Anda di halaman 1dari 25

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pemeliharaan Calon Induk Udang Vannamei (Litopenaeus


Vannamei) Secara Semi Intensif
Nama : Krisna Yudha Aji Pratama
NIT : 16.3.02.014
Jurusan : Teknologi Budidaya Perikanan

Proposal ini disusun Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Dapat Mengikuti Praktek Penulisan Karya Ilmiah
Jurusan Teknologi Budidaya Perikanan
Politeknik Kelautan Dan Perikanan Sidoarjo
Tahun Akademik 2016/2017

Mengetahui,

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Tri Ari Styastuti S.Pi, M.Si Ir. Endang Purwaningsih MP


Tanggal : Tanggal :

Ketua Jurusan TBP

KATA
Mohsan PENGAN
Abrori, S.Pi, M,Si
NIP: 19701230 200312 1 004

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan Proposal Praktek Penulisan Karya Ilmiah ini.

Penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu,

yaitu :

1 Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo atas kesempatan yang

diberikan dalam penyusunan proposal ini.

2 Ibu Tri Ari Styastuti S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Ibu Ir. Endang

Purwaningsih MP selaku dosen pembimbing II yang telah memberi

pengarahan dalam menyusun Proposal.


3 Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan

proposal Praktek Praktek Penulisan Karya Ilmiah ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan proposal ini banyak kekurangan dan

kesalahan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi

kesempurnaannya Proposal ini.

Sidoarjo, Januari 2017

Penulis

DAFTAR ISI

3
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................ii
KATA PENGANTAR .....................................................................................iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iv
DAFTAR TABEL............................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................vii

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................................1
1.2. Maksud..............................................................................................2
1.3. Tujuan ...............................................................................................2

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Biologi Udang Vannamei.....................................................................3
2.1.1. Klasifikasi ................................................................................3
2.1.2. Morfologi..................................................................................3
2.1.3. Siklus Hidup ............................................................................5
2.1.4. Sifat dan Kehidupan Udang Vannamei.....................................6
2.1.5. Kebiasaan Makan.....................................................................8
2.2. Pemilihan Lokasi ................................................................................9
2.2.1. Faktor Teknis............................................................................9
2.2.2. Faktor Non Teknis.....................................................................10
2.3. Sarana dan Prasarana.......................................................................11
2.3.1. Sarana Pembenihan.................................................................11
2.3.2. Sistem Aerasi............................................................................12
2.3.3. Tenaga Listrik...........................................................................12
2.3.4. Tata Letak.................................................................................12
2.3.5 Pengadaan Air Laut..................................................................13
2.4. Pemeliharaan Induk...........................................................................14
2.4.1. Pengadaan Induk.....................................................................15
2.4.2. Pematangan Gonad.................................................................15
2.4.3. Tingkat Kematangan Gonad.....................................................16

III. METODOLOGI
3.1. Metode Praktek Kerja Lapang............................................................18
3.2. Sumber Data .....................................................................................18
3.3. Teknik Pengumpulan Data ................................................................18
3.4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...............................................19

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

4
Tabel Halaman
1. Ciri-Ciri Induk Udang Vannamei Yang Berkualitas...................................15
2. Dosis Dan Frekuensi Pakan ...................................................................16

DAFTAR GAMBAR

5
Gambar Halaman
1. Morfologi Udang Vannamei ................................................................5
2. Tingkat Kematangan Gonad Pada Udang..........................................17

6
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Komoditas Udang merupakan salah satu komoditas yang dapat diandalkan

dalam upaya meningkatkan ekspor hasil budidaya perikanan Indonesia, karena itu

udang menempati tempat pertama bagi pengembangan aquaculture di Indonesia.

Hal ini bisa dilihat dalam volume ekspor Indonesia yang termasuk kelompok lima

terbesar di dunia, kenaikan rata-rata ekspor udang selama 5 tahun terakhir

mencapai 6,0 % dalam volume dan 72% dalam nilai yaitu dari 109.650 ton pada

tahun 1999 menjadi 137.636 ton pada tahun 2003 (Farchan dkk, 2006).

Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) merupakan udang asli perairan

Amerika Latin. Udang ini dibudidayakan mulai dari pantai barat Meksiko ke arah

selatan hingga daerah Peru. di Indonesia mulai mencoba membudidayakan udang

vanname, karena hasil yang dicapai sangat luar biasa. Apalagi produksi udang

windu yang saat ini sedang mengalami penurunan karena serangan penyakit,

terutama penyakit bercak putih white spot syndrome virus, (Haliman dan Adijaya,

2006).

