Anda di halaman 1dari 28

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN

PROPOSAL SKRIPSI

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS AVES DAN


STATUS
KONSERVASI PADA JALUR TRIANGGULASI-PANCUR
TAMAN NASIONAL ALAS PURWO 2020

Disusun oleh:
Sephia Tiara Marviella 081811433096

PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS
AIRLANGGA 2020
i

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas semua
nikmat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal
penelitian yang berjudul “STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS AVES DAN
STATUS KONSERVASI PADA JALUR TRIANGGULASI-PANCUR TAMAN
NASIONAL ALAS PURWO 2020”. Penulisan proposal ini merupakan tugas dan
salah satu syarat untuk lulus mata kuliah wajib Metodologi Penelitian Program
Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih


kepada pihak-pihak yang telah membantu, sejak persiapan, pelaksanaan hingga
pembuatan proposal selesai. Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan proposal ini
2. Ibu Dr. Hamidah, M.Kes selaku dosen mata kuliah Metodologi Penelitian
Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.
3. Dan teman teman Prodi Biologi Angkatan 2018 yang telah membantu dan
memberi masukan atas pembuatan proposal ini.

Surabaya, 30 November 2020

Sephia Tiara Marviella

DAFTAR ISI

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 1


PROPOSAL SKRIPSI ................................................................................... 1
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
ii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................2
D. Manfaat Penelitian...........................................................................................2
E. HIPOTESIS PENELITIAN.............................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
A. Taman Nasional Alas Purwo...........................................................................4
B. Aves.................................................................................................................5
C. Morfologi Aves................................................................................................6
D. Identifikasi Aves..............................................................................................8
E. Habitat............................................................................................................10
F. Suara..............................................................................................................12
G. Macam – Macam Metode Pengamatan pada Burung (Birdwatching)..........12
1. Metode Indices Ponctuel d’Abundance............................................................12
2. Metode Line Transect...................................................................................13
3. Metode Point Count.....................................................................................13
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................15
A. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................15
B. Bahan dan Alat..............................................................................................15
C. Cara Kerja......................................................................................................15
D. Cara Analisis Data.........................................................................................17

DAFTAR GAMBAR

2.1 Letak Taman Nasional Alas Purwo....................................................................4


2.2 Morfologi Umum Aves......................................................................................6
2.3 Tipe Paruh Burung.............................................................................................7
2.4 Tipe Kaki yang tidak dilengkapi selaput renang................................................7
2.5 Tipe kaki yang dilengkapi dengan selaput renang.............................................8
iii

2.6 Perbandingan ukuran Aves................................................................................9


2.7 Perbedaan warna pada Aves.............................................................................10
2.8 Metode Line Transect......................................................................................13
2.9 Metode Point Count.........................................................................................14
3.1 Stasiun Metode IPA.........................................................................................16
3.2 Skema radius pengamatan................................................................................16
iv

DAFTAR TABEL

3.1 Indeks keanekaragaman burung........................................................................17

3.2 Tabel dominansi burung...................................................................................18


v

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar pengamatan burung.......................................................................23


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai


ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan
untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, menunjang budidaya pariwisata,
dan rekreasi. Bukan hal yang mudah untuk tetap dapat mempertahankan
kualitas dan kuantitas keanekaragaman hayati yang terdapat di dalam
kawasan taman nasional. Adanya status legal sebagai tempat perlindungan
keanekaragaman hayati tidak membuat kawasan ini menjadi suatu kawasan
yang bebas gangguan dan ancaman. Hal ini terlihat dari data yang
menunjukkan tingginya tingkat keterancaman keanekaragaman hayati yang
terdapat di dalam kawasan ini (Putri dan Allo, 2009).

Burung ialah hewan yang mudah ditemui di berbagai habitat. Burung


memiliki daya jelajah yang luas, bahkan banyak yang bisa terbang jauh
melintasi lautan. Kemampuan ini mempengaruhi distribusi burung, misalnya
burung egret dapat melintasi lautan Atlantik dari Afrika hingga ke Amerika
selatan, sementara bagi burung yang tak terbang jauh maka lautan menjadi
barier yang efektif sehingga penyebarannya diskontinyu. Burung kurang
endemik dibandingkan mamalia. Daerah pembiakan burung juga penting
dalam distribusi geografis karena posisi burung yang tidak statis dan ada jenis
burung yang bermigrasi pada musim tertentu (Mason, 1997).

