Anda di halaman 1dari 40

Nilai Paraf

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN FAKTOR KONDISI


PADA IKAN TONGKOL KOMO (Euthyunnus affisin)

LAPORAN AKHIR

Oleh :

Cindy Lavira Yunda


210302084
I/B

LABORATORIUM BIOLOGI PERIKANAN


PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN FAKTOR KONDISI
PADA IKAN TONGKOL KOMO (Euthyunnus affisin)

LAPORAN AKHIR

Oleh :

Cindy Lavira Yunda


210302084
I/B

Laporan Ini Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Praktikal Test di
Laboratorium Biologi Perikanan Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

LABORATORIUM BIOLOGI PERIKANAN


PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan Karunianya-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan dengan sebaik
mungkin dengan judul laporan yaitu “Hubungan Panjang Bobot dan Faktor
Kondisi Pada Ikan Tongkol Komo (Euthyunnus affisin) (Studi Kasus :
Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Ikan Tongkol Komo (Euthynnus affinis
Cantor 1849) Yang di Daratkan di KUD Gabion Pelabuhan Perikanan
Samudera Belawan Sumatera Utara ”.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen di mata kuliah
Biologi Perikanan, Ibu Desrita S.Pi., M.Si., Ibu Vindy Rilani Manurung S.Pi., M.P.
dan Ibu Julia Syahriani Hasibuan S.Pi., M.Si. serta para Kakak asisten
Laboratorium praktikum Biologi Perikanan dan semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari penyusunan
hingga tata bahasa penyampaian dalam laporan ini. Oleh karena itu, penulis dengan
rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar penyusun dapat
memperbaiki laporan ini. Penyusun berharap semoga laporan yang kami susun ini
memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

Medan, Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................. 1
Tujuan Praktikum ............................................................................ 5
Manfaat Praktikum ........................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Tongkol (Euthyunnus affisin) ................................................... 6
Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Tongkol (Euthyunnus affisin) .. 8
Faktor Kondisi Ikan Tongkol (Euthyunnus affisin) .......................... 9
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum ........................................................... 11
Alat dan Bahan Praktikum ................................................................. 11
Prosedur Praktikum .......................................................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil .................................................................................................. 18
Pembahasan ...................................................................................... 20
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ....................................................................................... 26
Saran ................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA

ii
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perikanan merupakan salah satu sektor penyedia sumberdaya hayati di

dalam lingkungan perairan. Selain sebagai penyedia sumberdaya hayati, bidang

perikanan juga dapat dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan untuk mengkaji

aspek-aspek yang ada di lingkungan perairan terkhusus pada biologi perikanannya.

Dimana biologi perikanan mempelajari tentang pertumbuhan ikan mulai dari

individu ikan tersebut menetas, kemudian makan, tumbuh, bermain, bereproduksi

dan akhirnya mengalami kematian, baik kematian secara alami ataupun

dikarenakan faktor lain (Agus, 2012).

Secara umum yang dimaksud dengan ikan adalah hewan vertebrata yang

berdarah dingin, yang hidup di air, perkembangan dan keseimbangan

badannya menggunakan sirip dan pada umumnya bernafas dengan insang.

Sedangkan ilmu pengetahuan yang membahas tentang ikan dan segala aspek yang

berhubungan dengannya adalah iktiologi. Jumlah ikan didunia yang sudah

teridentifikasi ada 20.000 spesies, akan tetapi diperkirakan jumlah spesies ikan itu

ada 40.000. Para ahli ikhtiologi memperkirakan terjadi penambahan sekitar 100

spesies setiap tahunnya. Semua spesies ikan itu dapat dijumpai di perairan laut,

payau maupun perairan tawar disungai, danau, waduk, dan aliaran sungai di dalam

perut bumi (Oktaviyani et al., 2019).

Biologi perikanan yang menjadi studi mengenai ikan sebagai

sumberdaya yang dapat dimanfaatkan oleh manusia pada hakekatnya akan

mengalami penurunan produktivitas, yang disebabkan dari lingkungan

ataupun dari ikan itu sendiri. Sehingga diperlukannya usaha untuk


mengembangkan dan memajukan perikanan, supaya hasil perikanan dari perairan

tetap berkelanjutan (Tamsil et al., 2019).

Pertumbuhan adalah perubahan panjang atau berat dari suatu organisme

dalam waktu tertentu. Pengukuran panjang dan berat organisme sebagai dasar untuk

menghitung dan menguji potensi yang tersedia dalam suatu perairan. Pertumbuhan

secara fisik diekspresikan dengan adanya perubahan jumlah atau ukuran sel

penyusun jaringan tubuh pada periode tertentu, yang kemudian diukur dalam satuan

panjang ataupun bobot. Hubungan bobot – panjang beserta distribusi panjang ikan

sangat perlu diketahui untuk mengkonversi secara statistik hasil tangkapan dalam

bobot ke jumlah ikan, untuk menduga besarnya populasi, dan untuk menduga laju

kematiannya (Omar, 2012).

Dalam ilmu Biologi Perikanan, hubungan panjang bobot ikan merupakan

pengetahuan yang signifikan dipelajari, terutama untuk kepentingan pengelolaan

perikanan. Pentingnya pengetahuan ini yang diacu oleh hubungan panjang bobot

ikan dan distribusi panjangnya perlu diketahui, terutama untuk mengkonversi

statistik hasil tangkapan, menduga besarnya populasi dan laju mortalitasnya

(Jayanti et al., (2012).

Produksi ikan di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan yang paling laris

di pasar lokal adalah jenis ikan pelagis besar dan pelagis kecil yang terdiri atas

Tongkol, Kembung, dan Selar, sehingga kebutuhan ikan Tongkol Komo

menyebabkan ikan ini sebagai target tangkapan oleh nelayan PPSB. Mengharapkan

volume produksi yang semakin meningkat mendorong semua pelaku perikanan

untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan tongkol sebanyak banyaknya tanpa

memperhatikan keberlanjutan dari kegiatan tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan


penurunan hasil tangkapan dari stok sumberdaya ikan tongkol sehingga status stok

ikan tersebut menjadi tangkap lebih (overfishing). Overfishing dapat dihindari

dengan tidak menangkap ikan yang belum dewasa atau belum siap memijah agar

ikan tersebut dapat beregenerasi terlebih dahulu (Putri, 2015).

