Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KEGIATAN PPDH

ROTASI PATOLOGI ANATOMI


Yang dilaksanakan di
LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS
BRAWIJAYA

“ Suspect Parosteal Osteoma Pada Iguana”

Oleh:

Addin Naufalisa F. 190130100111072 Intan Kirana I. 190130100111034


Andi Citra S. 190130100111024 M. Lubbabul Azhar 190130100111041
Anris Alfani P. 190130100111001 Olenka Putri W. 190130100111093
Arinda Fauzia I. 190130100111089 Praynaksaka A. D. 190130100111076
Dinul Hamdi 190130100111027 Puan Nurrahmah 190130100111025
Dyah Kusumaning W. 190130100111057 Rida Damayanti 190130100111021
Endang Rosidayanti 190130100111087 Ristia Mahfuzah 190130100111046
Ernita Widyasari 190130100111056 Veronika Julie V. 190130100111066

PPDH Kelompok 1 / Gelombang VI Semester Ganjil TA. 2019/2020

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIBERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kami rahmat dan hidayahNya kepada kami semua sehingga kami PPDH gelombang
6 kelompok 1 dapat menyelsaikan tugas kelompok Rotasi Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya tentang “Parosteal Osteoma
pada Green Iguana”. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan alam
nabi kita Muhammad SAW serta kebaikan senantiasa tercurahkan kepada keluarga
dan sahabat Rasulullah SAW.

Selama penyusunan tugas ini banyak melibatkan pihak sehingga kami


mengucapkan terima kasih kepada anggota kelompok 1 PPDH gelombang 6 atas
kerjasama dan kebersamaan dalam mengerjakan tugas serta dokter – dokter
pembimbing Rotasi Patologi Anatomi yang selalu memberikan saran dan motivasi
kepada kami. Akhir kata kami mengucapkan semoga dengan segala bantuan dan
kebaikan dari semua pihak dapat dibalas dengan pahala yang berlipat ganda oleh
Allah SWT. Kami menyadari bahwa tugas yang kami tulis ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu kami berharap kritikan dan saran yang dapat
membangun dalam penyusunan tugas ini dan bermanfaat bagi banyak pihak
khususnya bagi yang membaca tugas ini.

Malang, 28 September 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 2
1.4 Manfaat .............................................................................................................. 2
BAB II STUDY KASUS ................................................................................................... 3
2.1 Sinyalemen ......................................................................................................... 3
2.2 Anamnesa........................................................................................................... 3
2.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................................................. 3
2.4 Problem List ...................................................................................................... 3
2.5 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................... 3
2.6 Gambaran Mikroskopis ................................................................................... 4
2.7 Diagnosa Banding ............................................................................................. 5
2.8 Diagnosa ............................................................................................................. 8
2.9 Teknik Reseksi .................................................................................................. 8
2.10 Teknik Nekropsi pada Green Iguana ............................................................ 10
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 12
3.1 Hasil.................................................................................................................. 12
3.1.1 Analisa Histopatologi .............................................................................. 12
3.1.2 Skema Patofisiologis ............................................................................... 13
3.1.3 Patogenesa ............................................................................................... 14
3.2 Pembahasan ..................................................................................................... 16
BAB IV PENUTUP ......................................................................................................... 22
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 22
4.2 Saran ................................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 23

iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hewan eksotik saat ini mulai banyak diminati masyarakat untuk
dijadikannya hewan peliharaan diantaranya yakni reptil. Reptil adalah hewan
vertebrata yang terdiri dari ular, kadal cacing, kadal, buaya, caiman, kura-kura,
penyu dan tuatara. Adapun sekitar 7900 spesies reptil hidup sampai saat ini
yang mendiami berbagai tipe habitat beriklim sedang dan tropis termasuk
padang pasir, hutan, lahan basah air tawar, hutan bakau dan laut terbuka
(Klappenbach, 2013). Salah satu jenis reptil yang dijadikan sebagai hewan
peliharaan yakni kadal, dikarenakan perawatannya yang relatif mudah. Jenis
kadal yang banyak dipelihara masyarakat adalah iguana hijau (Iguana iguana)
(Nurjunitar, 2016).
Iguana hijau termasuk dalam anggota famili Iguanidae yang tergolong reptil
herbivora memiliki tubuh besar dan merupakan hewan semi-arboreal sampai
arboreal (Nurjunitar, 2016). Iguana hijau memiliki ekor yang relatif panjang
(hingga tiga kali panjang tubuh) dan gelambir permanen. Spesies iguana
memiliki satu atau lebih sisik besar di bawah gendang telinga dan jengger yang
besar di area nuchal serta puncak punggung belakang. Jantan dan betina
memiliki satu baris pori-pori femoralis di bawah paha. Kaki iguana relatif
pendek tetapi kuat dan memiliki cakar yang tajam sebagai alat penggali dan
pemanjat (Vosjoli et al., 2012).
Pengetahuan masyarakat mengenai reptil, khususnya Iguana iguana masih
terbatas dimana kurangnya pengetahuan menyebabkan berbagai masalah
dalam pemeliharaan iguana sebagai hewan kesayangan. Penyakit pada iguana
dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti sanitasi kandang kurang baik,
kualitas pakan, pemberian pakan kurang, air minum kotor atau kurang, kurang
nutrisi, tertular penyakit dari hewan lain, hingga perubahan cuaca (Vosjoli et
al., 2012).
Deteksi suatu penyakit dapat dilakukan dengan mempelajari ilmu patologi
yang bertujuan mengidentifikasi penyebab suatu penyakit dan sebagai salah
satu program dalam pencegahan suatu penyakit. Pembuatan preparat dan
menganalisanya merupakan salah satu metode dalam ilmu patologi yang

