Anda di halaman 1dari 12

KEPUTUSAN

DIREKTUR JENDERAL
PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

NOMOR: KEP.143/DJ-PSDKP/2012
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL PENGAWASAN KAPAL PERIKANAN

DIREKTUR JENDERAL
PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung terwujudnya


pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan
berkelanjutan, dipandang perlu meninjau kembali
Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan dan
Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Nomor KEP.19/DJ-P2SDKP/2008 tentang Petunjuk
Teknis Operasional Pengawasan Kapal Perikanan;
b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Jenderal.
Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara,
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;
2. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi, Kementerian
Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan
Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;
3. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor: 01/KEP/M.PAN/1/2011 tentang
Jabatan Fungsional Pengawas Perikanan dan Angka
Kreditnya;
4. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:
KEP.24/MEN/2002 tentang Tata Cara dan Teknik
Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di
Lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan;
5. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor :
KEP.02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengawasan Penangkapan Ikan;
6. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:
PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan;
7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor :
PER.04/MEN/2006 tentang Unit Pelaksana Teknis
Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan;
8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor :
PER.07/MEN/2010 tentang Surat Laik Operasi
Kapal Perikanan;

9. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor :


PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem
Pemantauan Kapal Perikanan.

10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor


PER.14/MEN/2011 tentang Usaha Perikanan
Tangkap, sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.49/MEN/2011 ;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN


SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN
TENTANG PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL
PENGAWASAN KAPAL PERIKANAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan ini, yang dimaksud dengan:

1. Pengawas Perikanan adalah Pegawai Negeri Sipil, yang bekerja di bidang


perikanan yang diangkat oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
2. Kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang dipergunakan
untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan,
pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan
perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan.
3. Kapal perikanan Indonesia adalah setiap kapal perikanan yang didaftarkan di
Indonesia dan berbendera Indonesia.
4. Kapal perikanan asing adalah setiap kapal perikanan yang tidak didaftarkan di
Indonesia dan tidak berbendra Indonesia.
5. Kapal penangkap ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk
menangkap ikan, termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan dan/atau
mengawetkan.
6. Kapal pengangkut ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk
mengangkut ikan termasuk memuat, menampung, menyimpan,
mendinginkan, dan/atau mengawetkan.
7. Kapal Pengawas Perikanan adalah kapal pemerintah yang diberi tanda tertentu
untuk melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan
dalam wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
8. Perusahaan perikanan adalah perusahaan perikanan Indonesia dan
perusahaan perikanan asing.
9. Alat penangkapan ikan, yang selanjutnya disebut API, adalah sarana dan
perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap
ikan.
10. Alat Bantu Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disebut ABPI, adalah alat
yang digunakan untuk mengumpulkan ikan dalam kegiatan penangkapan
ikan.
11. Sistem Pemantauan Kapal Perikanan yang selanjutnya disingkat SPKP adalah
salah satu sistem pengawasan kapal perikanan dengan menggunakan
peralatan yang telah ditentukan untuk mengetahui pergerakan dan aktifitas
kapal perikanan.
12. Jalur penangkapan ikan adalah wilayah perairan yang merupakan bagian dari
WPP-NRI untuk pengaturan dan pengelolaan kegiatan penangkapan yang
menggunakan alat penangkapan ikan yang diperbolehkan dan/atau yang
dilarang.
13. Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, yang selanjutnya
disebut WPP-NRI, adalah wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan
ikan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial,
zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia.
14. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang selanjutnya disingkat ZEEI adalah
adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut teritorial Indonesia
sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang
perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di
atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut yang diukur dari garis
pangkal laut teritorial Indonesia.
15. Surat Izin Usaha Perikanan, yang selanjutnya disingkat SIUP adalah izin
tertulis yang harus dimiliki perusahaan perikanan untuk melakukan usaha
perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin
tersebut.
16. Surat izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disingkat SIPI, adalah izin
tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan
penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP.
17. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan yang selanjutnya disingkat SIKPI, adalah
izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan
pengangkutan ikan.
18. Surat Laik Operasi Kapal Perikanan yang selanjutnya disingkat SLO adalah
surat keterangan yang menyatakan bahwa kapal perikanan sudah memenuhi
persyaratan administrasi dan kelayakan teknis untuk operasi
penangkapan/pengangkutan ikan.
19. Hasil Pemeriksaan Kapal yang selanjutnya disingkat HPK adalah form
pemeriksaan yang dilakukan oleh Pengawas Perikanan sebagai syarat
penerbitan SLO.
20. Buku lapor pangkalan adalah buku yang harus dimiliki setiap kapal perikanan
diatas 30 GT dan harus diisi oleh Pengawas Perikanan setiap kali kapal keluar
dan masuk pelabuhan pangkalan.
21. Unit Pelaksana Teknis di Bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan
Perikanan adalah unit pelaksana teknis di bidang pengawasan sumber daya
kelautan dan perikanan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
22. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya
Kelautan dan Perikanan.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Petunjuk teknis operasional pengawasan kapal perikanan ditetapkan dengan
maksud sebagai acuan Pengawas Perikanan dalam melaksanakan tugas
pengawasan sumberdaya perikanan.
(2) Petunjuk teknis operasional pengawasan kapal perikanan ditetapkan dengan
tujuan terciptanya satu kesatuan kesepahaman dalam melaksanakan
pengawasan.

BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 3

Ruang lingkup Keputusan Direktur Jenderal ini diberlakukan bagi:


a. kapal penangkap ikan;
b. kapal pengangkut ikan.

BAB IV

OBYEK DAN TEMPAT PENGAWASAN

Pasal 4

Obyek pengawasan kapal perikanan meliputi:

a. dokumen perizinan kapal perikanan;


b. fisik kapal perikanan;
c. alat penangkapan ikan;
d. alat bantu penangkapan ikan;
e. jalur penangkapan dan daerah penangkapan ikan;
f. ikan hasil tangkapan;
g. bahan dan/atau alat selain sebagaimana dimaksud pada huruf c dan d;
h. transmitter Sistem Pemantauan Kapal Perikanan;
i. ikan yang diangkut;
j. pelabuhan pangkalan, pelabuhan muat/singgah;
k. awak kapal.

Pasal 5

(1) Pengawasan kapal perikanan dilakukan di:


a. Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI);
b. Pelabuhan perikanan atau pelabuhan bukan pelabuhan perikanan;
c. Pelabuhan umum yang ditetapkan sebagai pelabuhan pangkalan;
d. Pangkalan pendaratan ikan;
e. Sentra-sentra kegiatan nelayan.

(2) WPPN RI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a tersebut di atas
meliputi:
a. Perairan Indonesia;
b. ZEEI;
c. Sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya.

BAB V
TUGAS DAN KEWENANGAN PENGAWAS PERIKANAN

Pasal 6
(1) Pengawas Perikanan bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan peraturan
perundang-undangan di bidang perikanan.
(2) Pengawas Perikanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam
melaksanakan tugasnya mempunyai kewenangan:
a. memasuki dan memeriksa tempat kegiatan usaha perikanan;
b. memeriksa kelengkapan dan kesesuaian dokumen usaha perikanan;
c. memeriksa kegiatan usaha perikanan;
d. memeriksa sarana dan prasarana yang digunakan untuk kegiatan
perikanan;
e. memeriksa kelengkapan dan kesesuaian SIPI dan SIKPI;
f. mendokumentasikan hasil pemeriksaan;
g. mengambil contoh ikan dan/atau bahan yang diperlukan untuk keperluan
pengujian laboratorium;
h. memeriksa peralatan dan keaktifan sistem pemantauan kapal perikanan;
i. menghentikan, memeriksa, membawa, menahan, dan menangkap kapal
dan/atau orang yang diduga atau patut diduga melakukan tindak pidana
perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia
sampai dengan diserahkannya kapal dan/atau orang tersebut di pelabuhan
tempat perkara tersebut dapat diproses lebih lanjut oleh penyidik;
j. menyampaikan rekomendasi kepada pemberi izin untuk memberikan sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
k. melakukan tindakan khusus terhadap kapal perikanan yang berusaha
melarikan diri dan/atau melawan dan/atau membahayakan keselamatan
kapal pengawas perikanan dan/atau awak kapal perikanan; dan/atau
l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
m. memeriksa daerah penangkapan atau jalur penangkapan ikan;
n. merekomendasi kepada instansi pemberi izin terhadap ukuran dan jenis
ikan hasil tangkapan yang tidak sesuai dengan alat tangkap yang
digunakan;
o. menurunkan alat tangkap yang spesifikasi/jenisnya tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
p. menerbitkan SLO kapal perikanan;
q. mengisi dan mengesahkan buku lapor pangkalan;
r. merekomendasikan kepada Direktur Jenderal sanksi administrasi bagi
kapal perikanan yang melakukan pelanggaran;