Hubungan panjang bobot sangat penting dalam biologi perikanan, karena

dapat memberikan informasi tentang kondisi stok. Data biologi berupa hubungan

panjang bobot melalui proses lebih lanjut akan menghasilkan keluaran terakhir

berupa tingkat penangkapan optimum dan hasil tangkapan maksimum lestari.

Hubungan panjang bobot dapat menyediakan informasi yang penting untuk salah

satu spesies ikan dari suatu daerah. Meskipun informasi tentang hubungan panjang

bobot untuk salah satu spesies ikan dapat menggunakan ikan dari daerah lain dalam

pengkajian (Chodrijah et al., 2013)

Keberadaan suatu jenis ikan memiliki hubungan yang sangat erat dengan

keberadaan makanan dengan mengetahui kebiasaan makan ikan. Pengamatan

kebiasaan makan ikan Cakalang merupakan salah satu cara untuk mengetahui jenis

makanan yang dikonsumsi oleh ikan Cakalang. Sehingga kita dapat melihat

hubungan ekologi diantara organisme pada perairan tersebut, misalnya bentuk

pemangsaan, persaingan, dan rantai makanan, disamping itu kita juga memiliki

pengetahuan yang penting dalam hal domestikasi ikan-ikan yang memiliki nilai

ekonomis penting yang akan dibudidayakan (Mulyani, 2014).

Pada umumnya, ikan mengalami pertumbuhan secara terus menerus

sepanjang hidupnya. Hal ini yang menyebabkan pertumbuhan merupakan salah satu

aspek yang dipelajari dalam dunia perikanan dikarenakan pertumbuhan

menjadi indikator bagi kesehatan individu dan populasi yang baik bagi ikan. Dalam
istilah sederhana pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran

panjang atau berat dalam suatu waktu, akan tetapi kalau kita lihat lebih

lanjut, sebenarnya pertumbuhan itu merupakan proses biologis yang komplek

dimana banyak faktor yang mempengaruhinya (Kasmi et al.,, 2017).

Hubungan panjang berat dan faktor kondisi merupakan dua parameter

penting dalam biologi perikanan. Parameter panjang bobot (a dan b) bermanfaat

dalam ilmu perikanan khususnya untuk memperkirakan bobot individu ikan,

menghitung faktor kondisi serta membandingkan kondisi lingkungan dan habitat.

Hubungan panjang bobot juga menunjukkan nilai pertumbuhan yang bersifat

relatif, sehingga apabila terjadi perubahan terhadap lingkungan dan ketersediaan

makanan maka diperkirakan nilai ini juga akan berubah (Andy, 2012).

Faktor kondisil menunjukkan kondisi ikan ditinjau dari kemampuan fisik

dan kelangsungan hidup serta reproduksinya. Dalam penggunaan komersial,

pengetahuan tentang kondisi hewan dapat membantu menentukan kualitas dan

kuantitas daging yang dapat dimakan. Faktor kondisi relatif adalah penyimpangan

pengukuran suatu kelompok ikan tertentu dari bobot rata-rata sampai panjang

kelompok umur, kelompok panjang atau sebagian populasi. Sumberdaya hayati laut

terutama yang berupa ikan merupakan sumber pangan utama kedua setelah

pertanian di darat. Ikan merupakan salah satu hasil laut utama dan

selama ini menjadi sumber protein penting bagi rakyat. Dibandingkan dengan

daging dan susu, ikan merupakan sumber protein yang lebih baik untuk kesehatan

(kadar kolesterol rendah) selain relatif murah harganya (Sahala, 2017).

Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan seperti suhu

air, kandungan oksigen terlarut, ammonia dan salinitas. Faktor-faktor


tersebut berinteraksi satu sama lain dan bersama-sama dengan faktor-faktor lainnya

seperti kompetisi, jumlah dan kualitas makanan, umur dan tingkat kematian

mempengaruhi laju pertumbuhan ikan. Pentingnya pemahaman tentang biologi

perikanan merupakan salah satu upaya untuk memberikan kemampuan dalam

menganalisis dan menduga pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan. Sehingga

dengan demikian dapat melihat jumlah stok yang ada di alam berdasarkan ukuran

ikan. Perairan laut Indonesia mempunyai sumberdaya hayati dengan potensi yang

cukup besar untuk (Sukron, 2018).

Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui hubungan panjang dan bobot pada ikan tongkol komo

(Euthyunnus affisin) di Pelabuhan Perikanan Samudra Belawan.

2. Untuk mengetahui faktor kondisi ikan pada ikan tongkol komo

(Euthyunnus affisin) di Pelabuhan Perikanan Samudra Belawan.

Manfaat Praktikum

Manfaat dari praktikum ini adalah untuk menambah wawasan dan

memberikan informasi hubungan panjang dan bobot pada ikan tongkol komo

(Euthyunnus affisin) di Pelabuhan Perikanan Samudra Belawan dan faktor kondisi

ikan tongkol komo (Euthyunnus affisin) serta sebagai syarat masuk mengikuti

Laboratorium Biologi Perikanan Program Studi Manajemen Suberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara.


TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Tongkol Komo (Euthyunus affisin)


Ikan Tongkol Komo (Euthynnus affinis), juga dikenal sebagai tuna kecil,

dari family Scombridae yang meliputi tongkol, tuna dan cakalang (bonito). Ikan

Tongkol Komo memiliki bentuk tubuh fusiform, memanjang dan penampang

lintangnya membundar. Bentuk tubuh yang demikian memungkinkan ikan

berenang dengan sangat cepat. Bentuk kepala meruncing, mulut lebar dan miring

ke bawah dengan gigi yang kuat pada kedua rahangnya, serta tipe mulut terminal.

Bentuk sisiknya sangat kecil dan termasuk tipe stenoid. Pada batang ekor ikan

terdapat 3 buah “keel” (rigi-rigi yang bagian tengahnya mempunyai puncak yang

tajam). Keel tengah berbentuk memanjang dan tinggi dibandingkan dengan dua

keel lain yang mengapitnya (Fishbase, 2014).

