Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH BOTANI FARMASI

“TAKSONOMI KELELAWAR dan TAKSONOMI KELOR”

DISUSUN OLEH :

NURUL NURHANISAH (19650284)

FEBRI NURQHORI (19650285)

Kelas : Farmasi 2b

Mata Kuliah : Botani Farmasi

Dosen : Nur Fahma Laili, M.Farm., Apt

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

TAHUN PELAJARAN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga saya bisa menyelesaikan makalah tentang
“Taksonomi Kelelawar dan Taksonomi Kelor”. Shalawat serta salam kita sampaikan kepada
Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an
dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Botani Framasi di program studi
Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan pada Universitas Kadiri. Selanjutnya penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya Ibu Nur Fahma Laili , M.Farm., Apt selaku dosen
pembimbing mata kuliah Botani Farmasi dan kepada segenap pihak yang telah memberikan
bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Kediri, 01 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Table of Contents
KATA PENGANTAR................................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................. iii
BAB I ........................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 2
BAB II ....................................................................................................................................................... 3
TAKSONOMI HEWAN .............................................................................................................................. 3
2.1 Taksonomi Kelelawar ................................................................................................................... 3
2.2 Bahan dan Metode ........................................................................................................................ 4
2.3 Hasil .............................................................................................................................................. 4
2.4 Pembahasan................................................................................................................................... 6
BAB III .................................................................................................................................................... 10
TAKSONOMI TUMBUHAN ..................................................................................................................... 10
3.1 Taksonomi dan Morfologi Kelor ................................................................................................ 10
3.2 Keragaman Karakter ................................................................................................................... 11
1) Bentuk pohon kelor ............................................................................................................... 11
2) Bentuk dan warna permukaan batang ................................................................................... 11
3) Bentuk daun .......................................................................................................................... 11
4) Warna daun ........................................................................................................................... 11
5) Buah dan biji ......................................................................................................................... 12
3.3 Jarak genetik ............................................................................................................................... 12
BAB IV.................................................................................................................................................... 13
KESIMPULAN ......................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 14
LAMPIRAN ............................................................................................................................................. 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman hayati yang melimpah baik
floramaupun fauna. Kekayaan keragaman hayati ini membiarkan keuntungan yang besar
bagimasyarakat. Di antaranya dapat memenuhi kebutuhan manusia juga mengandung
protein,karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Protein sebagai salah satu sumber
pembanguntubuh dapat berasal dari tumbuhan (nabati) dan hewan (hewani). Protein yang
berasal darihewan mempunyai kandungan yang sempurna dibandingkan dengan protein
nabati. Olehkarena itu pengadaan sumber protein hewani harus diupayakan.

Taksonomi merupakan cabang ilmu dari biologi yang masih sangat erat dipergunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Unsur-unsur taksonomi langsung maupun tidak,selalu ada
dalam kehidupan manusia hingga saat ini. Keanekaragaman sifat dan ciri yangdimiliki suatu
makhluk hidup sesungguhnya menggambarkan keanekaragaman potensi danmanfaat yang
dapat digali. Bila data dan informasi ilmiah mengenai sumber daya hayati belum
sepenuhnya dapat diungkap maka kepunahan suatu makhluk hidup sama artinyadengan
kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki makhluk hiduptersebut.
Seperangkat gen yang ikut hilang bersama peristiwa kepunahan itu mungkinmemiliki
potensi dan manfaat yang tidak akan dijumpai lagi pada makhluk hidup yang lain.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana klasifikasi hewan ?
2. Bagaimana kalsifiaksi tumbuhan ?
3. Bagaimana identifikasi hewan ?
4. Bagaimana identifikasi tumbuhan
5. Bagaimana deskripsi hewan dan tumbuhan ?
6. Keragaman tumbuhan?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan klasifikasi hewan
2. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi tumbuhan
3. Untuk mengetahui bagaimana identifikasi hewan
4. Untuk mengetahui bagaimana identifikasi tumbuhan
5. Untuk mendeskripsikan hewan dan tumbuhan
6. Untuk mengetahui keragagaman tumbuhan

