Anda di halaman 1dari 23

VIROLOGI

HEWAN COBA (Macaca fascicularis)

Disusun Oleh:
Amelinda Puji R P27834114020
Felya Arumaningsih P27834114021
Dini Novita Sari P27834114022
Rheza Danny Iswara P27834114023
Nandia Puspa Anggraini P27834114024
Miftakhul Arindra S P27834114025
Chilyatul Anisah P27834114026
Ramonan Thalib P27834114027
Fiqi Ilmi Utami P27834114028

D4 ANALIS KESEHATAN SURABAYASEMESTER 6


POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATANSURABAYA
2017

0
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,

dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-

Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tugas virologi mengenai

Monyet sebagai Hewan coba

Adapun makalah virology tentang Monyet sebagai hewan coba ini telah kami

usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga

dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, kami juga ingin

menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah

membantu kami dalam penyusunan makalah virology ini.

Penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil manfaatnya sehingga

dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca. Selain itu, kritik dan saran dari Anda kami

tunggu untuk perbaikan makalah ini nantinya.

Surabaya, 14 Juni 2017

Penyusun

1
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 1
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 3
B. Maksud dan Tujuan Percoban.............................................................................................. 4
C. Prinsip Percobaan ................................................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Macaca fascicularis ............................................................................................................ 5
B. Teori Umum ........................................................................................................................ 6
BAB III METODE KERJA
Monyet Sebagai Hewan Coba ................................................................................................ 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Syarat Hewan Laboratorium .................................................................................................. 16
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 21
B. Saran ................................................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 22

2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Keandalan pengamatan manusia terhadap suatu subyek dalam suatu pengamatan


sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukannya suatu alat atau obyek tertentu untuk dapat
membantunya dan yang dapat pula dipergunakan sebagai subyek dalam penelitian, di
antaranya adalah dengan mempergunakan hewan-hewan percobaan.

Hewan coba atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus
diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan laboratorium tersebut digunakan
sebagai model untuk peneltian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia.Penggunaan
hewan percobaan untuk penelitian banyak dilakukan di bidang fisiologi, farmakologi,
biokimia, patologi, komparatif zoologi, dan ekologi dalam arti luas. Di bidang ilmu
kedokteran, selain untuk penelitian, hewan percobaan juga digunakan untuk keperluan
diagnostika. Sedangkan di bidang pendidikan dan psikologi, hewan laboratorium digunakan
untuk pengamatan tingkah laku hewan, yaitu di tingkat pendidikan dasar, menengah dan
menengah atas, serta pendidikan yaitu di tingkat pendidikan dasar, menengah dan menengah
atas, serta pendidikan tinggi.

Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu penelitian, harus dipilih mana
yang sesuai dan dapat memberikan gambaran tujuan yang akan dicapai. Hewan sebagai
model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain
persyaratan genetis/keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di
samping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi
biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. Oleh karena itu, kita dapat dan lebih mudah
menggunakan hewan coba sebagai hewan percobaan.

Beberapa jenis hewan dari yang ukurannya terkecil dan sederhana ke ukuran yang
besar dan lebih komplek digunakan untuk keperluan penelitian ini, yaitu: Mencit, tikus,
kelinci, dan kera.Salah satu yang akan dibahas pada makalah ini adalah kera. Kera adalah
termasuk non-human primata, dimana hewan ini sangat berguna untuk penelitian yang erat
hubungannya dengan manusia. Banyak sekali jenis primata, tetapi yang sering digunakan
untuk keperluan penelitian adalah kera ekor panjang (Macaca Fascicularis).

3
B. Maksud Dan Tujuan Percobaan
1. Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara-cara perlakuan pada hewan coba.
2. Tujuan Percobaan
Dapat mengetahui cara-cara penanganan dan perlakuan terhadap hewan coba kera
kera ekor panjang (Macaca Fascicularis)
C. Prinsip Percobaan
Penanganan hewan coba kera kera ekor panjang (Macaca Fascicularis)

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Macaca fascicularis

Macaca fascicularis termasuk Old World Monkey, disebut juga Cynomolgus macaque atau
crab-eating macaque. Jenis ini populasinya terbanyak di Indonesia danAsia Tenggara dengan
habitat umum di teluk dekat pantai atau di rawa hutan bakau.Napier (1967)
mengklasifikasikan Macaca fascicularis sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Mammalia

