LAPORAN AKHIR
Oleh :
LAPORAN AKHIR
Oleh :
Laporan Ini Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Praktikal Test di
Laboratorium Biologi Perikanan Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan Karunianya-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan dengan sebaik
mungkin dengan judul laporan yaitu “Hubungan Panjang Bobot dan Faktor
Kondisi Pada Ikan Tongkol Komo (Euthyunnus affisin) (Studi Kasus :
Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Ikan Tongkol Komo (Euthynnus affinis
Cantor 1849) Yang di Daratkan di KUD Gabion Pelabuhan Perikanan
Samudera Belawan Sumatera Utara ”.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen di mata kuliah
Biologi Perikanan, Ibu Desrita S.Pi., M.Si., Ibu Vindy Rilani Manurung S.Pi., M.P.
dan Ibu Julia Syahriani Hasibuan S.Pi., M.Si. serta para Kakak asisten
Laboratorium praktikum Biologi Perikanan dan semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari penyusunan
hingga tata bahasa penyampaian dalam laporan ini. Oleh karena itu, penulis dengan
rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar penyusun dapat
memperbaiki laporan ini. Penyusun berharap semoga laporan yang kami susun ini
memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................. 1
Tujuan Praktikum ............................................................................ 5
Manfaat Praktikum ........................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Tongkol (Euthyunnus affisin) ................................................... 6
Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Tongkol (Euthyunnus affisin) .. 8
Faktor Kondisi Ikan Tongkol (Euthyunnus affisin) .......................... 9
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum ........................................................... 11
Alat dan Bahan Praktikum ................................................................. 11
Prosedur Praktikum .......................................................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil .................................................................................................. 18
Pembahasan ...................................................................................... 20
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ....................................................................................... 26
Saran ................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA
ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perikanan merupakan salah satu sektor penyedia sumberdaya hayati di
Secara umum yang dimaksud dengan ikan adalah hewan vertebrata yang
Sedangkan ilmu pengetahuan yang membahas tentang ikan dan segala aspek yang
teridentifikasi ada 20.000 spesies, akan tetapi diperkirakan jumlah spesies ikan itu
ada 40.000. Para ahli ikhtiologi memperkirakan terjadi penambahan sekitar 100
spesies setiap tahunnya. Semua spesies ikan itu dapat dijumpai di perairan laut,
payau maupun perairan tawar disungai, danau, waduk, dan aliaran sungai di dalam
dalam waktu tertentu. Pengukuran panjang dan berat organisme sebagai dasar untuk
menghitung dan menguji potensi yang tersedia dalam suatu perairan. Pertumbuhan
secara fisik diekspresikan dengan adanya perubahan jumlah atau ukuran sel
penyusun jaringan tubuh pada periode tertentu, yang kemudian diukur dalam satuan
panjang ataupun bobot. Hubungan bobot – panjang beserta distribusi panjang ikan
sangat perlu diketahui untuk mengkonversi secara statistik hasil tangkapan dalam
bobot ke jumlah ikan, untuk menduga besarnya populasi, dan untuk menduga laju
perikanan. Pentingnya pengetahuan ini yang diacu oleh hubungan panjang bobot
di pasar lokal adalah jenis ikan pelagis besar dan pelagis kecil yang terdiri atas
menyebabkan ikan ini sebagai target tangkapan oleh nelayan PPSB. Mengharapkan
dengan tidak menangkap ikan yang belum dewasa atau belum siap memijah agar
dapat memberikan informasi tentang kondisi stok. Data biologi berupa hubungan
panjang bobot melalui proses lebih lanjut akan menghasilkan keluaran terakhir
Hubungan panjang bobot dapat menyediakan informasi yang penting untuk salah
satu spesies ikan dari suatu daerah. Meskipun informasi tentang hubungan panjang
bobot untuk salah satu spesies ikan dapat menggunakan ikan dari daerah lain dalam
Keberadaan suatu jenis ikan memiliki hubungan yang sangat erat dengan
kebiasaan makan ikan Cakalang merupakan salah satu cara untuk mengetahui jenis
makanan yang dikonsumsi oleh ikan Cakalang. Sehingga kita dapat melihat
pemangsaan, persaingan, dan rantai makanan, disamping itu kita juga memiliki
pengetahuan yang penting dalam hal domestikasi ikan-ikan yang memiliki nilai
sepanjang hidupnya. Hal ini yang menyebabkan pertumbuhan merupakan salah satu
menjadi indikator bagi kesehatan individu dan populasi yang baik bagi ikan. Dalam
istilah sederhana pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran
panjang atau berat dalam suatu waktu, akan tetapi kalau kita lihat lebih
makanan maka diperkirakan nilai ini juga akan berubah (Andy, 2012).
