Anda di halaman 1dari 18

UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH PEMBIAYAAN AGRIBISNIS

SKEMA PEMBIAYAAN AGRIBISNIS SYARIAH


KOMODITAS KEPITING SOKA

Kelompok 3
Alfirda Mawar Tanmala P (11160920000062)
Aulia Sekar Arum (11160920000066)
Juliana Putri Maulida (11160920000105)
Muhammad Rizki Fadillah (11160920000057)
Nur Faizah (11160920000095)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAR ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
JOB DESCRIPTION ANGGOTA KELOMPOK

1. Alfirda Mawar Tanmala P : Bab 2.1, Bab 3.1, Bab 3.2, Kesimpulan
2. Aulia Sekar Arum : Bab 1.1, Bab 1.2, Bab 3.1, Bab 3.2, Kesimpulan,
Saran
3. Juliana Putri Maulida : Bab 2.3, Bab 3.1, Bab 3.2
4. Muhammad Rizki Fadillah : Bab 2.2, Bab 3.1, Bab 3.2
5. Nur Faizah : Bab 1.3, Bab 3.1, Bab 3.2

i
DAFTAR ISI

JOB DESCRIPTION ANGGOTA KELOMPOK..................................................i


DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Permasalahan Permodalan Pada Usaha Budidaya Kepiting Soka .............. 1
B. Kondisi Penyaluran Pembiayaan Pada Usaha Budidaya Kepiting Soka ..... 2
C. Lembaga Keuangan yang Sudah Menyalurkan Pembiayaan Pada
Usaha Budidaya Kepiting Soka ................................................................... 3
BAB II TEORI PEMBIAYAAN ............................................................................ 5
A. Sistem Usaha Agribisnis Budidaya Kepiting Soka ..................................... 5
B. Jenis Pembiayaan Usaha Agribisnis Budidaya Kepiting Soka ................... 7
C. Jenis Lembaga Keuangan Usaha Agribisnis Budidaya Kepiting Soka ....... 8
BAB III SKEMA PEMBIAYAAN AGRIBISNIS ................................................ 9
A. Mekanisme Pembiayaan Usaha Budidaya Kepiting Soka .......................... 9
B. Lembaga Keuangan yang Cocok Sebagai Penyalur Pembiayaan
Usaha Budidaya Kepiting Soka ................................................................... 11
BAB IV PENUTUP.................................................................................................. 13
A. Kesimpulan .................................................................................................. 13
B. Saran ............................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR GAMBAR

1. Skema Akad Musyarakah Bank Muamalat ........................................................... 9


2. Skema Penyaluran Dana Akad Musyarakah Usaha Budidaya Kepiting Soka ...... 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Permasalahan Permodalan Pada Usaha Budidaya Kepiting Soka


Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan
luas perairan laut termasuk zona eksklusif Indonesia (ZEEI) sekitar 5,8 juta
kilometer persegi atau 75% dari total wilayah Indonesia. Dalam wilayah laut
tersebut terdapat lebih dari 17.500 pulau dan dikelilingi garis pantai sepanjang
81.000 Km yang merupakan garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada.
Kondisi geografis seperti ini menjadikan Indonesia memiliki kekayaan komoditas
perikanan yang melimpah; salah satu diantaranya yaitu kepiting bakau.
Selain dibudidayakan untuk menghasilkan ukuran yang besar, kepiting bakau
juga dibudidayakan dengan suatu metode sehingga dapat merekayasa masa ganti
kulitnya, yang produk akhirnya dikenal sebagai kepiting soka. Kepiting soka adalah
kepiting bakau yang dibudidayakan dan dilakukan pemanenan pada saat berganti
kulit (molting) sehingga cangkangnya menjadi lunak dan dapat dikonsumsi dengan
mudah. Kepiting soka dikenal pula dengan nama lain kepiting lunak (soft shell
crab) atau kepiting bakau lunak atau kepiting kulit lemburi.
Pembudidayaan kepiting soka selain memberikan pendapatan bagi masyarakat
pembudidaya sekaligus juga menjadi upaya rehabilitasi dan perlindungan
lingkungan pantai dari bahaya abrasi sehingga kelestarian bisa dijaga. Hal ini
dimungkinkan karena pembudidayaan kepiting soka umumnya dilakukan di
lingkungan atau di sekitar hutan bakau (mangrove) yang merupakan sumber utama
bahan baku kepiting soka.
Budidaya kepiting soka saat ini telah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia,
terutama di daerah-daerah pantai yang merupakan habitat hutan bakau (mangrove).
Saat ini kegiatan usaha budidaya kepiting soka telah mulai tersebar di beberapa
lokasi di Indonesia yang memiliki perairan pantai (payau) dan terutama memiliki
kawasan hutan bakau, seperti Banda Aceh, Makassar, Pulau Bali, dan Nusa
Tenggara, dan perairan pantai utara (pantura) Jawa antara lain di Kabupaten/Kota
Karawang, Sidoarjo, Pemalang, Demak, Jepara, Rambang. Di perairan pantai
selatan (pansela) Jawa juga telah dilakukan budidaya kepiting soka oleh beberapa
petani tambak, misalnya di Kota Cilacap.
Untuk melakukan usaha budidaya kepiting soka ini, petani tambak banyak
mengalami kendala. Salah satunya yaitu ketersediaan benih yang jumlahnya sedikit
sehingga tidak dapat diproduksi secara massal, sehingga produksi yang
dihasilkannya sedikit sedangkan besarnya biaya tetap usaha budidaya kepiting soka
ini harus tetap dibayarkan. Oleh sebab itu, secara biaya usaha ini menjadi tidak
efisien. Lokasi usaha budidaya kepiting soka yang jauh dari sumber benih juga
menyebabkan petani tambak selalu kehabisan benih. Hal tersebut karena adanya
persaingan antara kepiting yang dijadikan untuk benih maupun konsumsi.
Sedikitnya persediaan benih kepiting menyebabkan harga benih kepiting soka
menjadi naik. Pemeliharaan yang cukup lama dan waktu berganti kulit (molting)
yang tidak bersamaan serta tingginya kematian kepiting menjadi masalah utama
dalam memproduksi kepiting soka. Kondisi tersebut membuat petani tambak
mengharuskan pengawasan yang ketat selama periode pemeliharaan. Ditambah lagi

