan
nelayan ini dilakukan sebagai alternatif pekerjaan paling baik selain itu masyarakat
di desa Padongko tidak perlu keluar kota untuk mencari pekerjaan. Untuk itulah
masyarakat di desa padongko lebih memilih untuk memanfaat kan laut sebagai
alternatif pekerjaan untuk memenuhi segala kebutuhan ekonominya.

4. Pemahaman Nelayan Desa Padongko mengenai Alat Tangkap.

Dalam proses penangapan ikan para nelayan umumnya menggunakan bagan


sebagai alat alternatif untuk memperoleh ikan. Namun disisi lain ada sebagian
masyarakat yang bukan merupakan masyarakat lokal desa padongko yang
menggunakan alternatif lain yaitu penggunaan bom ikan dan bius karena selain
praktis, bom ikan dan bius juga mampu menghasilkan ikan yang lebih banyak tanpa
harus menunggu berhari hari. namun tindakan tersebut tentu saja merupakan
tindakan terlarang dikarenakan dapat mengancam ekosistem laut dan merusak
terumbu karang. Hal tersebut di perkuat oleh informan di desa Padongko.

B. Pembahasan
• (Asrul, 25 tahun) Nelayan, menggunakan Bagan.

“banyak sekali orang dari luas barru yang masuk di perairan barru ma’bom ikan,
na rusak laut. banyak ikan ikan kecil yang mati gara gara bom ikan sama bius.
Selain ituna rugikan juga nelayan barru karena semakin berkurang tangkapannya.
Makanya kalau ada di dapat nelayan yang ma’bom atau ma’bius langsung di
tangkap baru di hancurkan kapalnya”

• ( Pak Umar, 26 tahun) Nelayan, menggunakan Bagan

“bom ikan itu bahaya kalau di gunakan dilaut karena na bunuh ikan ikan kecil,
kalau ikan ikan kecil mati semua tidak ada ikan, selain itu narusak juga laut apalagi
kalau ada terumbu karang di bawanya. Kita juga para nelayan di rugikan karena
di anggap kita yang merusak padahal bukan, berkurang juga hasil tangkapan ta.
Kalau ikan berkurang tidak bisa ki cukupi kebutuhan ta.”

34
• Hal sama juga di tuturkan oleh (Pak Yusril, 30 tahun) Nelayan,
menggunakan Bagan.

“Kalau sekarang tidak adami yang pake bom ikan sama bius karena di larangmi,
tapi dulu itu na kasih resah sekali warga karena semenjak ada itu bom ikan, banyak
nelayan mengeluh karena merasa di rugikan karena itu ikan na ambil semuai jadi
kita warga disini tidak dapat maki bagian. Banyak juga terumbu karang rusak gara
gara bom ikan. Kalau dibiarkan terus pake bom ikan bisa bisa habis ikan di laut
barru gara gara mati, biar ikan kecil mati semua baru na buang ji laut kalau
kecilki.”

Dari pernyataan Aswar, Pak Umar dan Pak Yusril mereka mengetahui
adanya kerugian dalam penggunaan bom ikan, disamping merusak ekosistem laut,
penggunaan bom ikan juga merugikan nelayan karena mengurangi jumlah
penangkapan sehingga penghasilan nelayan juga berkurang. Dari semua informan
yang kami wawancarai semuanya mengatakan kerugian akan tindakan pengeboman
ikan. Namun seiring berjalan nya waktu penggunaan bom ikan di laut Barru sudah
tidak ada lagi di karenakan adanya tindakan tegas dari masyarakat dan pihak
berwajib terhadap pengeboman ikan.

1. Upaya menjaga keberlangsungan ekosistem laut

Upaya merupakan usaha tau tindakan yang dilakukan seseorang. Dalam


Kamus besar Bahasa Indonesia pengertian upaya adalah usaha, akal, ikhtiar (untuk
mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan mencari jalan keluar) (Alwi,
2010:1109).

Hartono menjelaskan upaya adalahsuatu usaha dasar untuk mencai jalan


terbaik atau mengubah yang lebih baik. Maksudnya usaha atau kegiatan yang
mengarahkan tenaga fikiran atau badan untuk memecahkkan persoalan atau
mencari jalan keluar. (Hartono, 2010 :171).

Menurut informan (Pak Umar 26 tahun) dan (Asrul, 25 Tahun) upaya untuk
menangani masalah pengeboman ikan ini sudah di tindaklanjuti oleh warga dan

35
pihak berwajib yang kemudian secara perlahan mulai hilang aktivitas pengeboman
ikan

“ kalau penggunaan bom ikan terus di lakukan bisa merusak laut makanya
masyarakat itu melakukan upaya supaya ini bom ikan tidak ada lagi. Dan upaya
nya itu warga disini setiap ada yang ma’bom ataupun ma’bius bakalan di tangkap
kemudian di serahkan ke pihak kepolisian suapaya di tindaklanjuti”(Pak Umar, 26
tahun).

“ semenjak warga sepakat untuk hancurkan kapal dan laporkan ke polisi nelayan
yang pake bom ikan, sudah sangat jarang mi kami dengar ada yang ma’bom di
sekitar sini. Dan nelayan juga sudah tidak adami yang mengeluh tentang hasil
tangkapnya”(Asrul, 25 tahun).

Upaya lain juga dilakukan masyarakat dan pihak berwajib untuk mengatasi masalah
ekosistem lainnya seperti penumpukan sampah di pesisir pantai. upaya yang
dialakukan masyarakat tersebut berupa pendirian komunitas untuk membersihkan
sampah di pesisir pantai. hal tersebut di ungkap oleh salah satu informan yaitu Ibu
Ani, 30 tahun.