2
BAB II

TAKSONOMI HEWAN

2.1 Taksonomi Kelelawar


Kelelawar merupakan mamalia yang dapat terbang yang jumlahnya di dunia
mencapai 18 famili, sekitar 192 genus dan 977 spesies kelelawar. Jumlah jenisnya
merupakan kedua terbesar sesudah ordo binatang pengerat (Rodentia) dalam Kelas
Mammalia (Nowak, 1983). Di Indonesia terdapat 215 jenis kelelawar yang menyebar
di seluruh Kepulauan Indonesia. Habitat kelelawar antara lain gua karst, pohon, dan
atap rumah (Suyanto, 2001). Hasil penelitian Wijayanti (2011) di Karst Gombong
Kebumen memeroleh 15 jenis Chiroptera sedangkan Nurcahyani (2008) di Way
Canguk Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung pada Juli–September 2007
memeroleh 21 jenis Chiroptera.
Karst merupakan bentangan alam yang terbentuk dari pelarutan batuan kapur.
Ekosistem karst merupakan ekosistem unik dengan adanya endokarst dan eksokarst
yang membentuk gua-gua dan menjadi habitat bagi berbagai macam hewan (Rahmadi,
2007). Hewan yang bersarang di dalam gua, tetapi mencari makan di luar gua disebut
hewan Trogloxene (Traister, 1983). Menurut Suyanto (2001) salah satu hewan
Trogloxene ialah kelelawar yang menghuni guagua karst di wilayah Indonesia. Sebagai
hewan Trogloxene kelelawar memiliki peran penting dalam perputaran energi di dalam
gua karena menghasilkan guano yang merupakan sumber energi bagi hewan kecil
(Sridhar dkk., 2006).
Di Jawa Timur terdapat beberapa daerah karst seperti di Tuban, Gresik dan
Bojonegoro yang termasuk dalam zona Rembang dan zona Kendeng (Bemmelen,
1949). Kawasan Karst Dander, Bojonegoro secara umum tersusun atas batuan kapur
yang membentuk gua. Terdapat tiga gua, yaitu Gua Sumur, Gua Lawa dan Gua
Cumpleng. Hasil survei yang dilakukan pada bulan Maret 2012 di tiga gua tersebut
menunjukkan bahwa Gua Lawa merupakan sarang kelelawar. Gua lawa memiliki
kekayaan hayati yang lebih dibanding Gua Sumur dan Gua Cumpleng karena terdapat
Guano yang dihasilkan oleh kelelawar dan Guano tersebut sering diambil dan dijadikan
pupuk oleh penduduk sekitar. Selain itu, kondisi Gua Lawa masih belum rusak oleh
campur tangan manusia seperti yang terjadi pada Gua Sumur dan Gua Cumpleng.

3
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rahmadi dan Wiantoro (2008) di
Kawasan Karst Tuban diperoleh 13 spesies Chiroptera dari enam famili seperti
Hipposideridae, Emballonuridae, Rhinolophidae, Vespertilionidae, Nicteridae dan
Pteropodidae. Saat ini penelitian tentang Chiroptera di daerah Bojonegoro belum
pernah dilakukan padahal potensi Kawasan Karst sangat mendukung kehidupan
Chiroptera. Berdasarkan latar belakang tersebut, salah satu penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi kekayaan jenis Chiroptera di Gua Lawa di Kawasan Karst
Dander Bojonegoro.

