Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)

TEKNIK PEMBENIHAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata)


DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BPBAP) TAKALAR
SULAWESI SELATAN

OLEH

FITRIYANTI HARIS
1111417047

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)


TEKNIK PEMBENIHAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata)
DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BPBAP) TAKALAR
SULAWESI SELATAN

OLEH

FITRIYANTI HARIS
1111417047

Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Oleh :

Ketua Jurusan,
Budidaya Perairan Fakutas Perikanan Pembimbing
Dan Ilmu Kelautan

Ir. Rully Tuiyo, M.Si. Dr. Ir. Yuniarti Koniyo, M.P.


NIP. 196009161994031001 NIP.

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, penyusun panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penyusun, sehingga
penyusun dapat menyelesaikan tugas proposal Praktek Kerja Lapangan (PKL)
yang berjudul Teknik Pembenihan Kepting Bakau (Scylla serrata) di Balai
Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar Sulawesi Selatan.
Proposal Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini telah di susun dengan maksimal
dan mendapatkan bantuan moril dan materil dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan proposal praktek kerja lapangan ini. Untuk itu penulis
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan proposal praktek kerja lapangan ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penyusun menerima segala saran dan kritik yang
bersifat membangun dari pembaca agar penulis dapat termotivasi dalam
memperbaiki penulisan kedepannya .
Akhir kata penulis berharap semoga proposal Praktek Kerja Lapangan (PKL)
yang berjudul Teknik Pembenihan Kepting Bakau (Scylla serrata) di Balai
Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar Sulawesi Selatan. ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Gorontalo, Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN...............................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Tujuan..............................................................................................................2
1.3 Manfaat............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Kepiting Bakau.............................................................................3
2.2 Morfologi.........................................................................................................3
2.3 Habitat.............................................................................................................4
2.4 Organ-Organ Dalam .......................................................................................4
2.5 Ciri-ciri............................................................................................................5
2.6 Cara Makan.....................................................................................................5
2.7 Teknik Pembenihan Kepiting Bakau...............................................................6
2.7.1 Persiapan Induk......................................................................................6
2.7.2 Pemijahan...............................................................................................7
2.7.3 Penetasan................................................................................................8
2.7.4 Pemeliharaan Larva................................................................................9
2.7.5 Panen dan Pengangkutan........................................................................11
BAB III METODE PRAKTEK
3.1 Waktu Dan Tempat.........................................................................................13
3.2 Alat Dan Bahan...............................................................................................13
3.3 Metode Praktek................................................................................................14
3.4 Prosedur Kerja.................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kepiting bakau termasuk salah satu komoditas perikanan ekonomis penting.

Penyebarannya hampir di seluruh kawasan pesisir Indonesia,yang memiliki

ekosistem mangrove.Harga kepiting bakau terus meningkat khususnya jika sudah

masuk sebagai menu seafood di restoran dan hotel berbintang. Hal ini

menjadikan komoditas perikanan tersebut banyak ditangkap oleh

nelayan.Tingginya nilai jual kepiting bakau, mendorong peningkatan laju

eksploitasi yang mengarah pada metode penangkapan tidak bertanggung jawab

oleh beberapa pihak. Laju eksploitasi ini dapat dilihat dari data statistik perikanan

tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)tahun 2008-2012 dari

volume produksi kepiting Menjaga kelestarian sumber daya perikanan kepiting

bakau dan ekosistem laut melalui metode penangkapan yang ramah

lingkungan.Meningkatkan pengetahuan serta wawasan nelayan dalam melakukan

penangkapan yang ramah lingkungan. Menjamin keberlangsungan mata

pencaharian nelayan kepiting bakau melalui praktik penangkapan yang

berkelanjutan dan penanganan yang baik. (TP WWF-Indonesia, 2015).

