Anda di halaman 1dari 32

PM 57 TAHUN 2015

TENTANG
PEMANDUAN DAN PENUNDAAN KAPAL

DIREKTORAT PELABUHAN DAN PENGERUKAN


DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
DASAR HUKUM NASIONAL DAN INTERNASIONAL

1. UNDANG – UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN;

2. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN;

3. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN;

4. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 93 TAHUN 2014 TENTANG


SARANA BANTU DAN PRASARANA PEMANDUAN KAPAL;

5. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 57 TAHUN 2015 TENTANG


PEMANDUAN DAN PENUNDAAN KAPAL;

6. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT NOMOR :


PU 63/1/3/DJPL.07 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGAWASAN
PEMANDUAN;

7. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT NOMOR :


PU.63/1/4/DJPL.07 TENTANG SARANA BANTU DAN PRASARANA PEMANDUAN;
DASAR HUKUM NASIONAL DAN INTERNASIONAL

8. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT NOMOR :


UK.15/1/11/DJPL.07 TENTANG PETUNJUK PAKAIAN DINAS DAN ATRIBUT PETUGAS
PANDU;

9. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT NOMOR :


SM.102/3/1/DJPL-11 TENTANG SILABUS PELATIHAN DAN SERTIFIKASI PANDU;

10. INTERNATIONAL CONVENTION FOR SAFETY OF LIFE AT SEA (SOLAS CHAPTER V,


REGULATION 23) PRINCIPAL REQUIREMENTS FOR THE RIGGING OF PILOT
LADDERS;

11. IMO RESOLUTION A.960 RECOMMENDATIONS ON TRAINING AND CERTIFICATION


AND OPERATIONAL PROCEDURES FOR MARITIME PILOTS OTHER THAN DEEP-SEA
PILOTS;

12. INTERNATIONAL CONVENTION ON STANDARDS OF TRAINING, CERTIFICATION AND


WATCHKEEPING FOR SEAFARERS (SCTW AS AMENDED);

13. INTERNATIONAL REGULATIONS FOR PREVENTING COLLISIONS AT SEA (COLREG),


1972
BAB I
KETENTUAN UMUM
PEMANDUAN:
Kegiatan pandu dalam
membantu, memberikan
saran dan informasi
kepada nahkoda tentang
keadaan perairan
setempat yang penting
agar navigasi pelayaran
dapat dilaksanakan
dengan selamat, tertib,
dan lancar demi
keselamatan kapal dan
lingkungan.
PENUNDAAN KAPAL:
Bagian dari pemanduan yang
meliputi kegiatan mendorong,
menarik, menggandeng,
mengawal (escort) dan
membantu (assist) kapal yang
berolah-gerak di alur
pelayaran, daerah labuh
jangkar maupun kolam
pelabuhan, baik untuk
bertambat ke atau untuk
melepas dari dermaga, jetty,
trestle, pier, pelampung,
dolphin, kapal dan fasilitas
tambat lainnya dengan
mempergunakan kapal tunda
sesuai dengan ketentuan yang
dipersyaratkan.
Otoritas Pelabuhan:
lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang
melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian dan
pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan
secara komersial;

Unit Penyelenggara Pelabuhan :


lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang
melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian dan
pengawasan kegiatan kepelabuhanan dan pemberian
pelayanan jasa kepelabuhanan yang belum diusahakan
secara komersial;

Badan Usaha Pelabuhan:


Badan usaha yang kegiatan usahanya khusus di bidang
pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya;

Pengelola Terminal Khusus


badan usaha tertentu sesuai dengan usaha pokoknya.
• SDM Pemanduan :
Personil yang memiliki kualifikasi dan kompetensi tertentu dalam kegiatan
pelaksanaan pemanduan dan penundaan kapal.
• Pandu :
Pelaut yang mempunyai keahlian di bidang nautika yang telah memenuhi
persyaratan untuk melaksanakan pemanduan kapal.
• Mooring Master/POAC (Person in Overall Advicer Control)
Pelaut yang mempunyai sertifikat pandu dan telah mengikuti pelatihan kecakapan
khusus tentang manajemen penanganan muatan, keselamatan, dan operasional
kapal pada saat kapal melakukan kegiatan bongkar muat sesuai ketentuan yang
berlaku.
• Operator Radio Pemanduan
Operator radio di stasiun pandu yang memenuhi persyaratan, bertugas
memberikan layanan komunikasi dan informasi terhadap pelayanan pemanduan,
serta memiliki sertifikat operator radio pemanduan yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal
• Kartu Identitas Pandu
Kartu yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal sebagai tanda pengenal petugas
pandu pada saat melaksanakan tugas pemanduan.
• Asosiasi Profesi Pandu
Organisasi profesi dari para pandu Indonesia yang berbadan hukum, memiliki kode
etik profesi, bersifat mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab, serta bukan
organisasi politik, mempunyai kredibilitas nasional atau internasional yang diakui
BAB II
PERAIRAN PANDU