Kawasan Taman Nasional Alas Purwo meliputi hutan hujan dataran


rendah, dengan hutan pantai yang rimbun antara lain hutan mangrove sekitar
25 % yang ada di Pulau Jawa sehingga merupakan tempat yang baik untuk
melihat burung perancah dan burung air (MacKinnon dkk., 2000). Persebaran
burung di Taman Nasional Alas Purwo khususnya pada jalur
TrianggulasiPancur terdapat burung yang mendominasi seperti Sikatan rimba
dada coklat (Rhinomyias olivacea) dan Ayam hutan merah (Gallus gallus)
berdasarkan penelitian tahun 2019. Letak Taman Nasional Alas Purwo secara
geografis yang berada di ujung timur Pulau Jawa juga menjadi tempat
burung-burung dari Benua Australia untuk bermigrasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keanekaragaman dan


kelimpahan, serta status konservasi jenis aves di jalur Trianggulasi menuju
Pantai Pancur, Taman Nasional Alas Purwo. Penelitian ini adalah kegiatan

1
2
lanjutan agar para pembaca tidak hanya mengetahui indeks dan status
konservasinya, tetapi juga mampu memberikan pengetahuan dalam hal
perlindungan alam dan organismenya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat diajukan sebagai berikut:


1. Jenis Aves apa sajakah yang terdapat di jalur Trianggulasi menuju Pantai
Pancur di Taman Nasional Alas Purwo 2020?
2. Bagaimanakah tingkat keanekaragaman dan kelimpahan jenis Aves di jalur
Trianggulasi menuju Pantai Pancur di Taman Nasional Alas Purwo 2020?
3. Bagaimanakah status konservasi jenis Aves di Jalur Trianggulasi menuju
Pantai Pancur di Taman Nasional Alas Purwo 2020?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:


1. Mengetahui jenis Aves yang terdapat di jalur Trianggulasi menuju Pantai
Pancur di Taman Nasional Alas Purwo 2020.
2. Mengetahui tingkat keanekaragaman dan kelimpahan jenis Aves di jalur
Trianggulasi menuju Pantai Pancur di Taman Nasional Alas Purwo 2020.
3. Mengetahui status konservasi jenis Aves di jalur Trianggulasi menuju
Pantai Pancurdi Taman Nasional Alas Purwo 2020.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:


1. Memberikan informasi mengenai inventarisasi jenis Aves pada jalur
Trianggulasi menuju Pantai Pancur di Taman Nasional Alas Purwo 2020.
2. Memberikan infomasi mengenai tingkat keanekaragaman dan kelimpahan
serta status konservasi jenis Aves pada jalur Trianggulasi menuju Pantai
Pancur di Taman Nasional Alas Purwo 2020.
3. Menjadi dasar studi lebih lanjut mengenai studi keanekaragaman jenis
Aves dan status konservasi Taman Nasional Alas Purwo 2020.

E. HIPOTESIS PENELITIAN

Dari rumusan masalah yang didapatkan, peneliti dapat berhipotesis bahwa:


3

H0: Tidak ada jenis Aves yang beragam di jalur Trianggulasi menuju
pantai Pancur di Taman Nasional Alas Purwo

H1: Ada jenis Aves yang sangat beragam di jalur Trianggulasi menuju
pantai Pancur di Taman Nasional Alas Purwo.

H0: Tidak ada jenis Aves yang mendominasi di jalur Trianggulasi menuju
pantai Pancur di Taman Nasional Alas Purwo

H1: Ada jenis Aves yang mendominasi di jalur Trianggulasi menuju pantai
Pancur di Taman Nasional Alas Purwo
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Taman Nasional Alas Purwo

Masyarakat sekitar taman nasional sarat dan kental dengan warna budaya
“Blambangan”. Mereka sangat percaya bahwa Taman Nasional Alas Purwo
merupakan tempat pemberhentian terakhir rakyat Majapahit yang menghindar
dari serbuan kerajaan Mataram, dan meyakini bahwa di hutan taman nasional
masih tersimpan Keris Pusaka Sumelang Gandring. Oleh karena itu, tidaklah
aneh apabila banyak orang-orang yang melakukan semedhi maupun
mengadakan upacara religius di Goa Padepokan dan Goa Istana. Di sekitar
pintu masuk taman nasional (Rowobendo) terdapat peninggalan sejarah
berupa “Pura Agung” yang menjadi tempat upacara umat Hindu yaitu
Pagerwesi. Upacara tersebut diadakan setiap jangka waktu 210 hari (Anonim,
2007).
Berdasarkan administratif pemerintahan TN Alas Purwo terletak di
Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi.
Secara geografis kawasan ini terletak di ujung timur pulau Jawa wilayah
pantai selatan antara 8° 26' 45" - 8° 47' 00" LS dan 114° 20' 16" - 114° 36'
00" BT (Anonim, 2007). Peta TNAP dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Letak Taman Nasional Alas Purwo


