Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Udang merupakan komoditas ekspor non migas andalan Indonesia dan
merupakan komoditas utama dari bidang perikanan yang paling banyak diekspor dan
menghasilkan devisa bagi Negara. Permintaan konsumen yang tinggi terhadap udang
menyebabkan udang sangat prospektif untuk dikembangkan. Menurut WARINTEK
- Menteri Negara Riset dan Teknologi, “Permintaan konsumen dunia terhadap
udang rata-rata naik 11,5% per tahun”. Saat ini usaha pengembangan udang
dilakukan melalui teknik budidaya. Usaha pembenihan udang merupakan salah satu
upaya untuk meningkatkan kapasitas produksi udang yang dihasilkan. Melalui
kegiatan pembenihan udang ini diharapkan masalah ketersediaan benih sebagai faktor
primer dalam kegiatan produksi udang konsumsi dapat terpenuhi, sehingga proses
produksi dapat berjalan lancar.
Udang windu merupakan salah satu jenis udang yang menjadi primadona para
konsumen. Usaha pembenihan dan pembesaran udang windu telah banyak
berkembang di masyarakat. Daerah penyebaran dan pengembangan udang windu di
Indonesia diantaranya adalah Sulawesi Selatan (Jeneponto, Tamanroya, Nassara,
Suppa), Jawa Tengah (Sluke, Lasem), dan Jawa Timur (Banyuwangi, Situbondo,
Tuban, Bangkalan, dan Sumenep), Aceh, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur,
dan lain-lain.
Dalam pembudidaayaan udang windu terutama kegiatan produksi udang windu
konsumsi, ketersediaan benur yang mempunyai kualitas dan kuantitas baik
merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan usaha pembesaran yang
dilakukan. Kualitas benur yang jelek dan kuantitasnya yang rendah menyebabkan
terganggunya kegiatan pembesaran yang dilakukan. Benur yang memenuhi syarat
baik kualitas maupun kuantitasnya dapat diperoleh dari panti-panti pembenihan
udang windu (hatchery). Kualitas dan kuantitas benur yang di produksi panti-panti

Makalah perawatan larva udang windu 1


pembenihan biasanya lebih terjamin daripada kualitas dan kuantitas benur yang
diperoleh dengan cara penangkapan di alam.
Pada kegiatan pembenihan udang windu, fase larva merupakan fase yang paling
kritis, karena pada fase ini biasanya terjadi tingkat mortalitas yang tinggi. Tingginya
angka mortalitas pada fase larva ini disebabkan oleh ketidak sempurnaan organ-organ
tubuh larva sehingga larva sangat rentan terhadap kondisi lingkungan yang kurang
memenuhi syarat seperti pakan dan kualitas air. Fluktuasi kualitas air secara tiba-tiba
dan ketidaksesuaian pakan yang diberikan kepada larva, sering menyebabkan
kematian massal pada larva yang dipelihara.
Mengingat fase larva udang windu yang sangat rentan, maka perlu dilakukan
pemeliharaan larva yang benar-benar intensif sehingga dapat angka mortalitas dapat
ditekan.

1.2 Tujuan
Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang teknik pemeliharaan larva
udang windu.
Melatih kerjasama antar mahasiswa

Makalah perawatan larva udang windu 2


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Udang Windu


Klasifikasi udang adalah sebagai berikut:
Phylum : Arthropoda
Class : Crustacea (binatang berkulit keras)
Subclass : Malacostraca (udang-udangan tingkat tinggi)
Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)
Sub-ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang)
Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Spesies : Penaeus monodon
(Tricahyono .1995.)

2.2 Habitat dan Penyebaran


Habitat udang berbeda-beda sesuai dengan jenis dan persyaratan hidup dari
tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Pada umumnya udang-udang bersifat
bentis dan hidup pada permukaan dasar laut. Adapun habitat yang disukai oleh udang
adalah dasar laut yang lumer (soft) yang biasanya campuran lumpur dan pasir.
(Tricahyono .1995.)
Berdasarkan hasil penelitian terhadap larva udang bernilai niaga pada
benihudang stadia post larva pada umumnya ditemukan di sepanjang pantai
pemusatan nener bandeng dengan dasar berpasir atau pasir lumpur., yang diselang
selingi oleh terdapatnya cangkang kerang dan batu-batuan kecil disana sini. Yang
dalam hal ini udang windu lebih menyukai tekstur tanah dasar lempung berdebu
(lumpur dan pasir), sedangkan Penaeus margulensis dan Penaeus indicus
mempunyai daya dukung daya penyesuaian lebih besar terhadap semua tipe dasar
perairan dan lebih menyukai tekstur tanah lempung liat berpasir. (Tricahyono .1995.)

Makalah perawatan larva udang windu 3


Hutan mangrove merupakan ekosistem yang sesuai bagi udang sebagai tempat
berlindung dan mencari makanan. Dalam hal ini terdapat hubungan linier antara luas
hutan mangrove dengan produksi udang niaga khususnya udang windu. Hutan
mangrove yaitu lingkungan baur yang dibentuk oleh pertemuan antara lingkungan
marine dan lingkungan darat atau dapat juga disebut “rawa garaman” yang
merupakan intertidal zone yaitu daerah pasang surut yang secara khusus disebut
estuarine. (Tricahyono .1995.)

2.3 Daur Hidup


Untuk melestarikan sumber daya udang maka pengusahaannya harus disertai
dengan konservasi. Dan untuk konservasi udang perlu diketahui daur hidupnya.
Pengetahuan tentang daur hidup udang juga diperlukan dalam penyediaan benur
untuk budidaya udang di tambak. (Tricahyono .1995.)
Daur hidup udang windu berlangsung dalam dua lingkungan yang berbeda
yaitu lingkungan di tengah laut dan lingkungan perairan di muara sungai yang subur

Tabel . Fase daur hidup udang windu (Motoh, 1981 dalam Tricahyono ,1995)

Fase Dimulai dari Waktu Sifat hidup Habitat


Embrio Pembuahan 12 jam Planktonis Outer litoral
Larva Penetasan 20 hari Planktonis Outer/inner litoral
Juwana Perlengkapan system 15 hari Bentis Estuarine
insang
Juwana akhir Berkembangnya alat 4 bulan Bentis Estuarine
Dewasa awal kelamin luar
(muda) Kematangan seksual 4 bulan Bentis Outer/inner litoral
awal
Udang dewasa Kematangan seksual 10 Bentis
Outer litoral
yang sudah siap bulan
untuk memijah.