Order : Primata

Suborder : Anthropoieda

Infraorder : Cattarhini

Superfamily : Cercopithecoidae

Family : Cercopthecidae

Subfamily : Cercopithecine

Genus : Macaca

Species : Macaca fascicularis

Mivart (1873) menyebutkan karakteristik primata adalah unguiculate, claviculate,


plasenta mamalia, orbit (mata) dikelilingi oleh tulang; memiliki 3 jenis gigi pada minimal
satu masa selama hidupnya, otak posterior, minimal satu pasang digit yang dapat digerakkan
kedua arah (opposable thumb),sekum yang jelas, penis pendulous, testikel pada skrotum, dan
memiliki dua mamari pectoral (kelenjar susu pada area pectoral) (Bennet et al.1995).

Pada urnumnya monyet jenis ini memiliki warna bulu kuning kecoklatan atau abu-abu
kecoklatan dengan rambut kepala mengarah ke belakang walaupun kadang-kadang terbentuk
jambul pendek pada garis tengah kepala. Rambut pipi berbentuk jambang terlebih pada
seluruh muka kecuali pada kelopak mata. Monyet ini memiliki ekor yang sama panjang atau
lebih panjang dari kepala dan badan. Panjang tubuh berkisar antara 385 - 648 mm. Panjang
5
ekor berkisar antara 385 - 655 mm (Hendras dan Supriatna 2000). Monyet ini termasuk
hewan omnivora atau pemakan segala misalnya buah-buahan, aka-akaran, daun muda, umbi
umbian, biji-bijian, serangga, keong, bangsa udang, kepiting dan telur burung (Dolhinow et
al. 1999).

Anggota badan dapat difungsikan sebagai tangan dan sebagai kaki. Jari-jari kaki dan
tangan masing-masing berjumlah 5 biji dan sangat mudah digerakkan. Pergerakan satwa ini
jika berada di pohon menggunakan jari- jarinya, namun jika di atas tanah akan menggunakan
telapak kaki dan tangannya ke tanah. Macaca juga dapat memanjat sambil melompat sejauh 5
meter. Jenis monyet ini juga dapat berenang dengan baik. Monyet ekor panjang hidup
berkelompok, jumlah kelompok biasanya terdiri dari 10-20 ekor di hutan bakau, 20-30 ekor
di hutan primer, 30-50 ekor di hutan sekunder, dengan komposisi komplit ada induk jantan
dan betina beserta anak-anaknya. Besar kecilnya kelompok ditentukan oleh ada tidaknya
pemangsa dan sumber pakan di alam. Pergerakan dilakukan untuk mendapatkan pakan di
dalam melangsungkan hidupnya. Luas daerah jelajah 50 hingga 100 ha untuk satu kelompok.
Luas daerah jelajah sangat erat hubungannya dengan sumber pakan.Monyet ekor panjang
mampu hidup dalam berbagai kondisi dari hutan bakau di pantai, dataran rendah sampai
pegunungan dengan keting- gian 2000 mdpl. Monyet ini dapat ditemukan di mana-mana,
menjadi hama bagi penduduk, merusak padi, jagung dan tanaman buah-buahan.

B. Teori Umum
Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel
hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran senyawa
tersebut disebut obat, dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari manfaat dan resiko
penggunaan obat. Karena itu dikatakan farmakologi merupakan seni menimbang (the art of
weighing). Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati,
mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu, misalnya
membuat seseorang infertil, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan hewan coba.
Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu cara membuat,
menformulasi, menyimpan dan menyediakan obat (Marjono,2011:76).
Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan
sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek teraupetis obat
berhubungan erat dengan efek dosisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup
tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme (Tjay,2007:172).