kuantitas daging yang dapat dimakan. Faktor kondisi relatif adalah penyimpangan
pengukuran suatu kelompok ikan tertentu dari bobot rata-rata sampai panjang
kelompok umur, kelompok panjang atau sebagian populasi. Sumberdaya hayati laut
terutama yang berupa ikan merupakan sumber pangan utama kedua setelah
pertanian di darat. Ikan merupakan salah satu hasil laut utama dan
selama ini menjadi sumber protein penting bagi rakyat. Dibandingkan dengan
daging dan susu, ikan merupakan sumber protein yang lebih baik untuk kesehatan
seperti kompetisi, jumlah dan kualitas makanan, umur dan tingkat kematian
dengan demikian dapat melihat jumlah stok yang ada di alam berdasarkan ukuran
ikan. Perairan laut Indonesia mempunyai sumberdaya hayati dengan potensi yang
Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui hubungan panjang dan bobot pada ikan tongkol komo
Manfaat Praktikum
memberikan informasi hubungan panjang dan bobot pada ikan tongkol komo
ikan tongkol komo (Euthyunnus affisin) serta sebagai syarat masuk mengikuti
dari family Scombridae yang meliputi tongkol, tuna dan cakalang (bonito). Ikan
berenang dengan sangat cepat. Bentuk kepala meruncing, mulut lebar dan miring
ke bawah dengan gigi yang kuat pada kedua rahangnya, serta tipe mulut terminal.
Bentuk sisiknya sangat kecil dan termasuk tipe stenoid. Pada batang ekor ikan
terdapat 3 buah “keel” (rigi-rigi yang bagian tengahnya mempunyai puncak yang
tajam). Keel tengah berbentuk memanjang dan tinggi dibandingkan dengan dua
Ikan Tongkol Komo adalah tuna kecil khas bergaris-garis gelap dengan
pola pada punggung dan bintik-bintik gelap 2-5 di atas sirip ventral. Ini dapat
dibedakan dari spesies yang sama dengan pola bergaris dengan bintik-bintik dan
jika dibedakan dengan Tongkol krai/tongkol abu (Auxis thazard), kurangnya ruang
antara sirip dorsal. Ikan Tongkol Komo dapat tumbuh dengan panjang cagak (FL)
100 cm dan sekitar 20 kg bobot badan tetapi lebih sering sekitar 60 cm dan 3 kg.
Makanan mereka adalah ikan kecil, khususnya clupeids (ikan haring, pilchards) dan
. Ikan Tongkol Komo mempunyai sirip lengkap yaitu sepasang sirip dada,
sepasang sirip perut, dua sirip punggung, satu sirip anal dan satu sirip ekor. Warna
daerah punggung biru tua, kepala agak hitam, terdapat belang-belang hitam pada
daerah punggung yang tidak bersisik di atas garis sisi. Perut berwarna putih,
pewarnaan tubuh yang demikian ini, dimana warna bagian dorsal gelap dan bagian
(carangidae), yang terdiri dari 100 sampai lebih dari 5000 spesies. Meskipun ikan
matang secara seksual mungkin ditemui sepanjang tahun, ada puncak pemijahan
Ikan Tongkol Komo atau Kawakawa merupakan spesies tuna pelagis yang
bagian barat Samudra Pasifik, spesies ini didistribusikan di sepanjang benua Asia
dari Malaysia timur laut melalui daratan Cina, Taiwan, dan ke selatan Jepang
(Yesaki, 1994). Kondisi oseanografi yang mempengaruhi migrasi ikan tuna yaitu
mempengaruhi penyebaran tuna besar dan Tongkol adalah suhu (Hela, 2013)
mempunyai dua sirip punggung yang dipisahkan oleh celah sempit. Sirip punggung
pertama diikuti oleh celah sempit, sirip punggung kedua diikuti oleh 8- 10 sirip
tambahan. Ikan tongkol tidak memiliki gelembung renang. Warna tubuh pada
bagian punggung ikan berwarna gelap kebiruan dan pada sisi badan dan perut
Ikan Tongkol Komo (Euthynnus affinis), juga dikenal sebagai tuna kecil,
dari family Scombridae yang meliputi tongkol, tuna dan cakalang (bonito). Ikan
berenang dengan sangat cepat. Bentuk kepala meruncing, mulut lebar dan miring
ke bawah dengan gigi yang kuat pada kedua rahangnya, serta tipe mulut terminal.
