Kelompok 3
Alfirda Mawar Tanmala P (11160920000062)
Aulia Sekar Arum (11160920000066)
Juliana Putri Maulida (11160920000105)
Muhammad Rizki Fadillah (11160920000057)
Nur Faizah (11160920000095)
1. Alfirda Mawar Tanmala P : Bab 2.1, Bab 3.1, Bab 3.2, Kesimpulan
2. Aulia Sekar Arum : Bab 1.1, Bab 1.2, Bab 3.1, Bab 3.2, Kesimpulan,
Saran
3. Juliana Putri Maulida : Bab 2.3, Bab 3.1, Bab 3.2
4. Muhammad Rizki Fadillah : Bab 2.2, Bab 3.1, Bab 3.2
5. Nur Faizah : Bab 1.3, Bab 3.1, Bab 3.2
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
saat pemanenan kepiting soka harus segera dilakukan kurang dari 4-6 jam, karena
benih kepiting yang sudah molting akan kembali mengeras dan bisa lepas dari
keranjang.
Selain dari masalah produksi, terdapat kendala pada permodalan dari usaha
budidaya kepiting soka ini. Biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk
melakukan usaha budidaya kepiting soka cukup besar diantaranya yaitu untuk sewa
tambak, keramba bambu, dan cold storage. Tingginya risiko yang dihadapi oleh
pengusaha budidaya kepiting soka ini menyebabkan keengganan perbankan
menyalurkan kredit. Selain itu, fasilitas dan infrastruktur di lokasi tambak yang
juga belum memadai. Sulitnya akses, persyaratan yang sulit, hingga ketidaktahuan
masyarakat tentang lembaga pendanaan menjadi beberapa faktor petani tambak
kepiting soka tidak mengurus kredit ke perbankan.
2
peminjam harus mengembalikan pinjaman dipengaruhi oleh siklus usahanya. Untuk
usaha budidaya kepiting soka sendiri, akan disesuaikan waktu pengembalian
pinjamannya sesuai dengan jangka waktu panen.
1) Koperasi
Kalimantan utara memiliki lahan perairan bakau yang luas, lahan untuk
budidaya kepiting soka di Kaltara sebanyak sekitar 200 ribu hektar, namun lahan
yang difungsikan belum di garap dengan maksimal. Selama ini nelayan mengambil
kepiting soka masih berasal dari alam dikarenakan belum adanya budidaya
pembibitan. Jika hal tersebut terus dilakukan, maka kepiting tersebut akan sulit
berkembang dan dikhawatirkan akan punah. Untuk mengatasi kepunahan kepiting
soka tersebut, menteri kelautan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen KP)
Nomor 56 Tahun 2016 tentang larangan penagkapan dan/atau pengeluaran Lobster,
Kepiting, dan Ranjungan dari Wilayah Indonesia.
Dalam mendukung Permen Kelautan diatas, maka Koperasi Produsen Nelayan
Kalimantan Utara atau Koperasi Nelayan, melakukan pembiayaan dalam bentuk
bukan uang yaitu bibit kepiting soka. Budidaya penetasan telur induk Kepiting
bakau menghasilkan atau menetaskan rata-rata 1.566.000 larva per satu induk
kepiting. Budidaya penetasan telur induk Kepiting bakau berkerja sama dengan
BBAP Jepara, bibit yang dihasilkan dan sudah diberikan kepada anggota koperasi
pada periode tanggal 28 Februari 2018 sekitar 85.000 ekor yang ditebar di alam.
Selanjutnya pada periode tanggal 27 April 2018 Koperasi menebar bibit kepiting
bakau ke tambak penelitian kerjasama dengan Universitas Borneo sebanyak 19.200
ekor.
2) Bank
PT. Bank Bukopin Tbk melalui program Jangkau, Sinergi dan Guideline atau
jaring yag diinisiasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat perseroan
mendorong pembiayaan ke sektor perikanan dan kelautan yang merupakan salah
satu sektor prioritas utama bagi perseroan hal ini, sejalan dengan komitmen
pemerintah unutk memperkuat industri kemaritiman dan kelautan nasional.