Kualitas benur yang baik dan seragam akan mampu mendongkrak

produktivitas budidaya udang. Tidak diragukan lagi, pembenihan merupakan salah

satu tahapan penting usaha budidaya perikanan. Benih ikan atau udang yang bebas

penyakit bisa menekan risiko kegagalan panen pada proses budidaya perikanan.

Dalam keseluruhan sistem budidaya perikanan, pembenihan berkontribusi 20%,

manajemen 20%, dan 60% pakan.

Usaha untuk mempertahankan kualitas benih udang sangat ditentukan oleh

kualitas induk, dimana keragaman atau heterozygositas harus tetap terjaga

1
sehingga secara genetik tetap terjamin. Upaya yang perlu dilakukan untuk menjaga

dan memperbaiki hal tersebut salah satunya adalah dengan pengelolaan induk

udang yang dilakukan di hatchery, dengan melakukan penanganan khusus dengan

memperhatikan kualitas dan kuantitas pakan. Agar memperoleh benur yang

berkualitas.(Subaidah dkk, 2006)

Mutu benur bisa saja mengalami penurunan dari waktu kewaktu, bahkan tidak

tertutup kemungkinan benur yang beredar adalah benur bermutu rendah dan

mengakibatkan pertumbuhan udang yang lambat, ukuran tidak seragam, dan sangat

rentan terhadap perubahan lingkungan ( Amri dan Kanna, 2008).

Oleh karena itu penting bagi kita mengetahui tentang cara pengelolaan induk

udang vannamei guna memperoleh galur murni atau induk yang berkualitas dan

memperoleh benih yang unggul.

1.2. Maksud

Maksud dari pelaksanaan Praktek Penulisan Karya Ilmiah ini adalah untuk

mempelajari dunia perikanan di Indonesia khususnya pemeliharaan calon induk

udang vannamei di tambak.

1.3. Tujuan

Tujuan dari Praktek Praktek Penulisan Karya Ilmiah adalah Meningkatkan

pengetahuan dan ketrampilan tentang budidaya perikanan khususnya tentang cara

pemeliharaan calon induk udang vannamei di tambak.

II.TINJAUAN PUSTAKA

2
2.1. Biologi Udang Vannamei

2.1.1. Klasifikasi Udang Vannamei

Udang vannamei menyandang nama ilmiah Litopenaeus vannamei Udang

vannamei digolongkan kedalam genus Penaeid pada filum Arthropoda.

Menurut Haliman dan Adiwjaya, 2005 klasifikasi vannamei :

Kingdom : Animalia

Subkingdom : Metazoa

Filum : Arthropoda

Subfilum : Crustacea

Kelas : Malacostraca

Subkelas : Eumalacostraca

Superordo : Eucarida

Ordo : Decapoda

Subordo : Dendrobrachiata

Famili : Penaeidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

2.1.2. Morfologi Udang Vannamei

Menurut Amri dan Kanna, 2008 tubuh udang vannamei dibagi menjadi dua

bagian besar, yakni bagian (cephalothorax) yang terdiri atas kepala dan dada serta

bagian (abdomen) yang terdiri atas perut dan ekor. Semua bagian badan beserta

anggotaanggota terdiri dari ruas-ruas. Cepholothorax terdiri dari 13 ruas yaitu 5

3
ruas bagian kepala dan 8 ruas bagian dada. Sedangkan bagian abdomen terdiri dari

6 ruas.

Cephalothorax tetutup oleh kelopak yang sering disebut carapace. Bagian

depan kelopak kepala memanjang dan meruncing dan bergerigi yang dinamakan

rostrum. Memiliki mata majemuk bertangkai dan dapat digerak-gerakkan. Mulut

terletak dibagian bawah kepala diantara rahang-rahang (mandibula), di kanan kiri

sisi kepala tertutup oleh kelopak kepala terdapat insang. Selain itu di bagian

cepholothorax juga terdapat sungut kecil (antenna), rahang (mandibula ), 2 pasang

maxilla, 3 pasang maxillipet dan 5 pasang kaki jalan. Kaki jalan ke-1, ke-2, ke-3

ujung-ujungnya bercapit dan kaki ke-4, ke-5 tanpa capit. Abdomen terdiri dari 5

pasang kaki renang dan sepasang uropoda yang berbentuk seperti kipas dengan

membentuk ujung ekor (telson). Di bawah ujung ekor terdapat lubang dubur/anus

( Amri dan Kanna, 2008).