1
digunakan untuk mengetahui struktur organ, jaringan dan sel dari spesimen
organ yang diduga mengalami abnormalitas. Pemeriksaan ini diharapkan dapat
menunjang diagnosa untuk mengidentifikasi penyakit salah satunya pada reptil
khususnya iguana. Sehingga Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan
(PPDH) FKH UB diharapkan mampu mengidentifiksasi dan melakukan
peneguhan diagnosa melalui perubahan makroskopik maupun mikroskopik sel,
jaringan dan organ.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada Rotasi Patologi Anatomi Veteriner Pendidikan
Profesi Dokter Hewan (PPDH) FKH UB ini adalah:
1. Bagaimana cara mengidentifikasi perubahan atau keadaan patologis pada
organ atau jaringan iguana secara makroskopis dan mikroskopis?
2. Bagaimana cara menentukan diagnosa berdasarkan perubahan patologi
pada organ atau jaringan iguana?
1.3 Tujuan
Tujuan pada Rotasi Patologi Anatomi Veteriner Veteriner Pendidikan
Profesi Dokter Hewan (PPDH) FKH UB ini adalah:
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi perubahan atau keadaan patologis
pada organ atau jaringan iguana secara makroskopis dan mikroskopis.
2. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa berdasarkan perubahan patologi
pada organ atau jaringan iguana.
1.4 Manfaat
Manfaat dari kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) rotasi
patologi anatomi adalah mengetahui teknik nekropsi hewan yang tepat dan
memberikan pengetahuan kepada calon dokter hewan tentang cara
mendiagnosa suatu penyakit dengan benar, khususnya penyakit pada unggas
melalui uji diagnostik laboratorium dengan ilmu patologi secara makroskopis
maupun mikroskopis.

2
BAB II STUDY KASUS
2.1 Sinyalemen
Jenis hewan : Iguana
Ras : Green Iguana

2.2 Anamnesa
Iguana biasa diberikan pakan roti dan kadang – kadang sayur. Empat bulan
sebelumnya, dikandangkan bersama iguana jantan dan menunjukkan perilaku
yang agresif.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik yang didapatkan adalah status dehidrasi 7% pada iguana,
mata sedikit cekung dan terdapat massa keras pada bagian sinister mandibular.

2.4 Problem List


1. Dehidrasi
2. Mata sedikit cekung
3. Massa keras pada bagian sinister mandibula
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Reptil cenderung tidak begitu memperlihatkan tanda-tanda penyakitnya.
Oleh karena itu, untuk mendiagnosa kasus iguana diperlukan pengambilan
sampel darah untuk pemeriksaan sitologi, Complete Blood Count (CBC), dan
biokimia (serum). Sampel darah pada iguana dapat dikoleksi di ventral vena
coccygeal. Pemeriksaan sitologi, Complete Blood Count (CBC), dan biokimia
dapat digunakan untuk mendiagnosa penyakit apabila ditemukan adanya
kelainan (Perez, 2012).
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan radiografi,
FNA, dan histopatologi. Diagnostik pencitraan seperti radiografi merupakan
salah satu pemeriksaan penunjang yang penting untuk membantu dalam
diagnosis kasus pada hewan. Pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran
secara visual jika terdapat kelainan pada tubuh hewan. Apabila ditemukan
tumor pada tulang, pemeriksaan ini dapat membantu dalam mengamati
perubahan situs tumor, ukuran tumor, perubahan kortikal, dan karakteristik
tumor (Toledo et al, 2017).

3
FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) adalah prosedur yang relatif
atraumatik, ekonomis hemat waktu, tanpa persiapan khusus dengan angka
morbiditas terhadap pasien yang lebih rendah. Fine Needle Aspiration Biopsy
juga memiliki akurasi yang tinggi pada metastasis tulang yang disebabkan oleh
karsinoma (100%) dan multiple myeloma, karena kedua jenis tumor ini bersifat
homogen (Mahyudin, 2017).
Pemeriksaan histopatologi dapat menunjukkan abnormalitas pada jaringan
tubuh. Menurut Gold et al (2018), gambaran histologis adalah kunci untuk
membedakan jenis tumor dengan tumor lain yang juga dapat terbentuk di
permukaan tulang. Menurut Suehara (2004), secara umum temuan
histopatologi dan morfologi dapat menyebabkan kesalahan klasifikasi pada
kasus osteosarcoma apabila tidak ditunjang dengan pemeriksaan penunjang
lainnya. Sel tumor terlihat seperti lesi spikulasi di tulang kortikal, maka
diferensial diagnosis harus mencangkup beberapa jenis lain dari osteosarcoma.

2.6 Gambaran Mikroskopis


Gambaran mikroskopis yang diberikan untuk kasus ini adalah sebgai berikut:

Gambaran sitologi massa submandibular

Gambaran Histopatology massa submandibular

4
Gambaran histopatologi dari massa submandibular

2.7 Diagnosa Banding


Diagnosa banding yang diambil dari problem list adanya massa keras pada
bagian sinister mandibular antara lain adalah metabolic bone disease atau
osteodystrophy, abses, osteosarcoma, osteosarcoma parosteal,
chondrosarcoma, dan osteochondrosarcoma.
 Metabolic Bone Disease
Metabolic Bone Disease atau osteodystrophy disebabkan karenanya
kurangnya asupan kalsium atau vitamin D di dalam pakan. Metabolic
bone disease pada iguana ditandai dengan adanya pembengkakan
didaerah mandibula atau kaki (Messonnier, 1995). Penampakan
sitologi dari metabolic bone disease (Gambar 2.1) yaitu osteoclast
memiliki banyak inti (Aughey and Fredic, 2001).