1
saat pemanenan kepiting soka harus segera dilakukan kurang dari 4-6 jam, karena
benih kepiting yang sudah molting akan kembali mengeras dan bisa lepas dari
keranjang.
Selain dari masalah produksi, terdapat kendala pada permodalan dari usaha
budidaya kepiting soka ini. Biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk
melakukan usaha budidaya kepiting soka cukup besar diantaranya yaitu untuk sewa
tambak, keramba bambu, dan cold storage. Tingginya risiko yang dihadapi oleh
pengusaha budidaya kepiting soka ini menyebabkan keengganan perbankan
menyalurkan kredit. Selain itu, fasilitas dan infrastruktur di lokasi tambak yang
juga belum memadai. Sulitnya akses, persyaratan yang sulit, hingga ketidaktahuan
masyarakat tentang lembaga pendanaan menjadi beberapa faktor petani tambak
kepiting soka tidak mengurus kredit ke perbankan.

B. Kondisi Penyaluran Pembiayaan Pada Usaha Budidaya Kepiting Soka


Saat ini 85% pelaku usaha kelautan dan perikanan yang ada masuk ke dalam
kelompok mikro dan kecil. Dirjen Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar
mengatakan, kemampuan literasi keuangan masyarakat nelayan dan pesisir baru
mencapai kisaran antara 25 hingga 32%. Fakta tersebut membuat nelayan dan
pengusaha budidaya perikanan masih menggantungkan usahanya pada permodalan
sendiri, penyisihan keuntungan usaha, meminjam dari anggota keluarga, atau dari
sumber keuangan informal lain. Untuk itu, bantuan permodalan bagi para
pengusaha di bidang kelautan dan perikanan menjadi sangat penting, termasuk
usaha budidaya kepiting soka.
Tahun 2018, Presiden Joko Widodo meresmikan LKM (Lembaga Keuangan
Mikro) untuk nelayan dan pengusaha di bidang perikanan seperti usaha budidaya
kepiting, udang, dan lainnya. LKM ini adalah lembaga dibawah Kementerian
Kelautan dan Perikanan yang memiliki fungsi untuk menyediakan ruang bagi
nelayan dan pengusaha perikanan yang ingin mengajukan pembiayaan untuk modal
dengan pemberian bunga pinjaman yang rendah sebesar 7%. LKM ini terbentuk
dari kegiatan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), Koperasi Simpan Pinjam
serta Koperasi Usaha dan Kelompok Usaha Kelautan dan Perikanan, BPR Pesisir
dan BPRS Pesisir (KKP, 2018).
Pelaku usaha kelautan dan perikanan seperti pengusaha budidaya kepiting soka
yang ingin mengakses pinjaman atau pembiayaan dana bergulir BLU LPMUKP
(Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan)
dapat memilih pola pinjaman konvensional atau pembiayaan syariah. Setiap
pemohon wajib mengajukan proposal pinjaman atau pembiayaan dana bergulir
BLU LPMUKP yang terdiri dari dua komponen yaitu kelengkapan dokumen dan
proposal itu sendiri. Dokumen proposal pinjaman sekurang-kurangnya berisi
tentang profil usaha, rencana bisnis pengelolaan dana bergulir BLU LPMUKP serta
dilampiri dengan sejumlah dokumen pendukung. Lembaga Keuangan Mikro
Nelayan memberikan pinjaman pada usaha skala mikro (batas maksimum pinjaman
sebesar Rp. 50 Juta) hingga usaha skala kecil (batas maksimum pinjaman sebesar
Rp. 500 Juta).
Terkait pinjaman/pembiayaan yang diberikan BLU LPMUKP, LPMUKP
memberikan pinjaman dengan persyaratan LKM dapat mempertahankan rata-rata
pinjaman kepada nelayan, pembudidaya, petambak garam, serta para pelaku usaha
kelautan dan perikanan maksimum Rp. 50 Juta per peminjam. Batas waktu

2
peminjam harus mengembalikan pinjaman dipengaruhi oleh siklus usahanya. Untuk
usaha budidaya kepiting soka sendiri, akan disesuaikan waktu pengembalian
pinjamannya sesuai dengan jangka waktu panen.

