Disusun Oleh:
Kelas M03
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
1. PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui klasifikasi dari ubur-ubur Aurelia sp.
1
2. Mengetahui sebaran dan ekologi ubur-ubur Aurelia sp.
3. Mengetahui interaksi Aurelia aurita dengan komponen abiotic.
4. Mengetahui interaksi Aurelia aurita dengan organisme lain.
5. Mengetahui cara Aurelia aurita mendapatkan makanan.
6. Mengetahui siklus hidup dari ubur-ubur Aurelia aurita.
7. Mengetahui peranan Aurelia aurita.
8. Mengetahui manfaat Aurelia aurita.
2
2. PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi
3
Cnidaria mempunyai rongga gastrovaskuler untuk pencernaan. Sistem
pernapasan dengan cara difusi (seluruh permukaan tubuh), kecuali Anthozoa dan
Sifonoglia. Sistem saraf nya melalui proses difusi (baur). Cnidaria Mengalami
siklus hidup (metagenesis). Dalam siklus hidupnya pada umumnya Coelentarata
mempunyai dua bentuk tubuh, yaitu Polip dan Medusa. Polip adalah
bentuk Coelentarata yang menempel pada tempat hidupnya. Tubuh berbentuk
silindris, bagian proximal melekat dan bagian distal mempunyai mulut yang
dikelilingi tentakel. Polip yang membentuk koloni memiliki beberapa macam bentuk
(polimorfisme). Misalnya : polip untuk pembiakan yang menghasilkan medusa
(gonozoid) dan polip untuk makan yakni gastrozoid. Medusa adalah bentuk ubur-
ubur seperti payung/parasut atau seperti lonceng yang dapat berenang bebas.
Aurelia aurita merupakan anggota filum Coelenterata, kelas Scyphozoa.
Mempunyai bentuk seperti mangkuk dan dikenal sebagai Jelly Fish. Hidup di laut
secara planktonik, melayang pada badan air. Hewan ini memiliki lapisan mesoglea
yang tebal dan dapat digunakan sebagai sumber nutrisi. 90% tubuh ubur-ubur
terdiri dari air. Ubur-ubur dapat hidup di hampir segala iklim, dan sebagian besar
berbahaya bagi makhluk lainnya. Ubur-ubur memiliki struktur yang tembus
pandang dan tentakel (organ menyerupai belalai) yang berjuntai dari bagian
bawah tubuhnya.
4
A.aurita ditemukan diperairan dangkal didaerah perairan tropic dan perairan
hangat seperti di perairan Yunani, Mediterania, dan Indonesia (Hale, 1999 ;
Frangou et al 2006 dalam Dian Saptarini).
5
mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan A. aurita pada keadaan yang
berbeda. Di Skagerrat dan Baltik Selatan, pertumbuhan A. aurita terbagi
kedalam 3 fase : 1) A. aurita berhabitat di laut dalam sebagai ephyrae tanpa
jaring pertumbuhan untuk beberapa bulan. 2) Pada musim semi,
pertumbuhan eksponensial dimulai dan medusa terus berkembang. 3)
Pertumbuhan optimal terjadi pada musim panas dan rata-rata ukuran akhir
medusa tercapai (Moller, 1980). Daerah pesisir sebelah utara, ditandai
dengan fluktuasi musiman yang besar pada suhu air permukaan sekitar 00C
dimusim dingin, sampai sekitar 200 dimusim panas.
Moller (1980) mengemukakan bahwa awal pertumbuhan mungkin
tergantung suhu air pada musim semi. Karena suhu mempengaruhi
peningkatan copepoda, dan berimbas pada pertumbuhan medusa. Dengan
demikian terjadi perubahan yang berlangsung dari tahun ke tahun dalam
menanggapi variasi suhu antar tahun. Berdasarkan pengamatan lapangan
terhadap A. aurita oleh Kiel Bight, Schneider & Behrends, 1994) menjelaskan
kelimpahan medusa dan kompetisi untuk mendapatkan makanan menjadi
faktor utama yang mengatur ukuran akhir dari medusa dan suhu
mempengaruhi beberapa variasi. Namun tidak banyak penelitian yang
menjelaskan pengaruh suhu terhadap fase pertumbuhan A. aurita.
3. Salinitas (Kadar Garam)
Bertambah atau berkurangnya kadar garam juga berpengaruh terhadap
respirasi, atau konsumsi oksigen. Medusa dapat mengontrol jumlah garam
yang masuk ke dalam dan keluar dari tubuhnya bersama air laut, sehingga
kadar garam yang masuk seimbang dengan kadar garam perairan di
sekitarnya, walaupun komposisi senyawanya berbeda. Macallum (dalam
Hyman 1940) menemukan jumlah kalium, magnesium dan natrium di dalam
tubuh Aurelia aurita , dimana jumlah kalium lebih tinggi dan natrium serta
magnesium lebih rendah dari yang terkandung dalam air laut di sekitarnya.
Dengan demikian ia berkesimpulan bahwa senyawa kimia tersebut telah ada
dari mulanya didalam tubuh medusa, dan tidak terpengaruh oleh perubahan
salinitas air laut.
4. Derajat Keasaman (pH)
Perubahan derajat keasaman (pH) dapat ditolerir oleh medusa, pH air
laut berkisar antara 8,0 – 8,2. Bertambah atau berkurangnya keasaman air
laut mula-mula dapat mempercepat kontraksi payung. Tetapi lama kelamaan
6
kontraksinya akan melemah dan akhirnya akan berhenti sama sekali. Thill
(dalam Hyman 1940) mengatakan bahwa melemahnya kontraksi terjadi bila
pH kurang dari 7,2 atau lebih dari 9,5.