Ikan Tongkol Komo adalah tuna kecil khas bergaris-garis gelap dengan

pola pada punggung dan bintik-bintik gelap 2-5 di atas sirip ventral. Ini dapat

dibedakan dari spesies yang sama dengan pola bergaris dengan bintik-bintik dan

jika dibedakan dengan Tongkol krai/tongkol abu (Auxis thazard), kurangnya ruang

antara sirip dorsal. Ikan Tongkol Komo dapat tumbuh dengan panjang cagak (FL)

100 cm dan sekitar 20 kg bobot badan tetapi lebih sering sekitar 60 cm dan 3 kg.

Makanan mereka adalah ikan kecil, khususnya clupeids (ikan haring, pilchards) dan

silversides, serta cumi-cumi, krustasea dan zooplankton. Predator mereka termasuk

billfish dan hiu (NSW Government, 2018)

. Ikan Tongkol Komo mempunyai sirip lengkap yaitu sepasang sirip dada,

sepasang sirip perut, dua sirip punggung, satu sirip anal dan satu sirip ekor. Warna

daerah punggung biru tua, kepala agak hitam, terdapat belang-belang hitam pada
daerah punggung yang tidak bersisik di atas garis sisi. Perut berwarna putih,

pewarnaan tubuh yang demikian ini, dimana warna bagian dorsal gelap dan bagian

ventral terang, dinamakan counter shading upaya penyamaran (Fishbase, 2014)

Ikan Tongkol Komo merupakan ikan pelagis, spesies yang mendiami

perairan neritik suhu berkisar 18–29°C Seperti scombridae lainnya, E. affinis

cenderung membentuk gerombolan multispesies berdasarkan ukuran, yaitu dengan

Thunnus albacares, Katsuwonus pelamis, Auxis sp., dan Megalaspis cordyla

(carangidae), yang terdiri dari 100 sampai lebih dari 5000 spesies. Meskipun ikan

matang secara seksual mungkin ditemui sepanjang tahun, ada puncak pemijahan

musiman bervariasi sesuai dengan daerah: contohnya MaretMei di perairan

Filipina; selama periode Monsun Timur Laut (Northeast Monsoon) (Oktober-

November-April-Mei) sekitar Seychelles; dari tengah periode Monsun Timur Laut

(Northeast Monsoon) ke awal Monsun Tenggara (Southeast Monsoon) (Januari-

Juli) dari Afrika Timur (FAO, 2014).

Ikan Tongkol Komo atau Kawakawa merupakan spesies tuna pelagis yang

bermigrasi secara luas di perairan tropis dan subtropis di wilayah Indo-Pasifik. Di

bagian barat Samudra Pasifik, spesies ini didistribusikan di sepanjang benua Asia

dari Malaysia timur laut melalui daratan Cina, Taiwan, dan ke selatan Jepang

(Yesaki, 1994). Kondisi oseanografi yang mempengaruhi migrasi ikan tuna yaitu

suhu, salinitas, kecerahan, arus, oksigen terlarut, kandungan fosfat, dan

ketersediaan makanan. Sedangkan faktor-faktor oseanografi yang langsung

mempengaruhi penyebaran tuna besar dan Tongkol adalah suhu (Hela, 2013)

Ikan tongkol memiliki ukuran tubuh sedang, memanjang seperti torpedo,

mempunyai dua sirip punggung yang dipisahkan oleh celah sempit. Sirip punggung
pertama diikuti oleh celah sempit, sirip punggung kedua diikuti oleh 8- 10 sirip

tambahan. Ikan tongkol tidak memiliki gelembung renang. Warna tubuh pada

bagian punggung ikan berwarna gelap kebiruan dan pada sisi badan dan perut

berwarna putih keperakan (Oktaviani, 2018)

Ikan Tongkol Komo (Euthynnus affinis), juga dikenal sebagai tuna kecil,

dari family Scombridae yang meliputi tongkol, tuna dan cakalang (bonito). Ikan

Tongkol Komo memiliki bentuk tubuh fusiform, memanjang dan penampang

lintangnya membundar. Bentuk tubuh yang demikian memungkinkan ikan

berenang dengan sangat cepat. Bentuk kepala meruncing, mulut lebar dan miring

ke bawah dengan gigi yang kuat pada kedua rahangnya, serta tipe mulut terminal.

Bentuk sisiknya sangat kecil dan termasuk tipe stenoid. Pada batang ekor ikan

terdapat 3 buah “keel” (rigi-rigi yang bagian tengahnya mempunyai puncak yang

tajam). Keel tengah berbentuk memanjang dan tinggi dibandingkan dengan dua

keel lain yang mengapitnya (Jatmiko et al., 2013)

Ikan Tongkol Komo adalah tuna kecil khas bergaris-garis gelap dengan

pola pada punggung dan bintik-bintik gelap 2-5 di atas sirip ventral. Ini dapat

dibedakan dari spesies yang sama dengan pola bergaris dengan bintik-bintik dan

jika dibedakan dengan Tongkol krai/tongkol abu (Auxis thazard), kurangnya ruang

antara sirip dorsal. Ikan Tongkol Komo dapat tumbuh dengan panjang cagak (FL)

100 cm dan sekitar 20 kg bobot badan tetapi lebih sering sekitar 60 cm dan 3 kg.

Makanan mereka adalah ikan kecil, khususnya clupeids (ikan haring, pilchards) dan

silversides, serta cumi-cumi, krustasea dan zooplankton. Predator mereka termasuk

billfish dan hiu (Ekawati et al., 2018).


Habitat Ikan Tongkol sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti,

sanilitas, suhu permukaan laut, klorofil-a dan lainnya yang dapat berpengaruh pada

dinamika dan pergerakan air laut baik secara vertikal maupun horizontal. Dasar

untuk menentukan lokasi penangkapan ikan (fishing ground) yaitu parameter suhu

permukaan laut dan klorofil-a. Daerah yang memiliki tingkat klorofil-a yang

sangattinggi merupakan daerah yang tinggi akan nutrient sehingga biota laut

khususnya ikan pelagis banyak berkumpul pada daerah tersebut (Ayu, 2019).