1. Untuk kepentingan keselamatan, keamanan


berlayar, perlindungan lingkungan maritim, serta
kelancaran berlalu lintas di perairan, pelabuhan
dan terminal khusus, serta perairan tertentu
dapat ditetapkan sebagai perairan pandu.

2. Perairan pandu meliputi:


a. Perairan Wajib Pandu (PWP); dan
b. Perairan Pandu Luar Biasa (PPLB).

3. Perairan Wajib Pandu diklasifikasikan dalam:


a. PWP Kelas I;
b. PWP Kelas II; dan
c. PWP Kelas III.
BAB III
TATA CARA & PERSYARATAN PENETAPAN PERAIRAN PANDU

Ps. 3 dan 4 PENETAPAN PERAIRAN

TINGKAT KESULITAN YANG MEMPENGARUHI KESELAMATAN BERLAYAR

FAKTOR KAPAL : FAKTOR DI LUAR KAPAL :


1 Frekuensi kepadatan lalu lintas 1 Kedalaman Perairan;
2 Panjang alur pelayaran;
kapal;
3 Banyaknya tikungan;
2 Ukuran kapal (tonase kotor, 4 Lebar alur pelayaran;
5 Rintangan/bahaya navigasi di alur pelayaran;
panjang, dan sarat kapal); 6 Kecepatan arus dan angin;
7 Tinggi ombak;
3 Jenis kapal; dan 8 Ketebalan/kepekatan kabut;
4 Jenis muatan kapal. 9 Jenis tambatan kapal; dan
10 Keadaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran.

PERAIRAN WAJIB PANDU PERAIRAN PANDU


PWP Kelas I, Kelas II & Kelas III. LUAR BIASA

DITETAPKAN OLEH MENTERI DITETAPKAN OLEH DIRJEN


PROSEDUR PENETAPAN PERAIRAN PANDU

1. Usulan dari Pengaswas Pemanduan kepada Menhub melalui Dirjen


dengan melampirkan:
• peta lokasi perairan yang diusulkan, dilengkapi dengan titik koordinat
sesuai dengan peta laut dan gambar situasi
• usulan titik koordinat naik turun pandu (pilot boarding ground);
• data kriteria faktor kapal dan di luar kapal yang mempengaruhi
keselamatan berlayar
• data kunjungan kapal dan proyeksinya, serta permintaan pelayanan
pemanduan dari pengguna jasa;
• laporan hasil pelaksanaan sosialisasi terhadap rencana penetapan
perairan pandu antara pengguna jasa, stakeholder, Penyelenggara
Pelabuhan, Distrik Navigasi setempat, badan usaha
pelabuhan/pengelola terminal khusus, serta pemerintah daerah dan
instansi terkait.

2. Dirjen melakukan penelitian, evaluasi dan verifikasi

3. Hasil penelitian, evaluasi dan verifikasi disampaikan oleh Dirjen ke


Menhub
PROSEDUR PENETAPAN PERAIRAN PANDU

Pasal 7 ayat (2)

Suatu perairan tertentu dapat ditetapkan Direktur Jenderal sebagai perairan


pandu luar biasa dengan pertimbangan:
• perairan yang akan ditetapkan adalah perairan ALKI;
• perairan yang akan ditetapkan adalah perairan yang berbatasan dengan
negara tetangga;
• adanya peraturan internasional yang melarang perairan tersebut untuk
ditetapkan sebagai perairan wajib pandu; dan
• resiko keselamatan dan keamanan pelayaran terkait adanya penolakan
dari pengguna jasa.

Pasal 8

Perairan pandu yang telah ditetapkan menjadi perairan wajib pandu atau
perairan pandu luar biasa, wajib disosialisasikan oleh pengawas
pemanduan kepada pengguna jasa dan pemangku kepentingan,
pemerintah daerah, serta instansi terkait lainnya
EVALUASI PENETAPAN PERAIRAN PANDU

Pasal 9

Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap perairan yang telah


ditetapkan sebagai perairan wajib pandu maupun perairan pandu luar
biasa untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun.
 