6
Pada dasarnya hewan percobaan dapat merupakan suatu kunci dalam
mengembangkan suatu penelitian dan telah banyak berjasa bagi ilmu pengetahuan, khususnya
pengetahuan tentang berbagai macam penyakit seperti: malaria, filariasis, demam berdarah,
TBC, gangguan jiwa dan semacam bentuk kanker. Hewan percobaan tersebut oleh karena
sebagai alternatif terakhir sebagai animal model. Setelah melihat beberapa kemungkinan
peranan hewan percobaan, maka dengan berkurangnya atau bahkan tidak tersedianya hewan
percobaan, akan berakibat penurunan standar keselamatan obat-obatan dan vaksin, bahkan
dapat melumpuhkan beberapa riset medis yang sangat dibutuhkan manusia
(Sulaksono,1992:318).
Hewan coba/hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang
khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan percobaan digunakan untuk
penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Peranan hewan percobaan dalam
kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan sejak puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola
kebijaksanaan pembangunan nasional bahkan internasional, dalam rangka keselamatan umat
manusia di dunia adalah adanya Deklarasi Helsinki. Deklarasi ini berisi tentang segi etik
percobaan yang menggunakan manusia (1964) antara lain dikatakan perlunya diakukan
percobaan pada hewan, sebelum percobaan di bidang biomedis maupun riset lainnya
dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia, sehingga dengan demikian jelas hewan
percobaan mempunyai mission di dalam keikutsertaannya menunjang program keselamatan
umat manusia melalui suatu penelitian biomedis (Sulaksono,1992:321).
Ditinjau dari segi sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di mana faktor
keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang terlihat/karakteristik
hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan, yaitu :
1) Hewan liar
2) Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka
3) Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang dipelihara dengan
sistim barrier (tertutup).
4) Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan yang dipelihara
dengan sistem isolator.
Sudah barang tentu penggunaan hewan percobaan tersebut di atas disesuaikan dengan
macam percobaan biomedis yang akan dilakukan. Semakin meningkat cara pemeliharaan,
semakin sempurna pula hasil percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu
percobaan dilakukan terhadap hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila

7
menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman
(Sulaksono,1987 :323)
Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan
berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif dengan
hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain (Malole,1989:475) :
1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri: umur, jenis kelamin, bobot badan, keadaan
kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
2. Faktorfaktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana kandang, populasi
dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan, pengalaman hewan percobaan
sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.
3. Keadaan faktorfaktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan
terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan
percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di
samping itu cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi
respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan
efeknya. Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk
sediaan yang akan digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa
bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi
terlebih dahulu.
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk ke dalam
tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek
yang merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu enternal dan parenteral (Priyanto,
2008:127).
Semua jenis hewan percobaan harus ditempatkan dalam lingkungan yang stabil dan
sesuai dengan keperluan fisiologis, termasuk memperhatikan suhu, kelembaban dan
kecepatan pertukaran udara yang ekstrim harus dihindari. Kebanyakan hewan coba tidak
dapat berkembangbiak dengan baik pada kamar lebih tinggi dari suhu 300C. Mencit, tikus dan
marmut maksimum perkembangbiakannya pada suhu 300C, kelinci pada suhu 2500C
(Malole,1989:481).
a. Pengawasan status kesehatan
Standar kebersihan hewan percobaan yang diperlukan sama dengan manusia harus dijaga
agar dapat hidup sehat. Dinding dan lantai misalnya harus tahan air dan mudah dicuci. Lantai
harus dibuat sedemikian rupa agar air dapat mengalir dan cepat kering sesudah dicuci. Bahan
bangunan yang dipakai untuk membangun gedung harus kuat dan tahan lama.
8
b. Pengawasan orang yang akan merawat hewan percobaan
Jumlah pengunjung yang masuk ke dalam kamar penelitian/ pemeliharaan harus dibatasi
karena semakin banyak yang masuk dapat menyebabkan jumlah mikroorganisme patogen dan
dapat saling mengkontaminasi.
c. Pengawasan makanan dan minuman
Kualitas makanan baik dapat diperoleh jika nilai komponen ransum telah diketahui.
Misalnya, tikus dan mencit memerlukan ransum yang mengandung 20% protein sedangkan
kelinci dan marmut hanya memerlukan 14-15% protein.
d. Pengawasan sistem pengolahan dan pembiakan
Dalam keadaan ideal, semua harus ideal. Misalnya, kandang hewan coba harus diketahui
batas masimalnya, makanan dan minuman yang harus selalu diperhatikan. Kebanyakan
pemberian makanan/minuman bisa mencemari kandang dan memberi lingkungan tidak sehat.

e. Pengawasan kualitas hewan


Kualitas genetik hewan coba penting dalam penelitian dasar. Sering bahwa hewan coba
inbreed mempunyai kualitas genetik lebih tinggi dan lebih bermanfaat dibandingkan hewan
percobaan outbreed. Tetapi itu tidak selalu benar.
Adapun tujuan penggunaan hewan percobaan sejalan dengan arah bidang ilmu ialah
sebagai berikut: (Malole.1989:482-483)

