Anda di halaman 1dari 25

PPDH : KELOMPOK X GELOMBANG 2

LAPORAN KEGIATAN
PROGRAM PROFESI DOKTER HEWAN
ROTASI PATOLOGI ANATOMI

Disusun Oleh:

AURA KHOIRISA, S. KH
NIM. 210130100111053

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
NOVEMBER, 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kegiatan PPDH Rotasi
Patologi Anatomi yang berjudul “Lipidosis Hepar dan Nekrosis Tubulus Ginjal
Sulcata, Malang, Indonesia.” sebagai salah satu syarat laporan pada rotasi di
Laboratorium Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas
Brawijaya.. Laporan ini dapat terselesaikan dengan baik melalui bantuan berbagai
pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. drh. Dyah Ayu Oktaviane A.P.,M. Biotech selaku dekan Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya atas dukungan, bimbingan dan
semangat yang diberikan kepada penulis.
2. drh. Nofan Rickyawan, M.Sc., selaku Ketua Program Studi PPDH
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.
3. drh. Albiruni Haryo, M.Sc selaku koordinator rotasi Patologi Anatomi atas
dukungan, bimbingan dan semangat yang diberikan kepada penulis.
4. drh, Fajar Shodiq Permata, Dr. drh. Handayu Untari dan drh. Andreas
Bandang Hardian, M.VSc selaku dosen pengampu rotasi Patologi Anatomi
yang telah memberikan dukungan, bimbingan dan semangat kepada penulis.
5. Semua pihak yang telah memberikan dukungan, bimbingan dan semangat
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kritik dan saran yang bermanfaat untuk perbaikan sangat diharapkana.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan dan laporan
ini dapat bermanfaat.

Malang, 24 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL .................................................................................1


LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................2
KATA PENGANTAR ..................................................................................3
DAFTAR ISI .................................................................................................4
DAFTAR TABEL .........................................................................................6
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................7
BAB 1 .............................................................................................................8
1.1 Latar Belakang .....................................................................................8
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................8
1.3 Tujuan...................................................................................................9
1.4 Manfaat .................................................................................................9
BAB 2 ...........................................................................................................10
2.1 Hewan sebagai subjek nekropsi .........................................................10
2.2 Proses nekropsi ...................................................................................10
2.3 Sistem organ terdampak .....................................................................11
2.4 Lesi yang terlihat ................................................................................12
2.5 Diagosa Morfologi .............................................................................12
2.7 Diagnosa Banding ..............................................................................12
BAB 3 ...........................................................................................................15
3.1 Tempat dan Waktu Kegiatan ..............................................................15
3.2 Profil Mahasiswa ................................................................................15
3.3 Alat dan Bahan ..................................................................................15
3.4 Teknik Nekropsi .................................................................................15
BAB 4 ...........................................................................................................17
4.1 Hasil ...................................................................................................17
4.1.1 Signalement .................................................................................17
4.1.2 Anamnesa ....................................................................................17
4.1.3 Temuan Klinis .............................................................................17
4.1.4 Hasil Pemeriksaan Makroskopis .................................................17
4.1.5 Hasil Pemeriksaan Mirkoskopis ..................................................18
4.1.6 Diagnosa Patologis ......................................................................20
4.1.7 Diagnosa Banding .......................................................................20
4.2 Pembahasan ........................................................................................20
BAB 5 ...........................................................................................................23
5.1 Kesimpulan.........................................................................................23
5.2 Kendala...............................................................................................23
5.3 Saran ...................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................24
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Langkah nekropsi sulcata .................................................................... 23


Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Makroskopis .......................................................... 25
DAFTAR GAMBAR
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Reptil merupakan salah satu hewan yang terdapat di wilayah Indonesia
dengan lebih dari 600 jenis reptile. Reptil merupakan sekelompok vertebrata yang
menyesuaikan diri di tempat yang kering. Kura-kura merupakan hewan reptil yang
sangat mudah dikenali karena mempunyai bentuk tubuh khas. Ciri khas yang
dimiliki oleh kura-kura adalah adanya cangkang yang disebut karapas pada bagian
dorsal dan plastron pada bagian vetral. Morfologi kepala, tungkai, dan karakter
keping perisai karapas serta plastron dapat dijadikan ciri identifikasi jenis pada
kura-kura (Sari dkk., 2021). Pemberian nama dari kura-kura yaitu berdasarkan ciri-
ciri yang khas pada fisik tubuh . Kura-kura hidup diberbagai tipe habitat seperti
lautan, sungai, rawa, hutan bahkan padang rumput. Pemeliharaan yang baik sangat
dibutuhkan untuk menghindari berbagai macam penyakit yang dapat menyerang
sulcata (Setiadi, 2017).
Suatu makhluk hidup seperti sulcata dapat mengalami perubahan suatu
kondisi patologis Penyakit yang dapat menyerang sulcata seperti infeksi bakteri,
parasit, virus, penyakit sistemik, stomatitis. Salah satu kondisi yang dapat
menyerang sulkata adlaah konstipasi akibat dari sulcata yang sering tidak sengaja
mengonsumsi kerikil sehingga feses tidak mudah dikeluarkan dengan sendirinya.
Perubahan patologis pada organ dalam hewan harus dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut untuk mendapatkan diagnose.
Nekropsi merupakan pemeriksaan secara menyeluruh pada tubuh hewan
yang sudah mati dengan cara pembedahan bangkai yang berfungsi untuk
mengetahui penyebab dari kematian hewan tersebut. Sampel organ atau jaringan
yang didapatkan saat nekropsi diamati untuk memberi informasi mengenai Riwayat
hidup hewan dan juga untuk mengidentifikasi atau mendunga kemungkinan
penyebab kematian pada hewan. Teknik nekropsi yang dilakukan pada sulcata yaitu
dengan cara memotong perbatasan plastron dan arapas atau inframarginal.
Inframarginal merupakan tulang rawan sehingga dapat mempermudah dalam
pemotongan. Teknik ini dapat mengekspos organ visceral kura-kura tanpa merusak
organ tersebut (Rizac, 2020). Pemeriksaan lanjutan setelah dilakukan nekropsi yaitu
dapat dilakukan pengamatan histopatologi menggunakan pewarnaan Hematoksilin
Eosin. Tahapan dilakukan pemeriksaan tersebut adalah dengan cara organ yang
mengalami perubahan patologis difiksasi dalam formalin 10%, kemudian dilakukan
trimming, dehidrasi, clearing, infiltrasi paraffin, embedding, sectioning, pewarnaan
HE dan mounting.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1.2.1. Bagaimana prosedur nekropsi dan koleksi organ atau jaringan pada
sulcata?
1.2.2. Bagaimana perubahan maksroskopik (patologi anatomi) dan mikroskopik
(histopatologi) pada sulcata?
1.2.3. Bagaimana menetapkan diagnosa berdasarkan perubahan patologi
makroskopis dan mikroskopis pada organ maupun jaringan pada sulcata?