(Sumber: Google Earth)

Rata-rata curah hujan 1000 – 1500 mm per tahun dengan temperature


22°-31° C, dan kelembaban udara 40-85 %. Wilayah TN Alas Purwo sebelah
5

4
Barat menerima curah hujan lebih tinggi bila dibandingkan dengan wilayah
sebelah Timur. Dalam keadaan biasa, musim di TN Alas Purwo pada bulan
April sampai Oktober adalah musim kemarau dan bulan Oktober sampai
April adalah musim hujan. Secara umum kawasan TN Alas Purwo
mempunyai topografi datar, bergelombang ringan sampai barat dengan
puncak tertinggi Gunung Lingga Manis (322 mdpl). Keadaan tanah hampir
keseluruhan merupakan jenis tanah liat berpasir dan sebagian kecil berupa
tanah lempung. Sungai di kawasan TN Alas Purwo umumnya dangkal dan
pendek. Sungai yang mengalir sepanjang tahun hanya terdapat di bagian
Barat TN yaitu Sungai Segoro Anak dan Sunglon Ombo. Mata air banyak
terdapat di daerah Gunung Kuncur, Gunung Kunci, Goa Basori, dan Sendang
Srengenge (Anonim, 2007).

B. Aves

Burung termasuk dalam kelas Aves, sub Phylum Vertebrata dan masuk
ke dalam Phylum Chordata, yang diturunkan dari hewan berkaki dua Welty
(1982) dalam Darmawan (2006). Burung dibagi dalam 29 ordo yang terdiri
dari 158 famili, merupakan salah satu diantara kelas hewan bertulang
belakang. Burung berdarah panas dan berkembangbiak melalui telur.
Tubuhnya tertutup bulu dan memiliki bermacam-macam adaptasi untuk
terbang. Burung memiliki pertukaran zat yang cepat kerena terbang
memerlukan banyak energi. Suhu tubuhnya tinggi dan tetap sehingga
kebutuhan makanannya banyak, (Darmawan, 2006).

Welty (1982) dalam Darmawan (2006), mendeskripsikan burung


sebagai hewan yang memiliki bulu, tungkai atau lengan depan termodifikasi
untuk terbang, tungkai belakang teradaptasi untuk berjalan, berenang dan
hinggap, paruh tidak bergigi, jantung memiliki empat ruang, rangka ringan,
memiliki kantong udara, berdarah panas, tidak memiliki kandung kemih dan
bertelur. Tiap jenis burung dideskripsikan berdasarkan ciri-ciri morfologi
eksternal yang relatif mudah diamati. Ciri-ciri tersebut antara lain panjang
total tubuh burung yang di ukur dari paru sampai ekor untuk menentukan
besar atau kecilnya tubuh burung. Warna burung pada bagian-bagian tubuh
utama seperti kepala, sayap, ekor, tubuh bagian depan dan belakang. Selain
warna bulu, warna bagian tubuh lain seperti kaki dan mata juga sering kali
dapat menjadi ciri pembeda jenis.

Burung adalah spesies yang menarik untuk dikaji dengan berbagai


karakteristik. Penelitian tentang burung saat ini diperlukan, karena telah
terjadi
6

penurunan dalam beberapa spesies burung karena perburuan. Dengan


demikian, penurunan populasi burung secara tidak langsung mempengaruhi
keseimbangan ekologi dan konservasi, sehingga diperlukan pelestarian
(Kurniawan, et al. 2017). Burung merupakan satwa yang mempunyai
mobilitas tinggi dan memiliki kemampuan penyebaran yang luas pada area
terbuka, banyak hidup di kawasan hutan, pedesaan, perkotaan bahkan
dikawasan pada penduduk (Saefullah, et al. 2015, Reifani, et al. 2019).
Burung sanngat berperan dalam ekosistem, perubahan struktur dan komposisi
vegetasi akan berpengaruh pada keanekaragaman spesies burung.
Keanekaragaman burung pada suatu daerah dapat dijadikan indikator untuk
kestabilan daerah itu sendiri (Ayat & Tata, 2015; Susanto, et al. 2016)

C. Morfologi Aves

Morfologi Aves pada umumnya memiliki tubuh yang terdiri dari kepala,
leher, badan, dan ekor. Morfologi Aves dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Morfologi umum Aves.