Pasal 7
(1) Dalam rangka pengawasan usaha perikanan, pengawas perikanan dapat
melakukan verifikasi dokumen usaha perikanan dan operasional kegiatan
usaha perikanan.
(2) Dokumen yang diverifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
a. SIUP
b. SIPI/SIKPI
c. Gross Akte
d. Daftar Awak Kapal
e. surat keterangan telah selesai membangun UPI atau memiliki UPI yang
bersertifikat kelayakan pengolahan (SKP) dari Direktur Jenderal Pengolahan
dan Pemasaran Hasil Perikanan bagi usaha perikanan tangkap terpadu.
f. Surat Keterangan Aktivasi Transmitter (SKAT) SPKP.
(3) Operasional kegiatan usaha perikanan yang diverifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) antara lain :
a. data hasil tangkapan per trip
b. data hari operasi per trip
c. data kebutuhan bahan bakar minyak dan logistik per trip
d. data produk UPI dan bahan baku yang dipasok kapal penangkap
e. data hasil tangkapan yang telah diproses ke dalam UPI milik sendiri bagi
usaha perikanan tangkap terpadu.
(4) Terhadap hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
analisis yuridis dan teknis;

BAB VI
PROSEDUR DAN TATA CARA PENGAWASAN

Bagian Pertama
Kedatangan Kapal

Pasal 8
(1) Setiap kapal perikanan yang memasuki pelabuhan wajib melaporkan
kedatangannya kepada Pengawas Perikanan setempat dengan menyerahkan
SLO kapal perikanan dari pelabuhan asal, buku lapor pangkalan dan
menunjukkan dokumen perizinan perikanan.
(2) Kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sebelum melakukan
bongkar muat ikan wajib terlebih dahulu melaporkan kepada Pengawas
Perikanan setempat.
(3) Pengawas Perikanan setelah menerima SLO, sebagaimana dimaksud dalam
pasal 7 ayat (1), wajib melakukan pemeriksaan:
a. kesesuaian dokumen perizinan;
b. kesesuaian jumlah, ukuran dan jenis ikan hasil tangkapan dengan alat
tangkap yang digunakan;
c. kesesuaian pelabuhan pangkalan
d. kesesuaian jenis alat penangkap ikan yang digunakan;
e. Kesesuaian jalur penangkapan dan daerah penangkapan ikan.
(4) Pemeriksaan dokumen sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (3) huruf (a)
meliputi:
a. SIPI/SIKPI;
b. Stiker Barcode;
c. SKAT SPKP
(5) Pemeriksaan keberadaan dan keaktifan alat pemantauan kapal perikanan
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (4) huruf (c) meliputi:
a. keaktifan alat pemantauan kapal perikanan
b. kesesuaian nomor ID transmitter kapal dengan yang tercantum pada SKAT
c. pemeriksaan jalur penangkapan ikan dan/atau daerah penangkapan
melalui data track kapal hasil monitoring SPKP.
(6) Hasil pemeriksaan pada ayat (3) wajib dituangkan ke dalam form HPK
kedatangan kapal (Lampiran 2) dan dilakukan analisis guna mengetahui:
a. kesesuaian ikan hasil tangkapan dengan alat penangkap ikan yang
digunakan;
b. kesesuaian pelabuhan pangkalan.
(7) Terhadap hasil analisis pada ayat (6) digunakan sebagai dasar untuk
menetapkan rekomendasi kepada instansi pemberi izin terhadap:
a. kapal Perikanan yang membawa jenis ikan hasil tangkapan yang tidak
sesuai dengan alat tangkap yang digunakan untuk ditindak lanjuti sesuai
ketentuan dan peraturan yang berlaku.
b. kapal perikanan yang berlabuh tidak sesuai dengan pelabuhan pangkalan
untuk ditindak lanjuti sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang
berlaku.
(8) Apabila kapal perikanan berlabuh tidak sesuai dengan pelabuhan pangkalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, Nakhoda kapal perikanan wajib
memberikan penjelasan mengenai hal tersebut kepada Pengawas Perikanan.
(9) Pengawas Perikanan dalam mengisi form HPK kapal perikanan, wajib mengisi
nomor seri penerbitan HPK pada kolom yang telah disediakan.
(10) Tata cara pengisian nomor seri HPK sebagaimana tercantum pada
Lampiran 1.

