Oleh :
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui teknik budidaya kepiting bakau (Scylla serrata)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sebelum ditebarkan kedalam kolam, induk kepiting diaklimatisasi terlebih dahulu untuk mengindari
terjadinya stress. Untuk mencegah terjadinya perkelahian antar kepiting dan agar pemijahan dapat
berlangsung dengan baik, maka dilkukan pemotongan terhadap bagian dactylus capit pada semua induk.
Padat penebaran sebaiknya 2-3 ekor dengan perbandingan antara jantan dan betina 1 : 2. Setelah itu, induk
direndam dalam larutan KMnO4 dengan dosis 5 ppm selama ± 1 menit untuk mencegah kemungkinan
adanya serangan bakteri.
Jenis pakan untuk induk kepiting bakau yang dipelihara dapat berupa kerang-kerangan, cumi-cumi,
udang, ikan teri, ikan lemuru, atau sejenisnya. Pakan campuran yang terdiri atas ikan lemuru dan kerang laut
dengan perbandingan 1 : 1 ternyata sangat baik untuk pematangan gonad kepiting bakau. Ukuran pakan
disesuaikan dengan kemampuan kepiting dalam mencengkeram pakan. Pakan diberikan pada pagi dan
sore/malam hari dan dosisnya disesuaikan dengan tingkat kematangan ovari induk. Pada tingkat
kematangan ovari awal, dosis pakan yang diberikan sebanyak 15 % dari berat badan per hari dan
selanjutnya menurun hingga 5 % dari berat badan per hari menjelang pemijahan. Untuk menjaga agar
kualitas air tetap baik, maka harus dilakukan pembersihan sisa –sisa pakan di dasar bak setiap pagi
sebelum pemberian pakan berikutnya dengan cara penyiponan atau dengan menggunakan serok/seser.
Air media pemeliharaan dengan kadar garam 30-32 ppt yang sebelumnya disaring lebih dahulu dengan
saringan pasir (sand filter) sebagaimana lazimnya pada hatchery untuk udang. pH air berkisar 7,5 -8,5 . DO
5-7 ppt.
b. Persiapan media
Bak yang digunakan sebagai bak pemijahan dapat berupa bak beton. Sebelum digunakan, bak
pemeliharaan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan air tawar dan ditambahkan detergen atau
menggunakan chlorine. Setelah pembesihan, dilakukan pemasangan aerasi dan pengisian air.
c. Pemijahan
Kepiting Bakau melakukan perkawinan di perairan estuaria (Arriola,1940 dalam Mardjono dkk. 1994).
Perkawinan terjadi biasanya saat suhu air naik. Menjelang perkawinannya, kepiting betina mengeluarkan
cairan kimiawi perangsang yaitu pheromone kedalam air yang akan menarik perhatian kepiting jantan. Induk
kepiting bakau akan memijah setelah 1 minggu pemeliharaan. Selanjutnya kepiting jantan yang berhasil
menemui kepiting betina sumber pheromone itu, lalu naik ke atas karapas kepiting betina yang sedang
dalam kondisi pra lepas cangkang (premolt). Kepiting jantan tersebut membantu proses ganti kulit kepiting
betina tsb. Selama kepiting betina mengalami proses ganti kulit, kepiting jantan akan melindungi nya selama
kurang lebih 2-4 hari sampai cangkang terlepas dari tubuh kepiting betina . Kondisi seperti itu disebut
doubler formation atau premating embrace. Proses pemijahan membutuhkan waktu 1 hari 1 malam sejak
telur dikeluarkan hingga telur menempel di endopodit kepiting bakau betina.
Setelah cangkang terlepas dari tubuh kepiting betina, tubuh betina dibalikkan oleh yang jantan
sehingga sekarang pada posisi berhadapan untuk terjadinya kopulasi. Semetara itu cangkang betina masih
dalam keadaan lunak. Spermatofora dari kepiting jantan akan disimpan didalam spermateka kepiting betina.
Menurut Fielder dan Heasman,1978 dalam Mardjono dkk., 1991). Perkawinan kepiting ini dapat terjadi di
waktu siang maupun malam hari.