Ikan Tongkol Komo mempunyai sirip lengkap yaitu sepasang sirip dada,

sepasang sirip perut, dua sirip punggung, satu sirip anal dan satu sirip ekor. Warna

daerah punggung biru tua, kepala agak hitam, terdapat belang-belang hitam pada

daerah punggung yang tidak bersisik di atas garis sisi. Perut berwarna putih,

pewarnaan tubuh yang demikian ini, dimana warna bagian dorsal gelap dan bagian

ventral terang, dinamakan counter shading (Fishbase, 2014).

Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Tongkol Komo (Euthyunus affisin)


Pola pertumbuhan dapat memberikan informasi tentang hubungan panjang

bobot dan faktor kondisi ikan, merupakan langkah utama yang penting dalam upaya

pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan. Pola pertumbuhan dalam

pengelolaan sumberdaya perikanan sangat bermanfaat dalam penentuan selektivitas

alat tangkap agar ikan-ikan yang tertangkap (Mulfizar et al., 2012).

Pertumbuhan merupakan proses utama dalam hidup ikan, selain reproduksi.

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran ikan dalam jangka waktu tertentu, ukuran

ini bisa dinyatakan dalam satuan panjang, bobot maupun volume. Ikan bertumbuh

terus sepanjang hidupnya, sehingga dikatakan bahwa ikan mempunyai sifat

pertumbuhan tidak terbatas (Putri, 2015).


Dalam biologi perikanan, hubungan panjang bobot ikan merupakan salah

satu informasi pelengkap yang perlu diketahui dalam kaitan pengelolaan

sumberdaya perikanan, misalnya dalam penentuan selektifitas alat tangkap agar

ikan–ikan yang tertangkap hanya yang berukuran layak tangkap. Pengukuran

panjang bobot ikan bertujuan untuk mengetahui variasi bobot dan panjang tertentu

dari ikan secara individual atau kelompok–kelompok individu sebagai suatu

petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, produktifitas dan kondisi fisiologis

termasuk perkembangan gonad. Analisa hubungan panjang bobot juga dapat 5

mengestimasi faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness, yang

merupakan salah satu hal penting dari pertumbuhan untuk membandingkan kondisi

atau keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau individu tertentu (Putri, 2015).

Analisis hubungan panjang dan bobot dimaksudkan untuk mengukur variasi

bobot harapan untuk panjang tertentu dari ikan secara individual atau

kelompokkelompok individu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan,

kesehatan, perkembangan gonad, dan sebagainya. Kegunaan lain dari analisis

hubungan panjang dan bobot yaitu dapat digunakan untuk melakukan estimasi

faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness, yang merupakan

salah satu derivat penting dari pertumbuhan untuk membandingkan kondisi atau

keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau individu tertentu (Wujdi et al., 2012).

Pertumbuhan ikan bersifat allometrik positif yaitu pertambahan ukuran

bobot tubuh ikan lebih cepat daripada pertambahan ukuran panjang tubuhnya (ikan

cenderung gemuk). Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor dalam maupun

faktor luar. Faktor dalam umumnya sulit dikontrol yang meliputi keturunan, sex,
umur, parasit, dan penyakit. Faktor luar utama yang mempengaruhi pertumbuhan

ikan adalah ketersediaan makanan dan suhu perairan (Sudarno et al., 2018).

Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang

dengan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai

pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi hubungan yang terdapat pada ikan

sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Dengan

melakukan analisa hubungan panjang berat ikan tersebut maka pola

pertumbuhan ikan dapat diketahui. Selanjutnya dapat diketahui bentuk tubuh

ikan tersebut gemuk atau kurus. Analisis panjang dan berat bertujuan untuk

mengetahui pola pertumbuhan ikan di alam (Ibrahim et al., 2018)

Hubungan panjang beserta distribusi panjang ikan sangat perlu

diketahui untuk mengkonservasi secara statistik hasil tangkapan dari bobot ke

panjang ikan untuk menduga besarnya populasi, dan untuk menduga laju

kematiannya. Data hubungan panjang bobot juga diperlukan dalam manajemen

perikanan untuk menentukan selektivitas alat tangkap agar ikan-ikan

non target (ikan-ikan yang ukurannya tidak dikehendaki) tidak

ikut tertangkap. Berdasarkan hubungan panjang bobot ikan dapat diketahui

koefisien kondisi ikan yang menunjukan kegemukan atau kemontokan

relatif ikan tersebut (Juli, 2015)

Analisis hubungan panjang bobot bertujuan untuk menyatakan hubungan

matematis antara panjang dan bobot ikan, sehingga dapat dikonservasi dari panjang

ke bobot, dan sebaliknya. Selain itu, analisis ini juga bertujuan untuk mengukur

variasi bobot harapan ikan untuk suatu ukuran panjang tertentu, baik secara

individu maupun secara berkelompok (Umar et al., 2013)


Perhitungan untuk menduga suatu pertumbuhan terdapat dua model yang

dapat digunakan yaitu model yang berhubungan dengan bobot dan model yang

berhubungan dengan panjang. Model-model tersebut menggunakan persamaan

matematik untuk menggambarkan suatu pertumbuhan. Analisis pola pertumbuhan

menggunakan data panjang bobot. Persamaan hubungan panjang bobot ikan yang

dihasilkan dari perhitungan dimanfaatkan untuk menjelaskan pola

pertumbuhannya. Bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang.

Hubungan panjang bobot ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya.

Dengan kata lain hubungan ini dapat dimanfaatkan untuk menduga bobot melalui

panjang (Safarini, 2013)

Nilai b dari hasil analisa hubungan panjang bobot menggambarkan adanya

keseimbangan pertumbuhan panjang dan bobot tubuh ikan. Apabila nilai

b sama dengan 3 maka pertumbuhannya isometrik yaitu pertumbuhan

ikan yang bentuk tubuh dan berat jenisnya tidak berubah selama proses

pertumbuhannya atau pertumbuhannya ideal karena mempertahankan bentuk yang

sama. Jika nilai b tidak sama dengan tiga maka pertumbuhannya allometrik.