Gambar 2.1 Metabolic Bone Disease di Iguana (Aughey and Fredic, 2001).

 Abses

5
 Osteosarcoma
Osteosarkoma adalah tumor ganas pada tulang yang berasal dari sel
mesenkimal yang memproduksi tulang dan matriks osteoid.
Penampakan sitologi osteosarcoma (Gambar 2.2) akan terlihat adanya
massa tulang massif berupa osteoid (ditandai dengan adanya koloni
yang tersebar mirip dengan bakteri yang ditemukan di sel-sela massa
tulang), adanya trabeculae lamellar dengan ruang yang longgar yang
diselimuti oleh basophil dan sel pipih, ditemukan osteoblast dibagian
bawah massa tulang (oseteoid), sekelompok sel berbentuk bulat hingga
spindle dengan kromatin yang tertanam dalam matriks seluler yang
berwarna merah muda (Amat et al., 2019).

Gambar 2.2 (A) dan (B) Osteosarcoma pada Anjing (Burton, 2018)

 Osteosarcoma parosteal
Menurut Santini-Araujo et al., (2016), osteosarcoma parosteal
merupakan massa bulat atau oval juxtacortical padat yang melekat pada
korteks dibawahnya, tidak ada reaksi periosteal yang terbentuk dengan
baik, temuan khas radiolusen antara korteks dan tumor seringkali
ditemukan selain pada tempat perlekatannya, pada pemeriksaan CT-

6
MRI dapat menunjukkan area litik, biasanya dipermukaan yang
berhubungan dengan kartilago neoplastic, terkadang ditemukan adanya
penebalan dibawah tumor, serta pada kasus lanjut ditemukan kerusakan
kortikal dan invasi moduler.
 Chondrosarcoma
Chondrosarcoma adalah sel tumor malignant (tumor ganas) karena
adanya proliferasi chondroblast (Schmidt et al., 2017). Penampakan
sitologi ditandai dengan adanya bentukan bitnik-bintik tipis, eosinofilik
tampak cerah dan adanya matrix ekstraseluler (chondroid) (Barger and
Amy, 2017).

Gambar 2.3 (A) dan (B) Chondrosarcoma pada Anjing (Djik et al., 2007).

 Osteochondrosarcoma
Menurut Santini-Araujo et al.,(2016), CHS intrameduler
konvensional adalah tumor yang biasanya berukuran lebih dari 5 cm
yang terletak di rongga meduler tulang. Biasanya, rongga meduler
melebar. CHS degradasi rendah hingga menengah memiliki permukaan
potongan abu-abu-putih hingga abu-abu kebiruan dan batas berlobus,
biasanya memiliki konsistensi yang kuat tetapi mungkin lembut,

7
berlendir, atau seperti agar-agar atau bahkan mungkin memiliki
permukaan potongan yang berpasir dengan kalsifikasi belang-belang.
Area scalloping endosteal dan penebalan periosteum terlihat pada
tulang panjang. CHS bermutu tinggi berwarna abu-abu-putih dan
berdaging, dengan perubahan miksoid, perdarahan, atau nekrosis.
Tumor biasanya meluas dari rongga meduler ke jaringan lunak yang
berdekatan dengan infiltrasi dan penghancuran tulang kortikal dan
periosteum.
2.8 Diagnosa
Berdasarkan temuan klinis dan pemeriksaan lanjutan dalam kasus ini iguana
didiagnosa sebagai Suspect Parosteal Osteoma (tumor sel mesenkim). Iguana
tersebut dalam keadaan dehidrasi 7% (Moderat), mata sedikit cekung, terdapat
massa keras pada bagian sinister mandibula. Pemeriksaan lebih lanjut
menunjukkan bahwa terdapat massa keras di daerah mandibular kiri.
Pengambilan sampel FNA dari jaringan dan sampel darah juga dilakukan
sebelum pengangkatan massa tumor. Sampel digunakan untuk pemeriksaan
sitologi dan hasil menunjukkan terdapat beberapa gugus sel yang berbentuk
bulat hingga bentuk kumparan dengan kromatin kasar yang terdapat dalam
matriks merah muda yang menunjukkan adanya tumor sel mesenkim (Gambar
3.1).
Setelah dilakukan pengangkatan tumor, dilakukan pengambilan sampel
untuk pemeriksaan histopatologi. Hasil menunjukkan bahwa terdapat massa
padat (bony mass/osteoid) dengan karakteristik menyerupai koloni bakteri,
beberapa sirkuler (Gambar 3.2 (A)). Struktur menyerupai trabekula lamelar
tampak dengan sisi luar terdapat sel basofilik dan pipih (Gambar 3.2 (B)).
Langkah diagnosa ini sesuai dengan Ettinger et. al (2017), bahwa untuk hewan
dengan suspek tumor perlu dilakukan langkah signalment, pemeriksaan klinis,
radiografi regional, dan biopsi untuk pemeriksaan lanjutan. Selain itu perlu
dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan biokimia darah.

2.9 Teknik Reseksi


Menurut Che-Amat et al., (2019), iguana yang mengalami parosteal
osteoma dianjurkan untuk dilakukan operasi pengangkatan tumor sel

8
mesenkim dengan perawatan pasca operasi yang memadai. Operasi
pengangkatan tumor biasanya menggunakan teknik reseksi dan teknik
nekropsi. Berikut merupakan teknik reseksi tumor mandibular pada anjing dan
kucing menurut (Birchard, 1996) yang kemungkinan teknik ini dapat
digunakan pada reptile, dengan langkah yang dilakukan sebagai berikut:
 Hewan di posisikan lateral, di berikan speculum oral untuk menjaga rongga
mulut tetap terbuka.
 Area mandibular yang akan dilakukan reseksi di bersihkan dengan
chlorhexidine
 Di insisi beberapa muskulus yang terdapat pada mandibular antara lain
muskulus masseter, muskulus geniohyoid, muskulus mylohyoid, dan
muskulus pterigoid (Gambar 2.4).