Dijelaskan oleh Haliman dan Adijaya udang vannamei memiliki tubuh berbuku-

buku dan dapat melakukan aktivitas berganti kulit luar secara periodik (moulting).

Bagian tubuh udang vannamei sudah mengalami modifikasi untuk keperluan

sebagai berikut :

a. Makan, bergerak, dan membenamkan diri ke dalam lumpur (burrowing).

b. Menopang insang karena struktur insang udang mirip bulu unggas.

c. Organ sensor, seperti pada antena dan antenula

Untuk lebih jelasnya tentang morfoogi udang vannamei dapat dilihat pada Gambar 1:

4
Gambar 1. Morfologi Udang Vannamei
Sumber : Haliman dan Adijaya (2006).

2.1.3. Siklus Hidup

Secara ekologis udang vannamei mempunyai siklus hidup identik dengan

udang windu (Panaeus monodon), yaitu melepaskan telur di tengah laut, kemudian

terbawa arus dan gelombang menuju pesisir menetas menjadi naupli, seterusnya

menjadi zoea, mysis, post larva, dan juvenil. Pada stadia juvenil telah tiba di daerah

pesisir, selanjutnya kembali ke tengah laut untuk proses pendewasaan dan bertelur

(Ghufran, 2007).

Siklus hidup udang dapat menghasilkan 100.000 250.000 butir telur yang

berukuran 0,22 mm, yaitu stadia naupli, zoea, mysis, dan post larva.

a. Stadia Naupli

Pada stadia ini, larva berukuran 0,32-0,58 mm. Sistem pencernaannya belum

sempurna dan masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur sehingga

pada stadia ini benih udang vannamei belum membutuhkan makanan dari luar

(Haliman dan Adijaya, 2006).

b. Stadia Zoea

5
Benih udang mengalami moulting sebanyak 3 kali, lama waktu proses

pergantian kulit sekitar 4-5 hari. Benih sudah dapat diberi makan alami, seperti

artemia (Haliman dan Adijaya).

c. Stadia Mysis

Benih sudah menyerupai bentuk udang yang dicirikan dengan sudah terlihat

ekor kipas (uropuds) dan ekor (telson). Stadia ini sudah bisa menyatap pakan

fitoplankton dan zooplankton (Haliman dan Adijaya, 2005).

d. Stadia Post larva

Pada stadia ini, benih udang vannamei sudah nampak dewasa. Hitungan

stadia yang digunakan sudah berdasarkan hari, misalnya PL 1 berarti umur satu

hari. Pada stadia ini udang sudah mulai bergerak kedepan. Sifatnya cenderung

karnivora. Umumnya petambak menebar benur pada umur PL10 - PL15 yang sudah

berukukran rata-rata 10 mm (Haliman dan Adijaya, 2005).

2.1.4. Sifat dan Kehidupan Udang Vannamei

Menurut Haliman dan Adijaya (2005), beberapa tingkah laku atau kebiasaan

udang adalah :
a. Sifat Nokturnal
Yaitu sifat binatang yang aktif mencari makan pada waktu malam hari, pada

siang hari mereka lebih suka beristirahat, baik membenamkan diri dalam Lumpur

maupun menempel pada suatu benda yang terbenam.

b. Sifat Kanibalisme
Yaitu sifat suka memangsa sejenisnya. Sifat ini sering timbul pada udang yang

kondisinya sehat, yang sedang tidak ganti kulit. Sasarannya adalah udang-udang

yang kebetulan ganti kulit.


c. Ganti Kulit (Moulting)

