LAPORAN KEGIATAN
PROGRAM PROFESI DOKTER HEWAN
ROTASI PATOLOGI ANATOMI
Disusun Oleh:
AURA KHOIRISA, S. KH
NIM. 210130100111053
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kegiatan PPDH Rotasi
Patologi Anatomi yang berjudul “Lipidosis Hepar dan Nekrosis Tubulus Ginjal
Sulcata, Malang, Indonesia.” sebagai salah satu syarat laporan pada rotasi di
Laboratorium Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas
Brawijaya.. Laporan ini dapat terselesaikan dengan baik melalui bantuan berbagai
pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. drh. Dyah Ayu Oktaviane A.P.,M. Biotech selaku dekan Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya atas dukungan, bimbingan dan
semangat yang diberikan kepada penulis.
2. drh. Nofan Rickyawan, M.Sc., selaku Ketua Program Studi PPDH
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.
3. drh. Albiruni Haryo, M.Sc selaku koordinator rotasi Patologi Anatomi atas
dukungan, bimbingan dan semangat yang diberikan kepada penulis.
4. drh, Fajar Shodiq Permata, Dr. drh. Handayu Untari dan drh. Andreas
Bandang Hardian, M.VSc selaku dosen pengampu rotasi Patologi Anatomi
yang telah memberikan dukungan, bimbingan dan semangat kepada penulis.
5. Semua pihak yang telah memberikan dukungan, bimbingan dan semangat
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kritik dan saran yang bermanfaat untuk perbaikan sangat diharapkana.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan dan laporan
ini dapat bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
1.3 Tujuan
1.3.1. Mengetahui prosedur nekropsi dan koleksi organ atau jaringan pada sulcata.
1.3.2. Mengetahui perubahan maksroskopik (patologi anatomi) dan mikroskopik
(histopatologi) pada sulcata.
1.2.4. Mengetahui menetapkan diagnosa berdasarkan perubahan patologi
makroskopis dan mikroskopis pada organ maupun jaringan pada sulcata.
1.4 Manfaat
Manfaat penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:
1.4.1. Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan Universitas Brawijayamampu
melakukan prosedur nekropsi, mengetahui dan menerapkan proses
pemeriksaan patoogi anatomi pada sulcata sebagai salah satu metode
diagnose yang dapat membantu proses identifikasi penyakit.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Hasil
4.1.1 Signalement
Kura-kura darat jenis Sulcata atau African Spurred Tortoise, usia 30 tahun,
berwarna cokelat muda dengan berat kurang lebih 18,5 kg.
4.1.2 Anamnesa
Sulcata datang ke Rumah Sakit Hewan mengalami letargi, anoreksia dan
juga konstipasi dalam beberapa hari, sehingga dilakukan operasi enterotomy untuk
mengeluarkan feses dari usus, kemudian pada keesokan paginya sulcata mati.
4.1.3 Temuan Klinis
Pada pemeriksaan fisik dilakukan inspeksi dan palpasi, secaramakroskopis
terdapat stomatitis pada daerah mulut, sehingga sulcata mengalami anoreksia.
Terdapat feses keras yang tersumbat di bagian kolon dan sulit untuk dikeluarkan.
Bagian kolon ditemukan adanya kerikil sehingga menyumbat kloaka.
4.1.4 Hasil Pemeriksaan Makroskopis
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Makroskopis
Organ Hasil Pengamatan Deskripsi Lesi
Kondisi Fisik
Karapas Tidak ada perubahan -
Plastron Tidak ada perubahan -
Muskulus Tidak ada perubahan
Mulut Terdapat sariawan diduga
stomatitis
Sistem Digesti
Oropharingeal Tidak ada perubahan -
Gaster Tidak ada perubahan -
Duodenum Tidak ada perubahan -
Jejunum Tidak ada perubahan -
Ileum Tidak ada perubahan -
Kolon Tidak ada lesi, terdapat
tumpukan feses yang keras
dan beberapa kerikil
Pankreas Tidak ada perubahan -
Limpa Tidak ada perubahan -
Hepar Diskolorasi kekuningan
pucat, demarkasi jelas,
marginasi hepar tidak tajam
distribusi keseluruhan.