Sumber: (www.generasibiologi.com )

Aves mempunyai mulut paruh dari zat tanduk, tidak memiliki gigi dan
lidah yang pendek. Ada berbagai jenis tipe paruh burung. Macam-macam tipe
paruh burung dapat dilihat pada Gambar 2.3.
7

Gambar 2.3 Tipe paruh burung


(Sumber: www.generasibiologi.com )

Aves memiliki mata yang berkembang baik dengan kelopak mata,


membrana niktitansm dan kelenjar air mata. Umumnya mata Aves berada
pada lateral kepala. Aves juga mempunyai banyak adaptasi morfologi pada
tipe kaki. Keanekaragaman tipe kaki yang tidak dilengkapi selaput renang
dapat dilihat pada Gambar 2.4. Sedangkan keanekaragaman tipe kaki yang
dilengkapi selaput renang dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.4 Tipe kaki yang tidak dilengkapi selaput renang.


Sumber: (www.generasibiologi.com )
8

Gambar 2.5 Tipe kaki yang dilengkapi dengan selaput renang.


Sumber: (www.generasibiologi.com )

Aves memiliki anggota gerak lain yaitu sayap untuk terbang. Aves
bernafas dengan paru-paru yang berhubungan dengan pundi-pundi udara
sebagai alat pernafasan tambahan. Pundi-pundi udara berupa kantong selaput
yang ringan, yaitu sepasang di leher, sebuah di antara tulang selangka yang
bercabang-cabang membentuk kantong udara pada lengan atas, sepasang di
dada depan, sepasamh di dada belakang, dan sepsang di perut. Cadangan
udara di dalam pundi-pundi udara berguna untuk pernapasan saat terbang.
Pundipundi udara akan terisi udara kembali pada saat burung melayang tanpa
mengepakkan sayapnya. Aves memiliki alat suara siring yang terdapat pada
percabangan trakea. Aves bersifat homoiterm karena Aves mampu
mempertahankan suhu tubuhnya . Aves memiliki alat peredaran darah ganda
yang artinya adalah dalam satu kali peredaran darah ke seluruh tubuh, darah
melewati jantung dua kali. Aves bersifat ovipar dan fertilisasi terjadi secara
internal.

D. Identifikasi Aves

Dalam identifikasi aves, hal – hal utama yang dapat diperhatikan antara
lain dari morfologi luar, suara, dan tingkah laku. Morfologi luar ini
diantaranya adalah ukuran, bentuk, dan warna. Pada pengidentifikasian
burung secara manual ini membutuhkan buku panduan lapangan sebagai
sumber referensi dan teropong binokuler untuk melihat burung yang jaraknya
jauh. Selain dengan cara manual, identifikasi burung juga bisa dilakukan
dengan cara digital yaitu dengan teknik fotografi. Teknik fotografi juga
terdapat kekurangan yaitu jika lensa pada kamera tidak dapat menjangkau
burung yang bertengger di pohon yang jauh dan burung yang terbang terlalu
tinggi.
9

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam identifikasi Aves di lapangan,


yaitu:
1. Ukuran
Ukuran identifikasi Aves yaitu perbandingan ukuran pada burung
yang kita jumpai dengan burung-burung yang kita kenali. Sebagai
pembanding diurutkan dari burung yang terkecil ke burung yang terbesar.
Pada burung terkecil dapat dibandingkan ukurannya dengan burung
pipit/bondol, sedikit lebih besar dapat dibandingkan dengan burung
Cucak, ukuran sedang dapat dibandingkan dengan burung Tekukur,
ukuran lebih besar dapat dibandingkan dengan burung Gagak, dan
burung yang paling besar dapat dibandingkan dengan burung Elang.
Perbandingan ukuran burung dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Perbandingan ukuran Aves


(Sumber: www.kutilang.or.id )

2. Bentuk
Identifikasi melalui bentuk dapat diamati pada bentuk paruh, ada
atau tidaknya jambul, bentuk tubuh ramping atau gemuk, dan tinggi atau
pendek.