6
Yaitu suatu proses pergantian kutikula lama digantikan dengan kutikula yang

baru. Kutikula adalah kerangka luar udang yang keras (tidak elastis). Oleh karena itu

untuk tumbuh menjadi besar mereka perlu melepas kulit lama dan digantikan

dengan kulit baru. Faktor-faktor yang mempengaruhi moulting masal yaitu yaitu air

pasang dan surut, dan kondisi lingkungan. Air pasang dan surut dapat

mempengaruhi kondisi lingkungan. Hal tersebut sudah cukup merangsang udang

untuk mengalami moulting. Dengan kondisi lingkungan yang berubah secara drastis,

akan menyebabkan udang akan mengalami trauma. Tindakan tersebut biasanya

adalah terlalu sering mengganti air tambak dan pemberian saponin yang berlebihan,

dan tidak hati-hati pada saat menyipon (membersihkan tambak).


d. Daya tahan
Udang pada waktu berupa benih, sangat tahan pada perubahan kadar garam

(salinitas). Sifat demikian dinamakan sifat euryhaline. Sifat lain yang menguntungkan

adalah ketahanan terhadap perubahan suhu dan sifat ini dikenal sebagai

eurytherma.

e. Menyukai hidup di dasar (bentik)

f. Tipe pemakan lambat tetapi terus-menerus (continous feeder)

2.1.5. Kebiasaan Makan

Udang termasuk golongan omnivora atau pemakan segala. Beberapa

sumber pakan udang antara lain udang kecil (rebon), phyto plankton, copepoda,

pholychaeta, larva kerang dan lumut.

7
Udang vannamei mencari pakan menggunakan sinyal kimiawi berupa

getaran dengan bantuan organ sensor yang terdiri dari bulu-bulu halus (setae).

Organ sensor ini berpusat pada ujung anterior antenuela, bagian mulut, capit,

antena dan maxillipet. Dengan bantuan sinyal kimiawi yang ditangkap, udang akan

merespon untuk mendekati atau menjauhi sumber pakan bila pakan mengandung

senyawa organik seperti protein, asam amino, dan asam lemak maka udang akan

merespon dengan cara mendekati sumber pakan tersebut (Haliman dan Adijaya,

2006).

Menurut Ghufran (2007), kebiasaan makan dan cara makan udang vannamei

(Feeding and food habit) juga identik dengan udang windu, yaitu tergolong hewan

Omnivorous scavanger, pemakan segala (hewan dan tumbuhan) dan bangkai. Jenis

makanan yang dimakan udang vannamei antara lain plankton (zooplankton dan

phyto plankton), alga, bentik, detritus dan bahan organik lainnya. Yang membedakan

dari udang windu dari aspek Feeding hadit dan Food habit adalah pada udang

vannamei lebih rakus (Piciforous) dan membutuhkan protein yang lebih rendah.

Pada udang windu pakan yang digunakan untuk pembesaran mengandung protein

35 - 52 %, rata-rata sekitar 40 %, sedang udang vannamei membutuhkan pakan

dengan kandungan protein 34 - 38 %.

2.2. Pemilihan Lokasi

Pemilihan lokasi merupakan faktor utama dalam menentukan keberhasilan

pembenihan udang vannamei. Subaidah dkk (2006), menyatakan tentang beberapa

factor harus memenuhi persyaratan untuk memilih lokasi yang paling sesuai, yang

8
terbagi dalam dua kriteria teknis dan kriteria non teknis. Sedangkan beberapa aspek

yang sangat mendukung keberhasilan produksi benih yaitu:

a. Aspek teknik dengan maksud agar dalam pembangunannya, tata bangunan

pembenihan yang akan dibangun dapat produktif dan efisien.

b. Aspek ekonomi dengan maksud agar pembenihan yang akan dibangun memang

layak secara ekonomi.

c. Aspek sosial budaya dengan maksud agar proses pembangunan unit pembenihan

searah dengan budaya lokal.

d. Aspek lingkungan dengan maksud agar pembangunan unit pembenihan

berwawasan lingkungan dan ramah lingkungan.

2.2.1. Faktor Teknis

Faktor teknis adalah segala persyaratan yang harus dipenuhi dalam kegiatan

pembenihan udang dan berhubungan langsung ke aspek teknis, seperti sumber air

tawar dan sumber air laut, dasar perairan, kualitas tanah, elevasil lahan dan pasang

surut. Daerah perairan pantai dengan dasar perairan pasir atau berkarang, pada

umumnya jernih dan merupakan lokasi pengambilan air laut yang baik. Sedangkan

pada jenis pantai yang berlumpur memiliki air yang keruh dan cenderung bersifat

asam oleh karena itu perlu dihindari. Kejernihan suatu perairan belum tentu

memberikan jaminan kualitas yang baik. Untuk benar-benar memastikan kualitas air

maka perlu diadakan pengukuran parameter kimia dan fisika yang perlu diperhatikan