Kegiatan program Jangkau, Sinergi dan Guideline atau JARING merupakan
program dukungan pembiayaan kemaritiman yang digulirkan oleh OJK dan
Kementrian Kelautan dan Perikanan bersama Bank Bukopin salah satunya. Total
pembiayaan ke sektor perikanan dan kelautan yang digulirkan Bank Bukopin telah
mencapai Rp. 2,99 Triliun. Kredit yang disalurkan perseroan ke sektor tersebut
menjangkau hulu penangkapan, hulu budidaya, serta hulu pengolahan dan jasa
produksi serta penyaluran kredit ke sektor hilir baik ke industri pengolahan maupun
jasa produksi dan jasa pemasaran. Pembiayaan perikanan sampai September 2017
penyaluran kredit perikanan perseroan mencapai RP. 62,3 Miliar, angka tersebut
diyakini masih akan terus bertambah karena saat ini Bank Bukopin memiliki
potensi bisnis di pembiyaan perikanan yang cukup menjanjikan, terutama di sektor
bisnis perdagangan ekspor hasil perikanan (budidaya dan perdangan ekspor
kepiting soka) dan perdagangan besar dalam negeri hasil perikanan (perdagangan
kepiting soka).
3
Selain itu, Pelaku kegiatan usaha budidaya kepiting soka di Kabupaten
Pemalang adalah para petani tambak yang tergabung dalam kelompok Tani Mino
Tulus, yang berlokasi di Desa Mojo, Kecamatan Ulujami melakukan usaha
budisaya dengan sumber modal usaha berupa gabungan antara modal sendiri dan
modal pinjaman dari bank (untuk modal kerja). Beberapa pembudidaya pernah
mendapat pembiayaan dari PT BRI dengan jenis pembiayaan berupa PKBI, KUR,
KKPF untuk beberapa periode kegiatan. Beberapa orang anggota kelompok tani
Mino Tulus mendapat kredit modal kerja dari program KUR dengan masa
pengembalian 2 tahun dan tingkat bunga 14%.
3) Lembaga Lainnya
Desa Karangsong di Kecamatan/Kabupaten Indramayu menjadi desa pertama
yang memiliki Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Nelayan yang dikelola langsung
oleh Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP) yaitu
Badan Layanan Umum (BLU) di bawah kementrian Kelautan dan Perikanan
(KKP). LKM merupakan lembaga pembiayaan usaha mikro nelayan yang memiliki
skema yang sangat mudah dengan pola syariah dan tingkat bunga konvensional
sebesar 3% per tahun. Dalam praktiknya LKM menyalurkan pinjaman kepada
pelaku usaha dibatasi pada tingkat bunga 7% per tahun. Hingga 30 Mei 2018,
LPMUKP telah menyalurkan kredit sebesar Rp. 132,5 Miliyar kepada 6.625 pelaku
usaha kelautan dan perikanan salah satunya kepiting soka. LKM nelayan yang
disebut juga sebagai bank mikro nelayan, mempunyai bunga yang lebih rendah,
tanpa agunan, dan mengutamakan pendampingan untuk nelayan.
Selain itu, pembudidaya kepiting soka di Kabupaten Pemalang yang tergabung
dalam kelompok Tani Mino Tulus, mendapatkan modal investasi yakni seluruh
anggota kelompok Tani Mino Tulus mendapat bantuan modal investasi berupa
pinjaman keranjang kepiting (crab box) sebanyak 10.000 unit per hektar dari
perusahaan pembeli produk kepiting sokanya yakni PT Tonga Tiur Putera di
Kabupaten Kendal. Pengembalian pinjaman dilakukan dalam bentuk pemototngan
nilai penjualan kepiting soka sebanyak 5% untuk setiap kali penjualan kepiting
soka (pengiriman produk ke perusahaan PT Tonga Tiur Putera) tanpa pemberlakuan
bunga pinjaman. Untuk 10.000 unit keranjang kepiting soka, nilai pinjamanya
adalah sebesar Rp. 120.000.000,-.