Evaluasi penetapan perairan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut terhadap:
• titik koordinat perairan pandu;
• verifikasi dan inventarisir ulang faktor-faktor yang mempengaruhi
keselamatan berlayar;
• kesesuaian status perairan pandu; dan
• kebutuhan terkait keselamatan, keamanan berlayar, perlindungan
lingkungan maritim, serta kelancaran berlalu lintas kapal.
 
Direktur Jenderal melaporkan hasil evaluasi kepada Menteri.
BAB IV
PETUGAS PANDU

PERSYAATAN MENJADI PETUGAS PANDU :


• Memiliki sertifikat pandu, sertifikat pengukuhan (endorsement) yang masih
berlaku, Kartu Identitas Pandu, buku saku pemanduanyang diterbitkan
oleh Direktur Jenderal;
• Memahami sistem dan prosedur atau protap pemanduan setempat;
• batas usia pandu khusus untuk Aparatur Sipil Negara berlaku sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Aparatur Sipil Negara;
• sehat jasmani dan rohani,
• melaporkan kegiatan pelayanan pemanduan setiap bulan kepada
pengawas pemanduan setempat berdasarkan buku saku yang dimiliki.
Pandu yang berusia lebih dari 60 (enam puluh) tahun dapat melaksanakan tugas
pemanduan setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal.
•  
Permohonan persetujuan disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan lampiran :
 kontrak kerja dan bukti perlindungan asuransi terhadap pandu;
 surat keterangan kesehatan pandu yang masih berlaku;
 surat rekomendasi dari pengawas pemanduan setempat.

Direktur Jenderal melakukan penilaian dan bila memenuhi persyaratan diberikan


persetujuan dalam bentuk sertifikat pengukuhan (endorsement).
 
Sertifikat pengukuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
memuat:
 nama pandu, nomor sertifikat, dan nomor identitas;
 masa berlaku sertifikat pengukuhan (endorsement) 1 (satu) tahun;
 lokasi pemanduan;
 keterangan jumlah kapal yang dipandu tidak lebih dari 3 (tiga) kapal per hari
dan/atau jam kerja tidak lebih dari 8 (delapan) jam;
 Kewajiban melaksanakan medical check up secara periodik setiap 6 bulan;
 kewajiban melaporkan kegiatan pelayanan pemanduan setiap bulan kepada
pengawas pemanduan setempat sesuai dengan bukti pemanduan pada buku
saku pandu yang dimiliki.

•  
PERSYARATAN MENGIKUTI PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN PANDU
PANDU TINGKAT II

1. Berijasah paling rendah ANT. III;


2. Mualim Kapal (Nahkoda diutamakan) kapal minimal GT 1.000 dan masa
layar 3 tahun;
3. Umur Minimal 30 Tahun dan Sehat Jasmani dan Rohani;
4. Dinyatakan lulus ujian masuk yang diselenggarakan Dirjen Hubla.
PANDU TINGKAT I

1. Berijasah paling rendah ANT. II;


2. untuk ANT. II telah memandu 2 tahun dan minimal 200 kapal atau total
GT kapal 600.000
untuk ANT. I telah memandu 1 tahun dan minimal 100 kapal atau total GT
kapal 300.000
3. Berbadan Sehat.
PANDU LAUT DALAM (DEEP SEA PILOT)
1. Berijasah ANT. I;
2. Pengalaman Nahkoda Min. 5 tahun atau telah memandu kapal sbg Pandu
Tk. I Min. 3 Tahun;
3. Berbadan sehat;
4. Lulus dalam seleksi pelatihan Pandu Laut Dalam.
KLASIFIKASI SERTIFIKAT DAN
PEMBATASAN PEMANDUAN

JENIS SERTIFIKAT PANDU BATASAN PEMANDUAN

1. Sertifikat Pandu Tingkat II; 1. Kapal Berukuran LOA < 200


m;
2. Sertifikat Pandu Tingkat I;
2. Ukuran Kapal tidak Terbatas;
3. Sertifikat Pandu Laut
Dalam.
3. Dapat memandu dengan sarat
15 meter atau lebih diluar
perairan pelabuhan.
• MOORING MASTER / POAC