dalam pemilihan lokasi pembenihan meliputi suhu, oksigen terlarut (DO), salinitas,

pH, BOD, COD, anomia, nitrit, nitrat, logam berat, bahan-bahan polutan, kecerahan

dan bakteri pathogen. Sedangkan parameter biologi perairan yang menjadi

pertimbangan adalah kesuburan perairan yang meliputi kelimpahan dan keragaman

9
fitoplankton dan plankton, keberadaan mikroorganisme pathogen dan biota lain yang

ada diperairan.

Larva udang vannamei akan dapat bertahan pada sebuah hatchery selain

dipengaruhi oleh mutu nauplis pada umumnya. Kesuksesan proses juga didukung

oleh :

1. Nutria pakan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan naupli tercukupi.

2. Kestabilan kualitas air, meliputi salinitas temperature, DO, dan factor lainnya.

3. Resirkulasi air yang menggunakan system biofiltrasi untuk memper kecil

kontaminasi.

4. Pengontrolan periodik yang rutin.

5. Program pembersihan guna mengendalikan pathogen dan pemasukan virus.

6. Membuang telur yang rusak maupun nauplis yang mati.

7. Menggunakan desinfektan bila diperlukan.

2.2.2. Faktor Non Teknis

Faktor non teknis merupakan pelengkap dan pendukung faktor-faktor teknis

dalam pembenihan udang vannamei. Menurut Subaidah dkk (2006) dalam

penentuan lokasi pembenihan, pertamakali perlu diketahui tentang peruntukan suatu

wilayah yang biasanya telah dipetakan dalam RUTR (Rencana Umum Tata Ruang

dan Tata Guna Lahan). Persyaratan lokasi yang termasuk factor non teknis lainnya

adalah mengenai kemudahan-kemudahan, seperti tersedianya transportasi,

komunikasi, instalasi listrik (PLN), tenaga kerja, pemasaran, pasar, sekolah, tempat

ibadah, pelayanan kesehatan, dsb.

2.3. Sarana dan Prasarana

2.3.1. Sarana Pembenihan

10
Menurut Subaidah dkk (2006), untuk memproduksi nauplius udang vannamei

dibutuhkan bak induk yang dibedakan menjadi beberapa fungsi yaitu:

1. Bak penampungan/karantina :

Berfungsi menampung induk yang baru induk yang baru datang, diadaptasi dan

dilakukan pengecekan penyakit. Bentuk bak bulat, oval, atau persegi panjang,

bersudut tumpul dengan luas dasar minimal 20 m2, dengan ketinggian bak minimal

1 m dan kedalaman air minimal 0,6 m (jarak antara permukaan air dan bibir bak

minimal 0,3 m). Warna bak cerah dan warna dinding bak gelap. Bak bak terbuat dari

semen, fiber glass, atau plastik.

2. Bak pematang dan perkawinan :

Berfungsi untuk pematangan gonad induk dan setelah matang gonad dilakukan

perkawinan pada bak yang sama. Bentuk bak bulat, oval, atau persegi panjang ,

bersudut tumpul dengan luas dasar minimal 20 m2, dengan ketinggian bak minimal

1 m dan kedalaman air minimal 0,6 m (jarak antara permukaan air dan bibir bak

minimal 0,3 m). Warna bak cerah dan warna dinding bak gelap. Bak bak terbuat dari

semen, fiber glass, atau plastik.

3. Bak pemijahan dan penetasan :

Berfungsi untuk memijahkan induk yang telah matang gonad. Bentuk bak bulat,

oval, atau persegi panjang, bersudut tumpul dengan ketinggian bak 0,8 m sampai

dengan 1 m dan kedalaman air minimal 0,6 m serta luas dasar bak minimal 2 m2.

Bak pemijahan ada yang berfungsi sebagai bak penetasan jika telur tidak dicuci,

maka untuk bak penetasan volume minimal 300 liter dengan ketinggian bak 0,8 m

sampai dengan 1 m dan kedalaman air minimal 0,6. Bak bak terbuat dari semen,

fiber glass, atau plastik.