3. Warna
Warna tubuh pada aves sangat bervariasi. Mulai dari warna-warna
yang cerah mencolok, hingga gelap hitam. Hal ini dapat digunakan untuk
membedakan jenis-jenis aves. Umumnya dalam satu spesies pun antara
jantan dan betina memiliki perbedaan ukuran dan warna. Perbedaan
warna antar jenis aves dapat dilihat pada Gambar 2.7 Pada gambar (a)
Burung Kepudang, Kuduk Hitam dan Cucak Kuricang memiliki warna
yang hampir sama, tetapi berbeda spesies. Pada gambar (b) Jantan dan
betina Sepah Tulin merupakan burung yang sama spesiesnya tapi
10

memiliki warna yang berbeda. Pada gambar (c) Cabai Rimba dan Cabai
Gesit contoh burung yang memiliki warna dan corak hampir sama tapi
memiliki ketajaman dan ketebalan corak warna yang sedikit berbeda.
Pada gambar (d) Perbedaan warna dikepala pada Kirik-Kirik Biru remaja
dengan yang dewasa.

Gambar 2.7 Perbedaan warna pada Aves


(Sumber: www.kutilang.or.id )

E. Habitat

Habitat yang kondisinya baik dan jauh dari gangguan manusia serta di
dalamnya mengandung bermacam-macam sember pakan memungkinkan jenis
burung lebih banyak. Ekosistem terdapat berbagai macam habitat sebagai
tempat hidup bagi hewan dari jenis aves untuk bertahan hidup (Widodo,
2009).

Menurut Widodo (2016) dalam ekosistem terdapat berbagai macam


habitat sebagai tempat hidup bagi hewan dari jenis aves untuk bertahan hidup
yaitu :

a. Hutan
Aves hutan adalah aves-aves yang tempat hidupnya di dalam hutan.
Dalam mencari pakan dan berkembang biak, aves hutan bergantung
dengan kondisi hutan. Umumnya, aves-aves hutan termasuk aves-aves
yang memiliki suara bagus. Contoh yaitu Cucakrawa (Pycnonotus
zeylanicus), Murai batu (Copsychus malabaricus), dan Poksay kuda
(Garrulax rufifrons).

b. Sungai
Aves sungai adalah aves-aves yang secara spesifik hidup untuk mecari
makan dan berkembang biak di sekitar sungai. Beberapa spesies yang sering
11

dijumpai yaitu menintin kecil (Enicurus velatus), menintin besar (Enicurus


leschenaulti), dan Motacilla cinerea. Umumnya jenis aves yang menempati pada
habitat sungai yang airnya tidak dalam, tidak dangkal, dan banyak terdapat
bebatuan.

c. Danau
Aves danau adalah aves-aves yang hidup dan mencari pakan di
habitat danau atau kolam-kolam yang besar, di antaranya aves yang secara
spesifik dapat berenang di perairan danau umumnya mencari makan
berupa tanaman alga, ikan-ikan kecil dan sejenisnya. Contohnya yaitu aves
belibis (Dendrocygna arquata), itik-itikan (Anas superciliosa), dan titihan
(Tachybaptus ruficolis).

d. Gua
Aves-aves di habitat gua memiliki sifat yang sangat spesifik. Hal ini
disebabkan kondisi gua yang gelap dan tidak mudah dijumpai di
sembarang tempat. Spesies aves yang menempati habitat gua di antaranya
kelompok walet dari suku Apodidae, yaitu Collocalia fuchiphaga, yang
menempati gua bagian paling gelap atau bagian dalam. Pada bagian luar
gua, terutama tebing biasanya dihuni oleh kelompok Myophonus
glaucinus dan Myophonus caeruleus sebagai tempat bersarangnya.

Faktor yang menentukan keberadaan burung adalah ketersediaan


makanan, tempat untuk istirahat, bermain, kawin, bersarang, bertengger dan
berlindung. Kemampuan areal menampung burung ditentukan oleh luasan,
komposisi dan struktur vegetasi, banyaknya tipe ekosistem dan bentuk areal
serta keamanan. Burung merupakan salah satu margasatwa yang terdapat
hampir di setiap tempat, tetapi untuk hidupnya memerlukan syarat-syarat
tertentu yaitu adanya kondisi habitat yang cocok, baik, serta aman dari segala
macam gangguan. Habitat yang baik harus dapat menyediakan pakan, air,
tempat berlindung, empat beristirahat dan tidur malam, serta tempat untuk
berkembangbiak baik ditinjau dari segi kuantitas dan kualitas ( Muhammad,
2012).