Makalah perawatan larva udang windu 4


2.4 Fase Perkembangan Larva Udang Windu
Dalam perkembangan dan pertumbuhannya, larva udang windu mengalami
beberapa kali perubahan bentuk dan ganti kulit (moulting). Secara umum, perubahan
bentuk larva mulai dari menetas sampai menjadi PL (Post Larva) yang siap ditebar ke
dalam tambak, dapat dibedakan menjadi 4 (empat) fase yaitu fase nauplius, fase
protozoea atau yang biasa disebut fase zoea saja, fase mysis, dan yang terakhir adalah
fase post larva. Tetapi kalau diamati secara lebih spesifik dan teliti lagi, setiap fase
mempunyai beberapa sub fase (stadia) yang mempunyai bentuk berlainan. Untuk
lebih jelasnya, berikut ini diuraikan tentang keadaan pada setiap stadia, mulai dari
nauplius sampai dengan post larva.
1. Fase Nauplius
Fase nauplius ini dimulai sejak telur mulai menetas, dan berlangsung selama 46
sampai 50 jam atau 2-3 hari. Dalam fase ini, larva masih belum memerlukan makanan
dari luar tubuhnya karena masih mengandung kuning telur.
Selama menjadi nauplius larva mengalami 6 kali perubahan bentuk dengan
cirri-ciri sebagai berikut :
Stadia Nauplius Ciri-ciri yang menonjol
Nauplius I : badan bentuknya masih bulat telur, tetapi sudah mempunyai
anggota badan tiga pasang.
Nauplius II : badan masih bulat, tetapi ujung antenna pertama terdapat seta
(rambut), yang satu panjang dan yang dua lainnya pendek.
Nauplius III : tunas maxilla dan maxilliped mulai tampak, demikian juga furcal
yang jumlahnya dua buah mulai jelas terlihat, masing-masing
dengan tiga duri (spine)
Nauplius IV : pada antenna kedua mulai tampak beruas-ruas dan pada setiap
furcal terdapat 4 buah duri.
Nauplius V : organ bagian depan mulai terlihat jelas disertai dengan
tumbuhnya tonjolan pada pangkal maxilla.
Nauplius VI : perkembangan bulu-bulu semakin sempurna dan duri furcal
semakin panjang.

Makalah perawatan larva udang windu 5


Nauplius I Nauplius II

Nauplius III Nauplius IV

Nauplius V Nauplius VI

2. Fase Protozoea (zoea)


Pada fase zoea larva harus mulai diberi makanan karena pada fase ini larva
sudah mulai aktif mencari makanan dari luar, terutama plankton. Fase zoea
berlangsung selama 2-3 hari. Media hidup terutama kualitas air harus dijaga jangan
sampai terjadi perubahan yang mencolok, dan pakan diusahakan yang sesuai dengan
bukaan mulutnya supaya mudah ditangkap dan dimakan.
Tingkat perkembangan zoea dapat dilihat dengan adanya tanda-tanda sebagai
berikut :

Makalah perawatan larva udang windu 6


Stadia Zoea Ciri-ciri yang menonjol
Zoea I : badan pipih, mata dan carapace mulai tampak, maxilla pertama dan kedua
serta maxilliped pertama dan kedua mulai berfungsi, alat pencernaan
makanan tampak jelas.
Zoea II : mata mulai bertangkai dan pada carapace sudah terlihat rostrum dan duri
supraorbital yang bercabang
Zoea III : sepasang uropoda yang bercabang dua mulai berkembang dan duri pada
ruas-ruas perut mulai tumbuh.
Untuk lebih jelasnya, perkembangan setiap stadia zoea dapat dilihat pada
gambar berikut :

Zoea II
Zoea I Zoea III

3. Fase Mysis
Setelah fase zoea berakhir, fase berikutnya adalah fase mysis yaitu fase yang
menyerupai udang muda. Pada fase ini larva bersifat planktonis dan yang paling
menonjol adalah gerakannya mundur dengan cara membengkokkan badannya.
Makanan yang paling disukai adalah dari golongan zooplankton, seperti copepoda
atau rotifer. Pada fase ini larva mengalami tiga kali perubahan bentuk selama 2-3
hari, yang dapat dilihat dengan tanda-tanda sebagai berikut :

Makalah perawatan larva udang windu 7


Stadia Zoea Ciri-ciri yang menonjol
Mysis I : bentuk ramping dan memanjang seperti udang muda, tetapi kaki renang
masih belum tampak.
Mysis II : tunas kaki renang mulai tampak nyata tetapi belum beruas.
Mysis III : tunas kaki renang bertambah panjang dan beruas-ruas.
Untuk lebih jelasnya, perkembangan setiap stadia Mysis dapat dilihat pada
gambar berikut :

Mysis I Mysis II

Mysis III

4. Fase Post larva (PL)


Perubahan bentuk paling akhir dan paling sempurna dari seluruh metamorfosa
larva udang adalah saat larva tersebut mencapai fase post larva. Pada fase ini larva
tidak mengalami perubahan bentuk, karena seluruh anggota tubuh sudah lengkap dan
sempurna seperti udang dewasa. Dengan bertambahnya umur, larva hanya mengalami
perubahan panjang dan berat. Sedangkan bagian yang lain tidak mengalami
perubahan bentuk sedikit pun. Sifat yang paling menonjol dari dimulainya fase post
larva tidak suka melayang dalam air, tetapi lebih banyak menghuni di bagian dasar,
dengan makanan yang paling disukainya adalah zooplankton.
Makalah perawatan larva udang windu 8
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut :

Post larva (PL-1)