C. Lembaga Keuangan yang Sudah Menyalurkan Pembiayaan Pada Usaha


Budidaya Kepiting Soka

1) Koperasi
Kalimantan utara memiliki lahan perairan bakau yang luas, lahan untuk
budidaya kepiting soka di Kaltara sebanyak sekitar 200 ribu hektar, namun lahan
yang difungsikan belum di garap dengan maksimal. Selama ini nelayan mengambil
kepiting soka masih berasal dari alam dikarenakan belum adanya budidaya
pembibitan. Jika hal tersebut terus dilakukan, maka kepiting tersebut akan sulit
berkembang dan dikhawatirkan akan punah. Untuk mengatasi kepunahan kepiting
soka tersebut, menteri kelautan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen KP)
Nomor 56 Tahun 2016 tentang larangan penagkapan dan/atau pengeluaran Lobster,
Kepiting, dan Ranjungan dari Wilayah Indonesia.
Dalam mendukung Permen Kelautan diatas, maka Koperasi Produsen Nelayan
Kalimantan Utara atau Koperasi Nelayan, melakukan pembiayaan dalam bentuk
bukan uang yaitu bibit kepiting soka. Budidaya penetasan telur induk Kepiting
bakau menghasilkan atau menetaskan rata-rata 1.566.000 larva per satu induk
kepiting. Budidaya penetasan telur induk Kepiting bakau berkerja sama dengan
BBAP Jepara, bibit yang dihasilkan dan sudah diberikan kepada anggota koperasi
pada periode tanggal 28 Februari 2018 sekitar 85.000 ekor yang ditebar di alam.
Selanjutnya pada periode tanggal 27 April 2018 Koperasi menebar bibit kepiting
bakau ke tambak penelitian kerjasama dengan Universitas Borneo sebanyak 19.200
ekor.

2) Bank
PT. Bank Bukopin Tbk melalui program Jangkau, Sinergi dan Guideline atau
jaring yag diinisiasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat perseroan
mendorong pembiayaan ke sektor perikanan dan kelautan yang merupakan salah
satu sektor prioritas utama bagi perseroan hal ini, sejalan dengan komitmen
pemerintah unutk memperkuat industri kemaritiman dan kelautan nasional.
Kegiatan program Jangkau, Sinergi dan Guideline atau JARING merupakan
program dukungan pembiayaan kemaritiman yang digulirkan oleh OJK dan
Kementrian Kelautan dan Perikanan bersama Bank Bukopin salah satunya. Total
pembiayaan ke sektor perikanan dan kelautan yang digulirkan Bank Bukopin telah
mencapai Rp. 2,99 Triliun. Kredit yang disalurkan perseroan ke sektor tersebut
menjangkau hulu penangkapan, hulu budidaya, serta hulu pengolahan dan jasa
produksi serta penyaluran kredit ke sektor hilir baik ke industri pengolahan maupun
jasa produksi dan jasa pemasaran. Pembiayaan perikanan sampai September 2017
penyaluran kredit perikanan perseroan mencapai RP. 62,3 Miliar, angka tersebut
diyakini masih akan terus bertambah karena saat ini Bank Bukopin memiliki
potensi bisnis di pembiyaan perikanan yang cukup menjanjikan, terutama di sektor
bisnis perdagangan ekspor hasil perikanan (budidaya dan perdangan ekspor
kepiting soka) dan perdagangan besar dalam negeri hasil perikanan (perdagangan
kepiting soka).

3
Selain itu, Pelaku kegiatan usaha budidaya kepiting soka di Kabupaten
Pemalang adalah para petani tambak yang tergabung dalam kelompok Tani Mino
Tulus, yang berlokasi di Desa Mojo, Kecamatan Ulujami melakukan usaha
budisaya dengan sumber modal usaha berupa gabungan antara modal sendiri dan
modal pinjaman dari bank (untuk modal kerja). Beberapa pembudidaya pernah
mendapat pembiayaan dari PT BRI dengan jenis pembiayaan berupa PKBI, KUR,
KKPF untuk beberapa periode kegiatan. Beberapa orang anggota kelompok tani
Mino Tulus mendapat kredit modal kerja dari program KUR dengan masa
pengembalian 2 tahun dan tingkat bunga 14%.

3) Lembaga Lainnya
Desa Karangsong di Kecamatan/Kabupaten Indramayu menjadi desa pertama
yang memiliki Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Nelayan yang dikelola langsung
oleh Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP) yaitu
Badan Layanan Umum (BLU) di bawah kementrian Kelautan dan Perikanan
(KKP). LKM merupakan lembaga pembiayaan usaha mikro nelayan yang memiliki
skema yang sangat mudah dengan pola syariah dan tingkat bunga konvensional
sebesar 3% per tahun. Dalam praktiknya LKM menyalurkan pinjaman kepada
pelaku usaha dibatasi pada tingkat bunga 7% per tahun. Hingga 30 Mei 2018,
LPMUKP telah menyalurkan kredit sebesar Rp. 132,5 Miliyar kepada 6.625 pelaku
usaha kelautan dan perikanan salah satunya kepiting soka. LKM nelayan yang
disebut juga sebagai bank mikro nelayan, mempunyai bunga yang lebih rendah,
tanpa agunan, dan mengutamakan pendampingan untuk nelayan.
Selain itu, pembudidaya kepiting soka di Kabupaten Pemalang yang tergabung
dalam kelompok Tani Mino Tulus, mendapatkan modal investasi yakni seluruh
anggota kelompok Tani Mino Tulus mendapat bantuan modal investasi berupa
pinjaman keranjang kepiting (crab box) sebanyak 10.000 unit per hektar dari
perusahaan pembeli produk kepiting sokanya yakni PT Tonga Tiur Putera di
Kabupaten Kendal. Pengembalian pinjaman dilakukan dalam bentuk pemototngan
nilai penjualan kepiting soka sebanyak 5% untuk setiap kali penjualan kepiting
soka (pengiriman produk ke perusahaan PT Tonga Tiur Putera) tanpa pemberlakuan
bunga pinjaman. Untuk 10.000 unit keranjang kepiting soka, nilai pinjamanya
adalah sebesar Rp. 120.000.000,-.