2.2 Bahan dan Metode


Penelitian ini dilakukan pada bulan FebruariMaret 2013 di kawasan Gua Lawa
karst Dander Bojonegoro. Alat-alat yang diperlukan ialah mistnet berukuran 3x10 m,
penggaris, kamera digital dan kantung blacu. Bahan yang diperlukan ialah kloroform,
formalin 8% dan alkohol 80%.
Pengambilan data dilakukan sebanyak tiga kali pada Februari-Maret 2013
dengan interval 15 hari. Pencuplikan kelelawar dilakukan dengan metode trapping
menggunakan mistnet. Mistnet sebanyak 8 buah dipasang di sekitar mulut gua dengan
jarak ± 50 meter. Setiap mistnet memiliki tinggi 3 meter dan lebar 10 meter.
Pemasangan mistnet dilakukan pada sore hari pukul 17.00 WIB. Pengecekan pada
malam hari sekitar pukul 19.00-22.00 WIB dan penutupan mistnet dilakukan pada
pukul 06.00 WIB (Nurhariyanto dkk, 2010). Kelelawar yang tersangkut mistnet
dimasukkan ke dalam kantung blacu dan selanjutnya dimasukkan ke dalam kantung
plastik yang telah diberi kapas berkloroform supaya tidak sadar. Kemudian dilakukan
pengukuran morfologi dengan penggaris. Selanjutnya kelelawar direndam dalam
formalin 8% selama 12 jam kemudian dipindah ke dalam alkohol 80% (Suyanto, 2001).
Identifikasi jenis dilakukan berdasarkan Suyanto (2001).

2.3 Hasil
Hasil penelitian di kawasan Gua Lawa karst Dander Bojonegoro diperoleh lima
jenis kelelawar. Hasil identifikasi berdasarkan karakteristik morfologi menggunakan
kunci identifikasi (Suyanto, 2001), kelelawar yang diperoleh teridentifikasi masuk ke
dalam dua subordo, lima famili, lima genus dan lima spesies (Tabel 1). Karakteristik
morfologi berdasarkan ukuran tubuh dan ciri tubuh dari tiap jenis kelelawar yang telah
ditemukan di Kawasan Gua Lawa Karst Dander Bojonegoro dijelaskan pada Tabel 2
dan Tabel 3 dengan format penulisan dan keterangan mengacu pada Suyanto (2001).

4
Tabel 1. Jenis-jenis kelelawar yang ditemukan di kawasan Gua Lawa karst
Dander
No Subordo Famili Genus Nama spesies Kode
jenis
1. megachiroptera Pteropodidae Rousettus Rousettus A
amplexicaudatus
2. Hipposideridae Hipposideros Hipposideros B
larvatus
3. microchiroptera Vespertilionidae Pipistrelus Pipistrellus C
javanicus
4. Rhinolophidae Rhinolophus Rhinolophus D
pusillus
5. Megadermatidae Megaderma Megaderma E
spasma

Tabel 2. Ukuran tubuh spesies kelelawar


JENIS Ukuran bagian tubuh (mm)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Rousettus 78 35 65 25 13 10 17 44 6
Hipposideros 97 20 55 20 10 27 20 21 1
Pipistrellus 80 15 35 13 2 25 11 6 0,5
Rhinolophus 54 15 36 15 7 15 15 5 0,5
Megaderma 95 40 58 32 17 0 35 27 2

Keterangan: 1 = Panjang tubuh, 2 = Ruas jari terakhir, 3 = Lengan Bawah (LB),


4 = Tibia (Tb), 5 = Kaki Belakang (KB), 6 = Ekor (E), 7 = Telinga (T), 8 = Berat (B)
(dalam gram), 9 = Mata

5
Jenis Ciri
10 11 12 13 14
Rousettus + 0 0 0 0
Hipposideros 0 + + 0 +
Pipistrellus 0 0 + 0 0
Rhinolophus 0 + + + 0
Megaderma 0 + + 0 0

Keterangan: 10 = Cakar pada jari kedua, 11 = struktur mirip daun pada wajah,
12 = tragus atau antitragus pada telinga, 13 = sella, 14 = sekat vertikal pada daun hidung
belakang. Tanda + artinya ‘ada’ dan 0 artinya ‘tidak ada’
Sampel yang diperoleh diidentifikasi berdasarkan ciri morfologi keseluruhan
dan khusus. Morfologi keseluruhan meliputi ukuran tubuh dan berat tubuh. Morfologi
khusus meliputi adanya tragus atau antitragus pada telinga, bentukan kulit yang
menyerupai daun pada hidung ,wajah, cakar pada jari kedua, bentuk ekor dan selaput
kulit antarpaha.