Gambar 2.4. Teknik menguakan muskulus pada mandibular (Birchard, 1990).


 Setelah muskulus terkuak, maka telihat os mandibula, dan tulang penyusun
mandibular lainnya
 Tulang dilakukan osteotome atau pemotongan dengan gergaji (Gambar
2.5).
 Setelah tulang terpotong, maka tulang ditarik kea rah lateral dari bagian
tumor yang terdeteksi.

9
Gambar 2.5. Perlakuan Osteotome (Birchard, 1990)
 Dilakukan pengangkatan tumor dengan cara, memotong atau mengambil
bagian tumor dan mandibular dengan jarak ±3cm dari bagian sekeliling
tumor
 Setelah tumor diangkat, maka dimasukkan pada formalin 10% untuk
perlakukan diagnose laboratorium lanjutan.
 Dilakukan penjahitan mandibular dengan tipe jahitan simple interrupted
atau continuous dengan benang absorbable (Birchard, 1990).

2.10 Teknik Nekropsi pada Green Iguana


Pada kasus tumor sel mesenkim tidak digunakan teknik nekropsi, menurut
Shannon, (2013), teknik nekropsi pada iguana adalah sebagai berikut:
 Eutanasi dengan cara captive bolt pada os. frontalis atau dengan
menambhakan bahan kimia Sodium pentobarbital
 Posisikan left lateral atau right lateral
 Buat insisi pada bagian garis tengah tubuh, dimulai dari bagian kloaka
hingga lengan depan seperti yang terlihat pada Gambar 2.6.
 Bagian kulit dikuakan dan dilakukan pemotongan pada os thorax agar
terlihat bagian organ rongga thorax dan abdomen.
 Setelah rongga terbuka dilakukan pemeriksaan pada setiap organ, pada
rongga thorax dikeluarkan bagian hepar, cor, dan pulmo secara terpisah

10
Gambar 2.6 Lokasi insisi saat nekropsi pada Iguana (Shannon, 2013)

Gambar 2.7 Organ - organ dikeluarkan dari rongga abdomen (Shannon,


2013)
 Bagian rongga abomen dikeluarkan system pencernaan, limpa, dan blader
tarik hingga organ genital pada cavum pelvic seperti yang terlihat pada
Gambar 2.7.
 Setelah organ pada thorax dan abdomen selesai diperiksa persatuan organ,
maka setelah itu dilakukan preparasi otak dengan membuka os frontalis.

11
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Analisa Histopatologi
Pada kasus Iguana dilakukan pemeriksaan miroskopis yaitu sitologi
dan histopatologi. Pada pemeriksaan sitologi ditemukan adanya sel spindel
dengan struktur kromatin kasar dan berwarna pink pada matriks seluler.
sel spindle dengan kromatin yang kasar mengindikasi adanya
Mesenchymal Cell Tumour (Gambar 3.1). Menurut Singh (2018), sel
spindel atau sel tumor spindel merupakan bagian dari jaringan ikat dalam
tubuh yang berasal dari sel mesenkim. Pemeriksaan sitologi pada sel
spindel normal akan terlihat bentuk sel memanjang dengan inti sel
fusiform atau ovoid. Sel spindel dapat ditemukan di jaringan tubuh seperti
kolagen, kartilago, tulang, atau lemak. Sel tumor spindel terjadi akibat
reaktif dari lesi jaringan yang kemudian menjadi tumor baik jinak (benign)
ataupun ganas (malignant).

Gambar 3.1. Sel spindel pada massa submandibular


Pada pemeriksaan histopatologi, ditemukan massa basofilik pada
submandibular (Gambar 3.2 (A)). Selain itu, ditemukan adanya kongesti
dan temuan massa eosinofilik homogen dengan lapisan basofilik (Gambar
3.2 (B)). Menurut Che-Amat et.al (2019), massa pada tulang ditandai
dengan penyebaran koloni bakteri-like dengan struktur sirkular. Massa
eosinofilik dikarakteristikan dengan bentukan lamellar trabecular-like
dengan adanya sel pipih dan lapisan basofilik. Secara histopatologi, sel
tumor mesenkimal ditandai dengan adanya osteoblast dengan warna sel
kemerahan pada lapisan bawah dari massa tulang.

12
Tumor jinak pada tulang atau disebut osteoma biasanya terletak
dibagian dalam periosteum dan lapisan cancellous. Secara mikroskopis,
adanya infiltrasi osteoblast dan osteoclast. Sedangkan lapisan
intertrabekular banyak mengandung jaringan fibrosa, adiposit, dan
jaringan hematopoietic (Zachary, 2017).
A B

Gambar 3.2 Massa tulang pada submandibular (A); Massa eosinofilik


homogen dengan lapisan basofilik ( ) dan sel pipih ( ) (B).