2.5 Pemeliharaan Larva Udang Windu


Pemeliharaan larva perlu dilakukan untuk mengurangi tingkat mortalitas larva
udang windu yang tergolong cukup tinggi mengingat fase kritis siklus kehidupan
udang windu adalah pada fase ini. Fase larva udang windu terdiri atas beberapa fase
perkembangan. Setiap fase perkembangan tersebut perlu diperhatikan untuk dapat
menentukan media yang cocok untuk pertumbuhan masing-masing fase dan dapat
menentukan jenis pakan yang cocok dan disukai larva.
2.5.1 Persiapan Bak
Persiapan bak meskipun terlihat sederhana, memegang peranan penting dalam
menentukan berhasil tidaknya usaha pemeliharaan larva. Persiapan bak yang
dimaksud adalah upaya untuk mengeringkan dan membersihkan bak dari segala
bentuk kotoran, sebelum bak digunakan atau diisi air. Dalam hal ini bak harus
dibersihkan dari segala bentuk kehidupan organisme atau kotoran yang menempel
pada dasar dan dinding bak. Bahan-bahan organik seperti ammonia yang masih
tersisa akan mengganggu kehidupan larva, bahkan bisa mematikan pada konsentrasi
1,3 ppm. Selain itu juga,mikroorganisme (jasad-jasad renik) yang masih menempel
dan belum mati akan menyebabkan timbulnya penyakit. Oleh karena itu kebersihan
bak harus menjadi perhatian utama dalam masa persiapan ini.
Cara membersihkan bak yang memenuhi syarat teknis adalah sebagai berikut:
o Bak yang telah dikeringkan, bagian dalam dinding dan dasarnya
dibersihkan dengan larutan chlorine dengan dosis 150 ppm atau 150 ml

Makalah perawatan larva udang windu 9


larutan chlorine 0,5 M dilarutkan dalam 1 m3 air. Caranya cukup dengan
membilas permukaan bak dengan kain yang dicelupkan ke dalam larutan
chlorine 150 ppm. Larutan chlorine yang digunakan biasanya adalah
hipochlorin. Apabila tidak ada chlorine, maka dapat digunakan detergent
sebagai bahan anti septic.
o Antara 1-2 jam setelah pencucian dengan chlorine, bak perlu dinetralkan
dengan larutan Natrium Tio Sulfat sebanyak 40 ppm. Karena chlor yang
masih menempel pada dinding bak dapat bersifat racun bagi larva dan bisa
mematikan plankton yang diberikan sebagai pakan larva.
o Setelah pencucian dianggap cukup, langkah selanjutnya adalah
pengeringan bak selama 1 hari sambil menunggu pengisian air.
o Bersamaan dengan pencucian bak ini, selang dan batu aerasi juga perlu
disucihamakan terlebih dahulu sehingga bisa langsung dipakai.
o Untuk menghindari pencemaran kotoran dari udara dan tempat lain, bak
yang telah disucihamakan tersebut perlu ditutup dengan dark ligh.
a. Pengaturan Aerasi
Dalam pemeliharaan larva, pemberian aerasi merupakan suatu hal yang mutlak
diperlukan karena dapat menentukan tingkat kehidupan larva. Apabila pemasangan
aerasi kurang tepat, tidak sesuai dengan volume air dan kepadatan larva, maka bisa
menimbulkan kematian massal larva. Oleh karena itu pemasangan batu aerasi harus
diusahakan memenuhi syarat teknis, agar dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan
kematian pada larva.
Sebagai patokan jumlah batu aerasi yang diperlukan dalam tiap meter persegi
berkisar antara 10-12 batu aerasi atau setiap panjang dan lebar 40 cm ditempatkan
satu buah batu aerasi. Batu aerasi yang digunakan harus dipilih yang mengeluarkan
gelembung halus supaya dapat memperbesar difusi oksigen dalam air media.
Kemudian dalam pemasangannya diusahakan menggantung pada jarak 5-10 cm dari
dasar bak, sehingga sirkulasi oksigen bisa mencapai dasar bak.

Makalah perawatan larva udang windu 10


b. Pengisian Air
Setelah yakin bahwa bak pemeliharaan telah dibersihkan dengan baik, langkah
selanjutnya adalah pengisian air untuk persiapan penebaran nauplius. Kualitas air
yang akan digunakan harus diperhatikan sungguh-sungguh. Sebab air merupakan
media yang menentukan bagi kehidupan nauplius. Pengambilan air yang ceroboh
akan berakibat fatal bagi pertumbuhan dan kehidupan nauplius yang dipelihara.
Untuk itu, pengambilan air harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Air harus benar-benar bebas dari polusi. Untuk itu air harus diambil dari
laut yang masih bersih, minimal 500 m dari pantai.
2. Hindari pengambilan air laut yang masih dekat dengan aliran sungai besar.
3. Kadar garam air laut diusahakan berkisar antara 30-33 ppt.

Gambar. Pengambilan air laut

Makalah perawatan larva udang windu 11


Untuk mendapatkan air yang memenuhi kualitas untuk pemeliharaan larva,
maka perlu dilakukan perlakuan terhadap air laut sebelum digunakan. Perlakuan air
ini dilakukan untuk menyesuaikan kualitas air media dengan kebutuhan larva dan
mentralisir air laut dari jasad-jasad pathogen yang berpotensi menyebabkan penyakit
pada larva udang yang dipelihara. Ada beberapa perlakuan terhadap air laut yang
biasa dilakukan, diantaranya :
a. Filtrasi fisik
Filtrasi fisik ini bertujuan untuk mengurangi kotoran-kotoran yang dapat
meningkatkan kandungan bahan organic air media pemeliharaan larva.
Filtrasi fisik dilakukan dengan melalukan air pada bak filtrasi (bak
penyaringan. Adapun gambar bak penyaringan adalah sebagai berikut :

kerikil
Pasir
Ijuk
Pasir
kerikil

Gambar. Filter fisik/mekanik

Makalah perawatan larva udang windu 12


b. Desinfeksi air media
Desinfeksi air media pemeliharaan larva biasanya dilakukan dengan
menggunakan bahan-bahan kimia, bahan kimia yang sering digunakan
adalah chlorine (chloriunasi) dan ozon (ozonisasi).
1. Desinfeksi dengan cara chlorinasi
Desinfeksi chlorinasi dilakukan dengan memasukkan sodium hypochlorite
(kaporit) ke dalam air yang akan digunakan untuk pemeliharaan larva
dengan dosis 1,5 ppm selama 24 jam. Perlakuan hypochlorite ini dilakukan
di dalam bak penampungan air, bersamaan dengan chlorinasi juga
dilakukan pemberian aerasi selama 24 jam. (Hadie, W dan Hadie, L. E.
1993). Menurut Sutaman (2007), pemberian kaporit dilakukan dengan
dosis 7-10 g/ 1 ton air.