Jika b3 maka menunjukkan ikan gemuk dimana pertambahan berat lebih cepat dari

pertambahan panjangnya (Suruwaky & Gunaisah, 2013)

Hubungan panjang dan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa

bobot ikan sebagai pangkat tiga. Namun sebenarnya tidak demikian karena bentuk

dan panjang ikan berbeda-beda sehingga untuk menganalisis hubungan bobot

panjang masing-masing spesies ikan kembung lelaki. Untuk mendapatkan

parameter a dan b, digunakan analisis regresi dengan log W sebagai y dan log L

sebagai x. Untuk menguji nilai b = 3 atau b ≠ 3 dilakukan uji-t (uji parsial), dengan
hipotesis : H0 : b = 3, hubungan panjang dengan bobot adalah isometrik. H1 : b ≠

3, hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik, dimana: Allometrik positif,

jika b>3 (pertambahan bobot lebih cepat dari pada pertambahan panjang) dan

allometrik negatif, jika b<3 (Pertmbahan panjang lebih cepat dari pada pertambahan

bobot) (Asri, 2020)

Faktor Kondisi Ikan Tongkol Komo (Euthyunus affisin)


Faktor kondisi adalah keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan

dengan angka-angka berdasarkan data panjang dan berat. Faktor kondisi

menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival

dan reproduksi. Nilai faktor kondisi dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad

dan jenis kelamin. Nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan ikan

jantan, hal ini menunjukkan bahwa ikan betina memiliki kondisi yang lebih baik

dengan mengisi cell sex untuk proses reproduksinya dibandingkan ikan jantan.

Faktor kondisi dapat menjadi indikator kondisi pertumbuhan ikan di perairan.

Faktor dalam dan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan ialah jumlah dan

ukuran makanan yang tersedia, jumlah makanan yang menggunakan sumber

makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, faktor kualitas air, umur, dan ukuran

ikan serta kematangan gonad (Umar, 2014)

Faktor kondisi biasanya digunakan untuk menentukan kecocokan

lingkungan dan membandingkan berbagai tempat hidup. Variasi faktor kondisi

bergantung pada kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad, makanan, jenis

kelamin dan umur. Selama dalam pertumbuhan, tiap pertambahan berat material

ikan akan bertambah panjang dimana perbandingan liniernya akan tetap. Faktor
kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan yang dinyatakan

dengan angka-angka berdasarkan data panjang dan berat (Alifah, 2016)

Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan baik dilihat dari segi kapasitas

fisik untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Didalam penggunaan secara komersil

maka kondisi ini mempunyai arti kualitas dan kuantitas daging ikan yang tersedia

untuk dapat dimakan. Ini dapat memberi keterangan baik secara biologis maupun

secara komersial. Faktor kondisi atau Ponderal index merupakan salah satu derivat

penting dari pertumbuhan. Faktor kondisi menunjukan keadaan dari ikan, dilihat

dari segi kapasitas fisik untuk survival dan produksi. Dalam pengunaan secara

komersial, kondisi ini mempunyai arti kualitas dan kuantitas daging ikan yang

tersedia untuk dapat dimakan. Kondisi ini memiliki arti dapat memberi keterangan,

baik secara biologis maupun secara komersial (Nasution, 2014)

Faktor kondisi ini menunjukan keadaan ikan, baik dilihat dari kapasitas fisik

maupun dari segi survival dan reproduksi. Dalam penggunaan secara komersial,

pengetahuan kondisi ikan dapat membantu untuk menentukan kualitas dan

kuantitas daging ikan yang tersedia agar dapat dimakan. Faktor kondisi nisbih

merupakan simpangan pengukuran dari sekelompok ikan tertentu dari berat rerata

terhadap panjang pada kelompok ikan tertentu dari berat rata-rata terdapat panjang

gelombang umurnya, kelompok panjang atau bagian dari populasi Kompetisi dapat

terjadi bilamana sejumah organisme bersama-sama mencari atau memanfatkan

sumber itu tersedia dalam jumlah yang terbatas. Sebaliknya. Peningkatan faktor

kondisi diakibatkan oleh perkembangan gonad yang akan mencapai puncaknya

sebelum pemijahan (Umar et al., 2013)


Faktor kondisi atau Ponderal index ini menunjukkan keadaan ikan, baik dilihat

dari segi kapasitas fisik, maupun dari segi survival dan reproduksi. Dalam

penggunaan secara komersial, pengetahuan kondisi hewan dapat membantu untuk

menentukan kualitas dan kuantitas daging yang tersedia agar dapat dimakan. Faktor

kondisi relatif merupakan simpangan pengukuran dari sekelompok ikan tertentu

dari bobot rata-rata terhadap panjang pada sekelompok umurnya, kelompok

panjang, atau bagian dari populasi (Omar, 2012).

Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokkan ikan dengan

angka. Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan dari segi kapasitas fisik untuk

bertahan hidup dan melakukan reproduksi. Satuan faktor kondisi sendiri tidak

berarti apapun, namun kegunaanya akan terlihat jika dibandingkan dengan individu

lain atau antara satu kelompok dengan kelompok lain (Wujdi et al., 2012).

Faktor kondisi menggambarkan kemontokan ikan yang dinyatakan berdasarkan

data panjang dan berat. Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat

dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Penggunaan nilai faktor

kondisi secara komersil mempunyai arti penting dalam menentukan kualitas dan

kuantitas daging ikan yang tersedia untuk dapat dimakan. Ikan yang badannya agak

pipih memiliki nilai faktor kondisi berkisar antara 3-4 dan untuk ikan yang

badannya kurang pipih memiliki nilai faktor kondisi berkisar antara 1-3. Variasi

nilai faktor kondisi bergantung pada kepadatan populasi, tingkat kematangan

gonad, makanan, jenis kelamin dan umur ikan (Wudianto., 2012).


STUDI KASUS

Ikan Tongkol Komo (Euthynnus affinis), juga dikenal sebagai tuna kecil,

dari family Scombridae yang meliputi tongkol, tuna dan cakalang (bonito). Ikan

Tongkol Komo memiliki bentuk tubuh fusiform, memanjang dan penampang

lintangnya membundar. Bentuk tubuh yang demikian memungkinkan ikan

berenang dengan sangat cepat. Bentuk kepala meruncing, mulut lebar dan miring

ke bawah dengan gigi yang kuat pada kedua rahangnya, serta tipe mulut terminal.