Bagian Kedua
Keberangkatan Kapal Perikanan
Pasal 9
(1) Setiap kapal perikanan yang akan berangkat dari pelabuhan untuk melakukan
operasi penangkapan atau pengangkutan ikan wajib terlebih dahulu
melaporkan rencana keberangkatannya kepada Pengawas Perikanan setempat,
dengan menyerahkan dokumen perizinan kapal perikanan.
(2) Terhadap kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib
dilakukan pemeriksaan persyaratan administrasi dan kelayakan teknis,
meliputi:
a. Pemeriksaan kesesuaian dokumen perizinan;
b. Pemeriksaan kesesuaian alat penangkap ikan;
c. Pemeriksaan kesesuaian alat bantu penangkapan ikan;
d. Pemeriksaan kesesuaian fisik kapal;
e. Pemeriksaan kesesuaian daftar awak kapal (crew list);
f. Pemeriksaan kesesuaian jumlah dan jenis ikan yang diangkut untuk kapal
pengangkut ikan;
g. Pemeriksaan keberadaan dan keaktifan alat pemantauan kapal perikanan.
h. bahan atau alat yang berada diatas kapal terkait dengan kegiatan
penangkapan ikan dan/atau ikan hasil tangkapan.
(3) Pemeriksaan dokumen sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) huruf (a)
meliputi:
a. SIPI/SIKPI;
b. Tanda lunas PHP;
c. Stiker Barcode;
d. SKAT SPKP;
e. crew list dan;
f. kelengkapan dokumen ANKAPIN/ATKAPIN serta SPI (untuk kapal diatas
100 GT).
(4) Pemeriksaan alat penangkap ikan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2)
huruf (b) meliputi:
a. Jenis alat tangkap yang digunakan
b. Spesifikasi alat tangkap
(5) Pemeriksaan alat bantu penangkap ikan sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat (2) huruf (c) meliputi:
a. Jenis alat bantu penangkap yang digunakan
b. Spesifikasi alat alat bantu penangkapan ikan
(6) Pemeriksaan kesesuaian fisik kapal sebagaimana yang dimaksud dalam ayat
(2) huruf (d) meliputi:
a. Jenis kapal
b. Ukuran dan Gross Tonage (GT) kapal
c. Nomor, merk dan ukuran mesin pengerak utama dan mesin bantu
d. Tanda selar kapal
(7) Pemeriksaan kesesuaian daftar awak kapal (crew list) dimaksud dalam ayat (2)
huruf (e) meliputi:
a. Jumlah personil ABK;
b. Status kewarganegaraan (WNI/WNA).
(8) Pemeriksaan keberadaan dan keaktifan alat pemantauan kapal perikanan
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) huruf (g) meliputi:
a. keaktifan alat pemantauan kapal perikanan
b. kesesuaian nomor ID transmitter dengan kapal dan SKAT
c. masa berlaku SKAT
(9) Pemeriksaan bahan atau alat yang berada diatas kapal terkait dengan kegiatan
penangkapan ikan dan/atau ikan hasil tangkapan sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (2) huruf (h) meliputi:
a. pemeriksaan jenis dan kualitas es yang digunakan
b. pemeriksaan alat penampung / palka hasil tangkapan
c. pemeriksaan dan pengawasan bahan / alat yang dicurigai digunakan untuk
destruktif fishing antara lain:
1) bahan peledak;
2) urea;
3) kompresor dan pemeriksaan bahan kimia yang tidak semestinya berada
di atas kapal
(10) Terhadap hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan
ke dalam form HPK sebagai dasar untuk:
a. menerbitkan SLO Kapal Perikanan;
b. mengisi dan mengesahkan Buku Lapor Pangkalan.
(11) Form HPK sebagaimana dimaksud pada ayat (10) sebagaimana tercantum
pada Lampiran 3 dan 4.
(12) Pengawas Perikanan dalam mengisi form HPK dan form SLO kapal perikanan,
wajib mengisi nomor seri penerbitan HPK dan SLO pada kolom yang telah
disediakan.
(13) Apabila tertuang dalam Form HPK bahwa persyaratan administrasi dan
kelayakan teknis belum terpenuhi sehingga Pengawas Perikanan tidak dapat
menerbitkan SLO, maka Pengawas Perikanan memerintahkan kepada
Nakhoda/Pemilik/ Penanggungjawab Kapal Perikanan untuk melengkapi
hingga memenuhi persyaratan administrasi dan kelayakan teknis kapal
perikanan.
Pasal 10
(1) SLO diterbitkan setelah memenuhi persyaratan administrasi dan kelayakan
teknis pada saat kapal akan berangkat;
(2) Setelah SLO diterbitkan kapal perikanan yang menerima SLO dimaksud
dilarang melakukan kegiatan perikanan di pelabuhan;
(3) SLO yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku
selama 2 x 24 jam sejak tanggal dikeluarkan;
(4) Dalam hal kapal tidak berangkat beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), SLO dimaksud dinyatakan tidak berlaku;
(5) SLO yang digunakan oleh kapal perikanan dalam melakukan kegiatan
perikanan, berlaku untuk 1 (satu) trip operasional kapal perikanan.
Pasal 11
Pengawas Perikanan yang melakukan pemeriksaan terhadap kapal perikanan,
wajib:
a. menggunakan seragam dinas beserta atributnya sesuai ketentuan yang berlaku;
b. setiap petugas Pengawas Perikanan yang akan melakukan pemeriksaan, hanya
memeriksa obyek yang terkait dengan tugasnya dan didampingi oleh pemilik
kapal/ pengurus atau penanggung jawab obyek pemeriksaan;
c. setiap petugas Pengawas Perikanan, dilarang menerima uang atau barang
sebagai imbalan pemeriksaan atau yang dapat mempengaruhi atau terkait
dengan hasil pemeriksaan.