Bentuk sisiknya sangat kecil dan termasuk tipe stenoid. Pada batang ekor ikan
terdapat 3 buah “keel” (rigi-rigi yang bagian tengahnya mempunyai puncak yang
tajam). Keel tengah berbentuk memanjang dan tinggi dibandingkan dengan dua
Ikan Tongkol Komo adalah tuna kecil khas bergaris-garis gelap dengan
pola pada punggung dan bintik-bintik gelap 2-5 di atas sirip ventral. Ini dapat
dibedakan dari spesies yang sama dengan pola bergaris dengan bintik-bintik dan
jika dibedakan dengan Tongkol krai/tongkol abu (Auxis thazard), kurangnya ruang
antara sirip dorsal. Ikan Tongkol Komo dapat tumbuh dengan panjang cagak (FL)
100 cm dan sekitar 20 kg bobot badan tetapi lebih sering sekitar 60 cm dan 3 kg.
Makanan mereka adalah ikan kecil, khususnya clupeids (ikan haring, pilchards) dan
sanilitas, suhu permukaan laut, klorofil-a dan lainnya yang dapat berpengaruh pada
dinamika dan pergerakan air laut baik secara vertikal maupun horizontal. Dasar
untuk menentukan lokasi penangkapan ikan (fishing ground) yaitu parameter suhu
permukaan laut dan klorofil-a. Daerah yang memiliki tingkat klorofil-a yang
sangattinggi merupakan daerah yang tinggi akan nutrient sehingga biota laut
khususnya ikan pelagis banyak berkumpul pada daerah tersebut (Ayu, 2019).
Ikan Tongkol Komo mempunyai sirip lengkap yaitu sepasang sirip dada,
sepasang sirip perut, dua sirip punggung, satu sirip anal dan satu sirip ekor. Warna
daerah punggung biru tua, kepala agak hitam, terdapat belang-belang hitam pada
daerah punggung yang tidak bersisik di atas garis sisi. Perut berwarna putih,
pewarnaan tubuh yang demikian ini, dimana warna bagian dorsal gelap dan bagian
bobot dan faktor kondisi ikan, merupakan langkah utama yang penting dalam upaya
Pertumbuhan adalah perubahan ukuran ikan dalam jangka waktu tertentu, ukuran
ini bisa dinyatakan dalam satuan panjang, bobot maupun volume. Ikan bertumbuh
panjang bobot ikan bertujuan untuk mengetahui variasi bobot dan panjang tertentu
mengestimasi faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness, yang
merupakan salah satu hal penting dari pertumbuhan untuk membandingkan kondisi
atau keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau individu tertentu (Putri, 2015).
bobot harapan untuk panjang tertentu dari ikan secara individual atau
hubungan panjang dan bobot yaitu dapat digunakan untuk melakukan estimasi
faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness, yang merupakan
salah satu derivat penting dari pertumbuhan untuk membandingkan kondisi atau
keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau individu tertentu (Wujdi et al., 2012).
bobot tubuh ikan lebih cepat daripada pertambahan ukuran panjang tubuhnya (ikan
faktor luar. Faktor dalam umumnya sulit dikontrol yang meliputi keturunan, sex,
umur, parasit, dan penyakit. Faktor luar utama yang mempengaruhi pertumbuhan
ikan adalah ketersediaan makanan dan suhu perairan (Sudarno et al., 2018).
Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang
dengan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai
pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi hubungan yang terdapat pada ikan
sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Dengan
ikan tersebut gemuk atau kurus. Analisis panjang dan berat bertujuan untuk
panjang ikan untuk menduga besarnya populasi, dan untuk menduga laju
matematis antara panjang dan bobot ikan, sehingga dapat dikonservasi dari panjang
ke bobot, dan sebaliknya. Selain itu, analisis ini juga bertujuan untuk mengukur
variasi bobot harapan ikan untuk suatu ukuran panjang tertentu, baik secara
dapat digunakan yaitu model yang berhubungan dengan bobot dan model yang
menggunakan data panjang bobot. Persamaan hubungan panjang bobot ikan yang
Dengan kata lain hubungan ini dapat dimanfaatkan untuk menduga bobot melalui
ikan yang bentuk tubuh dan berat jenisnya tidak berubah selama proses
sama. Jika nilai b tidak sama dengan tiga maka pertumbuhannya allometrik.