Bentuk sisiknya sangat kecil dan termasuk tipe stenoid. Pada batang ekor ikan

terdapat 3 buah “keel” (rigi-rigi yang bagian tengahnya mempunyai puncak yang

tajam). Keel tengah berbentuk memanjang dan tinggi dibandingkan dengan dua

keel lain yang mengapitnya.

Ikan Tongkol Komo yang diamati selama penelitian berjumlah 371 ekor

(Lampiran 1), terdiri atas 175 ekor pada musim barat yaitu dari bulan Novermber

2014 – Februari 2015 dan 196 ekor pada musim peralihan I yaitu dari bulan Maret

– April 2015. Untuk panjang yang digunakan yaitu panjang total dengan satuan

ukuran millimeter (mm). Ukuran panjang ikan Tongkol Komo pada musim barat

minimum 219 mm dan maksimum 610 mm, sedangkan pada musim peralihan I

minimum 235 mm dan maksimum 600 mm. Jumlah ikan paling banyak terdapat

pada selang kelas ukuran 399 – 418 mm pada musim barat.

Hubungan panjang dan bobot ikan Tongkol Komo memiliki hubungan yang

sangat erat (nilai koefisien korelasi (r) mendekati satu). Setelah dilakukan uji T

(=0,05) pada musim barat dan musim peralihan I serta total ikan Tongkol Komo

memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif dimana nilai b<3 yang memiliki arti

bahwa pertambahan panjang lebih dominan dibandingkan pertambahan bobot.


METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum Biologi Perikanan ini dilaksanakan pada hari Jumat, 05 Mei 2023 pada
pukul 13.30 – selesai. Di laboratorium Biologi dan Budidaya Perairan prodi Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan Praktikum


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah aplikasi Microsoft Excel dan Laptop.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah data hubungan panjang dan bobot
pada ikan tongkol komo (Euthyunus affisin) pada skripsi yang sudah diambil.

Prosedur Praktikum:
Prosedur pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Disiapkan 100 data panjang dan bobot pada ikan di dalam excel seperti pada gambar
berikut.

2. Dibuka tab bar bagian “Data”, lalu pilih menu data analisis. Jika tidak ada maka kita
perlu melakukan setting.
3. Dipilih menu “Regression” lalu klik ‘OK’.

4. Ditampilkan seperti ini, kemudian dimasukkan nilai ‘Y’ untuk data panjang dengan cara
memblok seluruh data dari satu sampai seratus, dan untuk nilai ‘X’ diisi data berat
dengan cara yang sama. Dibagian “Output Range” diisi dengan mengklik sembarang
kolom yang ada pada excel, kemudian klik ‘OK’.

5. Ditampilkan seperti pada gambar.


6. Diblok pada data bagian panjang dan bobot. Lalu pilih menu “Insert” pada tool bar,
kemudian klik “Insert Scatter” pada bagian “Chart” kemudian pilih model yang pertama.

7. Dibagian tool “Chart Design” dipilih menu “Quick Layout” kemudian pilihyang
pertama.

8. Diubah judul pada bagian grafik dengan sumbu Y diberi keterangan “Bobot(gr)” dan
sumbu X “Panjang (cm)”.
9. Dihapus garis pada grafik dengan mengklik salah satu garis kemudian klik
“Backspace” pada keyboard.

10. Ditampilkan gambar seperti berikut.

11. Diklik kanan pada bagian titik yang ada di grafik, maka akan muncul menuseperti di
gambar, lalu pilih “Add Trendline”.
12. Dipilih bagian “Power” kemudian dicentang pada semua bagian “DisplayEquation” dan
“Display R-squared”. Lalu klik tanda silang.

13. Diklik kanan pada kolom bagian y dan R2 , lalu pilih menu “Format Trendline Label”.

14. Dipilih “Number” pada bagian “Category” kemudian diisi nilai 5 pada “Decimal
Places”.
15. Diisi “b0” dengan nilai 3 dan “b1” dari pangkat yang ada pada hasil di grafik.

16. Dilanjutkan dengan “thitung” dan kemudian diberi nilai dengan rumus“=ABS(b1-b0)
/ Standart Error x variable.

17. Diketikkan untuk “ttabel” dan diberi nilai dengan rumus “=TINV(0.05; dan diblok nilai
pada bagian df residul”.
18. Diketikan untuk “R^2” dengan nilai yang ada pada “R2" di grafik. Lalu diketikkan lagi
untuk kolom “r" di bawah "R^2" dan di beri nilai dengan rumus“=(nilai dari R^2)*0.5”.

19. Dimasukkan kembali data panjang dan bobot pada Sheet baru. Lalu ditambahkan untuk
kolom “a”, “b”, dan “FK” disamping kolom “Bobot”.

20. Diambil nilai depan pada kolom “Y” yang ada di grafik dan pindahkan ke dalam semua
kolom “a”. Dimasukkan nilai tadi kedalam semua kolom “a”. Lalu lakukan hal yang
sama pada kolom “b” dengan mengambil nilai pangkat yang ada pada grafik bagian “y”.
21. Dimasukkan rumus “(nilai berat)/(kolom a)*(kolom panjang)^(kolom b) lalu ENTER”
untuk mendapatkan nilai FK-nya. Diklik dua kali untuk mendapatkan nilai FK bagi ke
100 datanya.

22. Dihitung nilai rata-rata pada bagian bawah kolom “b” dengan rumus
“=AVERAGE(blok semua nilai FK yang sudah didapat) kemudian ENTER”.

