Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH BIOLOGI LAUT


“UBUR-UBUR (Aurelia aurita)”

Disusun Oleh:

1. Muhamad Alfian (175080100111003)


2. M. Zam Zami (175080100111014)
3. Novi Antika (175080100111022)
4. Ryan Nugraha (175080101111014)
5. Muhammad Yosvia A F (175080101111031)

Kelas M03

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala,


karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Ubur-Ubur (Aurelia aurita)”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata
kuliah Biologi Laut.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan
ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Malang, 5 Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................... 1
2. PEMBAHASAN ............................................................................................. 3
2.1 Klasifikasi .............................................................................................. 3
2.2 Ekologi dan Sebaran Aurelia aurita........................................................ 4
2.3 Interaksi Aurelia aurita Dengan Komponen Abiotik ................................ 5
2.4 Interaksi Aurelia aurita dengan Organisme Lain. ................................... 7
2.5 Cara Aurelia aurita Mendapatkan Makanan ........................................... 8
2.6 Siklus Hidup .......................................................................................... 9
2.7 Peranan Aurelia aurita ......................................................................... 10
2.8 Manfaat ............................................................................................... 10
3. PENUTUP .................................................................................................. 12
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 12
3.2 Saran ................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 13

ii
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang memiliki laut yang sangat luas. Perairan
Indonesia memiliki luas lebih dari 81.000 km. Secara umum perairan Indonesia
dihuni oleh tiga ekosistem yaitu ekosistem bakau, lamun dan terumbu karang.
Sebagian besar merupakan perairan dangkal yang sangat potensial bagi berbagai
jenis porifera yang hidup didalamnya. Cnidaria adalah filum hewan yang memiliki
tubuh sangat sederhana. Kata cnidaria berasal dari kata cnido yang berarti
penyengat, karena sesuai dengan cirinya yang memiliki sel penyengat. Sel
penyengat terletak pada tantakel yang terdapat disekitar mulutnya.
Ubur-ubur ini dicirikan dengan adanya sel-sel penyengat yang disebut
nematosis (nematocyst) yang mengandung racun. Sebagian besar tubuh ubur-
ubur terdiri dari air (sekitar 95-99%) yang membuat daya apungnya (buoyancy)
sangat cocok untuk hidup melayang dalam laut. Tentakelnya relatif panjang
bahkan pada jenis tertentu bisa mencapai puluhan meter.
Ubur-ubur adalah hewan karnivor yang hidup di laut dan jenisnya amat
beragam, dari yang berukuran kecil hingga berukuran raksasa. Ubur-ubur yang
sangat umum dijumpai di laut adalah dari Kelas Scyphozoa (Scyphomedusae) dan
diperkirakan ada 200 jenis. Masyarakat awam menganggap bahwa padatnya
kandungan ubur-ubur di perairan pantai menyebabkan ketidaknyamanan bagi
mereka yang melakukan aktifitas berenang. Selain itu, banyaknya salpa akan
merupakan pesaing (competitor) ikan dalam memangsa zooplankton jenis lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana klasifikasi dari ubur-ubur Aurelia sp. ?
2. Bagaimana sebaran dan ekologi ubur-ubur Aurelia sp. ?
3. Bagaimana interaksi Aurelia aurita dengan komponen abiotik ?
4. Bagaimana interaksi Aurelia aurita dengan organisme lain ?
5. Bagaimana cara Aurelia aurita mendapatkan makanan ?
6. Bagaimana siklus hidup dari ubur-ubur Aurelia aurita ?
7. Apa peranan Aurelia aurita ?
8. Apa manfaat Aurelia aurita ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui klasifikasi dari ubur-ubur Aurelia sp.

1
2. Mengetahui sebaran dan ekologi ubur-ubur Aurelia sp.
3. Mengetahui interaksi Aurelia aurita dengan komponen abiotic.
4. Mengetahui interaksi Aurelia aurita dengan organisme lain.
5. Mengetahui cara Aurelia aurita mendapatkan makanan.
6. Mengetahui siklus hidup dari ubur-ubur Aurelia aurita.
7. Mengetahui peranan Aurelia aurita.
8. Mengetahui manfaat Aurelia aurita.