Habitat burung terbentang mulai dari tepi pantai hingga ke puncak


gunung. Burung yang memiliki habitat khusus di tepi pantai tidak dapat hidup
di pegunungan dan sebaliknya. Namun ada pula spesies burung-burung
generalis yang dapat dijumpai di beberapa habitat. Misalnya burung Kutilang
(Pycnonotus aurigaster) yang dapat dijumpai pada habitat bakau hingga
pinggiran hutan dataran rendah (Suryadi, 2008).
12

F. Suara

Menurut Kurniawan dan Arifianto (2017) aves memiliki kemampuan


dalam bersosialisasi dengan sesama jenisnya baik pada saat berburu maupun
kegiatan lainnya seperti mencari pasangan. Terdapat berbagai cara bagi
hewan untuk berkomunikasi dengan individu lainnya seperti dengan cara
kontak fisik untuk mempertahankan wilayahnya maupun dengan bersuara.
Burung, cenderung menggunakan komunikasi suara dibandingkan dengan
kontak fisik untuk mempertahankan wilayah. Suara pada burung terbagi atas
dua jenis yaitu suara nyanyian dan suara panggilan. Suara nyanyian pada
umumnya memiliki struktur yang lebih rumit dan berperan untuk menjaga
dan mempertahankan daerah teritori dan menarik lawan jenis, khususnya
dilakukan oleh para pejantan diawal musim kawin. Sedangkan suara
panggilan umumnya memiliki struktur lebih sederhana daripada suara
nyanyian dan memiliki fungsi yang bervariasi seperti memanggil keluarga
dan peringatan akan adanya ancaman. Selain itu, suara burung juga dapat
memberikan informasi mengenai identitas dari burung tersebut. Tingkat nada
dan kelantangan dari suara burung sangat unik diantara jenis hewan. Suara
burung dapat memberitahukan jenis kelamin, anak dan pasangan. (Kurniawan
dan Arifianto, 2017).

G. Macam – Macam Metode Pengamatan pada Burung (Birdwatching)

1. Metode Indices Ponctuel d’Abundance


Metode Indices Ponctuel d’Abundance (IPA) merupakan metode
pengamatan burung dengan mengambil sampel dari komunitas burung
dalam waktu dan lokasi tertentu. Pengamatan dilakukan dengan
menempatkan diri pada titik yang telah dipilih secara sistematik dan
telah ditentukan sebelumnya, dengan mencatat dan mengidentifikasi
jenis dan jumlah individu setiap jenis yang dijumpai baik secara
langsung (visual) maupun secara tidak langsung (suara) (Helvoort,
1981).

Menurut Rusmendro dkk. (2009), pengambilan data menggunakan


metode IPA dengan menentukan titik pengamatan terlebih dahulu
minimal 10 titik dan pada masing-masing lokasi terpilih memiliki
jarak yang telah ditentukan. Pengamatan dengan metode IPA memiliki
durasi pengamatan 10 menit dan radius observasi 50 meter. Pendataan
burungburung tersebut dilakukan dengan cara mencatat:
13

1. Jenis burung yang terdapat pada lokasi pengamatan,


2. Jumlah individu dari tiap jenis burung yang terdapat pada
lokasi pengamatan,
3. Waktu perjumpaan antara pengamat dengan burung.

2. Metode Line Transect


Menurut Ja Nosman Patitu dkk. (2007), line transect adalah metode
yang umumnya digunakan untuk sensus burung atau satwa lainnnya. Dalam
metode line transect, pengamat berjalan pada suatu jalur penjelajahan
dengan arah yang konsisten memotong wilayah studi secara sistematis
sehingga mencakup semua kondisi habitat yang ada (Sutherland, 2004).
Metode transek ini dapat dipergunakan untuk mencatat data dari beberapa
jenis satwa secara bersamaan, tahapan kerja line transect seperti Gambar
2.8.

START

Gambar 2.8 Metode line transect

Asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam metode ini adalah:

1. Burung dan garis transek terletak secara random.


2. Burung tidak bergerak / pindah sebelum terdeteksi.
3. Tidak ada burung yang terhitung dua kali (double account).
4. Seekor burung atau kelompok burung berbeda satu sama lainnya.
5. Respon tingkah laku burung terhadap kedatangan pengamat tidak berubah
selama dilakukan sensus.
6. Habitat homogen, apabila tidak homogen dapat dipergunakan stratifikasi.
14