1.3 Tujuan
1.3.1. Mengetahui prosedur nekropsi dan koleksi organ atau jaringan pada sulcata.
1.3.2. Mengetahui perubahan maksroskopik (patologi anatomi) dan mikroskopik
(histopatologi) pada sulcata.
1.2.4. Mengetahui menetapkan diagnosa berdasarkan perubahan patologi
makroskopis dan mikroskopis pada organ maupun jaringan pada sulcata.

1.4 Manfaat
Manfaat penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:
1.4.1. Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan Universitas Brawijayamampu
melakukan prosedur nekropsi, mengetahui dan menerapkan proses
pemeriksaan patoogi anatomi pada sulcata sebagai salah satu metode
diagnose yang dapat membantu proses identifikasi penyakit.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hewan sebagai subjek nekropsi


Sulcata adalah salah satu hewan spesies kura-kura terbesar yang ada di
dunia. Sulcata dewasa memiliki berat badan sekitar 45-91 kg. Panjang karapas pada
sulcata jantan hingga 80 cm, sedangkan karapas pada betina lebih pendek. (Petrozzi
et al., 2020). Sulcata tergolong dalam hewan omnivore yang memakan tumbuhan,
buah-buahan, daun, bunga, semut, rayap, serangga, dan diplopoda. Sulcata
memiliki morfologi tubuh karapas pada daerah dorsal dan plastron pada daerah
ventral. Plastron pada umumnya berbentuk lonjong dengan karapas yang rata. Pada
scute biasanya berwarna cokelat hingga krem dan terdapat bentukan menyerupai
cincin yang menonjol. Plastron biasanya berwarna krem hingga kecokelatan dan
pada kulit berwarna cokelat keemasan. Perkembangan plastron yang baik sehingga
memiliki takik anal yang dalam, menonjol, dan sisik gular bercabang. Kepala yang
dimiliki oleh sulcata berbentuk tumpul dengan mulut yang sedikit bengkok.
Tungkai bagian anterior memiliki sisik yang besar dan memanjang serta menonjol.
Extremitas caudal memiliki 2-3 tuberkel yang berbentuk kerucut (Stauffer, 2003).

2.2 Proses nekropsi


Nekropsi merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan cara bagian
tertentu tubuh dari hewan secara hati-hati agar tidak merusak organ di dalamnya.
Nekropsi merupakan salah satu alat dasar untuk menentukan penyebab hewan mati.
Nekropsi melibatkan pemeriksan menyeluruh dari tubuh yang akan di nekropsi dari
caudal ke cranial. Juga termasuk pemeriksaan secara internal dan eksternal yang di
duga mengindikasikan kematian. Nekropsi yang baik harusdilakukan secara hati-
hati operator dan alat yang digunkan haruslah memadai.. Nekropsi biasanya
mencari perubahan mikroskopis pada organ dan jaringan seperti lesi, hemoragi dan
sebagainya (Work, 2014).
Pemeriksaan fisik merupakan langkah pertama dari nekropsi. Langkahawal
adalah pengukuran karapas dan plastron panjangn dan lebarnya untuk mengetahui
kondisi tubuh. Perubahan yang terlihat saat dilakukan pemeriksaan fisik sebaikna
dicatat untuk dapat dilakukan diagnose. Otot pectoralis pada sulcata yang sehat
harus berwarna merah menjadi merah muda, dengan konsistensi yang padat dan
tebal (Rizac, 2020). Nekropsi dapat diawali dengan pemeriksaan eksternal apakah
terdapat lesi, benda asing, cairan, dan obstruksi. Kondisi eksternal yang mengalami
perubahan dapat didokumentasikan.
Nekropsi pada sulcata dapat dilakukan dengan cara Sulcata ditempatkan
rebah-dorsal supaya posisi organ viseral menuju arah gravitasi. Tubuh sulcata
yang diletakkan dalam posisi rebah dorsal atau dorsal recumbency berfungsi untuk
menstabilkan posisi bangkai dan dapat diletakkan pada balok di sekitar karapas. Hal
ini untuk mencegah organ dalam terpotong saat tempurung digergaji. Pemotongan
antara sekeliling sisi plastron harus dilakukan secara hatihati supaya tidak merusak
organ dalam. Plastron dipisahkan dengan cara dipotong bagian sisinya
menggunakan gergaji besi. Plastron dilepaskan dari tubuh untuk dapat melihat otot
pectoralis, kemudian otot tersebut dapat dilakukan penyayatan kemudian diangkat
dengan sayatan melingkar. Saat plastron sudah dapat diangkat, organ dalam
dikoleksi untuk pemeriksaan lebih lanjut. (Sari dkk., 2021).