1. Bidang Toksikologi
Pengujian toksikologi dengan menggunakan hewan percobaan yang dilakukan di lingkungan
industri bertujuan agar bahan kimia yang dibubuhkan pada bahan makanan tepat dalam arti
aman buat konsumen, efektif daya kerjanya dan masih mendatangkan keuntungan bagi
perusahaan. Status kesehatan berdasarkan pemeriksaan yaitu :
a. Ektoparasit dan endoparasit
b. Patologi
c. Profil hematologi dan kimia darah
d. Penyakit menular
2. Bidang Patologi
Para ahli patologi memakai hewan percobaan terutama untuk meneliti atau mengamati
adanya perubahan-perubahan patologik jaringan tubuh yang disebabkan oleh :
a. Terjadinya kontak antar spesies (infeksi mikroorganisme atau invasi parasit pada hewan
atau menusia).
9
b. Stress karena faktor lingkungan (suhu, kelembaban, sanitasi, ventilasi, kepadatan dan lain-
lain).
c. Keracunan makanan
d. Defisiensi makanan (defisiensi vit. A, defisiensi vit. E)
Hewan percobaan juga dimanfaatkan oleh ahli patolgi untuk penelitian tentang tumor dan
kanker bahkan hewan percobaan juga dimanfaatkan sebagai lahan untuk menanam dan
menghasilkan selsel tumor ini dapat dimanfaatkan oleh ahli mikrobiologi untuk membuat
biakan jaringan guna membiakkan virus, selain itu dapat juga digunakan untuk
mendeterminasi penyakit berdasarkan perubahan-perubahan jaringan dan organ tubuh yang
terjadi setelah hewan percobaan tersebut mendapat perlakuan (keracunan karena mengisap
chloroform, keracunan aflatoksin melalui ransum).
3. Bidang Parasitologi
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian parasitologi dikehendaki berkualitas
baik, sebelum melangkah untuk melakukan penelitian dalam bidang parasitologi, kita perlu
mengetahui interaksi antar parasit sendiri.misalnya pada hewan mencit yang diberi antibiotik
untuk mengusir mikroflora dalam usus dan kemudian diganti oleh mikroorganisme tertentu.

4. Bidang Imunologi
Respon imun pada hewan percobaan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu
termasuk perihal infeksi oleh bakteri, virus maupun parasit, stress, faktor diet / ransum dan
peradangan non spesifik.

Tabel 1.1 Ukuran dan alat yang digunakan untuk pemberian obat pada hewan percobaan.
He w an I V I P S C I M O r a l
Mencit J aru m Jarum Jarum Jarum Ujung tumpul
27,5 g 2 5 g 2 5 g 2 5 g 15 g/16 g
1
/2inci inci inci inci 2 i n c i
T i k u s Jarum Jarum Jarum Jarum Ujung tumpul
2 5 g 2 5 g 2 5 g 2 5 g 15 g/16 g
1 inci 1 inci 1 inci 2 i n c i
Kelinci J aru m Jarum Jarum Jarum Kateter karet no. 9
2 5 g 2 1 g 2 5 g 2 5 g