2
2. PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi

Menurut Manuputty (1988), klasifikasi ubur-ubur Aurelia spp. adalah:


Filum : Coelenterata
Sub-filum : Medusozoa
Kelas : Scyphozoa
Sub-Kelas : Scyphomedusae
Suku : Ulmaridae
Marga : Aurelia
Jenis : Aurelia spp.
Cnidaria adalah filum hewan yang memiliki tubuh sangat sederhana. Kata
cnidaria berasal dari kata cnido yang berarti penyengat, karena sesuai dengan
cirinya yang memiliki sel penyengat. Sel penyengat terletak pada tantakel yang
terdapat disekitar mulutnya. Terdapat 10.000 spesies coelenterata yang sebagian
besar hidup di laut.
Ciri-ciri umum Cnidaria diantaranya : habitat di laut, kecuali sejenis hydra
hidup di air tawar. Merupakan Hewan bersel banyak (multiseluler). Sruktur tubuh
nya terdiri dari : radial simetris, dipoblastik terdiri ektoderm dan endoderm dan
terdapat rongga (mesoglea) antara lapisan ektoderm dan endoderm. Bentuk tubuh
ada yang menyerupai tabung (polip) dan menyerupai mangkok (medusa). Di atas
tubuh terdapat mulut dan tentakel untuk menangkap mangsa dan bergerak. Pada
lapisan luar ektodermis tentakel terdapat sel racun (knidoblast) atau sel penyengat
(nematosis).

3
Cnidaria mempunyai rongga gastrovaskuler untuk pencernaan. Sistem
pernapasan dengan cara difusi (seluruh permukaan tubuh), kecuali Anthozoa dan
Sifonoglia. Sistem saraf nya melalui proses difusi (baur). Cnidaria Mengalami
siklus hidup (metagenesis). Dalam siklus hidupnya pada umumnya Coelentarata
mempunyai dua bentuk tubuh, yaitu Polip dan Medusa. Polip adalah
bentuk Coelentarata yang menempel pada tempat hidupnya. Tubuh berbentuk
silindris, bagian proximal melekat dan bagian distal mempunyai mulut yang
dikelilingi tentakel. Polip yang membentuk koloni memiliki beberapa macam bentuk
(polimorfisme). Misalnya : polip untuk pembiakan yang menghasilkan medusa
(gonozoid) dan polip untuk makan yakni gastrozoid. Medusa adalah bentuk ubur-
ubur seperti payung/parasut atau seperti lonceng yang dapat berenang bebas.
Aurelia aurita merupakan anggota filum Coelenterata, kelas Scyphozoa.
Mempunyai bentuk seperti mangkuk dan dikenal sebagai Jelly Fish. Hidup di laut
secara planktonik, melayang pada badan air. Hewan ini memiliki lapisan mesoglea
yang tebal dan dapat digunakan sebagai sumber nutrisi. 90% tubuh ubur-ubur
terdiri dari air. Ubur-ubur dapat hidup di hampir segala iklim, dan sebagian besar
berbahaya bagi makhluk lainnya. Ubur-ubur memiliki struktur yang tembus
pandang dan tentakel (organ menyerupai belalai) yang berjuntai dari bagian
bawah tubuhnya.

2.2 Ekologi dan Sebaran Aurelia aurita


Aurelia aurita merupakan salah satu anggota terbesar dari hewan Cnidaria
dan paling mencolok di daerah pelagis (Tahera and Kazmi, 2006). A.aurita
berenang dengan jalan mengemtiang dan mengempiskan payungnya secara
berirama dan dengan interval yang teratur.
Frekuensi berenang tergantung pada ukuran tubuh, kontraksi payung
biasanya 20-30 kali per menit. Mereka berenang pada siang hari, posisi paying
tegak, bergerak mendatar dekat permukaan laut, bahkan sampai kedalaman
kurang lebih 2 meter kemudian secara perlahan muncul lagi ke permukaan
(Passano, 1973).
Aurelia aurita mempunyai pengaruh yang kuat dan signifikan pada struktur
komunitas plankton. Menurut penelitian Kiel Bight, Moller (1980) menyampaikan
bahwa A. aurita adalah predator utama dan pemakan ikan-ikan yang berukuran
kecil (larval fish) (Niels Jorn, 1994).

4
A.aurita ditemukan diperairan dangkal didaerah perairan tropic dan perairan
hangat seperti di perairan Yunani, Mediterania, dan Indonesia (Hale, 1999 ;
Frangou et al 2006 dalam Dian Saptarini).