2.3 Sistem organ terdampak


Organ yang terdampak karena penyakit pada sulcata seperti hepar
menunjukkan adanya perubahan secara makroskopis berupa diskolorasi menjadi
kuning pucat, pada ginjal secara makroskopis terdapat diskolorasi kehitaman.Hepar
merupakan organ visceral yang memiliki ukuran terbesar dan terletak di dalam
pectoral dan peritoneum yang terdisri dari dua lobus dan berwarna cokelat tua
hingga kemerahn. Lobus dexter lebih besar dibandingkan dengan lobus sinister
dan memiliki kantung empedu. Hepar memiliki hepatosit. Hepar berfungsi untuk
metabolisme protein, karbohidrat, asam amino, dan peptida yang akan dipecah di
sel hepar dan terbentuk serum albumin dan faktor pembekuan (Jacobson, 2007).
Hepar merupakan organ yang paling sering mengalami abnormalitas dikarenakan
metabolism suatu obat atau senyawa yang diproses dalam hepar, sehingga
kemungkinan terjadinya kerusakan organ menjadi sangat besar. Proses metabolism
yang kurang baik dapat menimbulkan berbagai penyakit terutama pada hepar. Sel-
sel hepar dapat terdeposit sehingga mengalamiperubahan (Prasetiawan dkk.,2017).
Sistem urogenital terdiri dari system urinaria dan system genital. Sistem
urinaria dibagi menjadi tractus urinaria atas dan bawah. Traktus urinaria bagian atas
terdiri dari ginjal, pelvis renalis, dan ureter, sedangkan traktur urinaria bawah terdiri
dari vesika urinaria dan uretra. Sistem urogenital memiliki dua macam system
perkembangan yaitu organogenesis ginjal dan maturase ginjal (Armijn dkk., 2020).
Ginjal memiliki fungsi utama yaitu sebagai organ eksresi dan non eksresi. Fungsi
dari eksresi ginjal yaitu pengaturan pH, konsentrasi ion mineral, komposisi cairan
darah, eksresi produk akhir nitrogen dari metabolisme protein dan sebagai jalur
eksretori untuk sebagian besar obat. Fungsi dari non ekskresi ginjal yaitu
pengaturan tekanan darah, produksi eritrosit dan konversi vitamin D menjadi bentuk
aktif (Yanuartono, 2017).
Ginjal merupakan organ saluran kemih yang berbentuk seperti biji kacang.
Fungsi dari ginjal adalah untuk organ eksresi yang berfungsi menjaga
keseimbangan internal dengan menjaga komposisi cairan ekstraseluler.Glomerlurus
berfungsi untuk memfiltrasi Sebagian cairan yang kemudian direabsorbsi dan
disekresi di sepanjang nefron, kemudian zat yang masih
berfungsi aka direabsorbsi dan sisa metabolisme yang tidak digunakan dikeluarkan
sebagai urin. Ginjal terletak di caudal pulmo berwarna merah dan memiliki lobulus
yang terhubung dengan kloaka melalui dua ureter yang terpisah (Rizac, 2020).

2.4 Lesi yang terlihat


Lesi yang terlihat saat dilakukan pengamatan pada organ sulcata yaitu
terdapat stomatitis pada area mulut bagian sinister, terdapat warna kekuningan
pucat pada hepar, terlihat diskolorasi kehitaman pada ginjal. Stomatitis merupakan
suatu lesi ulserasi pada area mulut yang kemungkinan dapat disebabkan karena
defisiensi nutrisi, trauma, genetic, stress, hormonal, mau pun alergi (Sulistiani
dkk, 2017). Perubahan warna pada hepar atau diskolorasi dapat disebabkan adanya
kerusakan yang sudag terjadi dalam waktu beberapa minggu atau beberapa bulan.
Kerusakan pada hepar secara mikroskopis dapat berbentuk nekrosis hepatosis,
kolestasis, autolysis, terdapat melanomakrfofag berwarna kecokelatan, dan juga sel
radang atau disfungsi hepar secara perlahan (Prasetiawan dkk., 2017). Diskolorasi
pada ginjal yang menjadi kehitaman dapat disebabkan karena adanya nekrosis pada
susunan ginjal. Ginjal yang mengalami perubahan makroskopis secara patologis
juga dapat diamati secara mikroskopis. Perubahan mikroskopis pada ginjal biasanya
terdapat pembesaran pada interstitial, nekrosis tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distal, glomelurus yang mengalami edema, kongesti, dan juga
terdapat sel radang (Dewi dkk., 2013).

2.5 Diagosa Morfologi


Diagnosa morfologi pada Sulcata dapat didapatkan dari pengamatan lokasi,
warna, ukuran, bentuk, konsistensi dan hal lain secara makroskopis. Diagnosa
morfologi yang didapatkan dari perubahan makroskopis seperti diskolorasi
kekuningan pucat pada hepar dapat diduga mengalami Lipidosis hepar dan
diskolorasi kehitaman pada ginjal secara makroskopis dapat diduga karena adanya
nekrosis pada ginjal.