2. Desinfeksi dengan ozonisasi


Ozonisasi berfungsi sebagai desinfeksi sekaligus sebagai oksidator.
Ozon dapat diperoleh dengan menggunakan ozonizer. Penggunaannya
relative singkat, yaitu 15 menit untuk metode sirkulasi ulang secara
terbuka. Sedangkan untuk sirkulasi secara tertutup, pemakaiannya dapat
dilakukan secara terus menerus pada ruangan khusus.
Pengisian air dari bak penampungan ke dalam bak pemeliharaan larva
dilakukan dengan menggunakan pompa dap yang telah dilengkapi dengan kain
saringan ukuran 100 mikron. Kondisi air dalam bak pemeliharaan larva dikatakan
siap tebar, jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Kejernihan air : sangat jernih (kandungan bahan organic rendah)
2. Ketinggian air : 80-100 cm
3. Salinitas : 30-32 ppt
4. pH : 7,9-8,3
5. Suhu : 31-32oC

Makalah perawatan larva udang windu 13


2.5.2 Penebaran Nauplius
a. Sumber Nauplius
Untuk mendapatkan nauplius dapat diperoleh dengan cara membeli langsung dari
unit pembenihan yang lebih besar, atau dengan cara menyewa induk matang telur dari
pengumpul induk kemudian ditetaskan sendiri. Sistem ini biasanya setelah telur lepas,
induk udang dikembalikan lagi pada pengumpul. Cara pertama tidak mengandung
unsure spekulasi, karena jumlah nauplius yang kita beli sudah pasti sesuai dengan
kebutuhan kita. Cara ini dianjurkan dan biasa dilakukan untuk pengusaha atau petani
yang baru memulai dan berpengalaman dalam menetaskan telur. Sedangkan cara
yang kedua masih mengandung resiko kerugian, terutama bila telur tersebut tidak
mau menetas atau daya tetas telur sangat rendah karena faktor teknis. Namun jika
dilihat dari harganya, menyewa induk untuk ditetaskan sendiri lebih menguntungkan,
karena harga sewa satu induk udang matang telur hanya Rp 25.000,-. Jika
penetasannya baik, maka satu induk bisa menghasilkan 600.000 – 700.000 butir telur
yang menetas mencapai menjadi 400.000- 500.000 ekor nauplius. Tetapi kalau kita
beli langsung nauplius, harganya bisa mencapai Rp 150.000,-/ 1 juta nauplius.
Yang perlu diperhatikan dalam membeli nauplius adalah :
1. Membeli nauplius pada hatchery yang khusus tentang penetasan telur yang
sudah berpengalaman.
2. Sebelum membeli nauplius, teliti dahulu induk yang telah digunakan.apakah
merupakan induk yang berkualitas.
3. Induk alami yang telah matang gonad, akan menghasilkan larva udang yang
lebih baik. Namun induk yang belum matang gonad dan melalui ablasi mata
asal induk tersebut memenuhi syarat hasilnya tidak kalah dengan larva yang
dihasilkan dengan larva yang dihasilkan oleh induk alam.
4. Nauplius yang dipilih hendaknya yang sehat yaitu dicirikan dengan dengan
gerak aktifitas yang lebih tinggi dan memberikan reaksi yang lebih cepat
terhadap cahaya.
5. Stadia nauplius saat membeli hendaknya dilihat dalam hal ini harus berumur
sama, jangan terlalu berbeda.

Makalah perawatan larva udang windu 14


Cara Menghitung dan Mengakut
Menghitung nauplius dalam bak yang akan diangkut perlu mendapatkan
perhatian khusus. Karena apabila kita tidak cermat, jumlah nauplius yang kita
kehendaki bisa kurang tepat. Berbeda dengan menghitung post larva (PL) yang akan
ditebar dalam tambak, maka kita menghitung nauplius adalah banyaknya nauplius
dalam satuan vulume tertentu. Setelah yakin bahwa nauplius yang kita beli sudah
sesuai dengan jumlah dan mutunya, maka nauplius tersebut segera diangkut.
Pengangkutan nauplius dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1. Pengankutan tertutup, yaitu menggunakan kantong plastic dengan
penambahan oksigen. Biasanya dalam 1 kantong plastic dapat diisi dengan
500.000 ekor nauplius.
2. Pengakutan terbuka, yaitu menggunakan ember atau jerigent yang dilengkapi
dengan aerasi.
Apabila jarak jauh, cara tertutup adalah cara yang paling aman. Tetapi apabila
jaraknya tidak terlalu jauh atau hanya memindahkan jarak dekat, maka pengangkutan
cara kedua lebih praktis.