Jumlah produksi penangkapan kepiting bakau 26.628 ton pada tahun 2008

mengalami peningkatan menjadi 33.910 ton pada tahun 2012. Di Indonesia,

umumnya kepiting bakau ditangkap menggunakan bubu (perangkap) dan jaring

(gillnet).Disamping isu eksploitasi penangkapan,penanganan hasil tangkapan

kurang baik yang menyebabkan kualitas kepiting dan harga rendah, juga memicu

1
nelayan menangkap sebanyak-banyaknya. Kemudian degradasi ekosistem

mangrove karena pemanfaatan lahan yang tidak bertanggung jawab, juga menjadi

isu lain yang tidak kalah pentingnya karena sangat mempengaruhi stok kepiting

bakau di habitatnya. Untuk itu berbagai langkah–langkah perbaikan harus terus

diupayakan yang mengarah pada praktik perikanan kepiting bakau yang

bertanggung jawab dan berkelanjutan, salah satunya yaitu penyusunan panduan

penangkapan dan penanganan kepiting bakau. (KKP, 2012).

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui dan menambah pengetahuan dan serta keterampilan

mengenai tehnik pembenihan kepiting bakau (Scylla serrata) di balai perikanan

budidaya air payau( BPBAP) takalar sulawesi selatan.

1.3 Manfaat

Manfaat dari praktek kerja lapang (PKL) ini adalah dapat mengetahui dan

memahami aspek-aspek teknis dalam budidaya kepiting bakau (Scylla serrata)

sehingga dapat di aplikasikan dalam pengembangan perikanan pada masa yang

akan datang, khususnya dalam penyediaan kepiting bakau (Scylla serrata).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Kepiting bakau

Klasifikas kepiting bakau sebagai berikut :

Filu : Arthropoda

Klass : Crustacea

Ordo : Decapoda

Sub ordo : Branchyura

Famili : Fortunidae

Sub famili : Lipulinae

Genus : Scylla de Haan

Spesies : S. serrata (Forskal)

2.2 Morfologi

Kepiting bakau (Scylla sp) memiliki ukuran lebar karapas lebih besar dari

pada ukuran panjang tubuhnya dan permukaannya agak licin. Pada dahi antara

sepasang matanya terdapat enam buah duri dan disamping kanan serta kirinya

terdapat sembilan buah duri. Kepitng bakau jantan mempunyai sepasang capit

yang dapat mencapai panjang hampir dua kali lipat daripada panjang karapasnya,

sedangkan kepiting bakau betina relatif lebih pendek. Selain itu, kepiting baku

juga memiliki 3 pasang kaki jalan dan sepasang kaki renang. Kepiting bakau

berjenis kelamin jantan ditandai dengan abdoment bagian bawah berbentuk

segitiga meruncin, sedangkan pada betina kepiting bakau melebar (Soim 1994).

3
2.3 Habitat

Menurut Ghufron (1997) dalam pertumbuhannya semua jenis kepiting sering

berganti kulit (moulting). Habitat kepiting tergantung dari daur hidupnya, dalam

menjalani hidupnya kepiting beruaya dari perairan pantai keperairan laut,

kemudian induk dan anak-anaknya kembali keperairan pantai, muara-muara

sungai atau hutan bakau. Kepiting yang siap melakukan perkawinan akan masuk

keperairan hutan bakau atau tambak. Setelah melakukan perkawinan itu, kepiting

betina perlahan-lahan meninggalkan pantai ketengah laut untuk berpijah. Setelah

telur menetas maka muncul larva tingkat 1 (Zoea 1) dan terus-menerus berganti

kulit sambil terbawa arus ke perairan pantai.Kanna (1991) bahwa kepiting muda

yang baru berganti kulit dari megalopa yang memasuki muara sungai dapat

mentoleransi salinitas air yang rendah (10-24 ppt) dan suhu diatas 10oC.

Menurut Ghufron (1997) mengatakan penyebaran kepiting cukup luas

mulai dari Selatan dan Timu Afrika, Mozambi, terus ke Iran, pakistan, India,

Srilanka, Bangladesh, Negara ASEAN, Cina, Vietnam, Kamboja, Jepang, Taiwan,

Lautan Pasifik, Hawai, Selandia Baru dan Australia Selatan.