2.6 Diagnosa Banding


Berdasarkan gejala klinis, lesi patologis, pemeriksaan histopatologis yang
didapatkan, maka diagnose banding untuk sulcata dalam kasus ini antara lain:
a. Impaksio
Impaksio pada kolon dapat disebabkan adanya sumbatan feses yang terdapat
bahan pakan di usus besar. Impaksio kolon pada sulcata dapat terjadi akibat adanya
pakan yang dimakan dalam jumlah banyak, kualitas pakan yang kurang baik,
konsumsi air minum yang kurang, serta tidak sengaja dalam memakan kerikil dalam
jumlah yang banyak. Gejala yang dapat dialami pada sulcata yang mengalami
impaksio adalah tampak lesu, nafsu makan menurun, gangguan peredaran darah
(Camargo etl al., 2020). 2020.
b. Gangguan ginjal kronis
Penyakit ginjal kronis merupakan suatu kondisi kelainan fungsional dari
ginjal yang muncul dalam jangka waktu yang lama, bersifat ireversibel dimana
tubuh gagal untuk mempertahankan proses metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, sehingga menyebabkan uremia. Gangguan pada ginjal kronis
merupakan hilangnya kemampuan ginjal dalam mengeliminasi produk yang sudah
tidak digunakan, mengonsentrasikan urin dan elektrolit. Penyakit ginjal kronis
biasanya telah berlangsung dalam jangka waktu lebih dari 3 bulan. Hasil produksi
ginjal yang tidak terpakai bersifat toksik dan terakumulasi dalam aliran darah
sehingga terjadi uremia dan azotemia. Gejala dari penyakit ginjal kronis yaitu
turunnya berat badan, membrana mukosa pucat, ulserasi mulut. Penyebab penyakit
ginjal kronis sulit untuk ditentukan dalam kaitannya dengan stadium penyakit.
Kerusakan dapat terjadi pada setiap bagian dari nefron, termasuk glomerulus,
tubulus, jaringan interstitial atau pembuluh darah, yang dapat mengakibatkan
kerusakan ireversibel dan hilangnya fungsi nefron Penyebab dari penyakit ginjal
kronis adalah penyakit infeksius, iatrogenik, metabolisme, kongenital, bahan
toksik, traumatik, neoplasi, dan proses obstruksi yang menyerang ginjal
(Yanuartono, 2017).
c. Nefritis
Nefritis merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya peradanganatau
inflamasi pada ginjal. Nefritis tubulointerstitiaslis merupakan suatu penyakit yang
dapat berupa akut mau pun kronis, secara histopatologi dapat ditandai dengan
adanya inflamasi dan kerusakan pada struktur tubulus dan interstitial.
Glomerulonefritis merupakan suatu peradangan pada glomelurus yang terdiri dari
pembuluh kapiler kecil yang berfungsi untuk menyaring darah. Nefritis dapat
diakibatkan adanya infeksi, system kekebalan tubuh, abses, Riwayat kanker, dan
bakteri.Gejala dari nefritis adalah demam, tekanan darah tinggi, urin yang keruh
dan mengandung daraj, sering buang air kecil dan juga edema (Lestrari danTrihono,
2010).
d. Gangguan hepar kronis
Penyakit hepar kronis merupakan penyakit yang ditandai adanya inflamasi
dan nekrosis yang berlangsung selama lebih dari enam bulan. Penyakit ini dapat
terdeteksi apabila fibrosis dalam keadaan yang tidak dapat diubah yang berfungsi
sebagai respon pada kerusakaan hepar. Kerusakan hepar dapat disebabkan akibat
adanya infeksi virus, konsumsi obat dalam jangka waktu lama, dan fatty liver (Yasin
dkk., 2015).
e. Hepatitis
Hepatitis merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya inflamasi
atau peradangan pada hepar yang dapat terjadi nekrosis. Hepatitis dapat disebabkan
oleh adanya virus, konsumsi obat-obatan, toksin, gangguan metabolic, mau pun
kelainan system antibody. Penyakit hepatitis memiliki beberapa tipe seperti
hepatitis A, B, C, D, dan E. Penyakit ini dapat ditularkan bergantung pada
tipe hepatitis, seperti melalui fecal oral, parenteral dan perilaku hidup. Gejala
hepatitis secara umum adalah mual dan muntah, sakit tenggorokan, diare, kelelahan,
tidak nafsu makan, nyeri otot dan nyeri sendi, urin berwarna gelap, feses berwarna
kuning pucat, jaundice, pembengkakan pada hepar, dan nyeriabdomen (Siswanto,
2020).
BAB 3
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Kegiatan


Kegiatan koasistensi Rotasi Patologi Anatomi FKH UB dilaksanakan pada
tanggal 01 November 2021 – 26 November 2021 secara luring di Laboratorium
Patologi Anatmi FKH UB.

3.2 Profil Mahasiswa


Peserta kegiatan PPDH Rotasi Patologi Anatomi adalah mahasiswa aktif
PPDH Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.
Nama : Aura Khoirisa
NIM 210130100111053
Email : aurakhoirisa@student.ub.ac.id
No. HP 085748542517

3.3 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang diperlukan dalam nekropsi sulcata yaitu Alat Pelindung
Diri (APD) berupa masker, jaslab, glove, dan dissecting set seperti scalpel, blade,
gunting tajam-tumpul, gunting tajam-tajam, pinset anatomis, forsep, gergaji.
Peralatan dan bahan lain yang mungkin dibutuhkan adalah pot sampel, kamera,
kantong plastic, kertas label, spidol, penggaris, papan, pensil, formalin 10% untuk
koleksi sapel.