Adaptasi
Untuk menghindari kermatian nauplius pada saat penebaran, maka perlu
dilakukan adaptasi terhadap lingkungan yang baru. Sebab, kondisi air pada saat
mengambil nauplius dengan air di dalam bak yang baru, tidak mungkin persis sama.
Baik suhu, kadar garam, pH maupun kualitas air lainnya. Nauplius adalah fase awal
dari kehidupan larva yang paling krisis terhadap perubahan lingkungan, maka
penebarannya harus dilakukan secara bertahap hingga suhu air dan kadar garam sama
atau mendekati sama dengan kualitas air yang baru. Dari sekian banyak faktor
kualitas air yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kehidupan nauplius saat
adaptasi adalah faktor suhu dan kadar garam. Suhu mempunyai pengaruh langsung
pada fisiologi hewan, dalam hal nauplius terutama metabolisme. Sedangkan kadar
garam mempunyai pengaruh langsung terghadap pengaturan cairan tubuh. Sehingga
apabila kedua faktor ini berbeda sangat jauh, maka bisa mengakibatkan nauplius yang

Makalah perawatan larva udang windu 15


ditebar mati lemas, karena cairan tubuhnya cenderung banyak keluar untuk
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang baru.
Adaptasi nauplius ini dilakukan selama setengah sampai satu jam, tergantung
perbedaan kadar garam. Sebagai patokan, perbedaan kadar garam 1 ppt, lama
adaptasi diusahakan 15-20 menit. Cara adaptasi nauplius yang baik adalah sebagai
berikut :
1. Setelah nauplius sampai di tempat tujuan, jangan dulu dibuka ikatan
plastiknya tetapi diapung-apungkan dahulu di dalam bak selama 10 menit.
2. Jika dianggap sudah tidak ada perbedaan suhu, ikatan plastik mulai dibuka.
3. Langkah berikutnya adalah adaptasi kadar garam, yaitu dengan cara
memasukkan sedikit demi sedikit air bak ke dalam kantong plastik.
Diusahakan perbedaan garam 1 ppt minimal adaptasi 15 menit.
4. Apabila kadar garam mendekati sama, nauplius dicoba dibiarkan untuk keluar
dengan sendirinya. Jika sudah banyak yang keluar secara perlahan-lahan
kantong plastik dimasukkan seluruhnya dan diangkat hingga nauplius keluar
semua, tidak ada yang tertinggal dalam kantong.
5. Diusahakan penebaran nauplius tidak terlalu padat, tetapi cukup antara 75
ekor – 150 ekor per liter.
Untuk mencegah timbulnya penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme,
maka setelah dua hari penebaran atau setelah nauplius mencapai sub stadia ”Nauplius
6”, air media pemeliharaan larva perlu diberi antibiotik jenis Trefan 0,05 ppm dan
Erithromycin 1,33 ppm. Atau bisa juga sebelum nauplius ditebar dalam air media
perlu diberi EDTA 5 ppm dan Furazolidone 1 ppm.

2.5.3 Pemberian pakan larva udang windu


Dalam pemeliharaan larva uadang diperlukan makanan yang dapat
mempertahankan tubuhnya dan mempercepat pertumuhan larva udang. Adapun jenis
makanan yang dapat dierikan kepada larva udang adalah berupa makanan alami dan
makanan buatan.

Makalah perawatan larva udang windu 16


1. Makanan alami
Di alam bebas udang windu mengkonsumsi plankton, baik plankton nabati atau
plankton hewani. Plankton mikroorganisme yang hidup bebas melayang-layang di
dalam air bergerak atau tidak bergerak dan mengikuti arus. Plankton di dalam laut
terdiri dari bermacam-macam jenis, untuk keperluaan budidaya udang plankton harus
dibudidaya dalam bak tersendiri dan dikelola secara baik sehingga terpenuhi
keutuhan sesuai dengan padat penebaran. Larva udang windu yang baru ditebarkan
perlu segera disediakan makanan alami. Semua jenis plankton dapat hidup pada air
yang cukup suhunya tidak setinggi pada perairan yang dangkal. Plankton dapat saja
tumbuh lebat di air yang salinitasnya rendah ataupun tinggi, asalkan sistem
pengelolaan benar dan jenis pupuk yang digunakan memadai. Pada kultur di tambak
pemupukan tidak berpengaruh secara langsung terhadap udang, pengaruh pertama
dari pemupukan adalah pertumbuhan plankton kemudian plankton dimakan oleh
berbagai jenis organisme dan akhirnya organisme tersebut dimakan oleh udang.
Beberapa factor yang perlu diperhatikan dalam memilih jenis plankton yang
baik dan sesuai untuk makanan larva udang windu adalah seagai berikut :
1. Mudah dicerna dan mempunyai ukuran yang sesuai dengan lebar mulut larva,
Jika plankton ini bergerak misalkan zooplankton dan phytoplankton
gerakkannya jangan terlalu cepat supaya mudah ditangkap oleh larva udang
windu.
2. Mudah dibudidayakan dalam arti memerlukan media budidaya yang tidak
terlalu rumit dan tidak terlalu peka terhadap perubahan lingkungan seperti
suhu, kadar garam, dan cahaya.
3. Pertumbuhannya cepat artinya dalam beberapa hari plankton yang
dibudidayakan dapat dipanen untuk makanan larva, karena larva dipelihara
secara massal maka makanan tersedia pada setiap saat diperlukan.
4. Dalam proses hidupnya tidak menghasilkan racun atau gas-gas yang
memahayakan larva dan lingkungan.

Makalah perawatan larva udang windu 17


Berbagai jenis plankton yang sering dibudidayakan dan digunakan untuk larva
udang windu antara lain jenis mikroalga, rotifera, cladocera, copepoda, diatom, dan
flagellata. Selain plankton tersebut dapat pula diberikan makanan alami yang
tercantum pada tabel sebagai berikut ini :
Pakan alami yang digunakan sebagai pakan larva udang
Spesies Jenis Keterangan
1. Artemia salina Crustacea Nauplii
2. Crassostrea sp Molusca Trocophoda
3. Balanus sp Crustacea Nauplii
4. Aracia sp Echinoderm Larva

2. Makanan Buatan
Salah satu usaha untuk memacu peningkatan produksi benih udang windu yaitu
memberikan makanan buatan. Makanan buatan untuk memenuhi kebutuhan makanan
yang sangat penting untuk memelihara kesehatan larva dan pertumbuhan sehingga
dapat meningkatkan jumlah larva yang hidup. Makanan buatan diharapkan dapat
menggantikan jenis makanan lainnya. Makanan buatan yang diberikan dimaksudkan
untuk stadia larva dan post larva.
Gizi yang diperlukan oleh udang pada umumnya terdiri dari :
1. Karbohidrat
Merupakan sumber energi yang mempunyai sifat mudah larut dan mudah dicerna,
penggunaannya tergantung pada jenis karbohidrat dan jenis udang.
2. Protein
Merupakan zat yang sangat penting karena dijumpai dalam hampir semua sel hewan.
Berfungsi sebagai zat pembangun tubuh. Protein terdiri dalam 10 asam amino
esensial yang mutlak diperlukan oleh tubuh serta tidak dapat disintesa oleh tubuh
udang pada stadia larva. Dengan demikian kebutuhan akan protein pada pada stadia
larva lebih berdaya guna dan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kebutuhan udang
yang berukuran lebih besar.