Jika b3 maka menunjukkan ikan gemuk dimana pertambahan berat lebih cepat dari
Hubungan panjang dan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa
bobot ikan sebagai pangkat tiga. Namun sebenarnya tidak demikian karena bentuk
parameter a dan b, digunakan analisis regresi dengan log W sebagai y dan log L
sebagai x. Untuk menguji nilai b = 3 atau b ≠ 3 dilakukan uji-t (uji parsial), dengan
hipotesis : H0 : b = 3, hubungan panjang dengan bobot adalah isometrik. H1 : b ≠
jika b>3 (pertambahan bobot lebih cepat dari pada pertambahan panjang) dan
allometrik negatif, jika b<3 (Pertmbahan panjang lebih cepat dari pada pertambahan
menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival
dan reproduksi. Nilai faktor kondisi dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad
dan jenis kelamin. Nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan ikan
jantan, hal ini menunjukkan bahwa ikan betina memiliki kondisi yang lebih baik
dengan mengisi cell sex untuk proses reproduksinya dibandingkan ikan jantan.
Faktor dalam dan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan ialah jumlah dan
makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, faktor kualitas air, umur, dan ukuran
kelamin dan umur. Selama dalam pertumbuhan, tiap pertambahan berat material
ikan akan bertambah panjang dimana perbandingan liniernya akan tetap. Faktor
kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan yang dinyatakan
Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan baik dilihat dari segi kapasitas
fisik untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Didalam penggunaan secara komersil
maka kondisi ini mempunyai arti kualitas dan kuantitas daging ikan yang tersedia
untuk dapat dimakan. Ini dapat memberi keterangan baik secara biologis maupun
secara komersial. Faktor kondisi atau Ponderal index merupakan salah satu derivat
penting dari pertumbuhan. Faktor kondisi menunjukan keadaan dari ikan, dilihat
dari segi kapasitas fisik untuk survival dan produksi. Dalam pengunaan secara
komersial, kondisi ini mempunyai arti kualitas dan kuantitas daging ikan yang
tersedia untuk dapat dimakan. Kondisi ini memiliki arti dapat memberi keterangan,
Faktor kondisi ini menunjukan keadaan ikan, baik dilihat dari kapasitas fisik
maupun dari segi survival dan reproduksi. Dalam penggunaan secara komersial,
kuantitas daging ikan yang tersedia agar dapat dimakan. Faktor kondisi nisbih
merupakan simpangan pengukuran dari sekelompok ikan tertentu dari berat rerata
terhadap panjang pada kelompok ikan tertentu dari berat rata-rata terdapat panjang
gelombang umurnya, kelompok panjang atau bagian dari populasi Kompetisi dapat
sumber itu tersedia dalam jumlah yang terbatas. Sebaliknya. Peningkatan faktor
dari segi kapasitas fisik, maupun dari segi survival dan reproduksi. Dalam
menentukan kualitas dan kuantitas daging yang tersedia agar dapat dimakan. Faktor
angka. Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan dari segi kapasitas fisik untuk
bertahan hidup dan melakukan reproduksi. Satuan faktor kondisi sendiri tidak
berarti apapun, namun kegunaanya akan terlihat jika dibandingkan dengan individu
lain atau antara satu kelompok dengan kelompok lain (Wujdi et al., 2012).
data panjang dan berat. Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat
dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Penggunaan nilai faktor
kondisi secara komersil mempunyai arti penting dalam menentukan kualitas dan
kuantitas daging ikan yang tersedia untuk dapat dimakan. Ikan yang badannya agak
pipih memiliki nilai faktor kondisi berkisar antara 3-4 dan untuk ikan yang
badannya kurang pipih memiliki nilai faktor kondisi berkisar antara 1-3. Variasi
Ikan Tongkol Komo (Euthynnus affinis), juga dikenal sebagai tuna kecil,
dari family Scombridae yang meliputi tongkol, tuna dan cakalang (bonito). Ikan
berenang dengan sangat cepat. Bentuk kepala meruncing, mulut lebar dan miring
ke bawah dengan gigi yang kuat pada kedua rahangnya, serta tipe mulut terminal.