Sistem Sirkulasi
Jantung Tidak ada perubahan -
Sistem Respirasi
Nasal Tidak ada perubahan -
Trachea Tidak ada perubahan -
Paru-paru Tidak ada -
perubahan
Sistem Urogenital
Ginjal Diskolorasi kehitaman
difus, demarkasi jelas.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap Sulcata secara makroskopis dan
mikroskopis menunjukkan adanya perubahan patologis. Secara makroskopis
menunjukkan adanya perubahan pada organ hepar yang berupa diskolorasi menjadi
warna kuning pucat, sedangkan pada organ ginjal terjadi diskolorasi kehitaman.
Pada area mulut sulcata terdapat stomatitis ringan sehingga dapat menyebabkan
anoreksia. Sehingga tidak jarang penderita yang mengalami penyakit ini nafsu
makannya berkurang asupan gizi untuk tubuh juga berkurang karena kekurangan
Stomatitis pada sulcata biasanya dapat disebabkan karena dan dapat menyerang
selaput lendir pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi, serta langit-langit
dalam rongga mulut (Widyastutik dan Permadi, 2017).
Konstipasi merupakan kondisi yang ditandai dengan adanya perubahan
konsistensi feses yang mengeras, terkadang ukuran besar, mengedan dan kesulitan
defekasi. Konstipasi ditandai dengan adanya rasa nyeri Ketika defekasi. Konstipasi
dapat disebabkan karena makanan yang mengandung banyak lemak, kurang
mengonsumsi serat, emosi tidak stabil. Hal tersebut dapat berubah menjadi
akumulasi panas di usus yang kemudian dapat menghabiskan cairan yang
digunakan untuk melembabkan tinja sehingga tinja menjadi keras, sehingga susah
untuk defekasi (Jannah dkk., 2017).
Kongesti merupakan suatu kondisi pelebaran pembuluh darah dan darah
masih berada di dalam pembuluh darah. Kongesti dapat dijadikan sebagai indicator
perbaikan jaringan. Peradangan atau inflamasi yaitu suatu respon utama system
kekebalan tubuh untuk mempertahankan diri dari kerusakan jaringan terhadap
infeksi dan untuk memperbaiki struktur serta gangguan fungsi jaringan (Sudira
dkk., 2019).
Autolisis yang terjadi pada hepar kemungkinan dapat diakibatkan karena
organ hepar sudah dalam kondisi yang kurang baik atau busuk sehingga Ketika
dilakukan pemeriksaan menggunakan histopatologi terdapat bentukan menyerupai
bulatan kosong tidak berinti. Melanomakrofag yang berada pada hepar berwarna
merah kecokelatan merupakan hemosiderin yaitu eritrosit difagositosis oleh
makrofag. Adanya melanomakrofag mengindikasikan bahwa terjadi kerusakan
kronis pada hepar. Melanomakrofag merupakan salah satu indicator stress kronik
yang dapat ditemukan dalam jaringan meski tidak selalu persisten.
Melanomakrofag merupakan tahapan reaksi peradangan. Melanomakrofag
merupakan kumpulan dari makrofag yang berisi hemosiderin, lipofuschin dan
seroid sama seperti pigmen melanin yang banyak ditemukan di dalam jaringan
limfoid yang diakibatkan oleh peradangan. Melanomakrofag secara normal terdapat
pada tubuh, namun apabila keadaan patologis akan meningkatkan jumlah yang
diproduksi terutama pada kasus kronis. Melanomakrofag adalah sel yang berbentuk
bulat padat yang memiliki jumlah pigmen yang bervariasi. Melanomakrofag center
banyak ditemukan di dalam jaringan limfoid kebanyakan teleost yang diakibatkan
oleh peradangan (Hadid dkk., 2017). Akumulasi hemosiderin yang
mengindikasikan terjadinya haemorrhagi dan nekrosis jaringan limpa serta
pertumbuhan sel megakaryosit. Melanomakrofag dan nekrosis adalah kelainan pada
jaringan hepar yang terdapat kongesti. Kelainan hepar yang berupa kongesti masih
tergolong sedang. Kongesti merupakan penggumpalan darah yang terjadi di
kelenjar sinusoid atau pembuluh darah kecil pada hepar. Nekrosis pada sel hepar
disebabkan oleh aktivitas sitolisis atau pagositosis atau limfosit, yang menyebabkan
ukuran nucleus mengecil secara menyeluruh. Kelainan berupa degenerasi vakuola
dapat ditemukan pada jaringan hepar. Degenerasi merupakan reaksi peradangan
yang terjadi bila kelainan sel tidak segera mematikan, perubahan-perubahannya
bersifat reversibel (Intan dkk., 2017).