3.1.2 Skema Patofisiologis

13
3.1.3 Patogenesa
Parosteal osteoma merupakan jenis neoplasia yang tumbuh pada
pemukaan sebuah tulang yang terdiri dari jaring-jaringan yang mudah
dibedakan seperti fibrous, osseous dan pada beberapa kasus meliputi
cartilaginous. Teminologi “parosteal” digunakan oleh para ahli patologis
karena pada jenis neoplasia tersebut ditemukan ketiga tipe jaringan
mesenkimal yang disebutkan diatas. Osteoma sendiri merupakan lesi
osteogenik benign yang terkarakterisasi oleh adanya proliferasi tulang
trabecular dan atau tulang kompak. Menurut Longo et al., (2011), osteoma
adalah tumor jinak yang menyerang jaringan tulang dari proliferasi tulang
kompak atau concellous ataupun kombinasi keduannya. Osteoma terdiri
dari tiga jenis central, peripheral dan ekstra-skletal. Sentral osteoma timbul
dari endosteum, peripheral osteoma timbul dari periosteum dan
extraskeletal soft tissue osteoma biasanya berkembang dalam otot. Osteoma
dapat timbul pada daerah sinus paranasal, tulang tengkorak dan tulang
wajah, termasuk maksila dan mandibular (Pogre et al, 2006).
Patogenesis osteoma tidak diketahui. Banyak pendapat
menyebutkan bahwa osteoma berkembang sebagai suatu neoplasia dan
pendapat lain menyebutkan bahwa osteoma merupakan suatu hematoma.
Mekanisme reaksional, infeksi ataupun trauma dicurigai merupakan
penyebab dari osteoma. Menurut pendapat Thoma dan Goldman, osteoma
tumbuh spontan dan diakibatkan oleh trauma dan bukan karena inflamasi.
Menurut pendapat ini, trauma minor yang dialami pasien dapat
mengakibatkan hematoma subperiosteal sehingga menarik otot, keadaan ini
dapat memicu terbentuknya lesi (Horikawa and Fernando, 2012). Banyak
kasus dilaporkan pada manusia dan hewan dimana osteoma tersebut
ditemukan pada tulang craniofacial, khususnya pada sinus paranasal dan
mandibula. Pada banyak kasus di manusia, sebagian besar penyebab
osteoma yaitu adanya familial adenomatous polyposis atau Gardner’s
syndorme yang diakibatkan mutasi genetik turunan yang dominan pada
APC (Adenomatous Polyposis Coli) gen supresor tumor. Namun belum ada
penelitian lebih lanjut pada hewan mengenai penyebab pasti dari osteoma
(Meuten, 2017).

14
Terdapat dua sistem seluler yang dapat mempengaruhi produksi dari
sel-sel spesifik pada tulang, yaitu sistem hematopoietik dan stromal
fibroblastik. Berikut sel-sel yang berpengaruh pada kejadian neoplasia
tulang:
a) Sel Osteoprogenitor
Merupakan sel-sel osteogenesis independent berupa stem sel dari sistem
stromal fibroblastik. Memiliki kemampuan untuk menyusun kembali
karakteristik microenvironment hematopoietic pada tulang. Sel
osteoprogenitor merupakam sumber dari chondroblast dan osteoblast
serta fibroblast pada tulang. Kondisi genetik dicurigai dapat
menyebabkan pertumubhan kartilago dari mesenkim terkondensasi
sehingga menimbulkan banyak sel-sel baru pada kartilago
b) Osteoblast
Osteoblas memproduksi dan memineralisasi matriks tulang yang
disebut osteoid.
c) Osteosit
Osteosit terbentuk dari sebagian osteoblast pada osteoid yang kemudian
termineralisasi. Osteosit berkontribusi dalam pembentukan lubang pada
tulang dengan cara menyerap sel-sel tulang saat osteoklas sampai di
lakuna.
d) Osteoklast
Merupakan produk dari stem sel hematopoietic. Osteoklast ditemukan
pada permukaan tulang atau dekat dengan permukaan tulang yang
kemudia terserap sehingga menyebabkan tonjolan pada tulang.
e) Matriks Tulang
Fraksi organik pada jaringan tulang yang dapat disebut matriks tulang
atau dikenal juga sebagai osteoid, terdiri atas protein kolagen and non-
kolagen. Serat kolagen pada matriks tulang disekresikan pada bentukan
prekursor pada osteoblast.
f) Mineral Tulang
Matriks tulang yang termineralisasi hingga 90%, air akan tergantikan
oleh matriks tulang (Jubb et al, 1993).

15
3.2 Pembahasan
Seekor iguana dengan ras green iguana biasa diberikan pakan roti dan
terkadang diberi pakan sayur. Empat bulan sebelumnya dikandangkan bersama
dengan iguana jantan dan dan menunjukkan perilaku agresif. Temuan klinis
yang diamati yaitu status dehidrasi 7%, mata sedikit cekung, dan terdapat
massa keras pada bagian sinister mandibular. Massa keras di mandibula bisa
disebabkan karena adanya kanker atau tumor. Istilah tumor ini digunakan untuk
menggambarkan pertumbuhan biologikal jaringan yang tidak normal. Menurut
Brooker (2001), pertumbuhan tumor dapat digolongkan sebagai ganas
(malignant) atau jinak (benign).
Diagnosa banding dari adanya massa tersebut antara lain adalah metabolic
bone disease atau osteodystrophy, abses, osteosarcoma, osteosarcoma
parosteal, chondrosarcoma. Metabolic Bone Disease atau osteodystrophy
disebabkan karenanya kurangnya asupan kalsium atau vitamin D di dalam
pakan. Metabolic bone disease pada iguana ditandai dengan adanya
pembengkakan didaerah mandibula atau kaki (Messonnier, 1995).
Penampakan sitologi dari metabolic bone disease yaitu osteoclast memiliki
banyak inti (Aughey and Fredic, 2001). Osteosarkoma adalah tumor ganas
pada tulang yang berasal dari sel mesenkimal yang memproduksi tulang dan
matriks osteoid. Penampakan sitologi akan terlihat adanya massa tulang massif
berupa osteoid (ditandai dengan adanya koloni yang tersebar mirip dengan
bakteri yang ditemukan di sel-sel massa tulang), adanya trabeculae lamellar
dengan ruang yang longgar yang diselimuti oleh basophil dan sel pipih,
ditemukan osteoblast dibagian bawah massa tulang (oseteoid), sekelompok sel
berbentuk bulat hingga spindle dengan kromatin yang tertanam dalam matriks
seluler yang berwarna merah muda (Amat et al., 2019). Chondrosarcoma
adalah sel tumor malignant (tumor ganas) karena adanya proliferasi
chondroblast (Schmidt et al., 2017). Penampakan sitologi ditandai dengan
adanya bentukan bitnik-bintik tipis, eosinofilik tampak cerah dan adanya
matrix ekstraseluler (chondroid) (Barger and Amy, 2017).