Fielder dan Heasman (1978) mengungkapkan bahwa spermatofora yang tersimpan pada kepiting
betina sekali kawin mencukupi untuk pembuahan dua kali peneluran sekor kepiting betina. Telur yang telah
matang gonad dalam ovarium betina akan turun ke oviduct dan dibuahi oleh sperma, selanjutnya telur yang
telah dibuahi itu dikeluarkan lalu menmpel pada umbai- umbai (rambut-rambut pada pleopoda) untuk dierami
oleh induk betina itu. Sekali bertelur induk kepiting dapat mengeluarkan 1-8 juta butir telur , tergantung dari
berat badan induk betina. , namun biasanya yang berhasil menempel pada umbai-umbai hanya 1/3 nya.
Pada kepiting bakau, telur berkembang menuju pematangan untuk siap dibuahi, setelah terjadi kopulasi
(perkawinan). Jantan dan betina melepaskan diri , dan cangkang induk betina menjadi keras kembali.
d. Manajemen benih
Induk yang sedang mengerami telur, mengipaskan kaki renangnya secara teratur , sehingga telur-telur
itu memperoleh air segar yang banyak mengandung oksigen. Pada masa pengeraman tsb. induk berenang-
renang dengan kaki renangnya yang terus-menerus bergerak dan sering berdiri pada kaki jalan. Sehingga
telur-telur terus menerus memperoleh air segar dan banyak oksigen . Hal ini penting untuk perkembangan
embrio. Masa telur yang semakin tua, warnanya berubah warna menjadi kelabu kemudian coklat kehitaman.
Masa pengeraman banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Pada lingkungan dengan kadar garam
30-33 ppt dan suhu berkisar antara 26-30˚C pengeraman dapat berlangsung baik dan perkembangan telur
normal. Selama inkubasi, induk kepiting bakau tidak diberi makan karena biasanya sudah tidak ada nafsu
makan dan agar telur tidak terserang jamur atau bakteri yang berasal dari pakan.
Bak untuk pengeraman dapat digunakan bak berukuran 2 x 2 x 0,5 m , terbuat dari semen atau fiber
glass. Sebagai media pemeliharaan digunakan air laut dengan kadar garam minimal 28 ppt suhu 28oC.
Untuk mengurangi kecerahan cahaya matahari, bak perlu ditutup dengan anyaman bambu (gedeg) atau
plastic yang tidak terlalu gelap. Kepadatan kepiting dalam bak pengeraman 1 ekor/m2. Selama proses
pengeraman induk tidak diberi pakan. Penggantian air dilakukan setiap hari sebanyak 75%. Aerasi dipasang
1 batu aerasi/m2 dengan tekanan aerator diatur agar tidak terlalu kuat dan tidak terlalu lemah.
Suhu air pemeliharaan induk bakau memijah pada kisaran 27-30˚C dan proses inkubasi hingga telur
menetas menjadi larva dibutuhkan waktu sekitar 12-15 hari.
2.2.2Pembesaran
a. Persiapan lahan
Pembesaran kepiting bakau dapat dilakukan di wadah tambak. Tambak pemeliharaan kepiting
diusahakan mempunyai kedalaman 0,8-1,0 meter dengan salinitas air antara 15-30 ppt. tanah tambah
berlumpur dengan tekstur tanah liat berpasir atau lempung berpasir, serta perbedaan pasang surut antara
1,5-2 meter. Dibutuhkan juga crab box dan rakit. Rakit tersebut berguna untuk mengapungkan crab box.
Crab box terbuat dari bahan polyethylene, dan terdiri dari bagian badan dan penutup.
b. Seleksi benih
Kesehatan benih merupakan satu diantara faktor yang menunjang keberhasilan dalam usaha
penggemukan kepiting. Oleh sebab itu pemilihan dan pengelolaan benih harus benar dan tepat. Kesehatan
benih juga bisa dilihat dari kelengkapan kaki-kakinya. Hilangnya capit akan berpengaruh pada kemampuan
untuk memegang makanan yang dimakan serta kemampuan sensorisnya. Walaupun pada akhirnya setelah
ganti kulit maka kaki yang baru akan tumbuh tetapi hal ini memerlukan waktu, belum lagi adanya sifat
kanibalisme kepiting, sehingga kepiting yang tidak bisa jalan karena sedang ganti kulit sering menjadi
mangsa kepiting lainnya. Untuk itu maka harus dipilih benih yang mempunyai kaki masih lengkap. Benih
kepiting yang kurang sehat warna karapas akan kemerah - merahan dan pudar serta pergerakannya
lamban. Benih yang digunakan berukuran berat 30 – 50 gr/ekor atau lebar cangkang (karapas) 3 -4 cm.