4
BAB II
TEORI PEMBIAYAAN
5
b) Tahap Pemeliharaan Kepiting
Perkembangan laju kenaikan bobot kepiting sangat bervariasi, tergantung dari
kondisi individual kepiting. Pemeliharaan bibit kepiting dilakukan hingga target
bobot badannya terpenuhi, umumnya sekitar 15 hari. Kepiting yang gemuk akan
mudah mengalami molting. Kepiting yang bobotnya sudah layak untuk memasuki
tahap molting selanjutnya bisa langsung dipotong capit dan kaki jalannya. Setelah
pemotongan selesai, kepiting dimasukkan ke dalam keramba. Pemotongan kaki jalan
dan capit kepiting memiliki beberapa tujuan, yaitu mencegah kepiting keluar dari
keranjang, saling memangsa dan merangsang pertumbuhan organ baru. Terkait
dengan peristiwa molting, pemotongan menyebabkan kepiting menjadi stress. Oleh
karena itu, kepiting menjadi terangsang untuk melakukan molting.
6
basah juga berfungsi untuk menjaga agar badan kepiting yang lunak tidak rusak
akibat bersinggungan dengan wadah.
3. Subsistem Pengolahan
Kepiting soka harus disimpan dalam suhu rendah agar tetap fresh dan
cangkangnya tidak mengeras kembali. Kepiting soka dapat diolah menjadi beberapa
makanan diantaranya abon kepiting, peyek kepiting atau dimasak kepiting saus
padang, saus tiram dan saus lada hitam.
4. Subsistem Pemasaran
Permintaan akan kepiting soka kian meningkat hal ini disebabkan karena
kepiting soka dapat dikonsumsi secara keseluruhan. Permintaan kepiting yang
meningkat terjadi dipasar domestic maupun ekspor. Untuk pasar domestic
permintaan terbesar berasal dari restaurant dan rumah makan seafood serta hotel-
hotel yang berada di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Kepiting soka dari
Indonesia ii telah diekspor ke beberapa negara diantaranya Hongkong, Singapura,
dan China.
5. Subsistem Pendukung
Subsistem ini adalah penunjang dari kegiatan pra panen dan pasca panen dari
Kepiting Soka yaitu : Koperasi, Bank Konvensional, Bank Syariah, maupun dari
Lembaga Keuangan Mikro.
2) Biaya Operasional
Biaya operasional adalah seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam
proses produksi. Biaya operasional atau modal kerja dalam usaha budidaya
kepiting soka dibedakan menjadi dua kategori,yaitu biaya tetap dan biaya
variabel. Komponen biaya variabel kegiatan budidaya kepiting soka meliputi
bibit kepiting soka, pakan yang berupa ikan rucah, tenaga kerja, solar dan oli.
Sedangkan komponen biaya tetap dalam kegiatan kepiting soka meliputi
perbaikan rumah jaga, biaya listrik, biaya telepon dan penyusutan.
7
Sedangkan, fasilitas pembiayaan pada usaha budidaya kepiting soka, secara garis besar
terdiri dari tiga fasilitas, yakni:
1. Kredit Modal Kerja (KMK) yaitu kredit untuk modal kerja perusahaan dalam
rangka pembiayaan aktiva lancer perusahaan seperti pembelian bahan baku,
piutang dan lain-lain;
2. Kredit Investasi (KI) yaitu kredit dengan jangka waktu menengah atau
panjang yang diberikan kepada usaha-usaha guna merehibilitasi,
modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, misalnya untuk
pembelian mesin, bangunan, dan tanah untuk pabrik;
3. Kredit Konsumtif (KK), yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan
konsumsi berupa barang dan jasa dengan cara membeli, menyewa atau
dengan cara lain.
2. Bank
Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan
dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan
menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote (Hoggson, 1926). Kata
bank berasal dari bahasa Italia banca, berarti tempat penukaran uang (Bouvier,
1856). Sedangkan menurut undang-undang perbankan, yaitu Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.Menurut Bank Indonesia sesuai UU Perbankan 1992,
struktur perbankan di Indonesia terdiri atas bank umum dan BPR. Perbedaan
utama bank umum dan BPR adalah dalam hal kegiatan operasionalnya. BPR
tidak dapat menciptakan uang giral, dan memiliki jangkauan dan kegiatan
operasional yang terbatas. Selanjutnya, dalam kegiatan usahanya dianut dual
bank system, yaitu bank umum dapat melaksanakan kegiatan usaha bank
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Sementara prinsip kegiatan
BPR dibatasi pada hanya dapat melakukan kegiatan usaha bank konvensional
atau berdasarkan prinsip syariah.