16
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan sebelum pengangkatan massa
tumor yaitu pemeriksaan sitologi, Complete Blood Count (CBC), dan biokimia
(serum). Kemudian, dapat dilakukan juga pemeriksaan radiografi (X-ray), Fine
Needle Aspiration Biopsy (FNAB) dan histopatologi (Che-mat et al., 2019).
Menurut Gold et al., (2018), gambaran histologis adalah kunci untuk
membedakan jenis tumor dengan tumor lain yang juga dapat terbentuk di
permukaan tulang. Sedangkan biopsi dilakukan untuk menegakkan diagnosa
terhadap adanya tumor dan infeksi, fine needle aspiration biopsy dilakukan
dengan menggunakan jarum secara perkutan pada daerah patologis kemudian
dilakukan aspirasi. Tusukan perkutan dilakukan beberapa kali dengan arah
yang berbeda dengan tujuan mendapatkan spesimen yang adekuat.
Hasil pemeriksaan sitologi menunjukkan adanya sel spindel dengan struktur
kromatin kasar dan berwarna pink pada matriks seluler. sel spindel dengan
kromatin yang kasar mengindikasi adanya sel tumor mesenkim (Gambar 3.1).
Sel mesenkim berbentuk lonjong hingga berbentuk spindel. Rentang bentuk
nucleus yaitu dari bulat hingga oval. Sel tersebut cenderung lebih kecil dari sel
epitel. Sel mesenkimal di kulit dan jaringan subkutan berasal dari fibroblas di
jaringan ikat, adiposit, sel otot, tulang atau tulang rawan, serta pembuluh darah.
Sel mesenkimal di kulit dan jaringan subkutan berasal dari fibroblas di jaringan
ikat, adiposit, sel otot, tulang atau tulang rawan, serta pembuluh darah. (Fisher,
2014).

Gambar 3.1 Sitologi massa submandibular


Langkah diagnosa ini sesuai dengan Ettinger et. al (2017), bahwa untuk
hewan dengan suspek tumor perlu dilakukan langkah signalment, pemeriksaan
klinis, radiografi regional, dan biopsi untuk pemeriksaan lanjutan. Selain itu

17
pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk kasus ini dapat berupa
pemeriksaan darah lengkap dan biokimia darah. Berdasarkan temuan klinis dan
pemeriksaan penunjang, maka diagnosa pada iguana tersebut yaitu suspect
tumor sel mesenkim (osteoma).
Osteoma sendiri merupakan lesi osteogenik benign yang terkarakterisasi
oleh adanya proliferasi tulang trabecular dan atau tulang kompak. Menurut
Longo et al., (2011), osteoma adalah tumor jinak yang menyerang jaringan
tulang dari proliferasi tulang kompak atau concellous ataupun kombinasi
keduannya. Osteoma terdiri dari tiga jenis central, peripheral dan ekstra-skletal.
Sentral osteoma timbul dari endosteum, peripheral osteoma timbul dari
periosteum dan extraskeletal soft tissue osteoma biasanya berkembang dalam
otot. Osteoma dapat timbul pada daerah sinus paranasal, tulang tengkorak dan
tulang wajah, termasuk maksila dan mandibular (Pogre et al., 2006).
Osteoma mempunyai corak variasi radiologik dan histologik yang luas.
Sebagian tumor tumbuh pada permukaan tulang, sedangkan yang lain terbatas
pada kavum meduler. Beberapa muncul dari tulang normal (de novo
osterosarcoma), sedangkan yang lain timbul dari penyakit Paget atau setelah
radiasi (osteosarcoma sekunder). Umumnya tumor ini merupakan lesi soliter,
namun walaupun jarang pernah dilaporkan kasus dengan osteosarcoma
multifokal. Tumor ini dapat juga secara primer terjadi ekstraskeletal. Keadaan
ini sangat jarang ditemukan dan yang dilaporkan kurang dari 50 kasus.
Penanganan osteosarkoma dilakukan melalui pendekatan dari banyak segi,
termasuk kemoterapi dengan asumsi bahwa semua kasus mempunyai
metastasis pada waktu didiagnosis dan kemudian diikuti dengan operasi (Loho
2014).
Pengambilan sampel tumor dapat dilakukan menggunakan metode reseksi,
yang tujuan dari reseksi sub-mandibula ini adalah untuk mengurangi rasa sakit
dari iguana dan meningkatkan kesejahteraannya. Hasil pemeriksaan klinis dan
histopatologi menunjukkan bahwa massa sub-mandibula merupakan tumor sel
mesenkim. Sedikit yang diketahui tentang perilaku tumor ini pada kadal,
namun Hernandez-Divers dan Garner, (2003), melaporkan bahwa tumor
memiliki karakteristik yang sama seperti yang ditemukan pada anjing dan