Ciri-ciri benih yang baik adalah :
- Anggota tubuh yang lengkap
- Menunjukkan tingkah laku untuk menghindar atau melawan bila akan dipegang
- Warna cerah hijau kecoklatan atau coklat kemerahan.
c. Penebaran
Sebelum ditebar, benih kepiting dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu di tempat penyesuaian dan
dalam waktu sekitar 1 bulan. Dalam kurun waktu tersebut, diharapkan benih kepiting telah menyesuaikan diri
dengan lingkungan baru. Selain itu, ukuran kepiting sudah semakin besar dan tingkat kematian kepiting
berkurang. Padat penebaran benih pada tambak pembesaran disesuaikan dengan ukuran benih.
d. Kontrol Pertumbuhan
Kontrol pertumbuhan dilakukan dengan cara mengukur panjang dan berat kepiting bakau. Control
didsarkan pada laju pertumbuhan kepiting.
- SR
SR adalah tingkat kelulushidupan kepiting bakau. Perhitungan SR adalah :
SR(%) =
- FCR
FCR adalah jumlah total berat pakan buatan dibandingkan dengan jumlah total berat total
kepiting hasil panen.
FCR =
3.2 Saran
Lebih memberikan pembimbingan terhadap materi budidaya air laut, serta lebih memperjelas tahapan
dan kegiatan yang dilakukan dalam proses budidaya.
DAFTAR PUSTAKA
BAKAU, K., LESTARI, Y. B., DAMAYANTI, A., & LESTARI, A. A. K. B. PATOGENITAS DAN GEJALA
KLINIS.
Gunarto, A. M. Suharyanto. 1987. Pemeliharaan kepiting bakau, Scylla serrata (Forskal), pada berbagai
tingkat kadar garam dalam kondisi laboratorium. J. Penel. Budidaya Pantai, 3(2), 60-64.
Kasry, A. 1984. Pengaruh Antibiotik dan Makanan Pada Tingkat Salinitas yang Berbeda Terhadap Kelulusan
Hidup dan Perkembangan Larva Kepiting, Scylla serrata (Forskal) (Crustacea: Portunidae). Disertasi,
Fakultas Pasca Sarjana . IPB Bogor. Halm. 129.
Kasry , A. 1996. Budidaya Kepiting Bakau dan Biologi Ringkas. Penerbit PT. Bhatara Niaga Meda. Jakarta.
Mardjono, M., & Anindiastuti, N. H. (1994). Pedoman Pembenihan Kepiting Bakau (Scylla serrata). Direktorat
Jenderal Perikanan, Balai Budidaya Air Payau, Jepara.
Mossa, M.K., I. Aswandy dan Kasry. 1985. Kepiting Bakau Scylla serrata (Forskal, 1975) dari perairan
Indonesia. Sumberdaya Hayati Perairan LON-LIPI. Jakarta.
Mulya, M. B. 2000. Kelimpahan dan Distribusi Kepiting Bakau Serta Keterkaitannya dengan karakteristik
biofisik hutan mangrove di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut Provinsi
Sumatera Utara. Tesis Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Nybakken, J. W. (1992). Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh HM Eidman,
Koesoebiono, DG Bengen, M. Hutomo dan S. Subarjo. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wolfe, F., Anderson, J., Harkness, D., Bennett, R. M., Caro, X. J., Goldenberg, D. L., ... & Yunus, M. B.
(1997). Health status and disease severity in fibromyalgia. Results of a six‐center longitudinal
study. Arthritis & Rheumatism: Official Journal of the American College of Rheumatology, 40(9), 1571-
1579.