Bentuk sisiknya sangat kecil dan termasuk tipe stenoid. Pada batang ekor ikan
terdapat 3 buah “keel” (rigi-rigi yang bagian tengahnya mempunyai puncak yang
tajam). Keel tengah berbentuk memanjang dan tinggi dibandingkan dengan dua
Ikan Tongkol Komo yang diamati selama penelitian berjumlah 371 ekor
(Lampiran 1), terdiri atas 175 ekor pada musim barat yaitu dari bulan Novermber
2014 – Februari 2015 dan 196 ekor pada musim peralihan I yaitu dari bulan Maret
– April 2015. Untuk panjang yang digunakan yaitu panjang total dengan satuan
ukuran millimeter (mm). Ukuran panjang ikan Tongkol Komo pada musim barat
minimum 219 mm dan maksimum 610 mm, sedangkan pada musim peralihan I
minimum 235 mm dan maksimum 600 mm. Jumlah ikan paling banyak terdapat
Hubungan panjang dan bobot ikan Tongkol Komo memiliki hubungan yang
sangat erat (nilai koefisien korelasi (r) mendekati satu). Setelah dilakukan uji T
(=0,05) pada musim barat dan musim peralihan I serta total ikan Tongkol Komo
memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif dimana nilai b<3 yang memiliki arti
Prosedur Praktikum:
Prosedur pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Disiapkan 100 data panjang dan bobot pada ikan di dalam excel seperti pada gambar
berikut.
2. Dibuka tab bar bagian “Data”, lalu pilih menu data analisis. Jika tidak ada maka kita
perlu melakukan setting.
3. Dipilih menu “Regression” lalu klik ‘OK’.
4. Ditampilkan seperti ini, kemudian dimasukkan nilai ‘Y’ untuk data panjang dengan cara
memblok seluruh data dari satu sampai seratus, dan untuk nilai ‘X’ diisi data berat
dengan cara yang sama. Dibagian “Output Range” diisi dengan mengklik sembarang
kolom yang ada pada excel, kemudian klik ‘OK’.
7. Dibagian tool “Chart Design” dipilih menu “Quick Layout” kemudian pilihyang
pertama.
8. Diubah judul pada bagian grafik dengan sumbu Y diberi keterangan “Bobot(gr)” dan
sumbu X “Panjang (cm)”.
9. Dihapus garis pada grafik dengan mengklik salah satu garis kemudian klik
“Backspace” pada keyboard.
11. Diklik kanan pada bagian titik yang ada di grafik, maka akan muncul menuseperti di
gambar, lalu pilih “Add Trendline”.
12. Dipilih bagian “Power” kemudian dicentang pada semua bagian “DisplayEquation” dan
“Display R-squared”. Lalu klik tanda silang.
13. Diklik kanan pada kolom bagian y dan R2 , lalu pilih menu “Format Trendline Label”.
14. Dipilih “Number” pada bagian “Category” kemudian diisi nilai 5 pada “Decimal
Places”.
15. Diisi “b0” dengan nilai 3 dan “b1” dari pangkat yang ada pada hasil di grafik.
16. Dilanjutkan dengan “thitung” dan kemudian diberi nilai dengan rumus“=ABS(b1-b0)
/ Standart Error x variable.
17. Diketikkan untuk “ttabel” dan diberi nilai dengan rumus “=TINV(0.05; dan diblok nilai
pada bagian df residul”.
18. Diketikan untuk “R^2” dengan nilai yang ada pada “R2" di grafik. Lalu diketikkan lagi
untuk kolom “r" di bawah "R^2" dan di beri nilai dengan rumus“=(nilai dari R^2)*0.5”.
19. Dimasukkan kembali data panjang dan bobot pada Sheet baru. Lalu ditambahkan untuk
kolom “a”, “b”, dan “FK” disamping kolom “Bobot”.
20. Diambil nilai depan pada kolom “Y” yang ada di grafik dan pindahkan ke dalam semua
kolom “a”. Dimasukkan nilai tadi kedalam semua kolom “a”. Lalu lakukan hal yang
sama pada kolom “b” dengan mengambil nilai pangkat yang ada pada grafik bagian “y”.
21. Dimasukkan rumus “(nilai berat)/(kolom a)*(kolom panjang)^(kolom b) lalu ENTER”
untuk mendapatkan nilai FK-nya. Diklik dua kali untuk mendapatkan nilai FK bagi ke
100 datanya.