2.4 Pembahasan
Hasil penelitian yang telah dilakukan di kawasan Gua Lawa karst Dander
Bojonegoro mendapatkan lima jenis Kelelawar yang masuk ke dalam dua subordo, lima
famili dan lima genus. Subordo Megachiroptera memiliki ciri khusus, yaitu terdapat
cakar pada jari kedua, telinga tidak memiliki tragus/antitragus, hidung tidak memiliki
bentukan seperti daun yang terdiri atas Rousettus amplexicaudatus (Pteropodidae),
subordo Microchiroptera memiliki ciri khusus yaitu tidak memiliki cakar pada jari
kedua, telinga terdapat tragus/antitragus, terdapat bentukan seperti daun pada hidung
dan wajah, memiliki selaput kulit antarpaha yang tumbuh dengan baik yang terdiri atas
empat jenis yang masuk ke dalam empat famili dan empat genus yaitu Hipposideros
larvatus (Hipposideridae), Pipistrellus javanicus (Vespertilionidae), Rhinolophus
pusillus (Rhinolophidae) dan Megaderma spasma (Megadermatidae).
Deskripsi dari ke lima jenis kelelawar yang ditemukan berdasarkan Tabel, 2, 3
dan 4 dijelaskan sebagai berikut:
1. Rousettus amplexicaudatus mempunyai ciri morfologi kelelawar pemakan buah atau
famili Pteropodidae yang membedakan dengan anggota famili lain adalah terdapat
cakar pada jari kedua dan mempunyai ukuran mata rata-rata 6 mm, telinga sederhana

6
tanpa adanya tragus atau antitragus, hidung tidak memiliki bentukan seperti daun, ekor
10 mm dan selaput kulit antarpaha sempit, gigi seri atas empat buah, geraham atas
berjumlah lima buah merupakan ciri anggota genus Rousettus amplexicaudatus;
panjang tubuh 78 mm, ruas jari terakhir 35 mm, LB 62 mm, Tb 25 mm, KB 13 mm, E
10 mm, T 17 mm, Berat 44 gram merupakan ciri jenis Rousettus amplexicaudatus. Hal
ini sesuai dengan pernyatan Payne et al, (2000) bahwa R. amplexicaudatus mempunyai
mata relatif besar, telinga relatif kecil dan sederhana.
2. Hipposederos larvatus memiliki morfologi tubuh bagian atas berwarna coklat abu-
abu tua, telinga terdapat antitragus, ciri utama anggota Hipposideridae adalah terdapat
struktur mirip daun pada hidung dan wajah yang berbentuk seperti ladam kuda,
memiliki ekor yang terbenam seluruhnya dalam selaput kulit antarpaha, telinga
memiliki antitragus pendek, tidak memiliki cakar pada jari kedua, telinga tidak
bersambung di atas kepala anggota Hipposideros. Ukuran tubuh ratarata LB 55 mm, Tb
20 mm, E 27 mm, T 20 mm ciri jenis Hipposideros larvatus. Hasil pengamatan sesuai
dengan Suyanto (2001) yang menyebutkan ciri morfologi H. larvatus memiliki tragus
atauu antitragus pada telinga, tonjolan geraham runcing, memiliki ekor, daun hidung
belakang berupa kantung terbuka yang bersekat-sekat, biasanya dua sekat yang
memisahkan tiga kantung (Hipposideros); LB 53,2-62,1, TB 18,4-24,9, T 18,6 yang
merupakan ciri Hipposideros larvatus.
3. Pipistrellus javanicus memiliki morfologi tubuh coklat tua, memiliki ekor seperti
huruf V yang seluruhnya terselubung oleh selaput kulit antarpaha yang merupakan ciri
khusus anggota famili Vespertilionidae, telinga terlihat kompleksdengan adanya tragus,
hidung sederhana tanpa adanya lekuk memanjang di wajah, telinga kanan dan kiri
terpisah, memiliki penis dengan panjang 10 mm. ukuran bagian tubuh LB 35 mm
merupakan ciri anggota Pipistrellus; Tb 13 mm, KB2 mm, E 25 mm, T 11 mm
(Pipistrellus javanicus). Ukuran tubuh ini sesuai dengan pernyataan Suyanto (2001),
LB 31,7-36 mm, Tb 12-14 mm, namun untuk ukuran E tidak sesuai karena Suyanto
(2001) menyebutkan E 34-41 mm dan T 12 mm. Ukuran T sesuai dengan pernyataan
Payne et al. (2000) yang menyebutkan ukuran T 11 mm.
4. Rhinolophus pusillus memiliki morfologi tubuh bagian atas coklat muda dengan
bagian bawah tubuh lebih terang. Ciri tubuh anggota Rhinolophidae yang membedakan
dari anggota famili lainnya adalah terdapat bentukan seperti daun pada hidung dan
wajah dengan adanya sella. Hanya terdapat satu genus di Indonesia, yaitu Rhinolophus,
tidak memiliki cakar pada jari kedua, ekor sepenuhnya terselubung dalam selaput kulit