3. Metode Point Count


Menurut Ja Nosman Patitu dkk. (2007), point count adalah metode sensus
satwa dengan konsep dan teori yang sama dengan line transect, namun petak
contoh yang dipergunakan berbentuk lingkaran dengan radius tertentu dan tidak
tergantung pada kecepatan. Keuntungan dari metode ini adalah lebih efisien,
dimana peneliti dapat meletakkan beberapa titik pengamatan yang terdistribusi
secara random di lokasi pengamatan. Metode point count ini digunakan dengan
cara mengamati keberadaan satwa secara langsung dan dengan mendengarkan
suaranya, di dalam lingkaran dengan radius yang telah ditetapkan. Jarak antar titik
tidak boleh kurang dari 200 m di seluruh lokasi penelitian, penentuan jarak
tersebut untuk memperkecil perhitungan ganda (Bibby et al., 1998). Periode waktu
yang dipergunakan adalah 10 menit untuk setiap titik, dengan menunggu 2 menit
saat kedatangan pada titik pengamatan dimana setiap titik yang dibuat dilakukan
pencatatan koordinat dengan menggunakan Global Positioning System (GPS).

Gambar 2.9 Metode point count.

Asumsi yang dipergunakan dalam metode ini adalah:


1. Burung tidak mendekati pengamat atau terbang.
2. Burung yang ada dalam sample dapat terdeteksi 100%.
3. Burung tidak bergerak selama perhitungan.
4. Burung berperilaku bebas (tidak tergantung satu sama lain).
5. Pelanggaran terhadap asumsi tersebut tidak berpengaruh terhadap habitat atau
desain studi.
6. Burung dapat teridentifikasi dengan baik seluruhnya.
7. Estimasi jarak akurat.
15
BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Alas Purwo yang terletak di


Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi,
Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan metode IPA. Pengamatan
dilakukan pada tanggal 12-13 Desember 2020 pada jalur Trianggulasi menuju
Pantai Pancur. Pengamatan dilakukan saat pagi dan sore hari. Waktu
pengamatan pagi hari, yaitu antara pukul 06.00-8.00 WIB, sedangkan waktu
pengamatan sore hari antara pukul 14.00-16.00 WIB.

B. Bahan dan Alat

Bahan untuk penelitian ini adalah komunitas burung yang berada di


jalur Jogging track dan jalur setapak menuju Gua Jepang. Alat yang
digunakan untuk penelitian ini adalah tali rafia, kamera, meteran, binokuler,
buku BurungBurung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan LIPI-Seri
Panduan Lapangan oleh John MacKinnon dkk., arloji, kompas, GPS, catatan
lapangan, alat tulis, kalkulator, handcounter dan laptop.

C. Cara Kerja

Pemetaan burung-burung di Taman Nasional Alas Purwo di jalur


Trianggulasi menuju pantai Pancur digunakan metode Indisces Ponctuel
d’Abundance (IPA).
1. Menentukan Stasiun

Pemetaan burung-burung di Taman Nasional Alas Purwo, ini


menggunakan jalur Trianggulasi menuju Pantai Pancur. Setiap jalur
digunakan metode IPA dengan ketentuan setiap stasiun memiliki
interval sejauh 200 meter dengan radius pengamatan berdiameter (d)
50 meter. Titik koordinat ditentukan pada setiap stasiun dengan
menggunakan GPS. Skema stasiun dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan
skema radius pengamatan dapat dilihat pada Gambar 3.2.

15
17

Start Point MidPoint FinishPoint

Gambar 3.1. Skema stasiun menggunakan metode IPA

Gambar 3.1 Stasiun Metode IPA

d = 50 meter

Stasiun Pengamatan

Gambar 3.2 Skema radius pengamatan

2. Pendataan Jenis-jenis Burung

Pendataan jenis-jenis burung pada jalur Trianggulasi menuju pantai


Pancur dilakukan pengamatan selama 15 menit setiap stasiun dalam
waktu yang bersamaan supaya meminimalisirkan double counting.
Pencatatan dilakukan pada lembar data inventarisasi burung yang
terlampir pada Lampiran 1 adalah sebagai berikut :

1. Observasi lapangan, meliputi; waktu observasi, fase bulan,


cakupan awan, kondisi lingkungan di darat, cuaca, dan lain-lain.
2. Inventarisasi jenis burung di dua jalur penelitian, meliputi nama
spesies burung, jumlah individu spesies, waktu perjumpaan, dan
aktivitas burung.

D. Cara Analisis Data

1. Menentukan Indeks Keanekaragaman

Keanekaragaman memiliki parameter yang dapat dilihat pada Tabel


3.1. Untuk menentukan indeks keanekaragaman (diversitas) burung
18

digunakan rumus Shannon-Wiener (1963) dalam Lee et al. (1978),


yaitu :

Keterangan :

H = Indeks keanekaragaman
ni = Jumlah individu masing-masing jenis burung N
= Total semua jenis burung

Tabel 3.1 Indeks keanekaragaman burung berdasarkan indeks


keanekaragaman burung (H’) menurut kriteria Lee et al.(1978)
Nilai H’ Keterangan

H’ > 3.0 Tinggi

1.6 < H’ < 3.0 Sedang

1.0 < H’ < 1.5 Rendah

2. Menentukan Indeks Kelimpahan

Kelimpahan memiliki parameter yang dapat dilihat pada Tabel 3.2.