7
Di sisi lain, adanya aktifitas manusia berupa overfishing, pencemaran akibat
eutrofikasi ataupun limbah industri dan juga aktifitas penyebrangan di pesisir timur
Surabaya dapat mempengaruhi kelimpahan Scyphomedusae (Purcell et al, 2007).
Pantai Timur Surabaya yang merupakan bagian besar dari daerah sampling pada
penelitian ini diketahui telah tercemar logam berat merkuri (Hg) dan Tembaga (Cu)
(Arisandi, 2002). Toksisitas pada cemaran tersebut dapat mengakibatkan
penghambatan pertumbuhan hingga kematian pada organisme pesisir, termasuk
scyphomedusae (Matthiesen & Law, 2002).
Masukan nutrien dari aliran sungai, limbah pupuk dari tambak dan juga hasil
penguraian bahan organik dari mangrove ke dalam perairan pesisir timur
Surabaya dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi. Eutrofikasi menyebabkan
perubahan yang komplek pada jarring makanan terkait dengan penurunan ukuran
tubuh zooplanlton akibat eutrrofikasi sehingga kemudian mempengaruhi
organisme pada tingkat tropik diatasnya, yakni scyphomedusae (Purcell et al,
2007).
oper
ne
cni
nucle
8
Pencernaan dilakukan secara ekstraseluler dengan mensekresi enzim
semacam tripsin untuk mencerna protein oleh sel kelenjar enzim pada
gastrodermis. Makanan akan hancur menjadi partikel-partikel kecil seperti bubur
dan dengan gerakan flagela diaduk secara merata. Sel otot pencerna mempunyai
pseudopodia untuk menangkap dan menelan partikel makanan, dan pencernaan
dilanjutkan secara intraseluler. Hasil pencernaan didistribusikan ke seluruh tubuh
secara difusi. Cadangan makanan berupa lemak dan glikogen.
9
mulai menangkap makanan dan tumbuh sampai mencapai panjang ± 12
mm. Kemudian terbentuklah polip yang bersusun dan antara yang satu dengan
yang lainnya mulai memisahkan diri mulai dari polip yang paling atas. Peristiwa ini
disebut strobilasi,dan medusa yang terbentuk disebut strobila. Tentakel strobila
akan memendek dan bentuk ini disebut ephyra. Ephyra mempunyai delapan
lekukan pada tepi payungnya dan masing-masing lekukan dengan satu lappet.
Ephyra akan berenang bebas dan selanjutnya tumbuh menjadi ubur-ubur dewasa.
2.8 Manfaat
Ubur-ubur dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembuatan makanan dan
industri. Umumnya ubur-ubur dianggap binatang beracun, namun ada beberapa
jenis yang dapat dikonsumsi misalnya ubur-ubur pantai (Aurelia sp.). Aurelia aurita
juga memiliki kandungan MgO yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber material
baku keramik tahan api (Rahmah dan Zakaria, 2017).
10
Ubur – ubur juga dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang bernilai tinggi,
dengan rasa yang enak dan tidak berbau anyir. Ubur-ubur juga memiliki potensi
lain yaitu sebagai bahan untuk membuat keramik karena mengandung MgO. Ubur
– ubur jenis tertentu bermanfaat dan dipercaya mempunyai khasiat dalam
penyembuhan penyakit seperti antritis, hipertensi, dan nyeri punggung
(Sulistyowibowo, et al., 2013).
11
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aurelia aurita mempunyai pengaruh yang kuat dan signifikan pada
struktur komunitas plankton. Menurut penelitian Kiel Bight, Moller (1980)
menyampaikan bahwa A. aurita adalah predator utama dan pemakan
ikan-ikan yang berukuran kecil (larval fish) (Niels Jorn, 1994).
Adanya interaksi antara A. aurita dengan komponen abiotic, diantaranya:
a) Kecepatan arus air
b) Suhu dan intensitas cahaya matahari
c) Salinitas (kadar garam)
d) Derajat keasaman (pH)
Adanya interaksi A. aurita dengan organisme laut lainnya yang terjadi
begitu alami, namun saat terjadi peningkatan jumlah Aurelia aurita
menyebabkan terjadinya invasi A. aurita. Invasi adalah peningkatan
jumlah populasi A. aurita yang disebabkan oleh beberapa faktor.
Aurelia aurita berperan sebagai tactile predator, yakni organisme yang
memangsa dengan menggunakan nematosit untuk merasakan
keberadaan mangsanya ketika disentuh (Albert, 2011), scyphomedusae
yang tidak bersimbiosisi dengan zooxhantellae tidak bergantung
terhadap cahaya untuk mencari mangsa (Arai, 1997 dalam Hale, 1999).
A. aurita diduga memiliki kandungan nilai gizi yang cukup tinggi, yaitu
meliputi protein, asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral.
3.2 Saran
Makalah yang disusun masih kurang lengkap,karena keterbatasan informasi
yang penulis dapatkan. Oleh karena itu, bagi penulis berikutnya yang ingin menulis
tentang A. aurita agar dapat melengkapinya, baik dari materi maupun gambarnya,
sehingga informasi tentang hewan invertebrate A. aurita dapat lebih lengkap lagi.
12
DAFTAR PUSTAKA
13
Sulistyowibowo, W., T. A. Zaharah, N. Idiawati dan Warsidah. 2013. Analisis asam
amino dan mineral essensial pada ubur – ubur (Aurelia aurita). JKK.
2(2):101-106.
14