10
1 inci 1 inci 1 inci 1 inci
Marmut - Jarum Jarum Jarum -
2 5 g 2 5 g 2 5 g
1 inci 1 inci inci
Kucing - Jarum Jarum Jarum -
2 1 g 2 5 g 2 5 g
1 inci 1 inci 1 inci
(Harmita,2008: 64)
Tabel 1.2 Konversi perhitungan dosis untuk berbagai jenis hewan dan manusia.
Hewan Mencit Tikus Marmut Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia
percobaan 2 0 g 200 g 4 0 0 g 1,5 kg 2 k g 4 kg 1 2 k g 7 0 k g
Mencit 1 , 0 7 , 0 12,25 2 7 , 8 2 9 , 7 64,1 124,2 3 8 7 , 9
2 0 g
T i k u s 0,14 1 , 0 1 , 7 4 3 , 9 4 , 2 9,2 17,8 5 6 , 0
2 0 0 g
Marmut 0,08 0,57 1 , 0 2,25 2 , 4 5,2 10,2 3 1 , 5
4 0 0 g
Kelinci 0,04 0,25 0 , 4 4 1 , 0 1,08 2,4 4 , 5 1 4 , 2
1,5 kg
Kucing 0 , 0 3 0,23 0 , 4 1 0,92 1 , 0 2,2 4 , 1 1 3 , 2
2 k g
K e r a 0,016 0,11 0 , 1 9 0,42 0,45 1,0 1 , 9 6 , 1
4 k g
A n j i n g 0,008 0,06 0 , 1 0 0 , 2 2 0 , 2 4 0,52 1 , 0 3 , 1
1 2 k g
M anusi a 0,0026 0,018 0,031 0 , 0 7 0,076 0,16 0,32 1 , 0
7 0 k g
(Harmita,2008: 66)
Tabel 1.3 Volume maksimum larutan/padatan yang dapat diberikan pada hewan
Volume maksimum (ml) sesuai jalur pemberia n
H e w a n
I V I M I P S C P O
Mencit 20-30 g) 0 , 5 0 , 0 5 1 , 0 0,5-1,0 1 , 0
Tikus (100 g) 1 , 0 0 , 1 2 - 5 , 0 0,5-5,0 5 , 0

11
Hamster (50 g) - 0 , 1 1 - 2 , 0 2 , 5 2 , 5
Marmut (250 g) - 0 , 2 5 2 - 5 , 0 5 , 0 1 0 , 0
Merpati (300 g) 2 , 0 0 , 5 2 , 0 2 , 0 1 0 , 0
Kelinci (2,5 kg) 5-10,0 0 , 5 10-20,0 5 - 1 0 , 0 2 0 , 0
Kucing (3 kg) 5 - 1 0 , 0 1 , 0 10-20,0 5 - 1 0 , 0 5 0 , 0
Anjing (5 kg) 10-20,0 5 , 0 20-50,0 1 0 , 0 1 0 0 , 0
(Harmita,2008: 67)
Tabel 1.4 Data anastesi umum pada hewan percobaan.
Hewan percobaan A n a s t e t i k Kepekatan larutan dan pelarut D o s i s Rute pemberian
M e n c i t Eter kloralose uretan 2% dalam NaCl fisiologis 10-25% dalam NaCl 300 mg/kg I n h a l a s i
Dan tikus 1-1,25 g/kg i . p
i . p
N e m b u t a l 65 mg/ml 40-60 mg/kg i . p
(kerja singkat)
80-100 mg/kg
(kerja lama)
Pentobarbital 4,5-6% dalam NaCl fisiologis 45-60 mg/kg i . p
35 mg/kg i . v
Na heksobarbital 7,5% dalam NaCl fisiologis 75 mg/kg i . p
4,7% dalam NaCl 47 mg/kg i . v
Kelinci Eter (kloralose+nembutal) 1% dalam NaCl fisiologi 100 mg/kg Inhalasi
65 mg/ml i . v
U r e t a n 10% dalam NaCl fisiologis 1 9 g / k g i . p / i . v
5% dalam NaCl fisiologis

Pentobarbital 22 mg/kg i . v
(kerja lama)
11 mg/kg
(kerja singkat)
P e n t o t a l 5% dalam air suling 10-20 mg/kg i . v
(menurut jangka waktu kerja)
M o r f i n 5% dalam air suling 100 mg/kg s . c
Marmut E t e r Inhalasi

12
K l o r o f o r m Inhalasi
U r e t a n 10% dalam NaCl fisiologis hangat 1 9 g / k g i . p
2% dalam NaCl fisiologis

Seperti pada tikus


K l o r a l o s e 150 mg/kg i . p
Pentobarbital 28 mg/kg
N e m b u t a l
(Harmita,2008: 67)

13
BAB 3

METODE KERJA

MONYET SEBAGAI HEWAN COBA

Monyet ekor panjang (Macaca Fascicularis) telah digunakan sebagai hewan model
dalam banyak penelitian bidang kesehatan. Beberapa penelitian berkaitan dengan penyakit
zoonosis banyak dilakukan menggunakan monyet ekor panjang (Macaca Fascicularis), hal
itu disebabkan hewan ini lebih dekat dengan manusia secara fungsional dan anatomi daripada
hewan pengerat. Penggunaan monyet ekor panjang (Macaca Fascicularis) sebagai hewan
coba diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat diekstrapolasikan kepada manusia
(Groves, 2005)