7
antarpaha, memiliki daun hidung yang terdapat taju penghubung yang agak meruncing,
telinga kanan dan kiri terpisah, Ukuran tubuh LB 36 mm, Tb 15 mm, KB 7 mm, E 15
mm, T 15 mm ciri jenis Rhinolophus pusillis. Hasil pengamatan tersebut sesuai dengan
pernyataan Suyanto (2001) ciri morfologi R. Pusillus, yaitu memiliki daun hidung yang
bagian belakang tumbuh membentuk segitiga/lanset, taju penghubung rucing, LB 36-
40,8 mm, Tb 16,2 – 17 mm, E 13-21,4 mm, T 12,5-16,6 mm.
5. Megaderma spasma memiliki morfologi tubuh berwarna coklat abu-abu. Ciri anggota
famili Megadermatidae yaitu memiliki bentukan bentukan seperti daun pada bagian
hidung dan wajah, memiliki daun telinga yang bersambung di atas kepala dengan tragus
panjang, tidak memiliki ekor namun selaput kulit antar paha tumbuh dengan baik, tidak
memiliki cakar pada jari kedua, ukuran tubuh LB 58 mm, Tb 32 mm, KB 17 mm, T 35
mm. Hasil pengamatan sesuai dengan pernyataan Suyanto (2001) yang menyebutkan
ciri morfologi M. spasma memiliki tragus atau antutragus, tonjolan geraham runcing,
tidak memiliki ekor, selaput antarpaha tumbuh baik, telinga bersambung tepat di atas
kepala. Di Indonesia famili Megadermatidae hanya memiliki satu genus yaitu
Megaderma dengan anggota hanya satu jenis yaitu Megaderma spasma.
Rahmadi dan Wiantoro (2008) yang melakukan penelitian di kawasan karst
Tuban mendapatkan enam famili kelelawar, yaitu Hipposideridae, Emballonuridae,
Rhinolophidae, Vespertilionidae, Nicteridae dan Pteropodidae. Hasil penelitian di
kawasan karst Dander Bojonegoro tidak mendapati famili Embalonuridae dan
Nicteridae seperti yang ditemukan di kawasan karst Tuban, namun mendapatkan
anggota famili Megadermatidae. Perbedaan jenis ini diduga karena keadaan gua karst
Dander memiliki panjang lorong ± 25 m, sedangkan gua di kawasan karst Tuban (Gua
Ngerong) memiliki panjang lorong ± 1800 m (Rahmadi, 2002). Panjang lorong yang
hanya ± 25 m mengakibatkan kompetisi dan ketersediaan sarang yang terbatas sehingga
berpengaruh terhadap keanekaragaman kelelawar di kawasan karst Dander
Bojonegoro.
Menurut Winkelmann et al dalam Wijayanti (2011) Faktor lain yang
memengaruhi keanekaragaman jenis kelelawar adalah struktur fisik habitat, iklim
mikro habitat, ketersediaan pakan dan sumber air, keamanan dari predator, kompetisi,
ketersediaan sarang. Keadaan lingkungan sekitar kawasan karst Dander terdiri atas
hutan, ladang dan sawah merupakan habitat bagi serangga yang menjadi sumber
makanan bagi kelelawar sehingga memengaruhi keberadaan jenis-jenis kelelawar.