23. Dicari nilai Standart Deviasi dengan rumus “=STDEV(blok semua nilai FK) kemudian
ENTER”. Dilakukan hal yang sama untuk “MIN” dan “MAX”dengan cara “=MIN(blok
semua nilai FK)” “=MAX(blok semua nilai FK) ENTER”
24. Ditampilkan hasil akhir seperti berikut.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Hasil dari prkatikum ini adalah sebagai berikut :

HUBUNGAN PANJANG DAN BOBOT


2500
y = 0,0231x2,8534
Cindy Lavira Yunda R² = 0,7294
2000 210302084
MSP B
Bobot (gr)

1500

1000

500

0
0 10 20 30 40 50 60
Panjang (cm)

Gambar 1. Grafik Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Tongkol Komo


(Euthyunus affisin)

Tabel 1. Nilai Konstanta a, b, R2 dan r


a 0,0231
b 2,8534
R2 0,7294
r 0,854049179

Tabel 2. Faktor Kondisi Ikan Tongkol Komo (Euthyunnus affisin)

Rata-rata Faktor Kondisi 1,009899549

Standard Deviasi 0,132406055

MIN 0,498800433

MAX 1,254226284
Klasifikasi
Klasifikasi Ikan Tongkol Komo (Euthyunnus affisin) menurut Saanin
(1983) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Scombridae
Genus : Euthyunnus
Spesies : Euthyunnus affisin

Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan bahwasanya

hasil analisis hubungan Panjang dan bobot dari ikan tongkol komo (Euthyunnus

affisin) menunjukkan bahwa nilai konstanta b sebesar 2,8534. Hasil ini

menunjukkan bahwa nilai konstanta b yang lebih kecil dari 3 dan termasuk kedalam

alometrik negatif, dimana pertambahan panjang ikan lebih cepat dibandingkan

pertambahan bobot. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Asri, 2020), yang menyatakan

bahwa nilai b < 3 artinya pertumbuhan panjang lebih cepat daripada pertumbuhan

berat (allometrik negatif), sedangkan nilai b > 3 artinya pertumbuhan berat ikan

lebih cepat daripada panjang ikan (allometrik positif). H0 : b = 3, hubungan panjang

dengan bobot adalah isometrik. H1 : b ≠ 3, hubungan panjang dengan bobot adalah

allometrik, dimana: Allometrik positif, jika b>3 (pertambahan bobot lebih cepat

dari pada pertambahan panjang) dan allometrik negatif, jika b<3 (Pertmbahan

panjang lebih cepat dari pada pertambahan bobot).

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwasanya,

nilai koefisien korelasi (r) ikan tongkol komo (Euthyunnus affisin) di perairan

Samudera Belawan sebesar 0,854049179, ini berarti hubungan antara panjang dan
bobot ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) bersifat lemah. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Amat (2021) yang menyatakan bahwa jika nilai r mendekati 1

artinya ada hubungan yang kuat antara panjang dan berat ikan, dan apabila nilai r

tidak mendekati 1 berarti hubungan antara panjang dan berat ikan bersifat lemah.

Korelasi kuat berarti beratikan akan bertambah seiring dengan bertambah panjang

tubuh ikan. Korelasi yangkuat juga diduga karena ketersediaan makanan yang cukup

dan keadaan lingkunganyang mendukung untuk pertumbuhan ikan.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwasanya

nilai rata-rata faktor kondisi yang didapat pada ikan tongkol komo (euthyunnus

affisin) yaitu sebesar 1,0009899549 yang berarti ikan tongkol komo (Euthyunnus

affisin) tergolong ikan yang pipih dan tidak memiliki badan yang montok. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Hasri (2020) yang menyatakan bahwa untuk ikan yang

nilai factor kondisinya lebih kecil dari pada 1-3, maka ikan tersebut tergolong ikan.

Nilai faktor kondisi ikan di suatu perairan bervariasi. Variasi nilai faktor kondisi

tergantung pada makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan gonad. Faktor

kondisi dapat naik dan turun karena merupakan indikasi dari musim pemijahan bagi

ikan, khususnya ikan-ikan betina.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwasanya

nilai koefisien determinasi (R2) ikan tongkol komo (Euthyunnus affisin) berkisar

0,7294, hal ini diduga karena kondisi perairan di Selat Makassar mampu

mendukung kehidupan ikan kembung lelaki dengan cukup baik. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Hasri (2020) yang menyatakan bahwa kehidupan organisme

akuatik berjalan dengan baik apabila kandungan oksingen terlarutnya minimal 5

mg/I. Ikan kembung lelaki dan biota air membutuhkan oksigen guna pembakaran
bahan (makanan) untuk menghasilkan aktifitas, seperti berenang, pertumbuhan, dan

reproduksi.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwasanya

nilai MIN berkisar 0,498800433, ini dipengaruhi oleh faktor perbedaan umur atau

ukuran ikan maupun faktor fisika-kimia perairan di Selat Makassar. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Putri (2017) yang menyatakan bahwa faktor fisik kimia perairan

juga menjadi salah satu faktor lainnya. Suhu air juga mempengaruhi jumlah oksigen

terlarut dalam air. Jika suhu tinggi maka air akan jenuh dengan oksigen. Kondisi

perairan yang sangat basa maupun sangat asam akan membahayakan kelangsungan

hidup organisme karena akan mengangu proses metabolisme dan respirasi.

menggunakan cadangan lemak dalam tubuhnya untuk suplai energi dan tekanan

parasit.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa ikan Ikan

Tongkol Komo (Euthynnus affinis) yang didaratkan KUD Gabion Pelabuhan

Perikanan Samudera Belawan Sumatera Utara memiliki nilai b kurang dari 3 (b =

2,8534), yang artinya berat ikan tongkol lebih cepat dari pada panjang ikan, hal ini

sesuai dengan Windarti (2020) yang mengatakan Nilai b berat ikan lebih cepat

daripada panjang ikan (allometrik positif). Sebaliknya jika nilai b>3 berarti pola

pertumbuhan ikan bersifat isometrik yaitu pertumbuhan panjang seimbang dengan

berat badan ikan.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan nilai faktor kondisi

kurang dari 3 Ikan Tongkol Komo (Euthynnus affinis), sehingga dapat diketahui

bahwa bentuk ikan Tongkol Komo (Euthynnus affinis) yang didaratkan KUD

Gabion Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan memiliki badan kurang pipih


sesuai dengan Wudianto (2012) yang mengatakan ikan yang badannya agak pipih

memiliki nilai faktor kondisi berkisar antara 3-4 dan untuk ikan yang badannya

kurang pipih memiliki nilai faktor kondisi berkisar antara 1-3. Variasi nilai faktor

kondisi bergantung pada kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad, makanan,

jenis kelamin dan umur ikan.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan nilai r mendekati 1