3.4 Teknik Nekropsi


Teknik nekropsi yang dilakukan pada sulcata adalah dengan carameletakkan
sulcata dengan posisi dorsoventral atau dorsal recumbency, kemudian diinsisi pada
bagian tengah palastro menggunakan gergaji dan dilakukanpengangkatan plastron.
Selanjutnya muskulus di bawah plastron dan dilakukan eksplorasi organ. Kemudian
dilakukan pengamatan organ dan dikoleksi pada formalin 10%.

Tabel 3. 1 Langkah nekropsi sulcata (Sumber: dok. Pribadi, 2021).

No. Keterangan Gambar

Bangkai diposisikan dengan posisi


rebah dorsal atau dorsal
recumbency.
Bagian mulut diamati terdapat
stomatitis.

Dilakukan insisi pada bagian


tengah plastron menggunakan
gergaji

Pembukaan muskulus di bawah


plastron, kemudian dieksplorasi
organ.

Kerikil pada feses di area kolon


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Signalement
Kura-kura darat jenis Sulcata atau African Spurred Tortoise, usia 30 tahun,
berwarna cokelat muda dengan berat kurang lebih 18,5 kg.
4.1.2 Anamnesa
Sulcata datang ke Rumah Sakit Hewan mengalami letargi, anoreksia dan
juga konstipasi dalam beberapa hari, sehingga dilakukan operasi enterotomy untuk
mengeluarkan feses dari usus, kemudian pada keesokan paginya sulcata mati.
4.1.3 Temuan Klinis
Pada pemeriksaan fisik dilakukan inspeksi dan palpasi, secaramakroskopis
terdapat stomatitis pada daerah mulut, sehingga sulcata mengalami anoreksia.
Terdapat feses keras yang tersumbat di bagian kolon dan sulit untuk dikeluarkan.
Bagian kolon ditemukan adanya kerikil sehingga menyumbat kloaka.
4.1.4 Hasil Pemeriksaan Makroskopis
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Makroskopis
Organ Hasil Pengamatan Deskripsi Lesi

Kondisi Fisik
Karapas Tidak ada perubahan -
Plastron Tidak ada perubahan -
Muskulus Tidak ada perubahan
Mulut Terdapat sariawan diduga
stomatitis

Sistem Digesti
Oropharingeal Tidak ada perubahan -
Gaster Tidak ada perubahan -
Duodenum Tidak ada perubahan -
Jejunum Tidak ada perubahan -
Ileum Tidak ada perubahan -
Kolon Tidak ada lesi, terdapat
tumpukan feses yang keras
dan beberapa kerikil
Pankreas Tidak ada perubahan -
Limpa Tidak ada perubahan -
Hepar Diskolorasi kekuningan
pucat, demarkasi jelas,
marginasi hepar tidak tajam
distribusi keseluruhan.

Sistem Sirkulasi
Jantung Tidak ada perubahan -
Sistem Respirasi
Nasal Tidak ada perubahan -
Trachea Tidak ada perubahan -
Paru-paru Tidak ada -
perubahan
Sistem Urogenital
Ginjal Diskolorasi kehitaman
difus, demarkasi jelas.

Testis Testis cair -

4.1.5 Hasil Pemeriksaan Mirkoskopis


Pada pemeriksaan mikroskopis ginjal dan hepar diamati di bawah
mikroskop dengan perbesaran 40x, 100x, 400x, dan 1000x. Berdasarkan hasil
pemeriksaan mikroskopik pada ginjal ditemukan adanya kongesti pembuluh darah,
nekrosis di area tubulus ginjal, serta terdapat sel radang. Hasil pemeriksaan
mikroskopis pada hepar ditemukan adanya hemoragi yang ditandai adanya eritrosit
yang keluar dari pembuluh darah pada sela tau jaringan, terjadi autolysis pada sel
hepatosit, terdapat melanomakrofag yang berwarna merah kecokelatan, serta
terdapat sel radang yang mengindikasikan bahwa organ tersebut telah mengalami
peradangan.
A B

Gambar 4.1 Ginjal. a) Hiperplasia glomelurus; b) Hiperplasia glomelurus dan


pelebaran space bowman ; c) Nekrosis tubulus ginjal; d) terdapat sel
radang

Gambar 4.2 Hepar. a) Melanomakrofag; b) Autolisis


4.1.6 Diagnosa Patologis
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada sulcata berupa
gejala klinis, perubahan patologi anatomi, hasil pemeriksaan histopatologi dan
secara makroskopis maka sulcata mengalami inflamasi dan nekrosis pada organ
hepar dan ginjal.
4.1.7 Diagnosa Banding
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada sulcata berupa
gejala klinis, perubahan patologi anatomi, hasil pemeriksaan histopatologi dan
secara makroskopis maka sulcata maka diagnose banding untuk sulcata dalam kasus
ini antara lain:
a. Impaksio
b. Gangguan ginjal kronis
c. Nefritis
d. Gangguan hepar kronis
e. Hepatitis.