4
BAB II
TEORI PEMBIAYAAN

A. Sistem Usaha Agribisnis Budidaya Kepiting Soka


Sistem agribisnis merupakan semua kegiatan mulai dari pengadaan, penyaluran
sarana produksi hingga pemasaran produk-produk pertanian dan agroindustri yang
berkaitan satu dengan lainnya. Di Indonesia dikenal ada 2 macam kepiting sebagai
komoditi perikanan yang diperdagangkan/ Komersial ialah kepiting bakau atau kepiting
lumpur; dalam perdagangan internasional dikenal sebagai “Mud Crab” dan ada juga
kepiting laut atau rajungan yang nama internasionalnya “Swimming Crab”. Kepiting
soka atau asoka adalah kepiting bakau yang sedang mounting atau berganti cangkang.
Setiap 20 hari, kepiting melepaskan cangkang karena tidak sesuai lagi dengan ukuran
tubuh yang terus membesar. Di hari ke-19, cangkang lama terlepas, dan cangkang baru
belum mengeras, Saat itulah kepiting dipanen. Sistem agribisnis terdiri dari 5
subsistem,yaitu Subsistem pengadaan barang dan sarana produksi (Subsistem faktor
input ), Subsistem on farm (usahatani), Subsistem Pengolahan, Subsistem Pemasaran
dan Subsistem penunjang. Berikut ini adalah Subsistem Kepiting Soka :

1. Subsistem Pengadaan Barang dan Sarana Produksi


Dalam proses pembudidayaan kepiting soka dibutuhkan fasilitas dan sarana
produksi diantaranya adalah lahan untuk tambak, keramba pengangkutan, pengaturan
sirkulasi air, bibit kepiting, pakan, obat-obatan dan freezer/cold strorage untuk
penyimpanan setelah panen.

2. Subsistem Usaha Tani


a) Tahap persiapan tambak
1) Pilih Lokasi yang Tepat
Pilih lokasi yang airnya bersih, jernih dan tidak tercemar dengan tingkat
salinitas 15 sampai 35 ppt, suhu air 24 sampai 32 derajat celcius, oksigen
terlarut minimal 3 ppm dan pH air 6,5 sampai 8,5.Lokasi paling bagus
membangun bisnis ini adalah pertambakan yang di sekitarnya tumbuh
tanaman mangrove. Biasanya tanah tambak yang digunakan adalah lumpur
berpasir dan kedalaman tidak kurang dari 80 cm
2) Siapkan Peralatan
Siapkan peralatan-peralatan yang dibutuhkan untuk budidaya kepiting
soka seperti salinometer, termometer, pH meter serta tes kit untuk mengukur
kualitas air.
3) Pilih Bibit yang Bagus
Pastikan bahwa bibit yang dipilih adalah bibit-bibit yang baik untuk
budidaya. Pilihlah bakal kepiting soka yang bagus untuk proses pembibitan
yaitu yang memiliki berat 0,1 ons sampai 0,5 ons.
4) Buat Kandang untuk Kepiting Soka
Kandangnya berupa kotak-kotak dengan ukuran 15 cm x 15 cm x 20 cm.
Kemudia kotak-kotak itu diletakkan di bawah permukaan tambak. Buat juga
jalan yang terbuat dari bambu di antara tatanan kotak-kotak tersebut untuk
memudahkan para petani melakukan pengamatan.

5
b) Tahap Pemeliharaan Kepiting
Perkembangan laju kenaikan bobot kepiting sangat bervariasi, tergantung dari
kondisi individual kepiting. Pemeliharaan bibit kepiting dilakukan hingga target
bobot badannya terpenuhi, umumnya sekitar 15 hari. Kepiting yang gemuk akan
mudah mengalami molting. Kepiting yang bobotnya sudah layak untuk memasuki
tahap molting selanjutnya bisa langsung dipotong capit dan kaki jalannya. Setelah
pemotongan selesai, kepiting dimasukkan ke dalam keramba. Pemotongan kaki jalan
dan capit kepiting memiliki beberapa tujuan, yaitu mencegah kepiting keluar dari
keranjang, saling memangsa dan merangsang pertumbuhan organ baru. Terkait
dengan peristiwa molting, pemotongan menyebabkan kepiting menjadi stress. Oleh
karena itu, kepiting menjadi terangsang untuk melakukan molting.

c) Tahap Penebaran Benih


Setelah pemotongan capit dan kaki jalan, kepiting disiram kembali dengan air
asin. Untuk mencegah stress, penebaran dilakukan pada pagi hari atau menjelang
petang. Pertama, kepiting dimasukkan ke dalam keranjang soliter. Kemudian
keranjang tersebut ditata di atas bambu yang lebarnya telah disesuaikan dengan
panjang keranjang. Setiap keranjang hanya berisi satu ekor kepiting untuk
menghindari kanibalisme antara kepiting dalam keranjang.