Macaca fascicularis digunakan karena banyaknya kemiripan spesies ini


denganmanusia dari aspek fisiologis, patologis anatomis maupun tingkah laku (Sajuthi
danPamungkas 2000), serta genetik (Bennet 1995). Orang pertama yang menggunakan satwa
primata dalam penelitian biomedis adalah Galenus, seorang dokter kerajaan Roma dan
Marcus Aurelius yang mempelajari anatomi danfisiologinya pada abad pertama sesudah
masehi. Kemudian pada abad 20, monyet inidigunakan secara luas diantaranya untuk
produksi vaksin, penelitian virologi,farmakologi dan teratologi maupun untuk penelitian
ilmiah lainnya seperti tingkahlaku dan studi tentang berbagai macarn kasus penyakit infeksi
maupun non infeksipada manusia (Polle diacu dalam Tapilaha 2003).Macaca merupakan
genus dari satwa primata yang mempunyai sebaran palingluas. Genus ini dapat ditemukan di
Maroko, Algeria, Gibraltar, Afghanistan, China,Jepang, Filiphina dan Indonesia (Kalimantan,
Sumatra, Jawa dan Sulawesi). UkuranMacaca bervariasi dari sedang hingga besar dan
memiliki wama rambut yangbervariasi dari abu-abu hingga coklat kehitaman (Bennett et al.
1995). Hewan inimerupakan jenis hewan omnivora dengan makanan yang bervariasi (Ankel
andSimons 2000).

Tabel 1 Data-data biologis Macaca fascicularis (Poole 1987)

14
Status konservasi yang dikeluarkan oleh Convention on International Trade inEndangered
Species of Wild Fauna and Flora (CITES), Macaca fascicularis masuksebagai spesies
kelompok Appendix 2 yaitu jenis yang akan terancam keberadaannyabila perdagangannya
tidak dibatasi dan dipantau. Spesies ini hingga kini belumdilindungi oleh undang-undang dan
resikonya masih rendah terhadap kepunahan.

Pengadaan monyet dalam perdagangan diatur dalam SK Menteri Kehutanan


RepublikIndonesia Nomor : 261 Kpts-IV 94 tentang Pemanfaatan Jenis Monyet Ekor
Panjang.Surat keputusan ini menyatakan bahwa ekspor Macaca fascicularis harus dari
hasilpenangkaran, para eksportir diwajibkan melakukan usaha penangkaran sendiri serta
jumlah satwa primata yang dapat diekspor harus berdasarkan kuota agar tidakmenganggu
populasinya di alam (Hendras dan Supriatna, 2000)

15
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

SYARAT HEWAN LABORATORIUM

Persyaratan yang harus dipenuhi sebagai hewanlaboratorium antara lain adalah :

1. Mudah diperoleh dengan jumlah yang memadai

2.Mudah dipelihara, diproduksi dan ditangani, mudah untuk mengontrol aspek genetik
maupun lingkungannya

3. Mudah diamati dan dimonitor

4. Memberikanrespon fisiopatologi yang cenderung sama

5.Tersedia cukup informasi tentangpositif dan negatifnya hewan tersebut sebagai model

6.Tidak tergantikan denganmodel non-hewan seperti oleh simulasi komputer maupun oleh
studi in-vitro (Smithdan Mangkoewidjojo 1988).

Penggunaan satwa primata dalam dunia medis sudah dikenal sejak


jamanmesopotamia dan terus berkembang mengikuti kemajuan jaman. Kemiripan
dankedekatan kekerabatannya dengan manusia mengakibatkan banyak spesies satwaprimata
yang rentan terhadap agen penyebab penyakit manusia. Pada akhir abad ke-19 telah
dilakukan penelitian penyakit tuberculosis dan fisiologi reproduksi manusia,kemudian pada
awal abad ke-20 dilakukan penelitian penyakit polio dan syphilis menggunakan Macaca
Fascicularis sebagai hewan laboratorium (Sajuthi dan Pamungkas 2000).Macaca fascicuIaris
populasinya masih banyak dan bahkanpada daerah tertentu dianggap sebagai hama sehingga
tidak termasuk primata yangdilindungi. Karena alasan tersebutlah Macaca fascicularis
merupakan hewan modelyang paling tepat untuk berbagai macam penelitian termasuk untuk
penelitian dalampengobatan asma (Widiayanti 2001 diacu dalam Supratikno 2002)