Hasil pengamatan makroskopis hepar menunjukkan adanya diskolorasiatau
perubahan warna hepar menjadi kekukingan pucat, sedangkan kondisi hepar normal
seharusnya berwarna kemerahan. Hal tersebut dapat diduga akibat adanya lipidosis
hepar secara makros, namun Ketika diamati secara histopatologi tidak menunjukkan
adanya vakuola degenerasi melemak. Lipidosis hepar merupakan suatu kondisi
klinis yang sering terjadi pada reptile terutama pada sulcata. Faktor yang
mempengaruhi lipidosis hepar sulcata adalah peningkatan lemak pada abdomen
yang berkaitan dengan obesitas, pemberian kualitas pakan yang kurang baik,
aktivitas yang dilakukan kurang, hibernasi dan reproduksi berkurang, hiporexia
kronis dan stress sehingga menurunkan glikemia dan meingkatkan glucagon yang
mendukung untuk pelepasan lemak ke dalam darah dan penyimpanan trigliserida
dalam hepar. Pada sulcata kondisi lipidosis hepar dapat terdiagnosa Ketika sudah
mengalami kerusakan pada hepar yang tinggi. Gejala dari lipidosis hepar pada
sulcata adalah depresi, jaundice, kelemahan, tonus otot rendah, selaput lendir mulut
pucat, encelopati hepatik, diare, biliverdinuria yaitu
kotoran feses berwarna kehijauan (Silvestre, 2013).
Pada ginjal menunjukkan adanya nekrosis di tubulus dan terjadinya
pembesaran pada interstitial. Nekrosis terjadi karen adanya perbaikan jaringan yang
dapat diakibatkan karena adanya inflamasi. Pada glomelurus juga terjadi
hyperplasia dan vasodilatasi pembuluh darah yang ditunjukkan dengan adanya
pembesaran pada kuncup glomelurus. Glomelurus yang normal menunjukkan
terdapat kapiler pada kapsula bowman. Jenis sel radang yang terdapat pada ginjal
sulcata menunjukkan sel radang PMN dan MN. Inflamasi dapat menyebabkan
pembengkakan, kemerahan, panas, nyeri, dan terganggunya fungsi fisiologis.
Inflamasi tidak hanya terjadi pada organ luar namun dapat juga berpengaruh pada
organ dalam hewan, misalnya ginjal.
Ginjal merupakan organ yang berfungsi sebagai tempat terakhir dalam
memfiltrasi dan mensekresi hasil metabolisme tubuh. Tubulus ginjal normal
tersusun atas sel epitel yang berbentuk kubus selapis dengan inti sel yang lebar
dan bulat pada bagian tengah sel. Kerusakan tubulus ditandai dengan adanya sel
yang tidak beraturan dan tidak berinti, dilatasi pada tubulus akibat kerusakan lapisan
brush border pada epitel tubulus. Tubulus ginjal yang rusak dapat mengalami
nekrosis yang ditandai dengan adanya sel epitel yang tidak beraturan dan tidak
berinti. Nekrosis adalah sel yang mengalami kematian dan perubahan pada inti sel
atau struktur yang meghilang (Yuniarti dan Rahmawati, 2015).
Kematian pada sulcata disebabkn karena beberapa faktor seperti usia,
lingkungan, sistem imun, gangguan komplikasi. Sulcata yang mengalami
diskolorasi kehitaman secara makros dan nekrosis secara mikros pada ginjal
kemungkinan dapat menyebabkan adanya kondisi gangguan ginjal kronis.