d) Tahap Pemberian Pakan


Pakan yang diberikan dapat berupa ikan rucah, keong mas atau bekicot. Sebelum
diberikan ke kepiting, pakan dicincang terlebih dahulu agar kepiting mudah
memakannya. Karena kepiting termasuk hewan nokturnal, pemberian pakan
dilakukan pada sore hari dengan frekuensi pemberian satu kali dalam sehari

e) Tahap Panen dan Pasca Panen


Setelah masa pemeliharaan mencapai 15-20 hari, kepiting biasanya sudah
melakukan molting, meskipun tidak serentak. Oleh karena itu, diperlukan
pengontrolan ke dalam setiap sekat untuk menghindari terlewatkannya kepiting
molting. Pengontrolan sebaiknya dilakukan pada saat pergantian waktu malam dan
siang hari. Hal ini disebabkan salah satu factor pemicu molting adalah perubahan
suhu dari dingin ke panas atau sebaliknya.
Panen dilakukan dengan memperhatikan secara cermat kondisi kepiting. Pada
saat proses moltingberjalan, kepiting tidak boleh dipegang atau diangkat. Hal ini
karena kepiting membutuhkan tenaga dan gerakan yang cukup kuat untuk
melepaskan cangkang lamanya sehingga kondisi kepiting dalam keadaan lemah.
Kepiting yang telah melepaskan cangkangnya harus segera diangkat. Keterlambatan
mengangkat dalam waktu lebih daro 4-6 jam setelah molting bisa mengakibatkan
kulit kepiting mengeras kembali.
Oleh karena itu, kepiting cangkang lunak yang telah dipanen harus segera
dimasukkan ke dalam air tawar untuk memperlambat proses pengerasan cangkang.
Perendaman dalam air tawar juga berfungsi untuk memberikan kepiting kesempatan
untuk mengabsorbsi air ke dalam tubuhnya. Setelah melakukan perendaman dalam
air tawar selama 25-30 menit, kepiting dimasukkan dalam cold storage dengan
lapisan bawah dan atas wadah pengangkutan diberi kain basah agar badan kepiting
tidak mudah kering dan mengeras. Selain bisa menjaga kelembaban ruang, kain

6
basah juga berfungsi untuk menjaga agar badan kepiting yang lunak tidak rusak
akibat bersinggungan dengan wadah.

3. Subsistem Pengolahan
Kepiting soka harus disimpan dalam suhu rendah agar tetap fresh dan
cangkangnya tidak mengeras kembali. Kepiting soka dapat diolah menjadi beberapa
makanan diantaranya abon kepiting, peyek kepiting atau dimasak kepiting saus
padang, saus tiram dan saus lada hitam.

4. Subsistem Pemasaran
Permintaan akan kepiting soka kian meningkat hal ini disebabkan karena
kepiting soka dapat dikonsumsi secara keseluruhan. Permintaan kepiting yang
meningkat terjadi dipasar domestic maupun ekspor. Untuk pasar domestic
permintaan terbesar berasal dari restaurant dan rumah makan seafood serta hotel-
hotel yang berada di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Kepiting soka dari
Indonesia ii telah diekspor ke beberapa negara diantaranya Hongkong, Singapura,
dan China.

5. Subsistem Pendukung
Subsistem ini adalah penunjang dari kegiatan pra panen dan pasca panen dari
Kepiting Soka yaitu : Koperasi, Bank Konvensional, Bank Syariah, maupun dari
Lembaga Keuangan Mikro.

B. Jenis Pembiayaan Usaha Agribisnis Budidaya Kepiting Soka


1) Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan dana awal pendirian usaha. Komponen biaya investasi dalam kegiatan
usaha budidaya kepiting soka meliputi komponen biaya yang terkait dengan
kegiatan persiapan, proses budidaya dan output budidaya. Komponen biaya
investasi pada kegiatan persiapan budidaya, adalah biaya pembelian lahan
tambak, perizinan, persiapan lahan tambak. Kompoenen biaya investasi yang
terkait proses budidaya adalah keranjang bibit, biaya rumah jaga, rakit paralon,
jembatan kontrol yang terbuat dari bambu, keranjang kepiting (crab box), genset
dna alat penerangan, pompa air, gunting, ember, tang, sarung tangan, dan senter.
Serta adapun komponen biaya investasi yang terkait dengan output budidaya
yaitu timbangan duduk/meja kapasitas 10 Kg, timbangan atas kapasitas 50 Kg,
keranjang panen, keranjang cadangan, freezer/cold storage kapasitas 100 Kg,
dan handuk (untuk alas dan penutup kepiting saat pemasaran).

2) Biaya Operasional
Biaya operasional adalah seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam
proses produksi. Biaya operasional atau modal kerja dalam usaha budidaya
kepiting soka dibedakan menjadi dua kategori,yaitu biaya tetap dan biaya
variabel. Komponen biaya variabel kegiatan budidaya kepiting soka meliputi
bibit kepiting soka, pakan yang berupa ikan rucah, tenaga kerja, solar dan oli.
Sedangkan komponen biaya tetap dalam kegiatan kepiting soka meliputi
perbaikan rumah jaga, biaya listrik, biaya telepon dan penyusutan.

7
Sedangkan, fasilitas pembiayaan pada usaha budidaya kepiting soka, secara garis besar
terdiri dari tiga fasilitas, yakni:
1. Kredit Modal Kerja (KMK) yaitu kredit untuk modal kerja perusahaan dalam
rangka pembiayaan aktiva lancer perusahaan seperti pembelian bahan baku,
piutang dan lain-lain;
2. Kredit Investasi (KI) yaitu kredit dengan jangka waktu menengah atau
panjang yang diberikan kepada usaha-usaha guna merehibilitasi,
modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, misalnya untuk
pembelian mesin, bangunan, dan tanah untuk pabrik;
3. Kredit Konsumtif (KK), yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan
konsumsi berupa barang dan jasa dengan cara membeli, menyewa atau
dengan cara lain.