2.4 Organ-Organ Dalam

Berdasarkan anatomi tubuh bagian dalam, mulut kepiting terbuka dan terletak

pada bagian bawah tubuh. Beberapa bagian yang terdapat di sekitar mulut

berfungsi dalam memegang makanan dan juga memompakan air dari mulut ke

insang. Kepiting memiliki rangka luar yang keras sehingga mulutnya tidak dapat

dibuka lebar. Hal ini menyebabkan kepiting lebih banyak menggunakan sapit

4
dalam memperoleh makanan. Makanan yang diperoleh dihancurkan dengan

menggunakan sapit, kemudian baru dimakan (Shimek, 2008).

2.5 Ciri - iri

Deskripsi kepiting bakau menurut Rosmaniar (2008), Famili portumudae

merupakan famili kepiting bakau yang mempunyai lima pasang kaki. Pasangan

kaki kelima berbentuk pipi dan melebar pada ruas terakhir. Karapas pipi atau

cagak cembung berbentuk heksagonal atau agak persegi. Bentuk ukuran bulat

telur memanjang atau berbentuk kebulatan, tapi anterolateral bergigi lima sampai

sembilan buah. Dahi lebar terpisah dengan jelas dari sudut intra orbital, bergigi

dua sampai enam buah, bersungut kecil terletak melintang atau menyerong.

Pasangan kaki terakhir berbentuk pipih menyerupai dayung. Terutama ruas

terakhir, dan mempunyai tiga pasang kaki jalan.

2.6 Cara Makan

Kanna (1991) mengemukakan bahwa pakan yang diberikan untuk kepiting

berupa potongan-potongan daging ikan, cumi-cumi, maupun daging udang, dan

ukuran pakan juga disesuaikan dengan kemampuan kepiting untuk mencengkram

pakan. Kepiting tergolong pemakan segala (omnivora) dan pemakan bangkai

(scavenger). Sedangkan larva kepiting memakan plankton. Kepiting tergolong

hewan nocturnal, pada saat siang hari keping cendrung membenamkan diri atau

bersembunyi didalam lumpur.

5
2.7 Teknik Pembenihan Kepiting Bakau

2.7.1 Persiapan Induk

A. Penangkapan Induk

Untuk mendapatkan calon induk dapat ditempuh dua jalan yaitu dengan

melakukan seleksi di areaI budidaya kepiting atau pembesaran dan dapat pula

dengan melakukan penangkapan induk bertelur di alam. Induk kepiting bertelur

dapat ditangkap dengan alat Trawl-dasar berukuran kecil, jaring insang apung

atau jaring dasar atau dengan perangkap kepiting (Crab pot). Alat-alat tangkap ini

sebaiknya dipasang agak jauh dari pantai di depan perairan bakau karena Kepiting

petelur yang akan memijah biasanya beruaya dan berada jauh dari pantai

B. Seleksi Induk

Kegiatan seleksi induk bertujuan untuk mendapatkan calon induk yang

berkualitas sesuai dengan persyaratan teknis. Adapun syarat-syarat induk kepiting

yang baik adalah:

a. Umur kepiting minimal 12 bulan

b. Berat minimal 300 gr

c. Panjang carapas minimal 12 cm

d. Sehat dan tidak terinfeksi penyakit

e. Organ tubuh lengkap ( tidak cacat)

f. Matang Gonad (bertelur)

C. Pengangkutan Induk

Induk hasil seleksi maupun penangkapan dari alam yang hendak dibawa

ke tempat penetasan (hatchery), apabila jaraknya dekat (30 menit) dapat

6
ditempatkan dalam kotak-kotak plastik atau kotak-kotak polyester berisi 5 sampai

10 liter air laut untuk seekor induk. Bila suhu air di atas 30 0C dapat ditambahkan

es batu ke dalam kotak pengangkutan.

Tetapi untuk pengangkutan induk ke tempat penetasan yang memerlukan waktu 1-

5 jam, harus digunakan tanki air atau bak fiber glass berbentuk persegi panjang

dengan kapasitas 1 ton, diaerasi atau ditambahkan oksigen. Bila capit (Chelae)

diikat untuk menghidari perkelahian sesama induk, maka pengangkutan induk

dapat dilakukan dalam kepadatan tinggi.

D. Aklimatisasi Induk

Induk yang baru tiba di lokasi penetasan segara dilakukan aklimatisasi,

untuk menyesuaikan kondisi air pengangkutan dengan air pemeliharaan.