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap Sulcata secara makroskopis dan
mikroskopis menunjukkan adanya perubahan patologis. Secara makroskopis
menunjukkan adanya perubahan pada organ hepar yang berupa diskolorasi menjadi
warna kuning pucat, sedangkan pada organ ginjal terjadi diskolorasi kehitaman.
Pada area mulut sulcata terdapat stomatitis ringan sehingga dapat menyebabkan
anoreksia. Sehingga tidak jarang penderita yang mengalami penyakit ini nafsu
makannya berkurang asupan gizi untuk tubuh juga berkurang karena kekurangan
Stomatitis pada sulcata biasanya dapat disebabkan karena dan dapat menyerang
selaput lendir pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi, serta langit-langit
dalam rongga mulut (Widyastutik dan Permadi, 2017).
Konstipasi merupakan kondisi yang ditandai dengan adanya perubahan
konsistensi feses yang mengeras, terkadang ukuran besar, mengedan dan kesulitan
defekasi. Konstipasi ditandai dengan adanya rasa nyeri Ketika defekasi. Konstipasi
dapat disebabkan karena makanan yang mengandung banyak lemak, kurang
mengonsumsi serat, emosi tidak stabil. Hal tersebut dapat berubah menjadi
akumulasi panas di usus yang kemudian dapat menghabiskan cairan yang
digunakan untuk melembabkan tinja sehingga tinja menjadi keras, sehingga susah
untuk defekasi (Jannah dkk., 2017).
Kongesti merupakan suatu kondisi pelebaran pembuluh darah dan darah
masih berada di dalam pembuluh darah. Kongesti dapat dijadikan sebagai indicator
perbaikan jaringan. Peradangan atau inflamasi yaitu suatu respon utama system
kekebalan tubuh untuk mempertahankan diri dari kerusakan jaringan terhadap
infeksi dan untuk memperbaiki struktur serta gangguan fungsi jaringan (Sudira
dkk., 2019).
Autolisis yang terjadi pada hepar kemungkinan dapat diakibatkan karena
organ hepar sudah dalam kondisi yang kurang baik atau busuk sehingga Ketika
dilakukan pemeriksaan menggunakan histopatologi terdapat bentukan menyerupai
bulatan kosong tidak berinti. Melanomakrofag yang berada pada hepar berwarna
merah kecokelatan merupakan hemosiderin yaitu eritrosit difagositosis oleh
makrofag. Adanya melanomakrofag mengindikasikan bahwa terjadi kerusakan
kronis pada hepar. Melanomakrofag merupakan salah satu indicator stress kronik
yang dapat ditemukan dalam jaringan meski tidak selalu persisten.
Melanomakrofag merupakan tahapan reaksi peradangan. Melanomakrofag
merupakan kumpulan dari makrofag yang berisi hemosiderin, lipofuschin dan
seroid sama seperti pigmen melanin yang banyak ditemukan di dalam jaringan
limfoid yang diakibatkan oleh peradangan. Melanomakrofag secara normal terdapat
pada tubuh, namun apabila keadaan patologis akan meningkatkan jumlah yang
diproduksi terutama pada kasus kronis. Melanomakrofag adalah sel yang berbentuk
bulat padat yang memiliki jumlah pigmen yang bervariasi. Melanomakrofag center
banyak ditemukan di dalam jaringan limfoid kebanyakan teleost yang diakibatkan
oleh peradangan (Hadid dkk., 2017). Akumulasi hemosiderin yang
mengindikasikan terjadinya haemorrhagi dan nekrosis jaringan limpa serta
pertumbuhan sel megakaryosit. Melanomakrofag dan nekrosis adalah kelainan pada
jaringan hepar yang terdapat kongesti. Kelainan hepar yang berupa kongesti masih
tergolong sedang. Kongesti merupakan penggumpalan darah yang terjadi di
kelenjar sinusoid atau pembuluh darah kecil pada hepar. Nekrosis pada sel hepar
disebabkan oleh aktivitas sitolisis atau pagositosis atau limfosit, yang menyebabkan
ukuran nucleus mengecil secara menyeluruh. Kelainan berupa degenerasi vakuola
dapat ditemukan pada jaringan hepar. Degenerasi merupakan reaksi peradangan
yang terjadi bila kelainan sel tidak segera mematikan, perubahan-perubahannya
bersifat reversibel (Intan dkk., 2017).
Hasil pengamatan makroskopis hepar menunjukkan adanya diskolorasiatau
perubahan warna hepar menjadi kekukingan pucat, sedangkan kondisi hepar normal
seharusnya berwarna kemerahan. Hal tersebut dapat diduga akibat adanya lipidosis
hepar secara makros, namun Ketika diamati secara histopatologi tidak menunjukkan
adanya vakuola degenerasi melemak. Lipidosis hepar merupakan suatu kondisi
klinis yang sering terjadi pada reptile terutama pada sulcata. Faktor yang
mempengaruhi lipidosis hepar sulcata adalah peningkatan lemak pada abdomen