8
BAB III
SKEMA PEMBIAYAAN AGRIBISNIS
Keterangan:
1. Pihak petani mengajukan pembiayaan kepada pihak perbankan dengan akad
musyarakah dengan profit loss sharing.
2. Petani dan pihak perbankan bersama untuk mengelola dan mengawasi
proyek yang didanai bersama. Petani mengelola proyek dan menghasilkan
barang yang telah dipesan oleh bank.
3. Kualitas cash flow, serta dewan pengawas syariah dan penyuluh pertanian
membantu untuk pengawasan, baik dari aspek fiqih, aspek ekonomi, maupun
aspek budidaya.
4. Pada akhir masa panen, hasil dibagikan sesuai kontrak awal. Bagi bank, akad
ini memungkinkan bank untuk dapat menghasilkan keuntungan secara
periodik setiap tahunnya. Bagi nasabah, bank Islam pada akad ini akan terus
memacu nasabah untuk terus berinvestasi pada sektor yang halal dan sesuai
dengan Islam. Dengan adanya musyarakah ini, maka nasabah akan semakin
terpacu untuk dapat memiliki proyek yang memang diinginkannya sehingga
9
bank Islam pada akhirnya dapat melepaskan keikutsertaannya dalam proyek
tersebut, dan diharapkan dengan adanya skim musyrakah yang menurun ini,
maka kesetaraan dalam distribusi bagi hasil akan tercapai.
Gambar 3.2 Skema Penyaluran Dana Akad Musyarakah Usaha Budidaya Kepiting Soka
1. Pengajuan Pembiayaan
Langkah awal sebelum pengajuan pembiayaan musyarakah adalah
melakukan pendaftaran anggota. Nasabah harus menyediakan fotokopi kartu
Identitas (KTP/SIM) kemudian membayar biaya administrasi sebagai simpanan
pokok sebesar Rp 50.000,00. Setelah itu mengisi formulir permohonan menjadi
anggota koperasi. Adapun data pribadi yang harus diisi dalam formulir tersebut
adalah nama, alamat, nomor telepon, status pernikahan, jenis pekerjaan, agama,
tempat, tanggal lahir, identitas, nomor identitas, pendidikan, penghasilan, nama
ibu kandung, nama ahli waris, dan hubungan keluarga. Tahap selanjutnya adalah
mengisi formulir pembiayaan sesuai jenis akad musyarakah yang dipilih.
Adapun formulir yang disediakan pihak costumer service, sebagai berikut
a) Data Diri
Meliputi nama sesuai KTP/KK, nomor KTP/KK, alamat KTP,
alamat tempat tinggal, status kepemilikan, agama, dan nomor telefon.
b) Data Penghasilan
Meliputi tipe penghasilan, pekerjaan, nama perusahaan, jabatan,
gaji/penghasilan, angsuran per bulan yang telah dimiliki, kebutuhan
hidup perbulan, nominal pengajuan, jangka waktu, dan penggunaan.
10
c) Data Jaminan
Meliputi jenis jaminan, nomor sertifikat, jenis kendaraan (jika
berupa kendaraan), nomor polisi serta melampirkan fotokopi KTP
rangkap dua, Kartu Keluarga (KK), sertifikat, BPKB dan STNK, dan slip
gaji dua bulan terakhir.
11
mangrove di Indonesia. Dari segi pemasaran tidak terdapat tantangan yang berarti
karena potensi pasar yang sedemikian besar serta harga pasar output (kepiting soka)
yang tinggi menjadi insentif yang baik bagi petani pembudidaya kepiting soka untuk
mengembangkan usahanya. Namun, yang perlu diperhatikan pada masa yang akan
datang muncul ketentuan baru atau peraturan yang terkait dengan teknis budidaya dan
akhirnya mempengaruhi sikap konsumen, terutama pasar ekspor adalah terkait dengan
teknis pemotongan kaki dan capit kepiting dalam proses produksi (budidaya).
Di Indonesia terdapat beberapa masalah terkait usaha budidaya kepiting soka.
Salah satunya adalah budidaya kepiting soka terimpit peraturan Menteri yang mengacu
pada Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2015 tentang
Penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan, kepiting soka harus memenuhi standar
ukuran berat minimal 150 gram. Faktanya, negara-negara tujuan ekspor, seperti
Hongkong dan Tiongkok, menyukai kepiting soka dengan ukuran di bawah 120 gram.