• Pandu dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kapal tertentu dapat


mengembangkan kompetensinya dengan mengikuti pelatihan Mooring
Master/POAC (Person in Overall Advicer Control) yang dilaksanakan oleh
Direktur Jenderal berdasarkan silabus yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal
•   
• Pelaksanaan kegiatan pelayanan kapal tertentu yang menggunakan jasa
Mooring Master/POAC (Person in Overall Advicer Control) harus
menggunakan Mooring Master/POAC (Person in Overall Advicer Control)
yang memenuhi persyaratan dan telah disertifikasi oleh Direktur Jenderal.
•  
• Kegiatan pelayanan kapal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilaksanakan pada perairan yang telah ditetapkan maupun yang
belum ditetapkan sebagai perairan pandu.
•  
• Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai Mooring Master/POAC (Person in
Overall Advicer Control), diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.

•  
PELATIHAN PENYEGARAN
PELATIHAN PENYEGARANPETUGAS
PETUGASPANDU
PANDU

Petugas Pandu wajib mengikuti pelatihan penyegaran yang


dilaksanakan paling lama 1 kali dalam 2 tahun dalam hal :

• untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan dalam


melaksanakan tugasnya;

• adanya petugas pandu yang dalam waktu 1 (satu) tahun tidak


melakukan tugas pemanduan;

• adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang


berkaitan dengan pemanduan;

• perubahan peraturan terkait pemanduan dan kepelautan;

• mencegah adanya kejenuhan dalam melaksanakan tugas


pemanduan.
BAB V
BAB V
PENYELENGGARAAN PEMANDUAN DAN PENUNDAAN
PENYELENGGARAAN PEMANDUAN
KAPAL
Ps. 28
Pada perairan yang ditetapkan sebagai perairan wajib pandu, kapal berukuran tonase
kotor paling rendah GT 500 (lima ratus Gross Tonnage) wajib menggunakan
pelayanan jasa pemanduan.
 
Pada perairan yang ditetapkan sebagai perairan wajib pandu, pelayanan jasa
pemanduan dan penundaan kapal dapat diberikan kepada kapal berukuran
tonase kurang dari GT 500 (lima ratus Gross Tonnage) atas permintaan Nakhoda
atau atas perintah pengawas pemanduan setempat.
 
Pada perairan yang ditetapkan sebagai perairan pandu luar biasa pelayanan
pemanduan dan penundaan kapal dilakukan atas permintaan Nakhoda atau atas
perintah pengawas pemanduan setempat.
 
Pada perairan yang belum ditetapkan sebagai perairan wajib pandu/perairan pandu luar
biasa, pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal dapat diberikan atas
permintaan Nakhoda atau atas perintah pengawas pemanduan setempat.
 
Pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (4) diberikan atas dasar pertimbangan keselamatan, keamanan berlayar,
perlindungan lingkungan maritim, dan kelancaran berlalu lintas kapal.
BAB PEMANDUAN
PELAYANAN JASA V DAN
PENYELENGGARAAN
PENUNDAANPEMANDUAN
KAPAL
Pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan,
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, atau Unit Penyelenggara Pelabuhan.
 
Otoritas Pelabuhan, Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, atau Unit Penyelenggara
Pelabuhan dalam melakukan pelayanan jasa pemanduan, wajib memenuhi persyaratan:
• menyediakan SDM pemanduan antara lain : pandu dengan jumlah sesuai dengan
kunjungan kapal, operator radio pemanduan, awak kapal, sarana bantu pemanduan,
personil manajemen operasional pemanduan dan penundaan kapal;
• menyediakan sarana bantu pemanduan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan
ukuran dan jumlah kunjungan kapal;
• menyediakan prasarana pemanduan yang memenuhi persyaratan;

• memberikan pelayanan pemanduan secara wajar dan tepat sesuai sistem dan
prosedur pelayanan yang ditetapkan oleh pengawas pemanduan setempat;
• memenuhi standar kinerja pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal;
• melaporkan kegiatan pemanduan setiap 1 (satu) bulan kepada Direktur Jenderal; dan
• Otoritas Pelabuhan atau Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan mengusulkan tarif
untuk ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PELAYANAN JASA PEMANDUAN DAN
BAB V
PENUNDAAN KAPAL
PENYELENGGARAAN PEMANDUAN

Dalam hal Otoritas Pelabuhan, Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, atau


Unit Penyelenggara Pelabuhan belum menyediakan jasa pemanduan dan
penundaan kapal di perairan wajib pandu dan perairan pandu luar biasa yang
berada di alur-pelayaran dan wilayah perairan pelabuhan, pelaksanaan
pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal dapat dilimpahkan kepada
Badan Usaha Pelabuhan yang memenuhi persyaratan.
  