Aklimatisasi dilakukan dengan cara menambahkan air pemeliharaan ke dalam

media pengangkutan, penambahan ini berlangsungsung secara perlahan-lahan

sampai kondisi suhu dan salinitas air pengangkutan sama dengan suhu dan

salinitas air pada bak pemeliharaan atau bak pemijahan.

2.7.2 Pemijahan

Sebelum pemijahan berlangsung, induk Kepiting betina biasanya akan

mengalami ganti kulit (molting). Bersamaan dengan itu tubuh induk betina akan

mengeluarkan sejenis hormon (Pheromone). Pheromone merupakan perangsang

yang kuat bagi jantan agar segera mendekati betina. Pada saat terangsang oleh

pheromone induk jantan akan segera matang gonad.

Tingkat kematangan gonad Kepiting jantan dianggap terbaik setelah 3

hari menerima rangsangan. Induk jantan yang menerima rangsangan akan menaiki

7
(menggendong) tubuh induk betina kurang lebih 4 hari, hingga proses molting

selesai. Sebelum turun dari tubuh induk betina, induk jantan akan mengeluarkan

spermanya.

Proses pengeluaran sperma (Kopulasi) dilakukan dengan jalan induk

jantan membalikkan tubuh induk betina dan menyisipkan sperma ke dalam

ovarium. Kegiatan ini berlangsung setelah molting dan terjadi 7 – 12 jam. Sekali

melakukan proses pemijahan, sperma dapat digunakan untuk membuahi telur

sebanyak 2 periode.Bila proses pemijahan selesai segera induk dipindahkan

kedalam bak penetasan.

2.7.3 Penetasan

A. Pemeriksaan Perkembangan telur

Bak peneluran sebelum digunakan terlebih dahulu disiapkan, mulai

dilakukan pencucian sampai dengan pemberian subtrat, dalam hal ini dapat

diberikan pasir pada dasar bak dengan ketebalan 10 cm. Padat tebar pada bak

peneluran 1-3 ekor/m2. Selama dalam proses penetasan pergantian air dilakukan

dengan sistim air mengalir sedalam 30-50 cm.

Perkembangan embrionik dari mulai memijah sampai menetas biasanya

berlangsung 20 - 25 hari dan keadaannya harus diperiksa setiap hari. Perubahan

warna mulai dari berwarna orange sampai coklat atau hitam. Warna hitam antara

lain berasal dari mata fasot embrio. Bintik mata hitam serta denyutan jantung

sangat jelas terlihat. Bila bintik-bintik ungu kemerahan sudah terlihat menandakan

sekitar 3 hari lagi penetasan akan berlangsung. Sebaiknya pada keadaan demikian

induk tersebut segera dipindahkan dalam satu bak, dan air bak diisi penuh.

8
B. Proses Penetasan

Pada prinsipnya untuk menetaskan telur Kepiting pada dasarnya tidak

berbeda dengan penetasan telur udang windu, karena keduanya berasal dari kelas

yang sama yaitu Crustacea. Semua keperluan yang berkaitan dengan penetasan

dan pemeliharaan larva harus sudah di siapkan. Keberhasilan penetasan telur dan

kelulus hidupan larva ditentukan oleh kesiapan dalam menyediakan seluruh

keperluan penetasan.

Saat akan berlangsungnya penetasan dapat ditandai dengan tingkah laku

induk Kepiting biasanya induk lebih sering berdiri pada kaki jalan (Priopoda)

dengan massa telur ditempelkan pada subtrat. Pada saat demikian penggantian air

ciukup dilakukan separuh bagian saja dan dilakukan dengan sangat hati-hati,

volume air sebaiknya memenuhi seluruh bak.

Penetasan yang normal biasanya berlangsung diantara jam 8 pagi dan

malam hari, umumnya sebelum matahari terbit. Bila penetasan telah berlangsung

dengan sempurna yang dapat diamati dari telah melipatnya abdomen induk segera

induk dipindahkan ke bak pemijahan kembali.