yang berkaitan dengan obesitas, pemberian kualitas pakan yang kurang baik,
aktivitas yang dilakukan kurang, hibernasi dan reproduksi berkurang, hiporexia
kronis dan stress sehingga menurunkan glikemia dan meingkatkan glucagon yang
mendukung untuk pelepasan lemak ke dalam darah dan penyimpanan trigliserida
dalam hepar. Pada sulcata kondisi lipidosis hepar dapat terdiagnosa Ketika sudah
mengalami kerusakan pada hepar yang tinggi. Gejala dari lipidosis hepar pada
sulcata adalah depresi, jaundice, kelemahan, tonus otot rendah, selaput lendir mulut
pucat, encelopati hepatik, diare, biliverdinuria yaitu
kotoran feses berwarna kehijauan (Silvestre, 2013).
Pada ginjal menunjukkan adanya nekrosis di tubulus dan terjadinya
pembesaran pada interstitial. Nekrosis terjadi karen adanya perbaikan jaringan yang
dapat diakibatkan karena adanya inflamasi. Pada glomelurus juga terjadi
hyperplasia dan vasodilatasi pembuluh darah yang ditunjukkan dengan adanya
pembesaran pada kuncup glomelurus. Glomelurus yang normal menunjukkan
terdapat kapiler pada kapsula bowman. Jenis sel radang yang terdapat pada ginjal
sulcata menunjukkan sel radang PMN dan MN. Inflamasi dapat menyebabkan
pembengkakan, kemerahan, panas, nyeri, dan terganggunya fungsi fisiologis.
Inflamasi tidak hanya terjadi pada organ luar namun dapat juga berpengaruh pada
organ dalam hewan, misalnya ginjal.
Ginjal merupakan organ yang berfungsi sebagai tempat terakhir dalam
memfiltrasi dan mensekresi hasil metabolisme tubuh. Tubulus ginjal normal
tersusun atas sel epitel yang berbentuk kubus selapis dengan inti sel yang lebar
dan bulat pada bagian tengah sel. Kerusakan tubulus ditandai dengan adanya sel
yang tidak beraturan dan tidak berinti, dilatasi pada tubulus akibat kerusakan lapisan
brush border pada epitel tubulus. Tubulus ginjal yang rusak dapat mengalami
nekrosis yang ditandai dengan adanya sel epitel yang tidak beraturan dan tidak
berinti. Nekrosis adalah sel yang mengalami kematian dan perubahan pada inti sel
atau struktur yang meghilang (Yuniarti dan Rahmawati, 2015).
Kematian pada sulcata disebabkn karena beberapa faktor seperti usia,
lingkungan, sistem imun, gangguan komplikasi. Sulcata yang mengalami
diskolorasi kehitaman secara makros dan nekrosis secara mikros pada ginjal
kemungkinan dapat menyebabkan adanya kondisi gangguan ginjal kronis.
Konstipasi yang telah terjadi dalam waktu beberapa hari dapat menyebabkantoksin
akibat adanya kotoran yang menumpuk di dalam usus dalam waktu berhari-hari
yang seharusnya dikeluarkan oleh tubuh namun tertimbun dalam tubuh, sehingga
dapat menyebabkan toksin. Sudden death pada sulcata dapat diakibatkan oleh
kondisi umur yang sudah tua, penyakit kronis yang sudah lama tidak diberi
penanganan, kondisi lingkungan yang kurang baik, anoreksia, pakan yang tidak
baik, sehingga dapat mengakibatkan sel imun tubuh kurang baik. Sel imun tubuh
yang kurang baik dapat diakibatkan karena faktor umur, lingkungan, bakteri,
kesehatan tubuh. Sel imun yang lemah mengakibatkan sulcata tidak mampu
melawan infeksi atau patogen yang masuk ke dalam tubuh, sehingga dapat
menyebabkan kematian. Selain itu juga anoreksia dapat menyebabkan adanya
malnutrisi pada sulcata, sehingga mengalami kekurangan nutrisi. Sulcata pada
kasus tersebut diduga mengalami komplikasi akibat adanya lipidosis pada hepar,
gangguan ginjal kronis, konstipasi dalam waktu beberapa hari, dan stomatitis yang
kemungkinan dapat menyebabkan anoreksia. Kondisi tersebut dapat
mengakibatkan sel imun pada sulcate menurun dan organ tubuh sulcate tidak
bekerja dengan maksimal sehingga sulcate tidak dapat melawan infeksi pathogen
dalam tubuh.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan anamnesa sulcata yang didapatkan yaitu mengalami anoreksia
dan konstipasi dalam waktu beberapa hari kemudian dilakukan enterotomy untuk
mengeluarkan feses, namun pada keesokan harinya sulcata mengalami kematian.
Sulcata dilanjutkan untuk nekropsi dan ditemukan stomatitis pada mulut, hepar
mengalami diskolorasi kuning pucat, ginjal dengan diskolorasi kehitaman, serta
terdapat kerikil pada feses sulcata. Pemeriksaan histopatologi dilakukan padaorgan
hepar dan ginjal. Organ hepar menunjukkan adanya autolisis pada sel hepar, adanya
melanomakrofag. Organ ginjal menunjukkan adanya nekrosis tubulus, hiperplasi
glomelurus, pembesaran intrerstitial,