22. Dihitung nilai rata-rata pada bagian bawah kolom “b” dengan rumus
“=AVERAGE(blok semua nilai FK yang sudah didapat) kemudian ENTER”.
23. Dicari nilai Standart Deviasi dengan rumus “=STDEV(blok semua nilai FK) kemudian
ENTER”. Dilakukan hal yang sama untuk “MIN” dan “MAX”dengan cara “=MIN(blok
semua nilai FK)” “=MAX(blok semua nilai FK) ENTER”
24. Ditampilkan hasil akhir seperti berikut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil dari prkatikum ini adalah sebagai berikut :
1500
1000
500
0
0 10 20 30 40 50 60
Panjang (cm)
MIN 0,498800433
MAX 1,254226284
Klasifikasi
Klasifikasi Ikan Tongkol Komo (Euthyunnus affisin) menurut Saanin
(1983) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Scombridae
Genus : Euthyunnus
Spesies : Euthyunnus affisin
Pembahasan
hasil analisis hubungan Panjang dan bobot dari ikan tongkol komo (Euthyunnus
menunjukkan bahwa nilai konstanta b yang lebih kecil dari 3 dan termasuk kedalam
pertambahan bobot. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Asri, 2020), yang menyatakan
bahwa nilai b < 3 artinya pertumbuhan panjang lebih cepat daripada pertumbuhan
berat (allometrik negatif), sedangkan nilai b > 3 artinya pertumbuhan berat ikan
allometrik, dimana: Allometrik positif, jika b>3 (pertambahan bobot lebih cepat
dari pada pertambahan panjang) dan allometrik negatif, jika b<3 (Pertmbahan
nilai koefisien korelasi (r) ikan tongkol komo (Euthyunnus affisin) di perairan
Samudera Belawan sebesar 0,854049179, ini berarti hubungan antara panjang dan
bobot ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) bersifat lemah. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Amat (2021) yang menyatakan bahwa jika nilai r mendekati 1
artinya ada hubungan yang kuat antara panjang dan berat ikan, dan apabila nilai r
tidak mendekati 1 berarti hubungan antara panjang dan berat ikan bersifat lemah.
Korelasi kuat berarti beratikan akan bertambah seiring dengan bertambah panjang
tubuh ikan. Korelasi yangkuat juga diduga karena ketersediaan makanan yang cukup
nilai rata-rata faktor kondisi yang didapat pada ikan tongkol komo (euthyunnus
affisin) yaitu sebesar 1,0009899549 yang berarti ikan tongkol komo (Euthyunnus
affisin) tergolong ikan yang pipih dan tidak memiliki badan yang montok. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Hasri (2020) yang menyatakan bahwa untuk ikan yang
nilai factor kondisinya lebih kecil dari pada 1-3, maka ikan tersebut tergolong ikan.
Nilai faktor kondisi ikan di suatu perairan bervariasi. Variasi nilai faktor kondisi
tergantung pada makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan gonad. Faktor
kondisi dapat naik dan turun karena merupakan indikasi dari musim pemijahan bagi
nilai koefisien determinasi (R2) ikan tongkol komo (Euthyunnus affisin) berkisar
0,7294, hal ini diduga karena kondisi perairan di Selat Makassar mampu
mendukung kehidupan ikan kembung lelaki dengan cukup baik. Hal ini sesuai
mg/I. Ikan kembung lelaki dan biota air membutuhkan oksigen guna pembakaran
bahan (makanan) untuk menghasilkan aktifitas, seperti berenang, pertumbuhan, dan
reproduksi.
nilai MIN berkisar 0,498800433, ini dipengaruhi oleh faktor perbedaan umur atau
ukuran ikan maupun faktor fisika-kimia perairan di Selat Makassar. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Putri (2017) yang menyatakan bahwa faktor fisik kimia perairan
juga menjadi salah satu faktor lainnya. Suhu air juga mempengaruhi jumlah oksigen
terlarut dalam air. Jika suhu tinggi maka air akan jenuh dengan oksigen. Kondisi
perairan yang sangat basa maupun sangat asam akan membahayakan kelangsungan
menggunakan cadangan lemak dalam tubuhnya untuk suplai energi dan tekanan
parasit.