2.7.4 Pemeliharaan Larva

A. Persiapan bak

Bak untuk pemeliharaan larva dapat digunakan dari berbagai ukuran dan

berbagai desain, tergantung dari besarnya usaha yang dilaksanakan. Bak

pemeliharaan dapat berukuran 3 -10 ton ditempatkan di luar maupun di dalam

ruangan. Bak-bak berbentuk bulat lebih baik digunakan karena tidak adanya

pojok-pojok dimana larva, makanan, dan detritus berakumulasi.

9
Bak pemeliharaan sebelum digunakan terlebih dahulu dilakukan pencucian

bak dengan menggunakan chlorin, sesudah dibilas bak dikeringkan. Selanjutnya

aerasi dipasang sebagai sumber oksigen terlarut. Kemudian dilakukan pengisian

air. Air yang akan digunakan harus air laut bersih yang telah dilakukan filterisasi

maupun penyinaran serta chlorinisasi, semuanya ini bertujuan untuk mencegah

berkembangnya bibit penyakit.

B. Penebaran

Untuk mencegah kematian yang terlalu tinggi sebaiknya larva kepiting

dibiarkan hidup di dalam bak penetasan hingga berumur 5 hari. Pemindahan yang

dilakukan kurang dari 5 hari dikhawatirkan akan mengakibatkan stres pada larva

Kepiting. Larva kepiting yang baru menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya.

Agar tidak terjadi perubahan kondisi lingkungan yang mendadak, pemindahan

larva Kepiting ke wadah-wadah kecil atau waskom yang telah diisi air laut

sebaiknya dilakukan bersama air aslinya. Tujuan pemindahan larva ini adalah

untuk mengurangi padat tebar larva Kepiting, sehingga akan mengurangi

kemungkinan terjadinya kematian pada larva Kepiting. Padat tebar yang

disarankan adalah10 - 20 larva/liter

C. Perkembangan Larva Kepiting.

Stadia zoea merupakan stadia awal dari perkembangan larva kepiting,

stadia zoea ini berlangsung dari stadia zoea1 sampai zoea 5 dengan waktu

perubahan 3 - 5 hari, selanjutnya zoea akan berubah menjadi tingkatan Megalopa.

Pada tingkatan ini larva membutuhkan waktu perubahan 11 - 12 hari. Fase

Kepiting muda berawal setelah Megalopa berganti kulit menjadi fase Kepiting

10
muda, kedua dan seterusnya sampai ke tingkat 16 atau 17 yaitu fase terakhir

kepiting muda dengan panjang karapas 10 cm

D. Pemberian Pakan

Larva Kepiting yang baru menetas bersifat planktonis. Jenis makanan yang

cocok untuk stadi zoea 1 - 4 adalah Rotifera (Brachionus plicatilis) dengan

kepadatan 3 -10/ml. Selain Rotifera ditambahkan juga naupli Artemia salina yang

baru menetas sampai fase Megalopa. Dosis Artemia pada stadia (Z 1-2) awal

cukup dalam jumlah kecil, kemudian pada stadia Z3 sampai Z5 100 - 300 ekor/ml

Pada larva tingkat akhir Z 3-4 sudah dapat ditambahkan hancuran daging

cumi-cumi, ikan, kerang-kerangan atau udang kecil. Namun dalam pemberian

hancuran daging dari berbagai organisme laut perlu hati-hati karena belum tentu

cocok untuk larva. Bila hancuran tidak dimakan dapat menyebabkan pembusukan

dan mencemari air pemeliharaan.

Pada tingkat Megalopa makanan sudah dapat diawali sama dengan

makanan Kepiting dewasa. Yaitu cumi-cumi, ikan, kerang-kerangan atau udang

kecil dengan jumlah 150-200 gram/ton. Pemberian pakan ini cukup 1 kali dalam

sehari.

2.7.5 Panen dan Pengangkutan

A. Panen

Panen dilakukan setelah larva kepiting mencapai ukuran benih yaitu 1,5 –

3 cm atau dengan berat kurang dari 60 gram. Atau tergantung dari pesanan

konsumen. Adapun cara panen dapat dilakukan dengan cara mengeringkan kolam

11
pemeliharaan larva, kemudian menangkap benih Kepiting dengan menggunakan

serok , lalu menampungnya pada wadah yang telah disiapkan.