Untuk mengetahui kelimpahan (abundansi) tiap jenis digunakan rumus Van
Balen (1984):

Di = Indeks kelimpahan jenis burung i ni


= Jumlah jenis burung i

N = Jumlah total burung yang teramati di komunitas


Tabel 3.2 Dominansi burung ditetapkan dengan kriteria Jorgensen
Nilai Di Dominansi

Di > 5% Dominan

2% < Di < 5% Sub-dominan

Di < 2 % Tidak dominan

3. Menentukan Status Konservasi


19

Status konservasi jenis spesies aves dapat ditentukan dengan berpacu pada
Peraturan Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor P.92 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi dan berpacu
pada International Union for Conservation of Nature and Natural Resources
(IUCN). Dengan status sebagai berikut :

NE = Not Evaluated (belum dievaluasi)


DD = Data Deficient (informasi kurang)
LC = Least Concern (beresiko kurang)
NT = Near Threatened (hampir terancam)
VU = Vulnerable (rentan)
EN = Endangered (genting/terancam)
CR = Critically Endangered (kritis)
EW = Extinct in the Wild (punah di alam liar) EX
= Extinct (punah)

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007. Taman Nasional Alas Purwo. http://dephut.go.id diakses pada
tanggal 30 November 2020.
Anonim, 2013. http://www.generasibiologi.com yang diakses pada 30 November
2020.
Anonim, 2013. http://www.kutilang.or.id yang diakses pada 30 November 2020
Ayat, A., & Tata, H. L. 2015. Diversity of birds across land use and habitat
gradients in forests, rubber agroforests and rubber plantations of North
Sumatra. Indonesian Journal of Forestry Research. 2(2): 103-120.
https://doi.org/10.20886/ijfr.2015.2.2.103-120
Darmawan, M. P. 2006. Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe
Habitat di Hutan Lindung Gunung Lumut Kalimantan Timur. Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor: Bogor.
Kurniawan N, Arifianto A. 2017. Ornitologi: Sejarah, Biologi, dan Konservasi.
UB Press: Malang.
Mackinnon, K. G., dkk. 2000. Ekologi Kalimantan Buku III. Jakarta :
Prenhallindo.
Madiles, Meriana. 2018. Makalah Zoologi Vertebrata: Aves. Universitas
Pasundan: Bandung
Mason, V., 1997. Sooty oyslercatcher: A new species for Indonesia. Kukila.
9:180182.
20

Muhammad. 2012. Habitat Burung.


http://informasiseputarduniahewan.blogspot.com/2012/02/habitat-burung.html Di
akses 30 November 2020.
Putri. I. A. S. L. P dan Allo. M. K. 2009. Degradasi Keanekaragaman Hayati
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Jurnal Penelitian dan Konservasi
Alam. 6 (2): 169-194.
Riefani, M. K., Soendjoto, M. A., & Munir, A. M. 2019. Bird species in the
cement factory complex of Tarjun, South Kalimantan, Indonesia.
Biodiversitas. 20(1): 218-225. http://eprints.ulm.ac.id/id/eprint/4904
Saefullah, A., Mustari, A. H., & Mardiastuti, A. 2015. Keanekaragaman Jenis
burung pada Berbagai Tipe Habitat Beserta Gangguannya di Hutan
Penelitian Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Media Konservasi. 20(2): 117-
124.
Suryadi, S. 2008. Mengintip Kehidupan Burung. Dalam: Blog Suer & Associate.
Welty JC. 1982. The Life of Bird. Saunders College Publishing: Philadelphia.
Widodo. W. 2009. Komparasi Burung Keragaman Jenis – Jenis Burung di Taman
Nasional Baluran dan Alas Purwo pada Beberapa Tipe Habitat. Jurnal
Berkala Penelitian Hayati. 14: 113 – 124
Widodo, W. 2016. Formulasi Pakan Burung Ocehan dan Hias. Jakarta: Penebar
Swadaya
21

Lampiran 1. Lembar Pengamatan Burung

Station
Bird’s Name Amount Bird’s Time
Activity
22

Anda mungkin juga menyukai