Konstipasi yang telah terjadi dalam waktu beberapa hari dapat menyebabkantoksin
akibat adanya kotoran yang menumpuk di dalam usus dalam waktu berhari-hari
yang seharusnya dikeluarkan oleh tubuh namun tertimbun dalam tubuh, sehingga
dapat menyebabkan toksin. Sudden death pada sulcata dapat diakibatkan oleh
kondisi umur yang sudah tua, penyakit kronis yang sudah lama tidak diberi
penanganan, kondisi lingkungan yang kurang baik, anoreksia, pakan yang tidak
baik, sehingga dapat mengakibatkan sel imun tubuh kurang baik. Sel imun tubuh
yang kurang baik dapat diakibatkan karena faktor umur, lingkungan, bakteri,
kesehatan tubuh. Sel imun yang lemah mengakibatkan sulcata tidak mampu
melawan infeksi atau patogen yang masuk ke dalam tubuh, sehingga dapat
menyebabkan kematian. Selain itu juga anoreksia dapat menyebabkan adanya
malnutrisi pada sulcata, sehingga mengalami kekurangan nutrisi. Sulcata pada
kasus tersebut diduga mengalami komplikasi akibat adanya lipidosis pada hepar,
gangguan ginjal kronis, konstipasi dalam waktu beberapa hari, dan stomatitis yang
kemungkinan dapat menyebabkan anoreksia. Kondisi tersebut dapat
mengakibatkan sel imun pada sulcate menurun dan organ tubuh sulcate tidak
bekerja dengan maksimal sehingga sulcate tidak dapat melawan infeksi pathogen
dalam tubuh.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan anamnesa sulcata yang didapatkan yaitu mengalami anoreksia
dan konstipasi dalam waktu beberapa hari kemudian dilakukan enterotomy untuk
mengeluarkan feses, namun pada keesokan harinya sulcata mengalami kematian.
Sulcata dilanjutkan untuk nekropsi dan ditemukan stomatitis pada mulut, hepar
mengalami diskolorasi kuning pucat, ginjal dengan diskolorasi kehitaman, serta
terdapat kerikil pada feses sulcata. Pemeriksaan histopatologi dilakukan padaorgan
hepar dan ginjal. Organ hepar menunjukkan adanya autolisis pada sel hepar, adanya
melanomakrofag. Organ ginjal menunjukkan adanya nekrosis tubulus, hiperplasi
glomelurus, pembesaran intrerstitial,
5.2 Kendala
Kendala dalam melakukan kegiatan yaitu nekropsi yang dilakukan secara
bersamaan dalam satu kelompok dan antre karena keterbatasan tempat dan alat
nekropsi. Kendala lainnya yaitu peendampingan dokter hewan karena keterbatasan
waktu, sehingga sulit untuk melakukan konsultasi dalam pembacaan hasil preparate
histopatologi dan disuksi.
5.3 Saran
Untuk organ yang mengalami perubahan patologi anatomi sebaiknya
dilakukan pemeriksaan histopatologi, penegakan diagnose pada sulcata dapat
diperkuat menggunakan pemeriksaan darah.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah. Prayitno, S., B. Sarjito. 2014. Pengaruh Perendaman Ekstrak Daun
Ketapang (Terminalia cattapa) terhadap Kelulushidupan dan Hitologi Hati
Ikan (Cyprinus carpio) yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila.
Journal of Aquaculture Management and Technology 3(4): 118-125.
Armijn, A. Nurhayati, A., P., D. Sa’adah, N., N. 2020. Pembentukan Sistem
Urogenital Mamalia. Paper Perkembangan Hewan.
Camargo, A., J., C. Gutierrez, Y., A. Veliz, J., J. Tortosa, F., S. Nesting failure of
sea turtles in Ecuador - causes of the loss of sea turtle nests: the role of the
tide. Journal of Coastal Conservation 24: 55.
Dewi, A., K. Suarni, N., M., R. Suanti, N., M. 2013. Gambaran Mikroskopis Ginjal
Tikus Putih (Rattus sp.) Jantan Dewasa Setelah Pemberian Etanol Kronis.
Jurnal Biologi XVII (2) : 33-36.
Hadi, N. Aliza, D. Daud, R. 2017. The Amount of Melanomacrophage centres
(MMC) in Liver and Kidneys of Tilapia (Oreochromis niloticus) Maintained
in Various Population Density. Jurnal Medika Veterinaria 11 (2): 77-81.
Intan, P., R. Lestari, T., W. San, Y. 2017. Studi Histopatologi Pasca Pemberian
Ekstrak Campuran Kulit Batang Pulai ( Alstonia scholaris L. R. Br.) Dan
Meniran (Phyllanthus niruri L.) pada mencit terinfeksi Plasmodium berghei.
Jurnal Kedokteran Yarsi 25 (1) : 010-022.
Jacobson, E., R. 2007. Infectious Diseases And Pathology of Reptiles Color Atlas
and Text. Taylor and Francis Grop CRC Press.
Jannah, I., N. Mustika, A. Puruhito, E., F. 2017. Efektivitas Pemberian Dekokta
Buah Trengguli (Cassia fistula L.) Terhadap Penurunan Constipation
Scoring Syste, Untuk Penanganan Konstipasi pada Wanita 18-25 Tahun.