Bertolakbelakangnya peraturan Menteri tentang standar ukuran berat minimal kepiting
soka sebesar 150 gram dengan tren permintaan pasar ekspor yang menginginkan standar
ukuran di bawah 120 gram tersebut membuat para petambak cukup kesulitan
memasarkan hasil produksi kepiting soka mereka ke luar negeri. Hal itu menyebabkan
produksi dalam negeri menumpuk, sedangkan pasar dalam negeri juga tidak besar.
Petambak yang tidak mampu bertahan akhirnya beralih usaha. Mereka terlilit
sewa lahan yang tinggi dan terpaksa gulung tikar. Dalam hal itu, banyak para petambak
yang kesulitan untuk meminjam kredit ke BPR karena kebanyakan petambak kepiting
soka di Indonesia merupakan petambak dengan skala usaha budidaya yang kecil,
sehingga seringkali jika petambak ingin meminjam ke BPR mereka tidak lolos
administratif awal karena berbagai analisis kelayakan usaha yang dinilai tidak memiliki
prospek jangka panjang yang baik dan dianggap skala usahanya terlalu kecil sehingga
tidak dapat memberikan keuntungan yang banyak bagi Bank selaku pihak pengada
pembiayaan. Selain itu, besarnya bunga yang ditentukan oleh BPR juga menyulitkan
para petambak yang meminjam modal.
Dalam kasus pembiayaan usaha budidaya kepiting soka khususnya bagi para
petambak skala kecil, ada salah satu lembaga non-bank yang memiliki peran suportif
dalam pengadaan peminjaman modal usaha budidaya kepiting soka, yaitu koperasi
simpan pinjam dan pembiayaan syariah. Deputi Direktur Pengawasan Perbankan
Syariah OJK Iskandar mengatakan saat ini OJK sudah membuat kelompok kerja
bersama Dewan Syariah Nasional untuk mendorong pengembangan akad. Sehingga
lembaga keuangan mikro seperti KSPPS bisa melakukan inovasi produk pembiayaan
dan jangkauan pelayanan pun bisa lebih luas (Alamsyah, 2015). KSPPS dapat
memudahkan para petambak skala kecil dalam mencairkan dana pinjaman, selain itu
juga tidak terlalu banyak peraturan dan persyaratan yang menyulitkan para petambak
skala kecil. Dengan adanya sistem bagi hasil sesuai ajaran syariah Islam yang
diterapkan dalam akad kredit di KSPPS tersebut juga sangat memudahkan dan
membantu para petambak skala kecil agar tidak kesulitan karena tidak harus membayar
bunga yang besar. Keberadaan KSPPS tersebut diharapkan dapat membantu dan
memajukan kesejahteraan para anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya, serta membangun tatanan perekonomian nasional yang maju, adil dan
makmur.
12
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Para pengusaha yang menjalankan usaha budidaya kepiting soka mengalami
beberapa kendala, salah satunya yaitu permodalan. Untuk memperoleh modal, para
pelaku usaha agribisnis biasanya melakukan pinjaman ke lembaga keuangan seperti
perbankan, koperasi, dan lembaga keuangan lainnya. Karena risiko usaha budidaya
kepiting soka yang tinggi, perbankan masih lemah dalam pemberian kredit kepada
usaha budidaya kepiting soka. Dalam penulisan makalah ini, koperasi simpan pinjam
dengan pembiayaan syariah merupakan lembaga yang cocok untuk penyaluran
pembiayaan usaha budidaya kepiting soka. Dan untuk skema dan mekanisme
pembiayaannya menggunakan jenis pembiayaan akad musyarakah, yaitu kerjasama
antara lembaga keuangan dengan nasabah untuk mencampurkan dana/modal mereka
pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah bagi hasil
yang telah disepakati yang dalam hal ini adalah antara koperasi simpan pinjam dan
pembiayaan syariah dengan nasabah/anggota.
B. Saran
Kami menyarankan kepada petani tambak/pelaku usaha budidaya kepiting soka
agar menerapkan skema pembiayaan yang direkomendasikan, sehingga mampu
meningkatkan keuntungan dan mengembangkan usahanya hingga menjadi usaha yang
besar.
13
DAFTAR PUSTAKA