Satwa primata dan manusia memiliki struktur hidung yang relatif sederhanadengan
fungsi utamanya adalah bernapas. Selain itu, hidung dan rongga mulut padasatwa primata
dapat bekerjasama untuk melakukan pernapasan nasal dan oronasalsecara bersamaan seperti
pada manusia. Sedangkan pada hewan coba lainnya(misalnya rodent, anjing dan kucing)
memiliki struktur hidung yang lebih kompleksdengan fungsi utamanya adalah mencium.
Perbedaan utama lainnya adalah hidungdan rongga mulut dari hewan coba selain satwa
primata hanya bisa melakukanpernapasan nasal. Karena alasan tersebut diatas, terlihat bahwa

16
satwa primatamemiliki karakteristik khusus untuk penelitian penyakit saluran pernapasan
misalnyaasma (Wolfe-Coote 2005).

Data biologik Macaca Fascicularis :

- Konsumsi pakan per hari 2-4% dari bobot badan

- Konsumsi air minum per hari 2-4% dari bobot badan

- D i e t p r o t e i n -

- Ekskresi urine per hari -

- l a m a h i d u p 1 2 - 1 5 t a h u n

- Bobot badan dewas a

- J a n t a 1n 2 K g

- B e t i n 1a 0 K g
- B o b o t l a h i r
5 0 0 - 7 0 0 g
- D e w a s a k e l a m i n :
6 t a h u n
- J a n t a n
5 t a h u n
- B e t i n a
2 8 h a r i
- Siklus estrus (menstruasi)
3 - 6 b u l a n
- U m u r s a p i h
2 0 - 3 0 h a r i
- Mulai makan pakan kering
-
- waktu untuk kawin kembali
1 jantan 10 betina
- R a s i o k a w i n
-
- J u m l a h k r o m o s o m
o
3 8 , 8 C
- S u h u t u b u h
4 0 x / m e n i t
- L a j u r e s p i r a s i

17
- D e n y u t j a n t u n g 1 9 2 x / m n

- v o l u m e d a r a h 7 5 m l / K g

- Pengambilan darah maksimum -

6 3
- Jumlah sel darah merah (Erytrocyt) 4 , 6 - 6 , 5 X 1 0 / m m

- Kadar haemoglobin(Hb) 1 2 , 5 g / 1 0 0 m l

- Pack Cell Volume (PCV) 4 2 %

3 3
- Jumlah sel darah putih (Leucocyte) 1 5 X 1 0 / m m

Cara handling

Cara menghandel primata ini memerlukan alat yang khusus sehingga hewan tidak
dapat bergerak.

Gambar 6. Perlu alat khusus untuk menghandel kera

18
Uji metabolisme obat

Dalam melakukan uji metabolisme suatu obat dalam tubuh hewan percobaan, perlu
dilakukan pada kandang individu. Kandang tersebut dirancang khusus untuk mendapatkan
contoh dari hasil metabolisme , seperti didalam urine, faeses dan sebagainya. Kandang dibuat
sedemikian rupa sehingga koleksi urine dan feses dapt dilakukan dengan mudah tidak
tercampur dengan dengan pakan atau air minum.

Gambar 7. kandang metabolik untuk satu ekor hewan coba

Gambar 8. Beberapa kandang metabolik diletakkan dalam raksatwa primata merupakan


kelompok yang mempunyai banyak kesamaannya/kemiripannya dengan manusia, baik
anatomi, fisiologi maupun tingkahlakunya, lebih-lebih orang utan, gorilla dan chimpanse.
Ahlianatomi tertua, GALENUS (tahun 180 seb. Masehi), menggunakan kera untuk
mempelajari struktur tubuh manusia.
19
Tentang anatomi ini kesamaan yang menyolok adalah kemampuan gerakan yang
begitu baik dari ekstremitas depan,kuku yang datar, adanya lima jari pada masing-masing
tangandan kakinya, sepasang glandula mammae, dipunyainya duagigi insisi untuk setiap
setengah rahang. Kesamaan lainnyaadalah kromosom orang utan, chimpanse, gorilla
maupunkera-kera lainnya seperti kera Macau berjumlah 48; dipunyainya empat kelompok
darah A, B, AB, dan 0 meskipun padaberbagai spesies t-idak lengkap. Manusia dan
kerayangkeduamatanya mengarah ke depan mungkin merupakan mamaliayang dapat melihat
secara stereoskopis yang dapat melihatke dalam gambar penglihatannya, di samping itu
mungkinpula memiliki kemampuan melihat warna. Kemiripan lainnyamasih banyak lagi.