2.3 Interaksi Aurelia aurita Dengan Komponen Abiotik


1. Kecepatan Arus Air Laut
Perbedaan penyusun komposisi di kedua tipe perairan (dekat garis
pantai dan jauh garis pantai) diduga berkaitan dengan adanya perbedaan
kecepatan arus di perairan titik sampling jauh garis pantai dengan kecepatan
arus di titik sampling dekat garis pantai. Kecepatan arus akan mempengaruhi
pergerakan horizontal Aurelia aurita, yakni disaat arus besar maka A. aurita
akan cenderung bergerak kearah pantai (Ario dkk, 1997).
2. Suhu dan Intensitas Cahaya Matahari
A. aurita cenderung tidak menyukai intensitas cahaya matahari yang
terlalu tinggi atau sebaliknya yang gelap. Mereka muncul ke permukaan pada
waktu pagi atau sore hari, pada waktu siang atau malam gelap mereka
menghilang ke tempat yang lebih dalam. Bila langit berawan mereka lebih
banyak di jumpai di permukaan. Pada keadaan cuaca buruk seperti angin
dan ombak besar, mereka akan menyelam menjauhi permukaan walaupun
pada saat itu keadaan cahaya matahari memungkinkan mereka bergerak di
permukaan seperti biasanya.
Toleransi terhadap temperatur berkisar antara – 0,6° C – 31° C dengan
temperatur optimum 9° C – 19° C. Perubahan temperatur mempengaruhi
kontraksi payung dan juga konsumsi oksigen. Konsumsi oksigen tergantung
pada berat badan masing-masing jenis. Dalam keadaan normal
Oksigen yang dikonsumsi untuk respirasi 0,07 cc per jam untuk specimen
dengan berat 27,5 gr sedangkan berat 87 gr mengkonsumsi 0,17 cc per jam.
Aktitas respirasi akan menurun bila kandungan oksigen berkurang
(Passano,1973).
Suhu air mempunyai pengaruh langsung terhadap reaksi gerak biokimia
di anggota subfillum invertebrate, dengan mengaktifkan sebuah papan
spectrum dari metabolism sel untuk aktifitas organisme tersebut (Kinne,
1970, Marsum et al 1972 dalam Lars Johan Hansson).
Pengaruh suhu untuk gelatin zooplankton ini memberikan informasi
penting tentang perbedaan spesies dengan respect respiration, frekuensi
berenang dan cara menangkap mangsa/ penangkapan mangsa. Suhu

5
mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan A. aurita pada keadaan yang
berbeda. Di Skagerrat dan Baltik Selatan, pertumbuhan A. aurita terbagi
kedalam 3 fase : 1) A. aurita berhabitat di laut dalam sebagai ephyrae tanpa
jaring pertumbuhan untuk beberapa bulan. 2) Pada musim semi,
pertumbuhan eksponensial dimulai dan medusa terus berkembang. 3)
Pertumbuhan optimal terjadi pada musim panas dan rata-rata ukuran akhir
medusa tercapai (Moller, 1980). Daerah pesisir sebelah utara, ditandai
dengan fluktuasi musiman yang besar pada suhu air permukaan sekitar 00C
dimusim dingin, sampai sekitar 200 dimusim panas.
Moller (1980) mengemukakan bahwa awal pertumbuhan mungkin
tergantung suhu air pada musim semi. Karena suhu mempengaruhi
peningkatan copepoda, dan berimbas pada pertumbuhan medusa. Dengan
demikian terjadi perubahan yang berlangsung dari tahun ke tahun dalam
menanggapi variasi suhu antar tahun. Berdasarkan pengamatan lapangan
terhadap A. aurita oleh Kiel Bight, Schneider & Behrends, 1994) menjelaskan
kelimpahan medusa dan kompetisi untuk mendapatkan makanan menjadi
faktor utama yang mengatur ukuran akhir dari medusa dan suhu
mempengaruhi beberapa variasi. Namun tidak banyak penelitian yang
menjelaskan pengaruh suhu terhadap fase pertumbuhan A. aurita.
3. Salinitas (Kadar Garam)
Bertambah atau berkurangnya kadar garam juga berpengaruh terhadap
respirasi, atau konsumsi oksigen. Medusa dapat mengontrol jumlah garam
yang masuk ke dalam dan keluar dari tubuhnya bersama air laut, sehingga
kadar garam yang masuk seimbang dengan kadar garam perairan di
sekitarnya, walaupun komposisi senyawanya berbeda. Macallum (dalam
Hyman 1940) menemukan jumlah kalium, magnesium dan natrium di dalam
tubuh Aurelia aurita , dimana jumlah kalium lebih tinggi dan natrium serta
magnesium lebih rendah dari yang terkandung dalam air laut di sekitarnya.
Dengan demikian ia berkesimpulan bahwa senyawa kimia tersebut telah ada
dari mulanya didalam tubuh medusa, dan tidak terpengaruh oleh perubahan
salinitas air laut.
4. Derajat Keasaman (pH)
Perubahan derajat keasaman (pH) dapat ditolerir oleh medusa, pH air
laut berkisar antara 8,0 – 8,2. Bertambah atau berkurangnya keasaman air
laut mula-mula dapat mempercepat kontraksi payung. Tetapi lama kelamaan