Makalah perawatan larva udang windu 18


3. Lemak
Mempunyai energi paling tinggi dibandingkan dengan zat makanan lainnya, hanya
terdapat dalam makanan buatan. Apabila kekurangan dapat mengakibatkan terhambat
pertumbuhan larva dan mungkin akan merusak kualitas air akibat oksidasi lemak sisa-
sisa makanan di dalam bak pemeliharaan. Lemak dapat diharapkan dapat
menyediakan asam lemak linoleat yang sangat penting untuk pertumbuhan dan tidak
dapat dibentuk di dalam tubuh udang.
4. Vitamin
Dibutuhkan udang sekalipun dalam jumlah yang kecil, kekurangan vitamin akan
mengakibatkan timbulnya penyakit atau gejala tidak normal dan pertumbuhan yang
lambat. Kebutuhan akan vitamin bergantung pada ukuran udang, keadaan lingkungan,
serta zat makanan lainnya. Pemberiaan vitamin pada stadia larva ternyata
memberikan dampak positif terhadap pertumbuhannya.
5. Mineral
Udang memutuhkan unsur-unsur anorganik atau mineral untuk pementukan jaringan
tuuh serta untuk memepertahankan keseimbangna jaringan tuuh dan air
lingkungannya.
Sebelum mengetahui lebih jauh tentang makanan buatan untuk udang windu, terlebih
dahulu perlu dipahami berbagai seluk beluk makanan buatan untuk dapat menunjang
konsep pemiliharaan benur sampai udang dewasa. Udang windu merupakan hewan
omnivora yamng membutuhkan energi tersedia dalam makanan buatan sebesar 4,5
kcal/gr untuk protein dan karbohidrat serta lemak masing-masing sebesar 9,0 kcal/gr.
Faktor-faktor penunjang pemberian pakan larva udang windu adalah sebagai berikut :
1. Waktu
Pemberian pakan harus disesuaikan dengan tingkah laku udang dalam hal mencari
makanan, udang bersifat nocturnal yaitu aktif mencari makan pada malam hari.
2. Jumlah
Jumlah makanan buatan yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal berbeda untuk
setiap jenis dan stadium perkembangan. Semakin udang tersebut muda semakin besar
jumlah makanan yang diberikan sesuai dengan berat badannya.

Makalah perawatan larva udang windu 19


3. Frekuensi
Frekfensi pemberian pakan setiap harinya harus diatur dan disesuaikan dengan sifat
biologis udang agar makanan tersebut berdaya guna.
4. Cara Pemberian
Cara pemberian makanan harus dilakukan secara benar agar makanan tersebut
berdaya guna. Untuk itu pemberian pakan harus disesuakan dengan dengan sifat
biologis ydang winadu.Udang windu lebih suka mencari makanan di sekitar tambak
maka pemberian makanan juga diberikan disekitar tambak. Pemberian pakan buatan
dimulai pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 5 setelah penebaran. Jumlah pakan
yang diberikan dilakukan dengan 2 cara yaitu penebaran langsung disekeliling
tambak dan pemberian pakan yang diletakkan di atas anco-anco pakan. Pemberian
pakan dalam anco dimaksud untuk mengontrol nafsu makan udang dan untuk
mengwtahu takaran pakan yang akan diberikan setiap pergantian bulan (masa
budidaya/pemeliharaan). Demikian pula jenis makanan harus disesuaikan dengan
umur udang windu, pemeriksaan habis tidaknya setiap jenis pakan udang dilakukan 2
jam sekali. Teknik pemberian pakan udang dengan berbagai merk pakan harus sesuai
dengan prosedur yang terdapat dalam brosur-brosur pakan tersebut.
Pemberian pakan yang tepat baik jenis, jumlah maupun waktunya akan
menghasilkan pertumbuhan dan kehidupan larva yang lebih baik. Dalam hal ini setiap
fase pertumbuhannya memerlukan jenis pakan yang berbeda. Sebagai contoh pada
fase zoea-1 sampai dengan zoea-3 pakan yang cocok adalah plankton
(alga),ESP,GAP, sedangkan pada fase mysis-1 sampai denga mysis-3 selain ESP dan
GAP adalah nauplii artemia. Kemudian pada fase post larva -1 sampai 3 sudah diberi
pakan buatan misalnya Brine Shrimp Flake dan nauplii artemia, sedangkan pada PL-
5 sampai 20 selain flake dan nauplii artemia juga diberikan vitamin komplek.
Pemberian pakan jenis plankton pada awal pemberian fase zoea 1 sampai 2 hanya
diberikan 2 kali dalam 24 jam, yaitu pada jam 12 dan 24. Caranya bisa langsung
mengambil plankton yang dikultur bersama massa air kurang lebih 10 liter, kemudian
ditebar secara merata ke dalam bak pemeliharaan larva. Sedangkan ESP dan GAP
cara pemberiaannya dilarutkan dahulu dan disaring dengan kain saringan sebesar 100