Dari berbagai kemiripan antara kera dan manusia, tidakjarang satwa ini banyak
dipakai sebagai model untuk mempelajari fungsi hidup manusia dalam kondisi normal
maupunsakit, tidak terbatas pada fungsi-fungsi fisik, melainkan pulakemampuan psikologi
seperti abstraksi belajar(learningbehaviour),etiologi serta kontrol dan produksi vaksin,
untuktujuan bio medis lainnya dan kepentingan pendidikan.

Adapun penggunaan utama satwa primata dalam penelitianbio medis adalah sebagai berikut :

Penyakit degeneratif menahun


Atherosklerosis
Mempelajari penyakit menular
Fisiologi reproduksi : fertilitas, kontrol populasi
Penyalahgunaan obat
Karsinogenesis : viral, kimia
Malnutrisi dan nutrisi
Metabolisme obat
Toleransi terhadap obat dan aditif lingkungan : tingkat keselamatan umum,
teratogenesis, toksisitas embrio
Farmakologi janin
Kesehatan mental : impact pengalaman antenatal dan neo-natal pada kemampuan
belajar dan tingkah laku setelahlahir.
Fungsi SSP : neurofisiologi, neurofarmakologi, neurologi
Pengembangan vaksin

20
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan tentang hewan coba monyet Macaca fascicularis termasuk Old
World Monkey, disebut juga Cynomolgus macaque atau crab-eating macaque. Jenis ini
populasinya terbanyak di Indonesia danAsia Tenggara dengan habitat umum di teluk dekat
pantai atau di rawa hutan bakau.

Monyet ekor panjang (Macaca Fascicularis) telah digunakan sebagai hewan model
dalam banyak penelitian bidang kesehatan. Beberapa penelitian berkaitan dengan penyakit
zoonosis banyak dilakukan menggunakan monyet ekor panjang (Macaca Fascicularis), hal
itu disebabkan hewan ini lebih dekat dengan manusia secara fungsional dan anatomi daripada
hewan pengerat. Penggunaan monyet ekor panjang (Macaca Fascicularis) sebagai hewan
coba diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat diekstrapolasikan kepada manusia.

B. Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih focus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-sumber
yang lebih banyak yang tentunya dapat ditanggung jawabkan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM. 1976. Farmakope Indonesia, Edisi Ke-III. Jakarta. Departemen Kesehatan RI

Gan Gunawan, Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: FK-UI.
(http://hannahanipeh.blogspot.com/2013/10/laporan-praktikum-biologi-perilaku-hewanuji.html)
(http://dindamaritoo.blogspot.com/)

Bennett BT, CR Hendrickson. 1995. Nonhuman Primates in BiomedicalResearch : Biology and


Management. Academic Press. New Yo ee, R rk.Ab

Groves, C, Wilson DE & Reeder D M ed. . 2005. Mammal Species of


theWorld (3rd ed.). Baltimore: johns Hopkins University. Pp161-162.ISBN -0801-
88221-4

Hendras EW, J Supriatna. 2000. Panduan Lapang Primata Indonesia. Yayasan Obor

Indonesia. Jakarta.

http://id.merbabu.com/fauna/monyet_ekor_panjang.html

Napier JR, PH Napier. 1967. A Hand Book of Living Primates. Academic Press.London.

Poole TB. 1987. The UFAWHandbook on The Care and Management of Laboratory Animals. Bath
Press. Great Britain.

Smith JB, S Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dun PenggunaanHewan


Percobaan di Daerah Tropis. Indonesia University Press. Jakarta.

Sajuthi D, J Pamungkas. 2000. Pemeliharaan Satwa Primata Sebagai Hewan ModelPenelitian


Penyakit Pada Manusia. Pusat Studi Satwa Primata. Lembaga Penelitian Institut Pertanian
Bogor.

Supratikno. 2002. Anatomi Otot Daerah Panggul dun Paha Monyet Ekor Panjang

(Macaca fascicularis). Skripsi. FKH IPB. Bogor.

Wolfe-Coote S. 2005. The Laboratory Primate. Academic Press. Amsterdam.

22

Anda mungkin juga menyukai