6
kontraksinya akan melemah dan akhirnya akan berhenti sama sekali. Thill
(dalam Hyman 1940) mengatakan bahwa melemahnya kontraksi terjadi bila
pH kurang dari 7,2 atau lebih dari 9,5.

2.4 Interaksi Aurelia aurita dengan Organisme Lain.


Interaksi A. aurita dengan organisme laut lainnya terjadi begitu alami, namun
saat terjadi peningkatan jumlah Aurelia aurita menyebabkan terjadinya invasi A.
aurita. Invasi adalah peningkatan jumlah populasi A. aurita yang disebabkan oleh
beberapa faktor.
Meningkatnya populasi ubur-ubur di wilayah Mediterania dan Laut Hitam
menyusutkan populasi ikan, memicu ketidakseimbangan ekosistem. Hal ini
diakibatkan oleh eksploitasi sumber daya perikanan. Data ini terungkap dalam
laporan terbaru lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa. Eksploitasi sumber daya
perikanan – menurut laporan Komisi Perikanan FAO – telah menyusutkan jumlah
predator alami dalam rantai makanan sehingga memicu merebaknya populasi
ubur-ubur di Laut Hitam dan wilayah Mediterania.
Peneliti biasanya menganalisis dampak aktivitas manusia dalam tata kelola
perikanan yang berkelanjutan. Dalam laporan berjudul “Review of Jellyfish Blooms
in the Mediterranean and Black Sea” mereka menguak peran ubur-ubur dalam
ekosistem kelautan. Menurut tim peneliti, peningkatan jumlah ubur-ubur telah
menciptakan “lingkaran setan” dalam ekosistem kelautan. Ubur-ubur memangsa
telur dan larva ikan. Mereka juga berkompetisi dengan ikan-ikan lain dalam
mencari makanan yang jumlahnya terus menipis. Jika tren ini terus berlanjut,
menurut peneliti FAO, ubur-ubur bisa menggantikan posisi ikan di samudra-
samudra dunia.
Selain faktor eksploitasi perikanan (overfishing) laporan ini juga
menyebutkan pengaruh pemanasan global di daerah tropis dan pembangunan
pondasi atau dinding-dinding di pantai – untuk mencegah erosi air laut – terhadap
meluasnya populasi ubur-ubur. Dinding-dinding pencegah erosi ini adalah lokasi
ideal bagi perkembangbiakan mereka.
Menurut berita PBB, laporan terbaru mengenai bahaya invasi ubur-ubur ini
terjadi pada November 2007. Kumpulan ubur-ubur seluas 26 km2 memusnahkan
100.000 ikan salmon yang tengah dibudidayakan di Irlandia Utara menimbulkan
kerugian sebesar $1,5 juta. Sejumlah negara telah menerapkan strategi guna
menekan pertumbuhan populasi ubur-ubur ini. Seperti di China yang menciptakan
produk makanan dan obat-obatan berbahan baku ubur-ubur.