BAB VII
VERIFIKASI KAPAL PERIKANAN YANG DI ADHOCK

Pasal 12

(1) Terhadap kapal perikanan Indonesia hasil operasi Kapal Pengawas Perikanan
yang diadhock ke pelabuhan, dilakukan prosedur sebagai berikut:
a. nakhoda Kapal Pengawas Perikanan menyerahkan kapal yang diduga
melakukan pelanggaran kepada Pengawas Perikanan setempat dengan
Berita Acara Serah Terima;
b. pengawas Perikanan sebagaimana dimaksud pada huruf a, melakukan
verifikasi dokumen perizinan perikanan, pengecekan fisik kapal, alat
tangkap yang dipergunakan, ikan hasil tangkapan dan komponen lainnya
yang terkait;
c. hasil verifikasi dan pengecekan sebagaimana dimaksud dalam huruf b,
dituangkan kedalam form hasil verifikasi sebagaimana pada Lampiran 5;
d. terhadap hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c, dilakukan
analisa yuridis dan teknis;
(2) Pengawas Perikanan yang melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), wajib dilengkapi dengan Surat Perintah Tugas (SPT).
(3) Apabila hasil analisa yuridis dan teknis menunjukkan bukti kuat adanya
dugaan tindak pidana perikanan, maka Pengawas Perikanan
merekomendasikan kepada PPNS Perikanan setempat untuk dilakukan proses
penyidikan;
(4) Pada saat proses penyidikan dimulai, PPNS Perikanan yang melakukan
penyidikan agar segera menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan ;
(5) Apabila hasil analisa yuridis dan teknis tidak cukup bukti adanya dugaan
tindak pidana perikanan, maka Pengawas Perikanan merekomendasikan
kepada Direktur Jenderal untuk diberikan pembinaan.
BAB VII
PELAPORAN

Pasal 13

(1) Setiap Pengawas Perikanan yang melakukan kegiatan pengawasan kapal


perikanan wajib melaporkan hasil pengawasannya kepada Kepala satuan unit
kerjanya.

(2) Satuan unit kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan rekapitulasi
pelaporan HPK, penerbitan SLO, hasil verifikasi kapal yang di ad hock dan hasil
pengawasan lainnya untuk selanjutnya dilaporkan kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada UPT Pengawasan SDKP yang membawahinya setiap
bulan pada tanggal 10.

(3) Format laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas, sebagaimana
dalam Lampiran 6.

BAB VII
PENUTUP
Pasal 14
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal Mei 2012

Anda mungkin juga menyukai