“ ini pantai sudah sering di bersihkan warga tapi tetap banyak tumpukan, makanya
kami serentak untuk bikin komunitas untuk bersihkan ini sampah dan komunitasnya
itu dari anak anak di desa padongko saja” (Ibu Ani, 30 tahun).

36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas maka adapun kesimpulan yang dapat
ditarik dengan mengacu kepada kedua rumusan masalah yang menjadi pusat
perhatian penelitian yaitu:
1. Kondisi ekologi lingkungan pesisir masih terjaga baik dari aspek kondisi
laut yang masih lestari ditambah dengan adanya hutan mangrove yang
memberikan dampak baik bagi masyarakat serta penggunaan alat tangkap
berupa jarring dan pancing yang ramah lingkungan sehingga tidak merusak
biota laut baik dari ikan, bartu karang dan ekosistem laut lainnya.
2. Ada beberap aktivitas nelayan yang merusak lingkungan yakni pengeboman
ikan, menggunakan bius yang dilakukan oleh orang dari luar wilayah,
sampah yang berada disekitar mangrove, tempat sampah umum yang kurang
diperhatikan kelayakannya, dan msayarakat yang acuh setelah kapal sudah
tidak terpakai dibiarkan begitu saja sampai menjadi bangkai dan dapat
merusak keindahan lingkungan sekitar.
3. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat sekitar berupa melaporkan para
pelaku pengeboman ikan ke aparat setempat serta menghancurkan kapal
para pengebom agar memberi rasa jera, membentuk komunitas yang
bertugas untuk membersihkan sampah dipesisir pantai, melestarikan hutan
mangrove, dan membuang sampah ditempat pembuangan yang sudah
disediakan.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan, apabila permasalahan ekologi lingkungan pesisir Di
Desa Padongko, Kecamatan Mangempang, Kabupaten Barru ingin ditingkatkan
maka diajukan saran-saran sebagai berikut:

37
1. Memberi penyadaran dengan cara mengadakan sosialisasi yang lebih
intensif tentang Undang-Undang Perikanan, guna meningkatkan kesadaran
ekologi dan hukum terhadap penggunaan bom ikan bagi lingkunga pesisir.
2. Membangun kerja sama yang baik antara pemerintah dengan masyarakat
nelayan sekitar, dalam rangka mewujudkan masyarakat sadar hukum dan
pentingnya menjaga kelestarian lingkungan pesisir.
3. Memberikan tindakan tegas bagi masyarakat yang merusak lingkungan
pesisir

Lampiran-Lampiran
Dokumentasi

38
DAFTAR PUSTAKA

Djongihi, Arlin. dkk. 2022. Dampak Pembuangan Sampah Di pesisir Pantai


Terhadap Lingkungan Sekitar. Studi Kasus Masyarkat Pahaye Kecamatan
Oba Kota Tidore Kepulauan. Jurnal GeoCivic. Vol 5. No 1. Universitas
Khairun. Ternate.
Sareo, F. P., Marasabessy, I., Badarudin, M. I., & Basri, L. (2021). Persepsi
Masyarakat Nelayan Kecil Terhadap Sistem Sosial Ekologi Perikanan
Karang di Perairan Pulau Um (Studi Masyarakat Kampung Malaumkarta
Provinsi Papua Barat). Jurnal Riset Perikanan dan Kelautan, 3(1), 276-289.
Ulfa, M. (2018). Persepsi masyarakat nelayan dalam menghadapi perubahan iklim
(ditinjau dalam aspek sosial ekonomi). Jurnal Pendidikan Geografi, 23(1),
41-49.
Sulastri, E., Haryadi, T., & Inayah, E. (2019). Tingkat Kesadaran Ekologis
Masyarakat Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Jurnal
Kawistara, 9(1), 78-90.
Dharmawan, A. H. (2007). Dinamika sosio-ekologi pedesaan: Perspektif dan
pertautan keilmuan ekologi manusia, sosiologi lingkungan dan ekologi
politik. Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan, 1(1).
Fahrudin, A., Sulistiono, S., Sutrisno, D., & Koeshendrajana, S. (2019). Resiliensi
nelayan terhadap ketersediaan sumberdaya perikanan di Kepulauan
Karimunjawa. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
(Journal of Natural Resources and Environmental Management), 9(2), 527-
540.
Syarif, E. (2021). Kearifan Konservasi Sumberdaya Laut Nelayan Tradisional
Bajoe Sulawesi Selatan, Indonesia. Indonesian Journal of Social Science
Education (IJSSE), 3(2), 113-123.
Moleong, Lexy J. (2018). Meodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Rahim, A., & Hastuti, D. R. D. (2016). Determinan pendapatan nelayan tangkap
tradisional wilayah pesisir barat Kabupaten Barru. Jurnal Sosial Ekonomi
Kelautan dan Perikanan, 11(1), 75-88.
Darmawan, R. N. D., Wijaya, J. C. A., & Kanom, K. (2022). Analisis Keberlanjutan
Ekologis Pantai Blibis Banyuwangi dengan Pendekatan Risk
Management. Jurnal Manajemen Perhotelan dan Pariwisata, 5(3), 352-
361.
Surur, F. (2015). Strategi adaptasi nelayan terhadap perubahan ekologis Danau
Tempe di Desa Pallimae Kecamatan Sabbangparu Kabupaten Wajo. Plano
Madani: Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 4(1), 91-102.

39

Anda mungkin juga menyukai