C. Jenis Lembaga Keuangan Usaha Agribisnis Budidaya Kepiting Soka


1. Koperasi
Koperasi berasal dari bahasa Latin yakni ‘coopere’ yang dalam bahasa
Inggris disebut dengan ‘cooperation’. Co mengandung arti ‘bersama’, sedangkan
operation artinya ‘bekerja’. Maka secara terminologi, koperasi atau cooperation
dapat diartikan sebagai ‘kerja sama’. Koperasi adalah sebuah organisasi
ekonomi yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan
bersama (Arthur, 2003). Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang
perkoperasian, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang
atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiataannya berdasarkan
prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas
asas kekeluargaan. Lalu, menurut UU No. 25 Tahun 1992, tujuan koperasi
adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya serta turut serta membangun tatanan perekonomian nasional dalam
rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur.

2. Bank
Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan
dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan
menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote (Hoggson, 1926). Kata
bank berasal dari bahasa Italia banca, berarti tempat penukaran uang (Bouvier,
1856). Sedangkan menurut undang-undang perbankan, yaitu Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.Menurut Bank Indonesia sesuai UU Perbankan 1992,
struktur perbankan di Indonesia terdiri atas bank umum dan BPR. Perbedaan
utama bank umum dan BPR adalah dalam hal kegiatan operasionalnya. BPR
tidak dapat menciptakan uang giral, dan memiliki jangkauan dan kegiatan
operasional yang terbatas. Selanjutnya, dalam kegiatan usahanya dianut dual
bank system, yaitu bank umum dapat melaksanakan kegiatan usaha bank
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Sementara prinsip kegiatan
BPR dibatasi pada hanya dapat melakukan kegiatan usaha bank konvensional
atau berdasarkan prinsip syariah.

8
BAB III
SKEMA PEMBIAYAAN AGRIBISNIS

A. Mekanisme Pembiayaan Usaha Budidaya Kepiting Soka


Berdasarkan hasil analisis dari beberapa kasus usaha budidaya kepiting soka,
maka kami akan membuat skema pembiayaan yang di peruntukkan khusus bagi para
pengusaha budidaya kepiting soka. Skema ini diperuntukkan kepada pengusaha yang
bergerak dibidang pembudidayaan agar usahanya dapat berkembang dengan dukungan
modal dari lembaga pembiayaan, salah satunya seperti koperasi simpan pinjam dan
pembiayaan syariah. Penyaluran dana menggunakan akad musyarakah, dengan
pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah
disepakati. Pembayaran angsuran dapat dilakukan dengan cara mencicil atau
pembayaran jatuh tempo sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Tujuan
penyaluran dana kepada nasabah adalah untuk meminjamkan modal usaha dan
pengembangan usaha nasabah. Berikut ini adalah skema penyaluran dana dengan akad
musyarakah menurut Bank Muamalat:

Gambar 3.1 Skema Akad Musyarakah Bank Muamalat

Sumber: Bank Muamalat Indonesia, 2017.

Keterangan:
1. Pihak petani mengajukan pembiayaan kepada pihak perbankan dengan akad
musyarakah dengan profit loss sharing.
2. Petani dan pihak perbankan bersama untuk mengelola dan mengawasi
proyek yang didanai bersama. Petani mengelola proyek dan menghasilkan
barang yang telah dipesan oleh bank.
3. Kualitas cash flow, serta dewan pengawas syariah dan penyuluh pertanian
membantu untuk pengawasan, baik dari aspek fiqih, aspek ekonomi, maupun
aspek budidaya.
4. Pada akhir masa panen, hasil dibagikan sesuai kontrak awal. Bagi bank, akad
ini memungkinkan bank untuk dapat menghasilkan keuntungan secara
periodik setiap tahunnya. Bagi nasabah, bank Islam pada akad ini akan terus
memacu nasabah untuk terus berinvestasi pada sektor yang halal dan sesuai
dengan Islam. Dengan adanya musyarakah ini, maka nasabah akan semakin
terpacu untuk dapat memiliki proyek yang memang diinginkannya sehingga

9
bank Islam pada akhirnya dapat melepaskan keikutsertaannya dalam proyek
tersebut, dan diharapkan dengan adanya skim musyrakah yang menurun ini,
maka kesetaraan dalam distribusi bagi hasil akan tercapai.

Dari skema pembiayaan bank muamalat diatas, kami membuat skema


pembiayaan dengan akad musyarakah untuk usaha budidaya kepiting soka, berikut
adalah skema dan mekanisme pembiayaannya :

Gambar 3.2 Skema Penyaluran Dana Akad Musyarakah Usaha Budidaya Kepiting Soka

1. Pengajuan Pembiayaan
Langkah awal sebelum pengajuan pembiayaan musyarakah adalah
melakukan pendaftaran anggota. Nasabah harus menyediakan fotokopi kartu
Identitas (KTP/SIM) kemudian membayar biaya administrasi sebagai simpanan
pokok sebesar Rp 50.000,00. Setelah itu mengisi formulir permohonan menjadi
anggota koperasi. Adapun data pribadi yang harus diisi dalam formulir tersebut
adalah nama, alamat, nomor telepon, status pernikahan, jenis pekerjaan, agama,
tempat, tanggal lahir, identitas, nomor identitas, pendidikan, penghasilan, nama
ibu kandung, nama ahli waris, dan hubungan keluarga. Tahap selanjutnya adalah
mengisi formulir pembiayaan sesuai jenis akad musyarakah yang dipilih.
Adapun formulir yang disediakan pihak costumer service, sebagai berikut

a) Data Diri
Meliputi nama sesuai KTP/KK, nomor KTP/KK, alamat KTP,
alamat tempat tinggal, status kepemilikan, agama, dan nomor telefon.

b) Data Penghasilan
Meliputi tipe penghasilan, pekerjaan, nama perusahaan, jabatan,
gaji/penghasilan, angsuran per bulan yang telah dimiliki, kebutuhan
hidup perbulan, nominal pengajuan, jangka waktu, dan penggunaan.