Dalam hal Otoritas Pelabuhan, Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, atau
Unit Penyelenggara Pelabuhan belum menyediakan jasa pemanduan dan
penundaan kapal di perairan wajib pandu dan perairan pandu luar biasa yang
berada di dalam wilayah perairan terminal khusus, pelaksanaan pelayanan
jasa pemanduan dan penundaan kapal dapat dilimpahkan kepada pengelola
terminal khusus yang memenuhi persyaratan.
 
Dalam hal pengelola terminal khusus tidak memenuhi persyaratan,
pelaksanaan pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal dapat
dilimpahkan kepada badan usaha pelabuhan terdekat yang memenuhi
persyaratan.
BAB PEMANDUAN
PELAYANAN JASA V DAN
PENYELENGGARAAN
PENUNDAANPEMANDUAN
KAPAL

Otoritas Pelabuhan, Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, atau Unit


Penyelenggara Pelabuhan dalam melaksanakan pelayanan jasa pemanduan
dan penundaan kapal dapat bekerjasama dengan badan usaha penyediaan
dan/atau pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal, dalam hal:
• perairan tersebut belum ditetapkan sebagai perairan wajib pandu atau
perairan pandu luar biasa;
• perairan tersebut telah ditetapkan sebagai perairan wajib pandu atau
perairan pandu luar biasa, namun belum ada pelimpahan pelaksanaan
pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal.
 
Kerjasama pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal bersifat
sementara, sampai Otoritas Pelabuhan, Kesyahbandaran dan Otoritas
Pelabuhan, atau Unit Penyelenggara Pelabuhan dapat melaksanakan
pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal.
 
Badan usaha penyediaan dan/atau pelayanan jasa pemanduan dan
penundaan kapal, wajib memenuhi persyaratan.
BAB PEMANDUAN
PELAYANAN JASA V DAN
PENYELENGGARAAN
PENUNDAANPEMANDUAN
KAPAL
Badan usaha penyediaan dan/atau pelayanan jasa pemanduan dan
penundaan kapal wajib memenuhi persyaratan administrasi dan teknis yang
meliputi :
• memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
• berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau
perseroan terbatas;
• memiliki akta pendirian perusahaan yang disahkan oleh Kementerian
Hukum dan HAM;
• memiliki keterangan domisili perusahaan;
• hasil evaluasi dan penelitian oleh Direktur Jenderal terhadap kelayakan
badan usaha untuk melaksanakan pelayanan jasa pemanduan dan
penundaan kapal.
• memiliki pandu yang memenuhi persyaratan paling sedikit 15 orang;
• memiliki kapal tunda yang memenuhi persyaratan paling sedikit 10 unit
dengan total daya minimum 20.000 daya kuda; dan
• memiliki kapal pandu yang memenuhi persyaratan paling sedikit 5 unit.
PELIMPAHAN KEWENANGAN PELAKSANAAN
PEMANDUAN

Pelimpahan pelaksanaan pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal


ditetapkan oleh Menteri.
 
Dalam pelimpahan pelaksanaan pelayanan jasa pemanduan dan penundaan
kapal, Menteri melimpahkan kepada Direktur Jenderal.
 