18
kuncing. Beberapa tumor mesenkim telah dilaporkan pada reptile dan beberapa
merupakan tumor tulang rawan atau jaringan tulang yang termasuk
chondrosarcoma, osteosarcoma, dan osteochondroma yang sebagian besar
ditemukan pada spesies iguana. Neoplasma lain yang ditemukan pada reptile
seperti iguana, chelonian dan ular termasuk fibro-sarcoma atau fibroma dan
lipoma serta limfoma atau limfomatoid sebagai neoplasma yang paling
dominan pada kadal dan ular (Jacobson et al., 1981; Garner et al., 2004).
Menurut Che-Amat et al., 2019, contoh gambaran makroskopis pada
iguana yang terdapat adanya massa di bagian tepi jaringan, terlihat bahwa
massa memiliki permukaan yang keras dan halus dengan diameter sebesar 4
cm x 3 cm (Gambar 3.2). Berdasarkan pemeriksaan klinis, osteoma sebagai
salah satu hamartoma (pertumbuhan jaringan tubuh tidak ganas), bukan
neoplasma sejati yang merupakan lesi jinak yang pertumbuhannya lambat dan
tumbuhnya pada permukaan tulang dan tidak mengandung tulang rawan.
Paling banyak di dapat pada tulang tengkorak dan sinus paranasal.

Gambar 3.2 Temuan makroskopis reseksi tumor (Che-Amat et al., 2019).

Hasil pemeriksaan histopatologi pada massa hasil reseksi tumor ditemukan


massa basofilik pada submandibular (Gambar 3.3). Selain itu, ditemukan
adanya kongesti dan temuan massa eosinofilik homogen dengan lapisan
basofilik (Gambar 3.4). Menurut Che-Amat et.al (2019), massa pada tulang
ditandai dengan penyebaran koloni bakteri-like dengan struktur sirkular. Massa
eosinofilik dikarakteristikan dengan bentukan lamellar trabecular-like dengan
adanya sel pipih dan lapisan basofilik. Secarra histopatologi, sel tumor

19
mesenkimal ditandai dengan adanya osteoblast dengan warna sel kemerahan
pada lapisan bawah dari massa tulang.

Gambar 3.3 Histopatologi massa submandibular

Gambar 3.4 Histopatologi dari massa submandibular

Dilaporkan bahwa sebagian besar tumor yang biasa ditemukan pada


mamalia terutama tumor jinak yang muncul dari elemen mesenkim yang
berhubungan dengan tulang (Hall et al., 2007). Menurut survey yang dilakukan
oleh Dietz et al. (2015) dari 2001 hingga 2013, 13 dari 385 kasus klinis yang
masuk ke klinik veteriner pada reptile adalah tumor tulang. Selain itu, tumor
tulang jinak serta tulang rawan ganas dan tumor tulang yang dilaporkan dalam
penelitian tersebut sebagian besar ditemukan di sekitar area kepala dan tungkai
dari berbagai spesies kadal atau iguana. Namun, neoplasia tulang jinak pada
dasarnya adalah tumor langka pada reptile. Hernandez-Diverz (2003)
melaporkan beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan prevalensi tumor
yang timbul pada reptile. Faktor-faktor tersebut termasuk umur, imunosupresi,
paparan stress kronis seperti suhu, makanan, racun, radiasi, trauma atau
peradangan kronis. Dalam laporan kasus klinis ini, 4 bulan yang lalu iguana
dikandangkan ersama dengan iguana jantan lainnya dan menunjukkan perilaku
yang agresif.

20
Pada terapi tumor, manajemen memiliki peranan yang sangat penting
dalam pemulihan dan penyembuhan pasien. Reseksi bedah adalah metode yang
direkomendasikan dan paling sesuai untuk massa fokus yang marginnya tidak
diketahui. Hernandez-Divers dan Garner (2003), melaporkan bahwa reseksi
bedah dilakukan pada 14/38 (37%) kadal sebelum diagnosis. Keberhasilan
prosedur pembedahan bergantung pada kemampuan dokter untuk memasukkan
prinsip standard pembedahan onkologi dan teknik pembedahan reptilian.
Alternatifnya, penggunaan terapi laser yang tidak terlalu traumatis dapat
dilakukan. Terapi radiasi dan terapi intralesi telah digunakan pada ular dengan
hasil yang menjanjikan (Done and Mader, 1996; Langan et al., 2001;
Hernandez-Divers, 2003).
Pilihan medis yang tersedia adalah kemoterapi. Namun, berbeda dengan
spesies hewan kecil, kemoterapi tidak umum digunakan untuk mengobati
neoplasia pada reptile kecuali ular karena sebagian besar agen kemoterapi
harus diberikan berulang kali melalui intravena dan ini sangat sulit untuk
dilakukan pada spesies iguana (Straw et al., 1996; Orcutt, 2000; Hernandez-
Divers, 2003). Dalam tatalaksana kasus klinis ini, diagnosis dicapai
berdasarkan temuan pemeriksaan klinis, sitologi dan histopatologi tumor yang
dipotong. Selain itu, pilihan pengobatan terbaik yang diadopsi adalah operasi
pengangkatan massa superfisial dengan perawatan pasca operasi yang
memadai dan ini menunjukkan hasil yang sangat baik dari kasus klinis yang
telah dilaporkan.

21
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kasus ini didiagnosa sebagai Suspect parosteal osteoma pada iguana
berdasarkan temuan klinis dan pemeriksaan lanjutan yang terdapat massa
di submandibular yang merupakan tumor sel masenkim. Jenis tumor sel
mesenkim ini jarang terjadi pada reptile dikarenakan tumor ganas lebih
sering dilaporkan pada iguna dibandingkan dengan tumor jinak mesenkim.