B. Pengangkutan Benih

Pengangkutan benih dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara pertama

apabila jarak pengangkutan dekat benih Kepiting cukup dimasukkan ke dalam

wadah plastik tanpa air. Tapi apabila jarak yang ditempuh jauh maka dapat

menggunakan kantong plastik yang tebal dan diberi air serta ditambahkan

oksigen, lama perjalanan sebaiknya tidak lebih dari 2,5 jam. Apabila jarak

pengangkutan lebi jauh sampai 5 jam perjalanan maka wadah pengangkutan

sebaiknya bak fiber yang diisi air dan dilengkapi sumber oksigen berupa aerator.

12
BAB III

METODOLOGI PRAKTEK

3.1 Waktu Dan Tempat

Kegiata Praktek Kerja Lapangan  (PKL) ini dilaksanakan pada tanggal  23

Februari sampai 23 Maret 2020 bertempat di Balai Perikanan Budidaya Air Payau

(BPBAP) Takalar, desa Mappakalompo, Kecamatan Galesong, Kabupaten

Takalar Sulawesi Selatan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam kegiatan teknik pembenihan kepiting bakau

(Scylla serrata). dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Alat yang digunakan dalam pembenihan kepiting bakau.


No Alat Fungsinya
1 Bak Sebagai wadah pemeliharaan
2 Kran aerasi, selang aerasi, dan Untuk mensuplaiO2dan CO2
batu aerasi 
3 Bambu Sebagai Penyekat
4 Timbangan Untuk menimbang
5 Gunting Untuk memotong tangkai mata
6 Cat Spray Untuk penanda atau tagging
7 Peralatan Sipon Untuk membersihkan air
8 Refraktometer Mengukur salinitas
9 DO Meter Mengukur oksigen terlarut
10 Temometer Mengukur suhu

13
Bahan yang digunakan dalam kegiatan teknik pembenihan kepiting bakau

(Scylla serrata). dapat dilihat pada table dibawah ini:

Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam pembenihan kepiting bakau.


No Bahan Fungsinya
1 Kepiting Bakau Organisme yang dibudidayakan
2 Air Laut Sebagai media kulur
3 Pasir Sebagai substrat perlindungan kepiting
4 Alkohol Sebagai bahan sterilisasi
5 Kaporit atau klorin Sebagai bahan sterilisasi
6 Kalium Permanganat (PK) Sebagai bahan sterilisasi
7 Fomalin Sebagai bahan campuran dalam
perendaman kepiting

3.3 Metode Praktek

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam praktek kerja

lapangan yaitu:

1. Data primer yaitu data yang  diperoleh dengan wawancara langsung kepada

pembimbing praktek dilapangan yang merupakan pegawai BPBAP yang

khusus mengerjakan kegiatan kultur pakan alami dan melakukan observasi

langsung serta melihat alat dan bahan yang digunakan dalam teknik

pembenihan kepiting bakau (Scylla serrata).

2. Data sekunder diproleh dengan cara belajar dari literature yang relevan atau

kepustakaan yang berhubungan dengan teknik pembenihan kepiting bakau

(Scylla serrata).

14
3.4 Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam budidaya  kepiting bakau (Scylla serrata) terbilang

sangat mudah  dan tidak membutukan waktu yang lama. Kegiatan budidaya

pembenihan kepiting bakau (Scylla serrata). ini dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Persiapan wadah dan Peralatan.

2. Penyediaan air baku

3. Persiapan dan pemeliharaan induk.

4. Proses Pemijahan.

5. Proses Penetasan.

6. Pemeliharaan Larva.

7. Pendederan

8. Panen dan Pengangkutan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ghufron, Kardi. 1997. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng.

Dahara Prize. Semarang.Soim, Ahmad. 1994. Pembesaran Kepiting. Swadaya.


Jakarta.Kanna,

Iskandar. 1991.Budidaya Kepiting Bakau. Kanisius. Yogyakarta

Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012. Statistik Perikanan Tangkap T ahun


2011-2012. Jakarta.

Tim Perikanan WWF-Indonesia.(2015). Seri Panduan Perikanan Skala Kecil


KEPITING BAKAU ( Scylla sp.) Panduan Penangkapan dan Penanganan.
jakarta selatan.

16

Anda mungkin juga menyukai