8
Lima Jenis kelelawar yang ditemukan di kawasan Gua lawa karst Dander
Bojonegoro berdasarkan Red list IUCN (The International Union for Concervation of
Nature) versi 3.1 (IUCN 2012) status konservasi lima jenis kelelawar tersebut termasuk
dalam kategori least concern, karena menurut IUCN jenis-jenis kelelawar tersebut
memiliki toleransi habitat yang cukup baik sehingga mampu bertahan hidup di berbagai
tempat dan diperkirakan jumlahnya tidak mengalami penurunan yang cepat ditinjau
dari sudut pandang distribusi yang luas.

9
BAB III

TAKSONOMI TUMBUHAN

3.1 Taksonomi dan Morfologi Kelor


Kelor (Moringa oleifera Lamk.) merupakan tanaman yang berasal dari dataran
sepanjang sub Himalaya yaitu India, Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan. Kelor
termasuk jenis tumbuhan perdu berumur panjang berupa semak atau pohon dengan
ketinggian 7-12 meter. Batangnya berkayu (lignosus), tegak, berwarna putih kotor,
berkulit tipis dan mudah patah. Cabangnya jarang dengan arah percabangan tegak atau
miring serta cenderung tumbuh lurus dan memanjang (Tilong, 2012).

Daun kelor (Gambar 1.) berbentuk bulat telur, bersirip tak sempurna, beranak
daun gasal, tersususun majemuk dalam satu tangkai, dan hanya sebesar ujung jari.
Helaian daun kelor berwarna hijau, ujung daun tumpul, pangkal daun membulat, tepi
daun rata, susunan pertulangan menyirip serta memiliki ukuran 1-2 cm (Yulianti,
2008). Bunga kelor muncul di ketiak daun, beraroma khas dan berwarna putih
kekuning-kuningan. Buah kelor berbentuk segitiga, dengan panjang sekitar 20-60 cm
dan berwarna hijau. Kelor berakar tunggang, berwarna putih, berbentuk seperti lobak,
berbau tajam dan berasa pedas (Tilong, 2012).

daun kelor

buah kelor

bunga kelor

Penanaman kelor di Indonesia tersebar di seluruh daerah, mulai dari Aceh


hingga Meurauke. Oleh karena itu, tanaman kelor dikenal berbagai daerah, seperti
murong (Aceh), munggai (Sumatera Barat), kilor (Lampung), kelor (Jawa Barat
dan Jawa Tengah), marongghi (Madura), kiloro (Bugis), parongge (Bima), kawona
(Sumba), dan kelo (Ternate) (Mardiana, 2013). Menurut Tilong (2012), kedudukan
taksonomi tanaman kelor seperti tercantum pada Tabel 1.

10
Tabel 1. Kedudukan Taksonomi Tanaman Kelor

Kerajaan Plantae
Sub kerajaan Tracheobionta
Superdivisi Spermatophyta
Divisi Magnoliophyta
Kelas Magnoliopsida
Subkelas Dilleniidae
Bangsa Capparales
Suku Moringaceae
Genus Moringa
Spesies Moringa oleifera Lamk.