2.3.2 Sistem Aerasi

11
Oksigen terlarut (DO) merupakan faktor pembatas bagi sebagian besar

organisme aquatik. Kebutuhan oksigen terlarut yang mencukupi dalam bak

pemeliharaan induk maupun bak pemeliharaan larva dan pakan alami tidak terlepas

dari perencanaan instalasi aerasi yang baik. Selain itu aerasi sangat penting karena

pada masa nauplius sampai post larva 1, hidupnya masih melayang-layang dalam

air. Ini menyebabkan sistem aerasi memegang peranan penting dalam pemeliharaan

larva udang. Untuk tujuan pembenihan udang, oksigen yang sangat diperlukan ini

dihasilkan dengan memompakan udara dari luar dengan menggunakan alat seperti

blower, compressor biasa maupun aerator.


2.3.3. Tenaga Listrik
Ketersediaan tenaga listrik merupakan sarana yang sangat vital dalam suatu

usaha pembenihan karena hampir sebagian besar peralatan yang dioperasikan

membutuhkan tenaga listrik. Oleh karena itu, tenaga listrik harus tersedia 24 jam.

(Subaidah dkk, 2006).


2.3.4. Tata Letak
Tata letak salah satu faktor penting yang perlu direncanakan dalam membangun

sebuah unit pembenihan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

merencanakan tata letak suatu unit pembenihan diantaranya adalah :

Kemudahan dalam operasional


Memenuhi persyaratan teknis
Ketersediaan lahan
Keindahan serta dapat menekan biaya investasi
2.3.5. Pengadaan Air Laut
Air laut merupakan kebutuhan pokok dari suatu unit pembenihan. Subaidah,

dkk (2006) menyatakan air laut secara fisik harus jernih, tidak berbau dan tidak

membawa bahan endapan baik suspensi maupun emulsi.


Untuk mendapatkan air laut yang baik maka dibutuhkan sistem instalasi yang

terdiri dari:

12
a. Filter air laut atau hisap

Fungsi utama filter hisap adalah mencegah terhisapnya partikel kasar dari

perairan seperti bebatuan, bahan organik dan jasad aquatik lainnya yang dapat

mengganggu atau menghambat kerja pompa.

b. Bak filter sistem resirkulasi dan UV

Bak filter mekanis diisi dengan beberapa material untuk menyaring partikel-

partikel yang tersuspensi pada air laut. Beberapa material yang diginakan adalah

batu kali ukuran sedang, kerikil, ijuk, arang kayu dan kuarsa. Batu kali dan ijuk

berfungsi sebagai penyaring partikel lumpur yang utama juga berfungsi sebagai

pengikat bahan organic dan anorganik. Arang kayu berfungsi sebagai pengikat

bahan-bahan organik dan anorganik yang merugikan. Urutan penempatan material

filter mekanis dari bawah ke atas adalah batu kali sedang, batu kerikil, arang kayu,

ijuk dan pasir kuarsa.


Subaidah, dkk (2006) juga menambahkan air yang disedot langsung dari laut

maupun air buangan masuk langsung ke sand filter, kemudian air dilewatkan UV 30

watt sebanyak 3 buah. Air yang telah di UV ditutup dengan kain terpal agar tidak

terkontaminasi.

c. Sistem resirkulasi dengan drum filter

Khusus untuk bak perkawinan induk digunakan system resirkulasi dengan sistem

drum filter yaitu air buangan dari bak-bak induk filter dengan koral agar kotoran-

kotoran tersaring.

d. Pipa distribusi air laut

Pipa distribusi dibutuhkan untuk mengalirkan air laut dari filter atau dari bak

penampungan ke bak-bak yang membutuhkan. Semakin pendek pipa distribusi

13
semakin baik debit air yang dialirkan. Beberapa stop kran dibutuhkan untuk

mengatur penggunaan air laut pada bak-bak yang membutuhkan.


2.4. Pemeliharaan Induk
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) hidup di perairan Amerika dan

merupakan salah satu udang putih yang cukup komersial. Banyak dibudidayakan di

Amerika dan kemudian merambah ke Asia Tenggara, khususnya di Indonesia

merupakan udang introduksi yang telah dirilis pada tahun 2001. Dipilihnya udang

vannamei ini disebabkan oleh beberapa faktor:


1. Lebih tahan terhadap penyakit.
2. Tumbuh lebih cepat.
3. Tahan terhadap fluktuasi kondisi lingkungan.
4. Waktu pemeliharaan relatif pendek, yakni sekitar 90-100 hari per siklus.
5. Tingkat survival rate (SR) atau derajat kehidupannya tergolong tinggi
6. Hemat pakan.
Induk betina siap pijah umumnya berukuran 35-40 gram/ekor dan usaha untuk

mempertahankan kualitas benih udang sangat ditentukan oleh kualitas induk (Amri

dan Kanna, 2008).