Journal of Vocational Health Studies 01 (2017): 58–62.
Lestrari,, H., I. Trihono, P., P. 2010. Nefritis Tubulointerstisialis pada Kasus Anak
yang Menjalani Biopsi Ginja. Sari Pediatri 12 (4).
Nugroho, H., A. Purwaningsih, E. Phadmacanty, N., L., P., R. 2017. Nematoda
parasit gastrointestinal pada kura-kura darat Indonesia. Pros Sem NasMasy
Biodiv Indonesia 3 (1): 163-167.
Petrozzi, F. Hema, E., M. Demaya, G., S. Benansio, J., S. Eniang, E., A. Diagne,
T. Segniagbeto, G., H. Luiselli, L. 2020. Centrochelys Suclata (Miller
1779) – African Spurred Tortoise, Grooved Tortoise, Sahel Tortoise,
Tortue Sillonnee. Chelonian Research Foundation and Turtle
Conservancy.
Prasetiawan, E. Sabri, E. Ilyas, S. 2017. Gambaran Histologi Hepar Mencit (Mus
musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah
Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Selama Masa Pra
Implantasi dan Pasca Implantasi. Sumatera Utara: Universitas Sumatera
Utara.
Rizac, R., I. 2020. Necropsy Technique in Reptiles: Review. Review Rom Medical
Veterinary 30 (1): 5-12.
Sari, J., P. Erlansari, A. Purwandari, E., P. 2021. Identifikasi Citra Digital Kura-
kura Sumatera dengan Perbandingan Ekstraksi Fitur GLCM dan GLRLM
Berbasis Web. Jurnal Pseudocode, Volume VIII Nomor 1.
Setiadi, A., E. 2017. Identifikasi Jenis Kura-kura di Kalimantan Barat. Seminar
Nasional XI Pendidikan Biologi FKIP UNS 10-082. Solo: Universitas
Negeri Surakarta.
Silvestre, A., M. 2013. Hepatic Lipidosis in Reptiles. Southern European Veterinary
Conference.
Siswanto. 2020. Epidemiologi Penyakit Hepatitis. Samarinda: Mulawarman
University Press.
Stauffer, K., E. 2003. Captive Care of the African spurred tortoise, Geochelone
sulcata. Journal of the Heroetological Medicine and Surgery Vol. 13 No.
4.
Sudira, I., W. Merdana, I., M. Winaya, I., B., O. Parnayasa, I., K. 2019. Perubahan
Histopatologi Ginjal Tikus Putih Diberikan Ekstrak Sarang SemutDiinduksi
Parasetamol Dosis Toksik. Buletin Veteriner Udayana Volume 11 No. 2:
136-142.
Sulistiani, A., Hernawati, S. Mashartini, A. 2017. Prevalensi dan Distribusi
Penderita Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) di Klinik Penyakit Mulut
RSGM FKG Universitas Jember pada Tahun 2014. E-Jurnal Pustaka
Kesehatan 5(1).
Widyastutuik, O. Permadi, A. 2017. Faktor yang Berhubungan dengan Stomatitis
Aftosa Rekuren (SAR) pada Mahasiswa di Pontianak. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Khatulistiwa Vol.4, No.3.
Work, Thierry M. 2014. Sea Turtle Necropsy Manual. U.S.A : NWHC-HFS.
Wyneken, J. 2001. The Anatomy of Sea Turtles. National Oceanic And
Atmospheric Administration Technical Memorandum NMFS-SEFSC-470.
Yanuartono. Nururrozi, A. Indarjulianto, S. 2017. Penyakit Ginjal Kronis pada
Anjing dan Kucing: Manajemen Terapi dan Diet. Jurnal Sain Veteriner 35
(1).
Yasin, Y. Bahrun, U. Samad, I., A. 2015. Analisis Feritin dan AST To Platelet Ratio
Index Sebagai Petanda Derajat Fibrosis Penyakit Hati Kronis. Indonesian
Journal of Clinical Pathology And Medical Laboratory.
Yuniarti. Rousdy, D., W. Rahmawati. 2015. Uji Antiinflamasi Infusa Bunga Seroja
(Nelumbo nucifera Gaertn) Pada Struktur Mikroanatomi Ginjal Mencit
(Mus musculus) yang Mengalami Stres. Protobiont (2015) Vol. 4 (1) : 242-
247.