5.2 Kendala
Kendala dalam melakukan kegiatan yaitu nekropsi yang dilakukan secara
bersamaan dalam satu kelompok dan antre karena keterbatasan tempat dan alat
nekropsi. Kendala lainnya yaitu peendampingan dokter hewan karena keterbatasan
waktu, sehingga sulit untuk melakukan konsultasi dalam pembacaan hasil preparate
histopatologi dan disuksi.

5.3 Saran
Untuk organ yang mengalami perubahan patologi anatomi sebaiknya
dilakukan pemeriksaan histopatologi, penegakan diagnose pada sulcata dapat
diperkuat menggunakan pemeriksaan darah.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah. Prayitno, S., B. Sarjito. 2014. Pengaruh Perendaman Ekstrak Daun
Ketapang (Terminalia cattapa) terhadap Kelulushidupan dan Hitologi Hati
Ikan (Cyprinus carpio) yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila.
Journal of Aquaculture Management and Technology 3(4): 118-125.
Armijn, A. Nurhayati, A., P., D. Sa’adah, N., N. 2020. Pembentukan Sistem
Urogenital Mamalia. Paper Perkembangan Hewan.
Camargo, A., J., C. Gutierrez, Y., A. Veliz, J., J. Tortosa, F., S. Nesting failure of
sea turtles in Ecuador - causes of the loss of sea turtle nests: the role of the
tide. Journal of Coastal Conservation 24: 55.
Dewi, A., K. Suarni, N., M., R. Suanti, N., M. 2013. Gambaran Mikroskopis Ginjal
Tikus Putih (Rattus sp.) Jantan Dewasa Setelah Pemberian Etanol Kronis.
Jurnal Biologi XVII (2) : 33-36.
Hadi, N. Aliza, D. Daud, R. 2017. The Amount of Melanomacrophage centres
(MMC) in Liver and Kidneys of Tilapia (Oreochromis niloticus) Maintained
in Various Population Density. Jurnal Medika Veterinaria 11 (2): 77-81.
Intan, P., R. Lestari, T., W. San, Y. 2017. Studi Histopatologi Pasca Pemberian
Ekstrak Campuran Kulit Batang Pulai ( Alstonia scholaris L. R. Br.) Dan
Meniran (Phyllanthus niruri L.) pada mencit terinfeksi Plasmodium berghei.
Jurnal Kedokteran Yarsi 25 (1) : 010-022.
Jacobson, E., R. 2007. Infectious Diseases And Pathology of Reptiles Color Atlas
and Text. Taylor and Francis Grop CRC Press.
Jannah, I., N. Mustika, A. Puruhito, E., F. 2017. Efektivitas Pemberian Dekokta
Buah Trengguli (Cassia fistula L.) Terhadap Penurunan Constipation
Scoring Syste, Untuk Penanganan Konstipasi pada Wanita 18-25 Tahun.
Journal of Vocational Health Studies 01 (2017): 58–62.
Lestrari,, H., I. Trihono, P., P. 2010. Nefritis Tubulointerstisialis pada Kasus Anak
yang Menjalani Biopsi Ginja. Sari Pediatri 12 (4).
Nugroho, H., A. Purwaningsih, E. Phadmacanty, N., L., P., R. 2017. Nematoda
parasit gastrointestinal pada kura-kura darat Indonesia. Pros Sem NasMasy
Biodiv Indonesia 3 (1): 163-167.
Petrozzi, F. Hema, E., M. Demaya, G., S. Benansio, J., S. Eniang, E., A. Diagne,
T. Segniagbeto, G., H. Luiselli, L. 2020. Centrochelys Suclata (Miller
1779) – African Spurred Tortoise, Grooved Tortoise, Sahel Tortoise,
Tortue Sillonnee. Chelonian Research Foundation and Turtle
Conservancy.
Prasetiawan, E. Sabri, E. Ilyas, S. 2017. Gambaran Histologi Hepar Mencit (Mus
musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah
Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Selama Masa Pra
Implantasi dan Pasca Implantasi. Sumatera Utara: Universitas Sumatera
Utara.
Rizac, R., I. 2020. Necropsy Technique in Reptiles: Review. Review Rom Medical
Veterinary 30 (1): 5-12.
Sari, J., P. Erlansari, A. Purwandari, E., P. 2021. Identifikasi Citra Digital Kura-
kura Sumatera dengan Perbandingan Ekstraksi Fitur GLCM dan GLRLM
Berbasis Web. Jurnal Pseudocode, Volume VIII Nomor 1.
Setiadi, A., E. 2017. Identifikasi Jenis Kura-kura di Kalimantan Barat. Seminar
Nasional XI Pendidikan Biologi FKIP UNS 10-082. Solo: Universitas
Negeri Surakarta.
Silvestre, A., M. 2013. Hepatic Lipidosis in Reptiles. Southern European Veterinary
Conference.
Siswanto. 2020. Epidemiologi Penyakit Hepatitis. Samarinda: Mulawarman
University Press.
Stauffer, K., E. 2003. Captive Care of the African spurred tortoise, Geochelone
sulcata. Journal of the Heroetological Medicine and Surgery Vol. 13 No.
4.
Sudira, I., W. Merdana, I., M. Winaya, I., B., O. Parnayasa, I., K. 2019. Perubahan
Histopatologi Ginjal Tikus Putih Diberikan Ekstrak Sarang SemutDiinduksi
Parasetamol Dosis Toksik. Buletin Veteriner Udayana Volume 11 No. 2:
136-142.
Sulistiani, A., Hernawati, S. Mashartini, A. 2017. Prevalensi dan Distribusi
Penderita Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) di Klinik Penyakit Mulut
RSGM FKG Universitas Jember pada Tahun 2014. E-Jurnal Pustaka
Kesehatan 5(1).
Widyastutuik, O. Permadi, A. 2017. Faktor yang Berhubungan dengan Stomatitis
Aftosa Rekuren (SAR) pada Mahasiswa di Pontianak. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Khatulistiwa Vol.4, No.3.
Work, Thierry M. 2014. Sea Turtle Necropsy Manual. U.S.A : NWHC-HFS.
Wyneken, J. 2001. The Anatomy of Sea Turtles. National Oceanic And
Atmospheric Administration Technical Memorandum NMFS-SEFSC-470.
Yanuartono. Nururrozi, A. Indarjulianto, S. 2017. Penyakit Ginjal Kronis pada
Anjing dan Kucing: Manajemen Terapi dan Diet. Jurnal Sain Veteriner 35
(1).
Yasin, Y. Bahrun, U. Samad, I., A. 2015. Analisis Feritin dan AST To Platelet Ratio
Index Sebagai Petanda Derajat Fibrosis Penyakit Hati Kronis. Indonesian
Journal of Clinical Pathology And Medical Laboratory.
Yuniarti. Rousdy, D., W. Rahmawati. 2015. Uji Antiinflamasi Infusa Bunga Seroja
(Nelumbo nucifera Gaertn) Pada Struktur Mikroanatomi Ginjal Mencit
(Mus musculus) yang Mengalami Stres. Protobiont (2015) Vol. 4 (1) : 242-
247.

Anda mungkin juga menyukai