Makalah perawatan larva udang windu 20


mikron. Kemudian air hasil saringan tersebut ditebarkan secara merata ke dalam bak
pemeliharaan larva. Untuk pemberian pakan jenis flake dan vitamin bisa langsung
ditebarkan atau dilarutkan dahulu sebelum diberikan. Sedangkan artemia yang
diberikan adalah naupliinya yang diperoleh dengan cara menetasakan kista artemia.
Dalm 24 jam nauplii artemia hanya diberikan 2 kali yaitu pada jam 12 dan 24 dan
diberikan sejak larva masih fase mysis-3 sampai panen post larva.
Telur akan menetas menjadi nauplius setelah 12-16 jam, pada tingkat nauplius
larva tidak perlu diberikan makanan karena masih memiliki cadangan makanan
dalam kantong telur. Sedangkan pada zoea sudah memerlukan makanan tetapi
diberikan makanan butir halus, biasanya digunakan plankton Skeletoneme sp atau
Tetraselmis sp. Kedua plankton ini dipelihara didalam bak tersendiri dengan diberi
pupuk urea atau TSP atau campuran beberapa jenis bahan seperti vitamin dan EDTA.
Stadia zoea mengalami tiga kali pergantian kulit dalam waktu 4-7 hari, tergantung
pada jumlah serta mutu makanan, temperatur air, sallinitas, dan mutu air. Setelah
zoea adalah fase mysis, pada akhir fase mysis diberikan makanan berupa nauplius
artemia atau artemia salina. Untuk mendapatkan kista artemia dapat membeli
langsung dalam agen pakan. Biasanya dikemas dalam bentuk kalengan, sedangkan
penggunaannya harus ditetaskan telebih dahulu. Sehingga didapati nauplii yang bisa
diberikan pada larva. Penetasan kista artemia dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1. Penetasan langsung, disebut dengan penetasan dengan cara inkubasi.
2. Penetasan dengan cara dekapsulasi, dalam cara ini cangkang kista dikupas,
yaitu tanpa mempengaruhi kehidupan embrio dalam kista. Setelah dicuci
bersih dapat langsung diberikan pada larva udang.
Dari kedua cara penetasan yang paling umum dilakukan dalam pembenihan adalah
penetasan secara langsung, yang dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Kista artemia yang baru dibuka dalam kaleng, direndam dahulu dalam air
tawar selama 1 jam.
2. Saring dengan saringan 125 mikron, sambil disemprot air.
3. Tiriskan lalu masukkan kedalam wadah penetasan yang berbentuk kerucut.

Makalah perawatan larva udang windu 21


4. tambahkan air laut yang telah disaring sebanyak 1 liter(salinitas 30 ppt) untuk
setiap 5 – 7 gram kista ke dalam wadah penetasan.
5. Berilah aerasi secukupnya (10-20 liter/menit) dari dasar wadah, sehungga
kista teraduk dan tidak mengendap didasar.
6. Untuk merangsang penetasan, terangi dengan sinar sekurang-kurangnya 1000
lux, yang dapat dilakukan dengan memasang 2 buah lampu neon 600 watt
sejauh 20 cm dari permukaan air.
7. Setelah 24-48 jam biasanya kista artemia menetas menjadi nauplii dan bisa
segera dipanen.
8. Untuk mempercepat pemanenan, lampu dimatikan kemudian wadah ditutup
agar tidak tembus cahaya.
9. Beberapa menit kemudian kran dibuka, kemudian nauplii ditampung dalam
wadah yang telah disiapkan. Selanjutnya siap diberikan kepada larva.
Setelah itu fase pasca larva1 tetap berupa makanan alami dan makanan buatan. Pasca
larva dipelihara lebih lanjut dari ruang tertutup ke ruang terbuka. Selam pemeliharaan
pasca larva diberi makanan berupa nauplii artemia, daging iakn segar, dan pellet.
Pamberian makann hidup berupa alga budidaya secara terpisah melalui teknik
pemupukan yang diawali dengan budidaya murni dilaboratorium dan selanjutnya
dikembangkan secara massal di dalam bak alga, dengan jenis pupuk organik seperti
urea, K2NO3, ZA, selain itu jaga diberi vitamin dan EDTA. Pemberian pakan berupa
nauplii artemia berguna untuk mengurangi sifat kanibalisme larva udang.Artemia
dijaul dalam bentuk telur dan ditetaskan sebelum diberikan pada benih udang.

2.6 Penyakit dan Cara Pengendaliannya


Menurut Sachlan (1972) dalam Afrianto dan Liviawaty (2003), timbulnya
serangan penyakit ikan merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara inang,
kondisi lingkungan dan organisme penyebab penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini
menyebabkan stress pada inang, sehingga mekanisme pertanan dirinya menjadi lemah
dan akhirnya mudah terserang penyakit.

Makalah perawatan larva udang windu 22


Inang Lingku

ngan

Penya Kit

Parasit ikan (host) dan faktor stress lingkungan


Gambar : Hubungan antara parasit,
terhadap proses terjadinya penyakit.

Penyakit yang biasa menyerang larva udang windu dapat dibedakan menjadi
dua yaitu: (1) penyakit non infeksi dan (2) penyakit infeksi.
Penyakit Non Infeksi
Penyakit non infeksi bisa timbul karena adanya beberapa sebab yang dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:
1. Kerusakan fisik, yang diakibatkan oleh perawatan yang kurang baik
seperti sering memindahkan larva dari bak yang satu ke bak yang lain.
2. Kualitas makanan yang kurang memenuhi syarat sep[erti kekurangan
vitamin dan komposisi gizi yang jelek.
3. Kualitas air yang tidak memenuhi syarat bagi kehidupan larva.
Penyakit Infeksi
Penyakit ini timbul karena adanya organisme penyakit yang menyerang larva.
Dari pengamatan di lapangan, sering dijumpai beberapa jenis organisme yang biasa
menyerang larva, baik di pembenihan skala besar maupun skala rumah tangga, yaitu :
1) Laginidium
Organisme ini tergolong jamur yang dapat hidup di air tawar dan air asin.
Organisme ini sering menyerang larva pada stadia nauplius IV sampai dengan Zoea I.
Ciri-ciri larva yang terserang Lagenium adalah :

Makalah perawatan larva udang windu 23


Banyak mycellium dan spora yang menmpel pada permukaan tubuh
larva
Larva lemah dan diam di dasar bak
Ada tiga kemungkinan yang diduga sebagai penyebab masuknya Lagenidium
ke dalam bak pemeliharaan, yaitu :
Dalam bentuk spora masuk bersama air dan lolos filter
Terbawa oleh induk di dalam ovarium
Bersama pakan alami (menempel pada diatom)
Beberapa cara dapat dilakukan untuk menanggulangi dan memberantas jamur
ini, yaitu :
Dengan menggunakan MG (malachite green) 0,01 ppm yang dilarutkan
dalam media pemeliharaan larva
Mensucihamakan induk yang akan digunakan dengan kalium
permanganat 0,37 % selama 30 menit atau MG 5 ppm selama 15 menit.
Dengan penyinaran sinar UV (ultraviolet)
2) Zootamnium sp
Organisme ini tergolong binatang berambut getar yang biasa ditemukan pada
bak pemeliharaan larva. Larva yang terserang penyakit ini biasanya ditandai dengan
ciri-ciri sebagai berikut :
Air media pemeliharaan biasanya berwarna putih susu
Gerakan larva lemah dan pernafasan terganggu
Kemampuan larva menangkap makanan berkurang
Pada tubuh larva terdapat banyak koloni Zootamnium jika diamati di
bawah mikroskop.
3) Chaetoceros
Meskipun tergolong jenis makanan alami larva udang windu, akan tetapi
apabila populasi chaetoceros di dalam media pemeliharaan dapat menimbulkan
masalah. Blooming Chaetoceros diatas 2-3 juta sel/ml dapat menyebabkan kematian
larva yang tinggi, terutama pada stadia nauplius.

Makalah perawatan larva udang windu 24


4) Licmophora
Juga termasuk salah satu pakan alami (diatom) yang dapat menyerang larva dari
nauplius sampai mysis. Pada tingkat infeksi yang berat, tubuh larva menjadi lemah
dan beberapa jam kemudian akan mati. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mengurangi pertumbuhan Licmophora sp ini adalah sebagai berikut :
Menambahkan chlorella ke dalam media pemeliharaan larva sehingga
pertumbuhan licmophora menjadi terhambat karena chlorella
menghalangi masuknya intensitas cahaya matahari.
Menutup bak dengan terpal atau plastik gelap sehingga intensitas
cahaya dapat dikurangi.
5) Amoebaflagellata
Organisme ini merupakan protozoa yang biasa menyerang larva udang windu
pada stadia post larva. Ciri-ciri larva yang terserang penyakit ini adalah sebagai
berikut :
Jaringan tubuh karva kosong meskipun kulit luarnya tampak utuh
Larva lemah dan berdiam diri di dasar bak
Jaringan tubuh yang terserang adalah jaringan otot, tangkai mata, dan
saluran pencernaan.
Patogen ini muncul pada kondisi kualitas air yang jelek dan adanya kotoran
bahan organik yang tertimbun di dasar bak. Cara pencegahan yang paling utama
adalah dengan mengganti air atau penyiponan air yang lebih sering.
6) Penyakit kunang-kunang
Penyakit kunang-kunang atau penyakit udang menyala merupakan penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Vibrio sp. Penyakit ini biasa menyerang pada saat
musim penghujan yaitu pada saat kondisi salinitas rendah. Perubahan suhu yang
drastis juga dapat menyebabkan penyakit ini.
Tanda-tanda larva terserang penyakit kunang-kunang adalah sebagai berikut :
Larva kelihatan menyala terutama pada saat gelap
Lemah dan kurang aktif
Nafsu makan berkurang
Makalah perawatan larva udang windu 25
Terdapat bercak-bercak merah pada tubuh
Untuk mengendalikan penyakit ini dapat dilakukan dengan cara :
Filtrasi air
Desinfektanisasi bak
Mengurangi pakan buatan dengan makanan alami
7) Penyakit bengkok
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Vibrio sp. adapun ciri-ciri larva yang
terserang penyakit ini adalah sebagai berikut :
Badan bengkok
Nafsu makan berkurang
Warna tubuh tidak normal
Moulting tidak sempurna
Untuk mencegah penyakit udang bengkok ini dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
Pengendalian mutu air terutama kestabilan salinitas dan suhu
Desinfeksi bak dan peralatan
Pemberian makanan yang bergizi dengan penambahan kalsium dan
mineral ke dalam pakan tersebut.
Apabila terpaksa menggunakan obat-obatan, maka dapat digunakan
Chlorampenicol 10 ppm atau forasolidon 10 ppm.
Secara umum dalam usaha untuk mencegah dan menanggulangi penyakti yang
sering menyerang larva, dapat dilakukan dengan usaha pencegahan dan usaha
pengobatan.
Usaha pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Mengurangi kemungkinan memburuknya kualitas air yang dapat
menyebabkan stress
Pemberian makanan harus memenuhi syarat baik kualitas maupun
kuantitasnya sesuai tahap perkembangan larva

Makalah perawatan larva udang windu 26


Menggunakan alat-alat dari satu bak ke bak yang lain secara lebih
teratur
Air yang digunakan untuk media pemeliharaan harus benar-benar bebas
polusi
Sedangkan usaha pengobatan merupakan upaya terakhir, terutama jika tindakan
pencegahan tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pemberian obat-obatan harus
dilakukan secara tepat, sebab jika tidak dilakukan dengan tepat dapat menimbulkan
masalah sebagai berikut :
Berpengaruh negatif terutama terhadap bakteri nitrifikasi yang
berperan dalam filter biologis
Berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan makanan alami seperti
diatom yang berguna sebagai makanan larva
Kemungkinan meninggalkan residu yang sangat berbahaya bagi
kehidupan dan pertumbuhan larva yang dipelihara

Makalah perawatan larva udang windu 27


DAFTAR PUSTAKA

Sutaman.2007. Petunjuk Praktis Pembenihan Udang Windu Skala Rumah Tangga.


Yogyakarta : Kanisius

Tricahyono, E. 1995. Biologi dan Kultur Udang Windu. Jakarta : Akademika


Pressindo

Hadie, W dan Hadie, L.E. 1993. Pembenihan Udang Galah.

Makalah perawatan larva udang windu 28

Anda mungkin juga menyukai