10
c) Data Jaminan
Meliputi jenis jaminan, nomor sertifikat, jenis kendaraan (jika
berupa kendaraan), nomor polisi serta melampirkan fotokopi KTP
rangkap dua, Kartu Keluarga (KK), sertifikat, BPKB dan STNK, dan slip
gaji dua bulan terakhir.

2. Survei Pengajuan Musyarakah


Pada tahap ini pihak bagian kredit koperasi akan menganalisis formulir
pengajuan pembiayaan sesuai dengan jenis pembiayaan musyarakah yang
dikehendaki peminjam. Dalam hal ini, terbuka ruang negosiasi antara peminjam
dan pihak kredit koperasi. Pihak peminjam akan di wawancarai oleh pihak kredit
koperasi mengenai tujuan peminjaman. Setelah itu pihak kredit koperasi akan
mempresentasikan kesepakatan kerja sama musyarakah tersebut pada jajaran
pengurus untuk disetujui pendanaannya. Dalam hal ini, pihak kredit koperasi
harus meyakinkan pengurus agar mau menyetujui kerja sama musyarakah
tersebut.

3. Mekanisme Realisasi Pembiayaan


Setelah disetujui maka peminjam akan diberikan buku tabungan yang
berisi uang pembiayaan. Biasanya dana pinjaman akan cair setelah lima hari
kontrak kerja sama disetujui. Buku tabungan tersebut juga berfungsi untuk
melakukan pembiayaan pembayaran.

4. Mekanisme Pemeriksaan Usaha


Kontrak musyarakah dilakukan dengan jangka panjang, pihak kredit
memeriksanya sesuai dengan siklus perputaran uang atau keuntungan, bisa per
bulan atau beberapa bulan. Tahap pemeriksaan ini sekaligus sebagai waktu
penarikan bagi hasil. Pelaporan dilakukan secara sederhana dan dilakukan
dengan asas kepercayaan antara pihak koperasi dan peminjam.

5. Mekanisme Pembagian Nisbah/Bagi Hasil


Akad musyarakah yang dilakukan menggunakan model bagi hasil
revenue sharing, baik dalam hal pembiayaan maupun tabungan. Nisbah diambil
dari keuntungan yang sudah dikurangi biaya pokok namun belum dikurangi
biaya operasional atau administrasi.

B. Lembaga yang Dianggap Cocok Sebagai Penyalur Pembiayaan Usaha Budidaya


Kepiting Soka

Kepiting adalah salah satu komoditas perikanan yang banyak terdapat di


perairan pantai Indonesia yang saat ini mulai diperhitungkan eksistensinya di dalam
dunia bisnis perikanan. Berbagai spesies kepiting yang selama ini hanya ditangkap oleh
para pengumpul dan kemudian menjadi komoditas perdagangan antar daerah atau antar
pulau, kini dapat lebih ditingkatkan manfaatnya melalui kegiatan usaha budidaya,
sehingga kepiting dapat memiliki nilai tambah yang lebih baik.
Terdapat beberapa tantangan usaha budidaya kepiting soka yang penting untuk
diperhatikan dan disikapi dengan baik. Pada aspek produksi, ketersediaan keranjang
kepiting masih terbatas dipasaran dan adanya kecenderungan penurunan luasan hutan