Persyaratan permohonan terhadap pelimpahan antara lain:
surat permohonan badan usaha pelabuhan/pengelola terminal khusus
kepada Direktur Jenderal yang dilengkapi antara lain dengan:
•bukti izin usaha pemohon;
•memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
•memiliki akta pendirian perusahaan yang disahkan oleh Kementerian Hukum
dan HAM;
•memiliki keterangan domisili perusahaan;
•data dan sertifikat sumber daya manusia pemanduan, sarana bantu dan
prasarana pemanduan yang disediakan untuk melaksanakan pemanduan dan
penundaan kapal pada perairan pandu yang dimohon.
surat rekomendasi dari Otoritas Pelabuhan, Kesyahbandaran dan Otoritas
Pelabuhan, atau Unit Penyelenggara Pelabuhan setempat.
Badan usaha pelabuhan, pengelola terminal khusus, dan badan usaha
penyediaan dan/atau pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal yang
melaksanakan pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal wajib:
• memberikan pelayanan pemanduan secara wajar dan tepat sesuai sistem
dan prosedur pelayanan yang ditetapkan oleh pengawas pemanduan
setempat.
• menjaga validasi sertifikasi sumber daya manusia pemanduan, sarana
bantu dan prasarana pemanduan;
• memenuhi standar kinerja pelayanan jasa pemanduan dan penundaan
kapal yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal, antara lain memenuhi tingkat
kecukupan dan kehandalan sumber daya manusia pemanduan, sarana
bantu dan prasarana pemanduan;
• melaporkan apabila terjadi hambatan dalam pelaksanaan pemanduan
kepada pengawas pemanduan;
• menetapkan tarif pemanduan dan penundaan kapal sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku;
• membayar kontribusi kepada negara berupa penerimaan negara bukan
pajak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku; dan
•melaporkan kegiatan pemanduan setiap 1 (satu) bulan kepada Direktur
Jenderal
BABIX
BAB X
EVALUASI PEMANDUAN
SANKSI

Pelaksanaan pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal dievaluasi


sebagai berikut:
•evaluasi berkala; dan
•evaluasi pelimpahan kembali.
 
Evaluasi berkala dilakukan oleh Syahbandar, Otoritas Pelabuhan,
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, dan Unit Penyelenggara Pelabuhan
setiap 6 (enam) bulan.
 
Evaluasi pelimpahan kembali, dilaksanakan oleh Direktur Jenderal setiap 2
(dua) tahun.
 
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam Berita
Acara dan dilaporkan kepada Direktur Jenderal.
 
Direktur Jenderal menetapkan tata cara pelaksanaan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
 
Evaluasi berkala, meliputi aspek keselamatan, pelayanan serta kinerja
pelaksanaan pemanduan dan penundaan kapal, antara lain:
kelaikan dan kelengkapan sertifikasi/perizinan sarana bantu dan prasarana
pemanduan;
pemenuhan persyaratan sumber daya manusia pemanduan;
pelaksanaan pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal secara wajar
dan tepat sesuai sistem dan prosedur pelayanan pemanduan dan penundaan
kapal yang ditetapkan;
pemenuhan standar kinerja pelayanan jasa pemanduan dan penundaan
kapal yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;
pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak jasa pemanduan dan
penundaan kapal sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
ketertiban dan kesesuaian laporan bulanan kegiatan operasional pelayanan
pemanduan dan penundaan kapal.

Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi tidak memenuhi persyaratan, Pengawas


Pemanduan dan/atau Otoritas Pelabuhan melaksanakan:
pembinaan terhadap pelaksanaan pemanduan dan penundaan kapal;
memberikan surat teguran kepada pelaksana pelayanan jasa pemanduan
dan penundaan kapal dengan tembusan Direktur Jenderal.
 
• Evaluasi pelimpahan kembali dilaksanakan oleh Direktur
Jenderal.
•  
• Evaluasi meliputi seluruh kewajiban pelaksana pelayanan jasa
pemanduan dan penundaan kapal.
•  
• Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi tidak memenuhi
persyaratan, Direktur Jenderal dapat memberikan sanksi kepada
pelayanan jasa pemanduan dan penundaan kapal.
•  
• Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi memenuhi persyaratan,
Direktur Jenderal menetapkan pelimpahan kembali.
BAB XI
BAB IX
SANKSI
SANKSI
Pandu yang melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugas
pemanduan dikenakan sanksi berupa tindakan administratif
antara lain:
 peringatan tertulis;
 tidak boleh memandu untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
tingkat kesalahan; dan
 pencabutan sertifikat pandu.
•  
• Operator radio pemanduan yang melakukan kesalahan dalam
memberikan informasi dikenakan sanksi berupa tindakan
administratif, antara lain:
 peringatan tertulis;
 tidak boleh mengoperasikan radio pemanduan untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan tingkat kesalahan; atau
 pencabutan sertifikat operator radio pemanduan.
• Direktur Jenderal melakukan pembinaan dan pengawasan teknis
terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini.

• Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, semua peraturan


perundang-undangan yang lebih rendah dari Peraturan Menteri
ini yang mengatur mengenai pemanduan dan penundaan kapal
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri
ini.

• Dengan berlakunya Peraturan Menteri Perhubungan ini, maka


Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 53 Tahun 2011
tentang Pemanduan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM 75 Tahun 2014, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai