TUGAS AKHIR
Oleh:
MUTHIAH ASHILAH
1722010041
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir/skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,
dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
Yang menyatakan
Muthiah Ashilah
RINGKASAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, serta tidak lupa pula penulis mengirimkan shalawat dan salam kepada
penyusunan tugas akhir ini. Keberhasilan penyusunan tugas akhir ini tidak terlepas
dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, tidak lupa penulis
1. Ibu Mulyati , S.Pi ., M.Si selaku pembimbing I, ibu Dr. Ir.Irfani Baga, M.P
2. Bapak Sangga Sulistyo S dan bapak Bli Wayan selaku pembimbing lapangan
Perikanan,
Pangkep,
senantiasa mengiringi Do’a sehingga penulis dapat menyusun tugas akhir ini
dengan baik,
yang tidak sempat disebutkan namanya , atas partisipasi dan bantuannya dalam
penyelesaian studi ini , penulis menyadari penyusunan tugas akhir ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun.
Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi penulis dan berguna untu yang
memerlukannya
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN..................................................................... iv
RINGKASAN.............................................................................................. v
KATA PENGANTAR................................................................................. vi
DAFTAR ISI................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL........................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... x
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi udang vaname ................................. 3
2.1.1 Klasifikasi udang vaname........................................ 3
2.1.2 Morfologi udang vaname ........................................ 4
2.2 Habitat dan Penyebaran udang vaname....................................... 5
2.3 Makanan dan Kebiasaan Makan udang vaname.......................... 5
2.4 Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup ..................................... 6
2.4.1 Pertumbuhan udang vaname ................................... 6
2.4.2 Kelangsungan Hidup udang vaname....................... 7
2.5 Klasifikasi Artemia...................................................................... 7
2.6 Morfologi Artemia....................................................................... 8
2.7 Habitat Artemia .......................................................................... 10
2.8 Reproduksi Artemia .................................................................... 11
2.9 Siklus Hidup Artemia.................................................................. 11
2.10 Toleransi terhadap Faktor Lingkungan........................................ 13
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat....................................................................... 16
3.2 Alat dan Bahan............................................................................ 16
3.3 Metode Pengumpulan Data......................................................... 17
3.4 Metode Pelaksanaan.................................................................... 18
3.4.1 Persiapan wadah dan alat penetasan Artemia.......... 18
3.4.2 Penetasan Kista Artemia.......................................... 19
LAMPIRAN ……………………………………………………………... 36
RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………… 43
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Alat yang digunakan pada Kultur Artemia ………………… 16
Tabel 4.3 Hasil pengukuran kualitas air penetasan kista Artemia ………. 34
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Halaman
Usaha budidaya udang saat ini semakin banyak dilaksanakan dan terus
Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau dan laut. Selain
Salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan usaha budidaya udang adalah
ketersediaan pakan, di mana penyediaan pakan merupakan faktor yang begitu penting
disamping penyediaan induk. Pemberian pakan yang berkualitas dalam jumlah yang
dalam industri budidaya ikan dan udang. Salah satu zooplankton yang banyak
digunakan sebagai pakan utama dalam pembenihan ikan, udang dan kepiting adalah
Artemia. Artemia banyak digunakan karena ukurannya yang kecil sehingga sesuai
dengan bukaan mulut larva. Artemia sebagai pakan alami banyak digunakan dalam
pembenihan udang karena nilai gizinya yang tinggi. Nilai nutrisinya didapatkan dari
kandungan protein Artemia dewasa mencapai 60% (Sumeru dan Anna, 1992).
terhadap rentang salinitas yang luas. Salah satu keunggulan jasad renik ini adalah
kemampuannya, Artemia merupakan salah satu pakan alami yang sering digunakan di
brine shrimp. Artemia hidup secara planktonik di perairan yang mengandung garam
bersalinitas 15 – 300 per mill dengan suhu berkisar antara 26°C – 31°C dan pH antara
7,3 – 8,4. Organisme ini memiliki keistimewaan hidup yaitu dapat bertoleransi pada
hatchery adalah ketersediaan pakan alami yang merupakan usaha penting dalam
tentang teknik penyediaan pakan alami A. Salina dan Manajemen pemberiannya pada
post larva udang vaname di PT. Suri Tani Pemuka Banyuwangi, Jawa Timur.
Manfaat dari penulisan karya tulis ini adalah untuk memperkuat wawasan dan
penyediaan pakan alami A. Salina dan Manajemen pemberiannya pada post larva
udang vaname
II. TINJAUAN PUSTAKA
pertama kali dilakukan oleh Boone pada tahun 1931 dengan klasifikasi sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Bilateria
Infrakingdom : Protostomia
Superfilum : Ecdysozoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobranchiata
Superfamili : Penaeoidea
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Menurut Haliman dan Adijaya (2005), tubuh udang vaname dibentuk oleh dua
berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik
(moulting).
Semua spesies udang penaeus mempunyai bentuk dasar tubuh yang sama,
dalam dan luar, 3 buah maxiliped, 5 pasang chelae (periopod), 5 pasang pleopod,
sepasang telson dan uropod. Tubuh udang sendiri dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
bagian kepala yang tertutupi oleh carapaceae, 5 ruas bagian perut yang masing-
masing ruas mempunyai sepasang pleopod dan 2 ruas terakhir terdiri dari bagian ruas
perut dan bagian ruas telson serta uropod (Darmono, 1991). Morfologi dari udang
Tengah dan Selatan Amerika. Sebuah wilayah dimana suhu air secara umum berkisar
berada. Karena spesies ini relatif mudah berkembang biak dan dibudidayakan, maka
L.vannamei menjadi salah satu spesies andalan dalam budidaya udang dibeberapa
Habitat udang berbeda-beda tergantung dari jenis dan persyaratan hidup dari
setiap fase dalam daur hidupnya. Pada umumnya udang bersifat bentis dan hidup
pada permukaan dasar laut. Habitat yang disukai oleh udang adalah dasar laut yang
lembut (soft) yang biasanya campuran lumpur dan pasir. Udang putih
vanname sangat menyukai daerah dasar. Terutama di bawah garis pantai pada
merupakan tempat yang sesuai untuk berlindung dan mencari makan (Wyban &
Sweeney, 1991).
pemakan segala macam bangkai (omnivorus scavenger) atau pemakan detritus. Dari
hasil penelitian usus udang menunjukkan bahwa udang penaeid di alam adalah
karnivora yang memakan krustacea kecil, amphipoda, dan polychaeta. Secara alami,
L. vannamei merupakan hewan nocturnal yang aktif pada malam hari untuk mencari
makan, sedangkan pada siang hari sebagian dari mereka bersembunyi di dalam
substrat atau lumpur. Namun di tambak budidaya dapat dilakukan feeding dengan
lebih kecil jika dibandingkan udang-udang Asia seperti Penaeus monodon dan
Penaeus japonicus yang membutuhkan pakan dengan kandungan protein hingga 45%.
Dan ini akan berpengaruh pada harga pakan dan biaya produksi (Direktorat, 2010).
terjadi secara bertahap, dimana proses ini sangat dipengaruhi oleh frekuensi ganti
kulit (moulting). Moulting akan terjadi secara teratur pada udang yang sehat. Bobot
udang akan bertambah setiap kali mengalami moulting (Haliman dan Adijaya, 2005).
dalam suatu populasi (Mean Body Weight), tingkat kelangsungan hidup (Survival
volume, panjang, serta bobot terhadap satuan waktu tertentu, Pengamatan ini dapat
melihat populasi dan kesehatan setiap saat (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,
2010).
Menurut Wyban dan Sweeney (1991), pertumbuhan udang vaname pada wadah
terkontrol dengan kepadatan 100 ekor/m² adalah 2 gram/minggu sebelum berat udang
masa panen tiba, yang paling mempengaruhi kelangsungan hidup udang yang
dipelihara ialah kondisi lingkungan perairan tambak dan kondisi benur, terutama pada
waktu penebaran benur dilakukan. Selain itu terdapatnya predator di tambak juga
Menurut Fegan (2003), pada kondisi optimal tingkat kelangsungan udang vaname
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Bilateria
Infrakingdom : Protostomia
Filum : Anthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Crustacea
Subkelas : Branchiopoda
Ordo : Anostraca
Subordo : Artemiina
Family : Artemidae
mg. Bagian kepalanya lebih besar dan kemudian mengecil hingga bagian ekor.
Mempunyai sepasang mata dan sepasang antenulla yang terletak pada bagian kepala.
Pada bagian tubuh terdapat sebelas pasang kaki yang disebut thoracopoda.
Alat kelamin terletak antara ekor dan pasangan kaki paling belakang. Salah satu
antena Artemia jantan berkembang menjadi alat penjepit, sedangkan pada betina
antena berfungsi sebagai alat sensor. Jika kandungan oksigen optimal, maka Artemia
akan berwarna kuning atau merah jambu. Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan
apabila mereka banyak mengkonsumsi mikroalga. Pada kondisi yang ideal seperti ini,
Kista Artemia berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering dan bulat
penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi oleh cangkang yang
tebal dan kuat. Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio terhadap pengaruh
(Mudjiman, 2008).
Cangkang kista Artemia dibagi dalam dua bagian yaitu korion (bagian luar)
dan kutikula embrionik (bagian dalam). Diantara kedua lapisan tersebut terdapat
lapisan ketiga yang dinamakan selaput kutikuler luar. Korion dibagi lagi dalam dua
bagian yaitu lapisan yang paling luar yang disebut lapisan peripheral (terdiri dari
selaput luar dan selaput kortikal) dan lapisan alveolar yang berada di bawahnya.
Kutikula embrionik dibagi menjadi dua bagian yaitu lapisan fibriosa dibagian atas
dan selaput kutikuler dalam di bawahnya. Selaput ini merupakan selaput penetasan
yang membungkus embrio (Mudjiman, 2008). Morfologi A. salina dapat dilihat pada
Gambar 2.1
ekor
Antena 2
anus
mata
gonad
thoracopoda
Antena 1 mulut
bersalinitas tinggi. Oleh karena itu, Artemia disebut juga udang renik asin (brine
shrimp). Secara fisik, Artemia tidak mempunyai pertahanan tubuh. Oleh karena itu,
A. salina memiliki resistensi luar biasa pada perubahan dan mampu hidup
pada variasi salinitas air yang luas dari air laut (2.9 - 3.5ppt) sampai danau garam
salinitas tinggi (25-35ppt), dan masih dapat bertoleransi pada kadar garam 50ppt
(jenuh). Beberapa ditemukan di rawa asin hanya pada pedalaman bukit pasir pantai,
dan tidak pernah ditemui di lautan itu sendiri karena di lautan terlalu banyak predator.
Insang membantunya agar cocok dengan kadar garam tinggi dengan absorbsi
dan ekskresi ion-ion yang dibutuhkan dan menghasilkan urin pekat dari glandula
maxillaris. Hidup pada variasi temperatur air yang tinggi pula, dari 6-37°C dengan
temperatur optimal untuk reproduksi pada 25°C (suhu kamar). Keuntungan hidup
pada lokasi berkadar garam tinggi adalah sedikitnya predator namun sumber
mempunyai dua macam sistem reproduksi, yaitu secara aseksual dan seksual.
proses reproduksi proses reproduksi yang dilakukan oleh induk betina tanpa adanya
pembuahan oleh induk jantan. reproduksi seksual adalah proses perkawinan antara
induk jantan dan betina. Berdasarkan proses perkembangan Artemia, dapat dilakukan
secara ovipar dan ovovivipar. Perkembangan ovovivipar terjadi pada kondisi optimal,
kondisi lingkungan perairan dengan salinitas tinggi dan bahan pakan sangat kurang,
serta fluktuasi oksigen sangat tinggi, hal ini menyebabkan terbentuknya cyste pada
telur.
dibedakan antara individu yang berkelamin jantan dan betina. Dalam siklus hidupnya,
Apabila berada ditempat kering atau di air yang bersalinitas tinggi maka kista tetap
dalam keadaan dorman atau tidur. Keadaan tersebut dikenal dengan istilah fase
cryptobiosis. Apabila kista tersebut direndam didalam air laut dengan salinitas 30- 35
Beberapa jam kemudian, embrio berkembang menjadi nauplius dan mampu berenang
bebas di dalam air. Individu yang baru ditetaskan dikenal dengan instar I. Instar I ini
akan berganti kulit menjadi instar II, demikian seterusnya sampai 15 kali. Setiap
tahap pergantian kulit dinamai nomor instar pada tahap tersebut sehingga pergantian
kulit yang terakhir disebut instar XV. Selanjutnya Artemia berkembang menjadi
dewasa membutuhkan waktu sekitar 7-10 hari. Pada saat telah menjadi dewasa,
Artemia siap untuk melakukan proses proses perkawinan. Proses perkawinan pada
Artemia ditandai dengan penempelan individu jantan pada tubuh individu betina
(riding position). Keadaan seperti ini berlangsung hingga telur masak. Siklus
menguntungkan, misalnya salinitas air amat tinggi atau kadar oksigen rendah, telur
segera dibungkus oleh kulit luar yang disebut korion. Korion yang diproduksi oleh
kelenjar kulit ini cukup keras, tidak mudah pecah, ringan, dan berwarna coklat tua.
Dengan terbentuknya korion ini maka telur hanya mampu berkembang hingga fase
gastrula dan kemudian berlanjut kepada fase dormansi atau diapause. Pada saat
dengan kista. Kista ini dilepas induknya kedalam air dan mengapung dibawa oleh
angin atau arus air karena beratnya yang sangat ringan. Proses pelepasan kista dari
induknya disebut dengan ovipar. Kista Artemia terbentuk bulat dan cukup keras
sehingga tidak mudah pecah. Dalam kondisi lingkungan yang baik dan salinitas
rendah, telur langsung menetas menjadi larva yang disebut nauplius. Larva ini akan
membebaskan diri dari induknya dengan berenang bebas didalam air. Proses
Tenggara hewan ini ditemukan secara alami karena hujan relative tinggi. A. salina
dapat hidup pada kisaran antara 5 – 300 ppt, dengan suhu optimal 230C, dan suhu
letalnya di atas 350C. Kista A. salina dapat bertahan bertahun-tahun lamanya selama
penyimpanannya pada tempat yang kering dan tanpa udara (Adisukresno, 1983)
tergantung dari ras dan kebiasaan hidup. Sedangkan suhu yang baik untuk
pertumbuhan adalah berkisar antara 250C – 300C (Mudjiman, 1988). Oksigen terlarut
yang baik untuk pertumbuhan A. salina sekitar 3 mg/l, sedangkan untuk salinitas 15 –
dengan 2 cara, yaitu penetasan langsung dan penetasan dengan cara dekapsulasi. Cara
merupakan cara yang tidak umum digunakan pada panti-panti benih, namun untuk
meningkatkan daya tetas dan meneghilangkan penyakit yang dibawa oleh kista
dengan cara kista artemia dihidrasi dengan menggunakan air tawar selama 1-2 jam,
kemudian kista disaring menggunakan plankton net 120 mikronm dan dicuci bersih.
Tahap selanjutnya kista dicampur dengan larutan kaporit/klorin dengan dosis 1,5 ml
per 1 gram kista, kemudian diaduk hingga warna menjadi merah bata, lalu kista
segera disaring menggunakan plankton net 120 mikronm dan dibilas menggunakan
air tawar sampai bau klorin hilang, barulah siap untuk ditetaskan selanjutnya kista
akan menetas setelah 18-24 jam. Pemanenan dilakukan dengan cara mematikan aerasi
untuk memisahkan cytae yang tidak menetas dengan naupli artemia (Harefa, 1996).
Purwakusuma (2008) kista hasil dekapsulasi dapat segera digunakan
(ditetaskan) atau disimpan dalam suhu 0-4 oC dan digunakan sesuai kebutuhan.
setelah dimasukan ke dalam air laut (5-70 ppt) akan mengalami hidrasi berbentuk
bulat dan di dalamnya terjadi metabolisme embrio yang aktif, sekitar 24 jam
kemudian cangkang kista pecah dan muncul embrio yang masih dibungkus dengan
Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil kegiatan Pengalaman Kerja Praktik
Mahasiswa (PKPM) yang telah dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan, mulai
tanggal 29 Januari sampai 15 April 2020 di PT. Suri Tani Pemuka Banyuwangi, Jawa
Timur.
Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan penyediaan Artemia akan
dicatat secara terperinci, meliputi nama alat, spesifikasi dan fungsinya masing–
masing. Daftar peralatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1. dan 3.2.
Data yang dikumpulkan dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer dengan menggunakan metode sebagai
berikut :
2. Metode partisipasi aktif yaitu metode pengumpulan data dengan mengikut secara
3. Metode wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab
Data sekunder diperoleh dari studi literatur yaitu metode pengumpukan data
dengan cara penelusuran pustaka yang ada hubungannya dengan tugas akhir ini
3.4 Metode Pelaksanaan
sabun dan scooringpad dan disikat bagian dinding dan dasar tanki serta peralatan
aerasi, lalu bak dan peralatan aerasi dibilas dengan air tawar dan dikeringkan
Wadah yang tidak steril dan kotor dapat menyebabkan tumbuhnya protozoa yang
lalu dilakukan penyediaan air laut. Pada tangki bervolume 500 liter , diisi
air laut sebanyak 450 liter dengan salinitas 20 ppt kemudian kista Artemia
perbandingan antara air dan kista Artemia adalah 1:10 , kista Artemia
atas tank dan tunggu sampai 18-24 jam untuk panen. Persiapan penetasan
menit. Setelah itu keran tangki pengeluaran dibuka dan dipasang saringan
mesh T 45 untuk memisahkan naupli dengan cangkan kista, naupli akan lolos
saringan dan akan dipindahkan ke dalam ember lalu ditambahkan air laut.
Naupli Artemia siap diberikan ke larva udang vaname. Panen naupli Artemia
titik, yaitu pinggir kanan bak, tengah bak dan pinggir kiri bak. Naupli
Artemia diberikan sebanyak tiga kali dalam sehari yaitu pada jam 08.30 ,
14.30 , dan 20.30 . Cara pemberian pakan naupli Artemia ke larva udang
Gambar 3.4 Cara Pemberian Pakan Naupli Artemia ke Larva Udang vaname
3.5 Parameter yang Diamati dan Analisis Data
Derajat penetasan adalah daya tetas telur atau jumlah telur yang
Kualitas air adalah parameter lingkungan yang diukur, yaitu meliputi suhu,
salinitas, pH dan oksigen terlarut. Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan
pengujian terhadap air, pengujian yang dilakukan adalah uji kimia, fisika dan biologi.
Data yang dikumpulkan disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan gambar