3.2 Keragaman Karakter


1) Bentuk pohon kelor
Dari hasil pengamatan bentuk pohon kelor ditemukan tiga bentuk yaitu tegak
lurus, menyebar, dan terkulai.

2) Bentuk dan warna permukaan batang


Dari hasil pengamatan bentuk permukaan batang menunjukkan adanya
keragaman. Keragaman yang ditemukan yaitu, bentuk permukaan batang bergaris,
berkutil, dan bercak. Warna batang yang ditemukan ada empat karakter warna yaitu,
warna abu-abu, putih, coklat susu, dan hijau.

3) Bentuk daun
Daun kelor biasanya berbentuk bulat telur dengan tepi daun rata dan ukurannya
kecil-kecil bersusun majemuk dalam satu tangkai (Kleden, Soetanto, Kusmartono, dan
Kuswanto.2017). bentuk daun primer yaitu, oval, oblong , dan oval oblong. Bentuk
ujung daun dan pangkal daun tanaman kelor bervariasi. Bentuk ujung ada 3 yaitu,
tumpul, runcing dan berlekuk.kemudian bentuk pangkal daun ada 3 yaitu, tumpul,
membulat dan runcing.

4) Warna daun
Warna daun menurut deskripsi dari Santhoshkumar (2013) menyatakan bahwa
warna daun ada 2 yaitu, hijau tua dan hijau pucat. Warna daun sebenarnya adalah hijau
tua, hijau muda, hijau kekuningan dan tergantung dari umur tanaman kelor itu sendiri.
Warna Rakhis ada 4 ragam yaitu, warna rachis hijau, merah, hijau kemerahan, hijau
kekuningan.

11
5) Buah dan biji
Karakter buah dan biji keseluruhan hanya 5 pohon yang ditemukan berbuah
pada buah segitiga dimiliki oleh BSGB1, BSGB2,BSGB7, LLB12. Dan bentuk buah
membulat dimiliki oleh LLB11.

3.3 Jarak genetik


Jarak genetic pada 62 aksesi tanaman kelor keseluruhan yang berdasarkan
kemiripan yaitu sangt mirip, terbagi menjadi 8 kelompokdenngan koefisiensi berkisar
72-99% sehingga menunjukkan variasi pada aksesi-aksesi yang diamati.
Pengelompokan tersebut tidak berdasarkan kultivar maupun lingkungan tumbuh yang
sama melainkan adanya kesamaan pada karakter morfologiyang digunakan pada
analisis (Farooq et.,al, 2012).