( r = 0,854049179) yang artinya terdapat hubungan yang kuat antara panjang tubuh

ikan dengan beratnya dimana pertambahan panjang akan diikuti pertambahan berat

nya hal ini sesuai dengan windarti (2020) yang mengatakan . Jika nilai r mendekati

1 artinya ada hubungan yang kuat antara panjang dan berat ikan, dan apabila nilai r

tidak mendekati 1 berarti hubungan antara panjang dan berat ikan bersifat lemah.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, mengetahui panjang bobot

ikan di suatu perairan dapat membantu nelayan dalam mencari ikan, hal ini sesuai

dengan Mulfizar (2012) yang mengatakan hubungan panjang bobot ikan merupakan

salah satu informasi pelengkap yang perlu diketahui dalam kaitan pengelolaan

sumberdaya perikanan, misalnya dalam penentuan selektifitas alat tangkap agar

ikan–ikan yang tertangkap hanya yang berukuran layak tangkap.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa nilai

faktor kondisi ikan umur, makana dan yang lainnya hal ini sesuai dengan Arami

(2018) yang mengatakan Perhitungan faktor kondisi didasarkan pada panjang dan

bobot ikan. Variasi nilai faktor kondisi bergantung pada makanan, umur, jenis

kelamin, dan kematangan gonad. Faktor kondisi yang tinggi pada ikan betina dan

jantan menunjukkan ikan dalam tahap perkembangan gonad, sedangkan faktor

kondisi yang rendah mengindikasikan ikan kurang mendapat asupan makanan.


Berdasarkan hasil perhitungan faktor kondisi diperoleh rata-rata ikan

tongkol komo ialah 1.15543 maka dapat dikatakan Ikan tongkol komo memiliki

bentuk tubuh pipih (kurus). Sesuai dengan Jabasyah et al (2014) yang menyatakan

jika pertumbuhan ikan diperoleh alometris, maka faktor kondisi dhitung dengan

menggunakan faktor kondisi relatif. Faktor kondisi relatif juga faktor kondisi

alometris. Jika nilai K suatu jenis ikan = 1-3, maka kondisi ikan tersebut pipih

(kurus), tapi jika nilai K suatu jenis ikan ikan = 3-4, maka kondisi ikan tersebut

badannya agak pipih (gemuk). faktor kondisi dipengaruhi makanan, umur, jenis

kelamin dan kematangan gonad. Faktor kondisi dapat naik dan turun karena

merupakan indikasi dari musim pemijahan bagiikan, khususnya ikan-ikan betina.

Nilai faktor kondisi yang diperoleh selama penelitian menunjukkan

peningkatan seiring dengan meningkatnya ukuran panjang total ikan. Peningkatan

nilai faktor kondisi yang mengikuti peningkatan ukuran panjang tubuh juga, Ikan

Pari (Hemitrigon longicauda) jantan memiliki faktor kondisi yang lebih besar

daripada ikan betina hal ini diduga karena adanya variasi dari kisaran panjang dan

berat tubuh dari Ikan Pari Kuning (Hemitrigon longicauda) itu sendiri. Menurut

Syahara (2019) menyatakan bahwa perbedaan-perbedaan dalam faktor kondisi

tersebut sebagai indikasi dari berbagai sifat-sifat biologi dari ikan-ikan seperti

kegemukan, kesesuaian dari lingkungan atau perkembangan gonadnya.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Faktor

kondisi menggambarkan kemontokan ikan yang dinyatakan berdasarkan data

panjang dan berat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wudianto (2012) yang

menyatakan Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi

kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi.


11

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Hubungan panjang dan bobot dari ikan tongkol komo (Euthyunnus affisin)
menunjukkan bahwa nilai konstanta a sebesar 0,0232, nilai konstanta b sebesar
2,8534, nilai konstanta R2 sebesar 0,7294 dan nilai konstanta r sebesar
0,854049179.
2. Faktor Kondisi Ikan Kembung Lelaki (Euthyunnus affisin) di Perairan Samudera
Belawan mendapatkan nilai Rata-rata Faktor Kondisi sebesar 1,009899549.
Saran
Saran untuk praktikum ini ialah agar praktikan lebih memahami,
memperhatikan, serta menguasai dengan benar materi fekunditas dan diameter telur
pada ikan agar data yang didapatkan sesuai, serta kegiatan praktikum dapat berjalan
dengan baik dan lancar.
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, S. 2011. Trofik Level Hasil Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Yang
Digunakan Nelayan di Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten. Mayor
Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). 2015. Curah Hujan


Daerah Belawan dan Sekitarnya Tahun 2014-2015. Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika Medan, Sumatera Utara.

Badan Penelitian dan Observasi Laut. 2014. Peta Prakiraan Daerah Penangkapan
Ikan Pelabuhan Perikanan. [terhubung berkala] www.bpol.litbang.kkp.go.id
[20 Desember 2014]

Collette, B., S.K. Chang., W. Fox., J.M. Jorda., N. Miyabe., R. Nelson., dan Y.
Uozumi. 2011. Euthynnus affinis. The IUCN Red List of Threatened
Species. Version 2014.3 [Terhubung Berkala]. www.iucnredlist.org.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2015. Purse Seine. [terhubung berkala].


Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
www.djpt.kkp.go.id [9 Januari 2015]

Effendie, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. 112
hlm.

Effendie. M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.

Fayetri, W.R., Efrizal, T., dan Zulfikar, A. 2013. Kajian Analitik Stok Ikan Tongkol
(Euthynnus affinis) Berbasis Data Panjang Berat yang Didaratkan di Tempat
Pendaratan Ikan Pasar Sedanau Kabupaten Natuna. Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang.
Febriani, L. 2010. Studi Makanan dan Pertumbuhan Ikan Bilih (Mystacoleucus
padangensis) di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Fishbase. 2014. Euthynnus affinis. [terhubung berkala]. http://www. fishbase. org/


species summary.htm. [10 Novermber 2014].

Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2014. Species Fact
Sheets: Euthynnus affinis (Cantor, 1849). FAO Fisheries and Aquaculture
Department.
LAMPIRAN

Gambar 2. Tabel data panjang bobot

Gambar 3. Summary output

Gambar 4. Faktor Kondisi


LITERATUR

Anda mungkin juga menyukai