2.4.1. Pengadaan Induk
Pada awalnya induk udang vannamei yang digunakan adalah induk yang

diimpor dari Hawai dan Florida. Namun pada perkembangan selanjutnya, akibat

tingginya permintaan benur dan cepatnya perkembangan gonad induk vannamei

hasil domistikasi, maka sebagian hatchery mulai menggunakan induk hasil budidaya

tambak. Induk yang berkualitas diantaranya memiliki ciri-ciri seperti table dibawah

ini:
Tabel 1. Ciri-ciri induk udang vannamei yang berkualitas

No Ciri-ciri Induk jantan Induk betina


.

14
1. Ukuran 17 cm/40 gram 18 cm/40 gram
2. Tubuh Tidak cacat Tidak cacat
3. Warna Cerah Cerah
4. Organ tubuh Lengkap dan normal Lengkap dan normal
5. Organ reproduksi Baik Baik
6. Deteksi virus Bebas virus Bebas virus
7. Kerusakan luar tubuh Tidak ada Tidak ada

Sumber : Subaidah dkk, 2006

2.4.2. Pematangan Gonad


Pada udang vannamei perkembangan gonad ditandai dengan

perkembangan ovarium yang terletak pada bagian dorsal tubuh udang berwarna

orange. Sedangkan pada udang jantan kematangan gonad terlihat jelas pada

kantong sperma yang berwarna putih penuh berisi sperma. Perkembangan gonad ini

dapat dipercepat dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pakan. Pakan yang

segar yang dapat memicu perkembangan induk udang vannamei adalah cacing laut

(Nireis sp) atau cacing tanah (Lumbricus sp) atau Cumi-Cumi. (Halimah dan Adijaya,

2005)
Kualitas dan kuantitas telur dan benur (benih udang) ditentukan oleh

keberhasilan pematangan gonad. Keberhasilan pematangan gonad sangat

dipengaruhi oleh pakan. Salah satu kendala yang menyebabkan kegagalan

pematangan gonad dipengaruhi oleh kualitas, kuantitas dan cara pemberian pakan.

Pakan yang baik untuk induk berupa pakan segar yang mengandung protein,

kolestrol dan vitamin yang cukup sehingga dapat menjaga daya tahan tubuh

terhadap penyakit, pertumbuhan dan perkembangan gonad. Jumlah pakan yang

diberikan 10 20 % dari bobot tubuh udang setiap hari. Dalam keadaan normal

udang dewasa hanya makan 10 15 % dari bobot tubuhnya.


Tabel 2. Dosis dan frekuensi pakan

Waktu Jenis Pakan Prosentase


07.00 Cacing tanah / Cumi 50 % dari total pakan
10.00 Cumi 20 % dari total pakan

15
15.00 Udang / Cumi 15 % dari total pakan
22.00 Cacing Laut / Cumi 15 % dari total pakan
Sumber: Data primer

2.4.3 Tingkat Kematangan gonad


Tingkat kematangan telur dapat diketahui dari perubahan warna pada

ovarinya (kandungan telur), yang berada di bagian punggung udang mulai dari

chepalotorax (karapas) hingga ke telson (pangkal ekor). Ovari akan berkembang

dari yang semula berwarna putih hingga berwarna merah kekuningan (orange)

ketika matang gonad. Perubahan warna ovari pada udang vaname mudah diketahui,

hal ini dikarenakan udang vaname merupakan salah satu jenis udang yang memiliki

kulit tipis dan jernih.

Kematangan telur udang vaname dapat dibedakan dalam empat tingkatan

yaitu :

- Tingkat 1 : Gonad tipis, transparan dan tidak terlihat melalui eksoskeleton

dorsal (punggung kerangka luar).

- Tingkat 2 : Merupakan tingkat kematangan awal dengan terlihat adanya

benang halus di bagian punggung udang.

- Tingkat 3 : Gonad tampak lebih tebal dan semakin jelas berwarna merah

kekuningan (orange).