11
mangrove di Indonesia. Dari segi pemasaran tidak terdapat tantangan yang berarti
karena potensi pasar yang sedemikian besar serta harga pasar output (kepiting soka)
yang tinggi menjadi insentif yang baik bagi petani pembudidaya kepiting soka untuk
mengembangkan usahanya. Namun, yang perlu diperhatikan pada masa yang akan
datang muncul ketentuan baru atau peraturan yang terkait dengan teknis budidaya dan
akhirnya mempengaruhi sikap konsumen, terutama pasar ekspor adalah terkait dengan
teknis pemotongan kaki dan capit kepiting dalam proses produksi (budidaya).
Di Indonesia terdapat beberapa masalah terkait usaha budidaya kepiting soka.
Salah satunya adalah budidaya kepiting soka terimpit peraturan Menteri yang mengacu
pada Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2015 tentang
Penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan, kepiting soka harus memenuhi standar
ukuran berat minimal 150 gram. Faktanya, negara-negara tujuan ekspor, seperti
Hongkong dan Tiongkok, menyukai kepiting soka dengan ukuran di bawah 120 gram.
Bertolakbelakangnya peraturan Menteri tentang standar ukuran berat minimal kepiting
soka sebesar 150 gram dengan tren permintaan pasar ekspor yang menginginkan standar
ukuran di bawah 120 gram tersebut membuat para petambak cukup kesulitan
memasarkan hasil produksi kepiting soka mereka ke luar negeri. Hal itu menyebabkan
produksi dalam negeri menumpuk, sedangkan pasar dalam negeri juga tidak besar.
Petambak yang tidak mampu bertahan akhirnya beralih usaha. Mereka terlilit
sewa lahan yang tinggi dan terpaksa gulung tikar. Dalam hal itu, banyak para petambak
yang kesulitan untuk meminjam kredit ke BPR karena kebanyakan petambak kepiting
soka di Indonesia merupakan petambak dengan skala usaha budidaya yang kecil,
sehingga seringkali jika petambak ingin meminjam ke BPR mereka tidak lolos
administratif awal karena berbagai analisis kelayakan usaha yang dinilai tidak memiliki
prospek jangka panjang yang baik dan dianggap skala usahanya terlalu kecil sehingga
tidak dapat memberikan keuntungan yang banyak bagi Bank selaku pihak pengada
pembiayaan. Selain itu, besarnya bunga yang ditentukan oleh BPR juga menyulitkan
para petambak yang meminjam modal.
Dalam kasus pembiayaan usaha budidaya kepiting soka khususnya bagi para
petambak skala kecil, ada salah satu lembaga non-bank yang memiliki peran suportif
dalam pengadaan peminjaman modal usaha budidaya kepiting soka, yaitu koperasi
simpan pinjam dan pembiayaan syariah. Deputi Direktur Pengawasan Perbankan
Syariah OJK Iskandar mengatakan saat ini OJK sudah membuat kelompok kerja
bersama Dewan Syariah Nasional untuk mendorong pengembangan akad. Sehingga
lembaga keuangan mikro seperti KSPPS bisa melakukan inovasi produk pembiayaan
dan jangkauan pelayanan pun bisa lebih luas (Alamsyah, 2015). KSPPS dapat
memudahkan para petambak skala kecil dalam mencairkan dana pinjaman, selain itu
juga tidak terlalu banyak peraturan dan persyaratan yang menyulitkan para petambak
skala kecil. Dengan adanya sistem bagi hasil sesuai ajaran syariah Islam yang
diterapkan dalam akad kredit di KSPPS tersebut juga sangat memudahkan dan
membantu para petambak skala kecil agar tidak kesulitan karena tidak harus membayar
bunga yang besar. Keberadaan KSPPS tersebut diharapkan dapat membantu dan
memajukan kesejahteraan para anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya, serta membangun tatanan perekonomian nasional yang maju, adil dan
makmur.

12
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Para pengusaha yang menjalankan usaha budidaya kepiting soka mengalami
beberapa kendala, salah satunya yaitu permodalan. Untuk memperoleh modal, para
pelaku usaha agribisnis biasanya melakukan pinjaman ke lembaga keuangan seperti
perbankan, koperasi, dan lembaga keuangan lainnya. Karena risiko usaha budidaya
kepiting soka yang tinggi, perbankan masih lemah dalam pemberian kredit kepada
usaha budidaya kepiting soka. Dalam penulisan makalah ini, koperasi simpan pinjam
dengan pembiayaan syariah merupakan lembaga yang cocok untuk penyaluran
pembiayaan usaha budidaya kepiting soka. Dan untuk skema dan mekanisme
pembiayaannya menggunakan jenis pembiayaan akad musyarakah, yaitu kerjasama
antara lembaga keuangan dengan nasabah untuk mencampurkan dana/modal mereka
pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah bagi hasil
yang telah disepakati yang dalam hal ini adalah antara koperasi simpan pinjam dan
pembiayaan syariah dengan nasabah/anggota.

B. Saran
Kami menyarankan kepada petani tambak/pelaku usaha budidaya kepiting soka
agar menerapkan skema pembiayaan yang direkomendasikan, sehingga mampu
meningkatkan keuntungan dan mengembangkan usahanya hingga menjadi usaha yang
besar.

13
DAFTAR PUSTAKA

Bouvier, John. 1856. A Law Dictionary. Volume 6. Philadelphia.


Direktorat Kredit, BPR, dan UMKM Bank Indonesia. 2012. Pola Pembiayaan Usaha
Kecil (PPUK) : Budidaya Kepiting Soka. Jakarta : Bank Indonesia.
Gumilang, R. R. 2017. Model Pembiayaan Syariah Bank Muamalat Untuk Sektor
Pertanian. Coopetition Vol VIII, No. 2, Hal. 119-128. Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi.
Hendar & Kusnadi. 2005. Ekonomi Koperasi. Lembaga Penerbit FEUI hal 18-23.
Universitas Indonesia : Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Hoggson, N. F. 1926. Banking Through the Ages. New York : Dodd, Mead &
Company.
Heppi, I., Raja H. L. 2018. Menumbuhkan Budidaya Kepiting Bakau di Kaltara.
Jakarta. Geliat Koperasi.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2018. Pembiayaan Lembaga
Keuangan Mikro Nelayan. https://kkp.go.id/artikel/4458-faq-pembiayaan-
lembaga-keuangan-mikro-nelayan. (Diakses tanggal 14 Juni 2019).
O'Sullivan, Arthur. 2003. Economics: Principles in Action. Upper Saddle River, New
Jersey 07458: Pearson Prentice Hall. hlm. 202. ISBN 0-13-063085-3.
Rubik, A. 2018. Tips dan Cara Budidaya Kepiting Soka sebagai Peluang Bisnis.
https://afikrubik.com/budidaya-kepiting-soka/. (Diakses tanggal 15 Juni 2019).
Sarifudin, A. 2016. Kepiting Soka Jadi Primadona, Berikut Alasannya. Okezone
Finance. https://economy.okezone.com/. (Diakses tanggal 15 Juni 2019).
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.

Anda mungkin juga menyukai