2,8534), yang artinya berat ikan tongkol lebih cepat dari pada panjang ikan, hal ini
sesuai dengan Windarti (2020) yang mengatakan Nilai b berat ikan lebih cepat
daripada panjang ikan (allometrik positif). Sebaliknya jika nilai b>3 berarti pola
kurang dari 3 Ikan Tongkol Komo (Euthynnus affinis), sehingga dapat diketahui
bahwa bentuk ikan Tongkol Komo (Euthynnus affinis) yang didaratkan KUD
memiliki nilai faktor kondisi berkisar antara 3-4 dan untuk ikan yang badannya
kurang pipih memiliki nilai faktor kondisi berkisar antara 1-3. Variasi nilai faktor
( r = 0,854049179) yang artinya terdapat hubungan yang kuat antara panjang tubuh
ikan dengan beratnya dimana pertambahan panjang akan diikuti pertambahan berat
nya hal ini sesuai dengan windarti (2020) yang mengatakan . Jika nilai r mendekati
1 artinya ada hubungan yang kuat antara panjang dan berat ikan, dan apabila nilai r
tidak mendekati 1 berarti hubungan antara panjang dan berat ikan bersifat lemah.
ikan di suatu perairan dapat membantu nelayan dalam mencari ikan, hal ini sesuai
dengan Mulfizar (2012) yang mengatakan hubungan panjang bobot ikan merupakan
salah satu informasi pelengkap yang perlu diketahui dalam kaitan pengelolaan
faktor kondisi ikan umur, makana dan yang lainnya hal ini sesuai dengan Arami
(2018) yang mengatakan Perhitungan faktor kondisi didasarkan pada panjang dan
bobot ikan. Variasi nilai faktor kondisi bergantung pada makanan, umur, jenis
kelamin, dan kematangan gonad. Faktor kondisi yang tinggi pada ikan betina dan
tongkol komo ialah 1.15543 maka dapat dikatakan Ikan tongkol komo memiliki
bentuk tubuh pipih (kurus). Sesuai dengan Jabasyah et al (2014) yang menyatakan
jika pertumbuhan ikan diperoleh alometris, maka faktor kondisi dhitung dengan
menggunakan faktor kondisi relatif. Faktor kondisi relatif juga faktor kondisi
alometris. Jika nilai K suatu jenis ikan = 1-3, maka kondisi ikan tersebut pipih
(kurus), tapi jika nilai K suatu jenis ikan ikan = 3-4, maka kondisi ikan tersebut
badannya agak pipih (gemuk). faktor kondisi dipengaruhi makanan, umur, jenis
kelamin dan kematangan gonad. Faktor kondisi dapat naik dan turun karena
nilai faktor kondisi yang mengikuti peningkatan ukuran panjang tubuh juga, Ikan
Pari (Hemitrigon longicauda) jantan memiliki faktor kondisi yang lebih besar
daripada ikan betina hal ini diduga karena adanya variasi dari kisaran panjang dan
berat tubuh dari Ikan Pari Kuning (Hemitrigon longicauda) itu sendiri. Menurut
tersebut sebagai indikasi dari berbagai sifat-sifat biologi dari ikan-ikan seperti
panjang dan berat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wudianto (2012) yang
menyatakan Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi
Aprilia, S. 2011. Trofik Level Hasil Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Yang
Digunakan Nelayan di Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten. Mayor
Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Badan Penelitian dan Observasi Laut. 2014. Peta Prakiraan Daerah Penangkapan
Ikan Pelabuhan Perikanan. [terhubung berkala] www.bpol.litbang.kkp.go.id
[20 Desember 2014]
Collette, B., S.K. Chang., W. Fox., J.M. Jorda., N. Miyabe., R. Nelson., dan Y.
Uozumi. 2011. Euthynnus affinis. The IUCN Red List of Threatened
Species. Version 2014.3 [Terhubung Berkala]. www.iucnredlist.org.
Effendie, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. 112
hlm.
Fayetri, W.R., Efrizal, T., dan Zulfikar, A. 2013. Kajian Analitik Stok Ikan Tongkol
(Euthynnus affinis) Berbasis Data Panjang Berat yang Didaratkan di Tempat
Pendaratan Ikan Pasar Sedanau Kabupaten Natuna. Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang.
Febriani, L. 2010. Studi Makanan dan Pertumbuhan Ikan Bilih (Mystacoleucus
padangensis) di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2014. Species Fact
Sheets: Euthynnus affinis (Cantor, 1849). FAO Fisheries and Aquaculture
Department.
LAMPIRAN