- Tingkat 4 : Tingkat kematangan gonad yang siap memijah ditandai dengan

ovari yang berwarna merah kekuningan (orange) pada punggung

udang dari chepalotorax hingga telson.

16
A B

Gambar 2: a. udang vannamei sebelum matang gonad


b. udang vannamei matang gonad
Sumber: (Rosdiana Ramli 2010)

Ill. METODOLOGI

3.1. Metode

Guna mencapai tujuan Praktek Kerja Lapang, penulis menggunakan

metode survei dan magang. Metode survei ini digunakan untuk meningkatkan

pengetahuan. Sedangkan untuk mendapatkan ketrampilan digunakan metode

magang. Menurut Nazir (1988), survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk

memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada serta mencari keterangan-

17
keterangan yang faktual, tentang pemeliharaan calon induk udang vannamei

(Litopenaeus vannamei) di tambak Bapak H.Sunain Paciran Lamongan. Sedangkan

metode magang menurut Departemen Pertanian (1985) adalah suatu metode belajar

dalam bentuk praktek secara langsung di tempat yang digunakan untuk magang.

3.2. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan sumbernya data yang diperoleh terdiri dari data primer dan

data sekunder. Menurut Subagyo (1991), data primer adalah data yang diperoleh

secara langsung melalui wawancara, observasi serta partisipasi di lapangan dalam

bentuk pengamatan dan berpartisipasi langsung mengikuti segala jenis kegiatan.

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur atau pustaka.

Data yang diambil meliputi berbagai prosedur pemeliharaan calon induk udang

vannamei yang akan dilakukan selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapang.

Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan cara :

a. Interview atau wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk

mendapatkan informasi dengan mengungkapkan pertanyaan kepada responden

dengan menggunakan daftar kuisioner, sebagaimana disajikan pada lampiran.

3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Menurut Subagyo (1991), setelah data primer dan data sekunder terkumpul

kemudian data tersebut diolah dengan cara:

a. Editing : kegiatan mengecek, memeriksa dan mengoreksi data yang

telah terkumpul.

b. Tabulating : menyusun data ke dalam bentuk tabel agar mudah

dimengerti.

Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Penggunaan analisis

deskriptif bertujuan agar menyajikan data sesuai dengan keadaan yang sebenarnya

18
tanpa memberikan perlakuan apapun, sehingga dapat dengan mudah mengambil

kesimpulan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suparmoko (1995), bahwa metode

penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran

yang benar mengenai suatu objek.

Untuk menarik kesimpulan dari data yang diperoleh dan kemudian diacu

dengan menggunakan pustaka.

DAFTAR PUSTAKA

Amri K dan Kanna kandar. 2008. Budidaya Udang Vannamei. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. P;5. P;6.

Haliman, R W dan Adiwijaya. 2005. Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta.


P;3. P;6. P;7. P;18.

Kordi Ghufran. 2007. Pemeliharaan Udang Vannamei. Indah. Surabaya. P;18

Nazir, M. 1988. Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Timur. P;64. P;65.

Purnomo, A. 2005. Teknik Penetasan Kista Artemia Dengan Metode Dekaptulasi


Yang Digunakan Sebagai Pakan Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei)
Stadia Post Larva Di Unit Pembenihan Gelung Kecamatan Panarukan,
Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur. http://adln.lib.unair.ac.id/.
Research Report. Universitas Airlangga. Surabaya.

Ramli Rosdiana 2010. Teknik Pembenihan Udang Vannamei. Jakarta.

http://informasi-budidaya.blogspot.com/2010/10/teknik-pembenihan-udang-vannamei.html

19
Subaidah, Siti, dkk. 2006. Pembenihan Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei).
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Situbondo. P;153.

Subagyo J. 1991. Metode Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta. P; 54.

Suparmoko, M. 1995. Metode Penelitian Praktis. BDFEE. Yogyakarta. P; 61.

Trobos. 2010. Sertifikasi Pembenihan Jaminan Kualitas Benur. Jakarata.

http://www.trobos.com/show_article.php?rid=13&aid=2291

http://www.sith.itb.ac.id/d4_akuakultur_kultur_jaringan/bahan-
kuliah/Kelompok_1_Manajemen%20_induk_udang.pdf

20

Anda mungkin juga menyukai