12
BAB IV

KESIMPULAN

Kelelawar yang ditemukan di kawasan Gua Lawa karst Dander Bojonegoro sebanyak
lima jenis masuk ke dalam dua subordo, lima famili, dan lima genus. Lima spesies tersebut
adalah 1 jenis subordo Megachiroptera terdiri atas Rousettus amplexicaudatus dan 4 jenis dari
Microchiroptera yang terdiri atas Hipposideros larvatus , pipistrellus javanicus , Rhinolophus
pusillus , dan Megaderma spasma.
Tanaman kelor banyak dijumpai di Indonesia dan memiliki antioksidan tinggi untuk
tubuh. Tanaman ini bias tumbuh di berbagai iklim dan di beberapa daerah biasanya diolah
untuk dikonsumsi.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Bemmelen RW Van, 1949. The Geology of Indonesia. Martinus Nijhoff, The Hague:
1-732
2. [IUCN] The International Union for Concervation of Nature Spesies Survival
Commission. 2012. IUCN Red List Catagories and Criteria. Version 3.1. IUCN.
Switzerland. Akses melalui www.iucnredlist.org pada 18 April 2013.
3. Nowak L, 1983. Walker’s Mammals of the World, Vol.1. Baltimore and London: John
Hopkins University Press.
4. Nurcahyani N, 2008. Keanekaragaman Jenis Kelelawar di Kawasan TamanNasional
Bukit Barisan Selatan, Lampung. Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat, Unila.
5. Nurhariyanto dkk, 2010. Pedoman Survey Cepat Keanekaragaman Hayati. Trees in
Multi-Use Landscape in Southeast Asia (TUL-SEA).
6. Payne J, Charles MF, KarenP dan Sri NK, 2000. Mamalia di Kalimantan, Sabah,
Serawak & Brunei Darussalam. The Sabah Society, Malaysia.
7. Rahmadi Cahyo, 2002. Keanekaragaman Fauna Gua, Gua Ngerong, Tuban, Jawa
Timur. Jurnal Fauna Tropika Vol 29: 19-27. Rahmadi Cahyo, 2007. Ekosistem Karst
dan Gua. Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong.
8. Rahmadi Cahyo, Sigit Wiantoro, 2008. Fauna Gua Tuban Di Tengah Krisis
Keanekaragaman Hayati dan Ancaman Kelestarian. Bidang Zoologi Pusat Penelitian
Biologi LIPI Cibinong.
9. Sridhar KR, KM Ashwini, S Seena, KS Sreepada, 2006. Manure Qualities Of Guano
Of Insectivorous Cave Bat. Tropical and Subtropical Agroecosystems Vol (6):103 –
110.
10. Suyanto A, 2001. Kelelawar di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi
LIPI. Bogor.
11. Traister RJ, 1983. Cave Exploring. Tab book inc. USA.
12. Wijayanti Fahma, 2011. Ekologi, Relung Pakan, dan Strategi Adaptasi Kelelawar
Penghuni Gua di Karst Gombong Kebumen Jawa Tengah. Disertasi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
13. Kleden, M. M., H. Soetanto, Kusmartono and Kuswanto. 2017. Genetik Diversity
Evaluation of Moringa oleifera, Lam from East Flores Regency Using Marker Random

14
Amplified Polymorphic DNA (RAPD) and its Relationship to Chemical Composition
and in Vitro Das Prodction. Faculty of Animal Husbandry, University of Brawijaya jl.
Veteran Malang 65145 East Java Indonesia Faculty of Agriculture, University of
Brawijaya, Malang, Indonesia Faculty of Animal Husbandry, University of Nusa
Cendana, Kupang, East Nusa Tenggara, Indonesia. Corresponding author E-mail:
mkleden21@gmail.com. AGRIVITA Journal of Agricultural Science. 2017. 39(2):
219-231
14. Santhoskumar, D. R. Choudury. J. Bharadwaja, V. Gupta. 2013. Minimal Descriptors
for Drumstik (Moringa oleifera Lam) – an Underulitilized Vegetable Crop. Devision of
Plant Genetic Resources, Indian Agriculture Research Institute, New Delhi-110 012.
National Bereau of Plant Genetic Resources, Pusa Campus, New Delhi110 012. Journal
Vegetos. 26(2): 335-343 (2013).
15. Farooq, F. Meenu R., Avinash T., Arif, A. K. and Farooq. S. 2012. Medicinal Properties
of Moringaoleifera: An overviev of promosing healer. School of Studies in Botany,
Jiwaji University, Gwalior-474001 (MP), India. Life Sciense Department, Vijayareje
Institute of Science and Management, Turari, NH 75.Gwalior (MP), India. Department
of Pharmaceutics, College of Pharmacy, P. O. Box 2457, King Saud University, Riyadh
11451, Saudi Arabia. School of Studies in Biotechnology, Jiwaji University, Gwalior-
474001 (MP), India. Journal of Medicinal Plants Research 6 (27), 4368-4374.
16. http://protan.studentjournal.ub.ac.id/index.php/protan/article/download/1012/1030
17. https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/lenterabio/article/viewFile/2586/1551
18. http://digilib.unila.ac.id/14566/3/bab%202.pdf
19. http://e-journal.uajy.ac.id/12533/3/BL013962.pdf

15
LAMPIRAN

16
17
18

Anda mungkin juga menyukai