4.2 Saran
Disarankan untuk melakukan diagnostik lebih lanjut sebagai
evaluasi dalam memastikan jenis tumor jinak.

22
DAFTAR PUSTAKA
Amat, A., Asinamai, A.B., Faez, F.A. et al. (2019). Parosteal Osteoma in a Green
Iguana: A Veterinary Case Report of Medical and Surgical Management.
Journal of Animal Health and Production Volume 7.

Aughey, E. and Fredric, L.F. (2001). Comparative Veterinary Histology With


Clinical Correlates. Manson Publishing.

Barger, A.M. and Amy, L.M. (2017). Small Animal Cytologic Diagnosis. CRC
Press.

Birchard S, Carothers M: Aggressive surgery in the management of oral neoplasia.


Vet Clin North Am Small Anim Pract 20(4):1117–1139, 1990.

Burton, A.G. (2018). Clinical Atlas of Small Animal Cytology. Wiley Blackwell.

Che-mat, A., Bitrus, A.A., Jesse, F. F. A., Chung, E. L. T., Losheni, S., Sabri, M.
Y., Zakaria, M. A., Haron, N. A., Muhamad, A. S., Affandi, S. A., Abba, Y.,
Peter, I. D., Wa-Nor, F., Hambali, I. U., Paul, B. T. 2019. Parosteal Osteoma in a
Green Iguana: A Veterinary Case Report of Medical and Surgical
Management. Journal of Animal Health and Production. ISSN 2308-2801.

Dijk, J.E., Gruys., Mouwen. 2007. Color Atlas of Veterinary Pathology Second
Edition. Saunders Elsevier

Ettinger, J. Stephen, Edward C. Feldman, Ettine Cote. 2017. Textbook of Veterinary


Internal medicine (Eight Edition). St. Louis, Missouri.

Gold, R., Oliveira, F., Pool, R. 2018. Zygomatic Arch Parosteal Osteosarcoma in
Dog and a Cat. Department of Veterinary Pathobiology, College of Veterinary
Medicine Texas A&M University, USA.

Horikawa, Fernando K. Peripheral osteoma of the maxillofacial region: a study of


10 cases. BrazJ Otorhinolaryngol. 2012; 78(5): 38 – 43

Jubb, KVF., Kennedy, Peter C., Palmer, Nigel. 1993. Pathology of Domestic
Animal: Fourth Edition, Volume 1. Academic Press, Inc. Harcourt Brace
Jovanovich, Publishers.

23
Klappenbach L. 2013. Reptiles. http://animals.about.com/od/reptiles/p/
reptiles.htm. Diakses pada tanggal 26 september 2020.
Messonnier, S. (1995). Exotic Pets: A Vetrinary Guide for Owners. Republic of
Texas Press.

Meuten, Donald J.2017. Tumors in Domestic Animals: Fifth Edition. College of


Veterinary Medicine, North Carolina State University. Wiley BlackWell:
USA.

Nurjuanitar, A.V. 2016. Analisis Perubahan Struktur Anatomi dan Histologi Ginjal
Iguana Hijau (Iguana iguana) Setelah Pemberian Pakan Bayam Merah
(Amaranthus tricolor L.). [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Hasanuddin.
Olvi L.G., Lembo G.M., Santini-Araujo E., Kalil R.K. (2020) Parosteal
Osteoma. In: Santini-Araujo E., Kalil R., Bertoni F., Park YK. (eds)
Tumors and Tumor-Like Lesions of Bone. Springer, Cham.
https://doi.org/10.1007/978-3-030-28315-5_10.
Perez, J. J. 2012. Hematologic Evaluation of Reptile: A Diagnostic Mainstay.
Veterinary Technician.

Pogre M, Schmidt B, Robertson C. Clinical Pathology Odontogenic and


Nonodontogenic Tumors of the Jaws 2006: 516.

Schmidt, R.E. and Drury, R.R. (2017). Metastatic Chondrosarcoma in a Corn


Snake (Pantherophis guttatus). Journal of Herpetological Medicine and
Surgery Volume 22 No. 3-4

Shannon Martinson, Bsc, DVM, Mvsc, DACVP. 2013. Reptil Phatology Necropsy
Techniques And Common Diseases. Diagnostic Services, Atlantic Veterinary
College.

Singh, E. 2018. Spindle Cell Tumours of The Head and Neck- A Taxonomic Review. Journal
of Clinical and Diagnostic Research. Vol 12 (12): ZE19- ZE27.

Suehara, Y., Yazawa, Y., Hitachi, K., and Yazawa, M. 2004. Periosteal
osteosarcoma with secondary bone marrow involvement: a case report. J Orthop
Sci. 9, 646- 649.

24
Su Ji Kim, Hee Jin Park, So Yeon Lee. 2017. Juxtacortical Osteoma of the
Metatarsal Bone: A Case Report. Journal of the Korean Society of
Radiology, 10.3348/jksr.2017.77.6.421, 77, 6, (421).

Toledo, G. N dan Moreira, R. R. 2017. Canine Periosteal Osteosarcoma. Journal


of Veteriary Healthcare. ISSN: 2575-1212.

Vosjoli, P.D., Susan, D., Roger, K., David, B. 2012. The Green Iguana Manual. 3rd
Edition. Advance Vivarium System, p5-8.

Zachary, J.F. 2017. Pathologic Basis of Veterinary Disease Sixth Edition. Elsevier
Inc.

25

Anda mungkin juga menyukai