7
Di sisi lain, adanya aktifitas manusia berupa overfishing, pencemaran akibat
eutrofikasi ataupun limbah industri dan juga aktifitas penyebrangan di pesisir timur
Surabaya dapat mempengaruhi kelimpahan Scyphomedusae (Purcell et al, 2007).
Pantai Timur Surabaya yang merupakan bagian besar dari daerah sampling pada
penelitian ini diketahui telah tercemar logam berat merkuri (Hg) dan Tembaga (Cu)
(Arisandi, 2002). Toksisitas pada cemaran tersebut dapat mengakibatkan
penghambatan pertumbuhan hingga kematian pada organisme pesisir, termasuk
scyphomedusae (Matthiesen & Law, 2002).
Masukan nutrien dari aliran sungai, limbah pupuk dari tambak dan juga hasil
penguraian bahan organik dari mangrove ke dalam perairan pesisir timur
Surabaya dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi. Eutrofikasi menyebabkan
perubahan yang komplek pada jarring makanan terkait dengan penurunan ukuran
tubuh zooplanlton akibat eutrrofikasi sehingga kemudian mempengaruhi
organisme pada tingkat tropik diatasnya, yakni scyphomedusae (Purcell et al,
2007).

2.5 Cara Aurelia aurita Mendapatkan Makanan


Aurelia aurita berperan sebagai tactile predator, yakni organisme yang
memangsa dengan menggunakan nematosit untuk merasakan keberadaan
mangsanya ketika disentuh (Albert, 2011), scyphomedusae yang tidak
bersimbiosisi dengan zooxhantellae tidak bergantung terhadap cahaya untuk
mencari mangsa (Arai, 1997 dalam Hale, 1999).
Kebanyakan Cnidaria adalah karnivora. Jenis makanannya adalah
crustacea dan ikan kecil. Cara mendapatkan makanannya adalah menggunakan
tentakel biasanya dengan nematosista. Bila bahan makanan ditangkap, tentakel
memindahkannya ke mulut. Kemudian makanan masuk ke dalam rongga
gastrovaskular.

oper
ne
cni
nucle

Gambar 1. Nematosista pada Aurelia aurita

Sumber : Pachenik, Jan A. 2005. Biology Of The


Invertebrates: Fifth Edition. McGraw Hill: New
York

8
Pencernaan dilakukan secara ekstraseluler dengan mensekresi enzim
semacam tripsin untuk mencerna protein oleh sel kelenjar enzim pada
gastrodermis. Makanan akan hancur menjadi partikel-partikel kecil seperti bubur
dan dengan gerakan flagela diaduk secara merata. Sel otot pencerna mempunyai
pseudopodia untuk menangkap dan menelan partikel makanan, dan pencernaan
dilanjutkan secara intraseluler. Hasil pencernaan didistribusikan ke seluruh tubuh
secara difusi. Cadangan makanan berupa lemak dan glikogen.

2.6 Siklus Hidup

Menurut Manuputty (1988) Reproduksi Scyphozoa adalah sexual pada


bentuk dewasa (medusa) dan asexual pada bentuk polip. Alat kelamin atau gonad
jantan maupun betina letaknya ter-pisah. Pada reproduksi sexual, spermatozoa
dari hewan jantan keluar melalui mulut dan berenang menuju hewan betina,
selanjutnya melalui mulut hewan betina akan menuju telur yang dihasilkan oleh
ovarium. Pembuahan terjadi di dalam tubuh hewan betina. Zygot yang dihasilkan
akan keluar melalui mulut dengan bantuan lengan mulut. Selanjutnya terjadi
pembelahan sampai terbentuk larva planula yang bersilia dan dapat berenang.
Planula akan berenang beberapa saat, kemudian akan melekat pada dasar
perairan yang agak keras. Kemudian silia akan hilang, larva akan berubah bentuk
menjadi bentuk seperti terompet dan disebut skipistoma. Dari skipistoma inilah
dimulai reproduksi asexual. Skipistoma akan mulai membentuk mulut, tentakel dan
keping basal,

9
mulai menangkap makanan dan tumbuh sampai mencapai panjang ± 12
mm. Kemudian terbentuklah polip yang bersusun dan antara yang satu dengan
yang lainnya mulai memisahkan diri mulai dari polip yang paling atas. Peristiwa ini
disebut strobilasi,dan medusa yang terbentuk disebut strobila. Tentakel strobila
akan memendek dan bentuk ini disebut ephyra. Ephyra mempunyai delapan
lekukan pada tepi payungnya dan masing-masing lekukan dengan satu lappet.
Ephyra akan berenang bebas dan selanjutnya tumbuh menjadi ubur-ubur dewasa.

2.7 Peranan Aurelia aurita


Menurut Anna E.W Manuputty (1988: 55), marga A. aurita berperan sebagai
konsumen pada perairan dengan memakan plankton kecil seperi larva moluska,
krustasea, tunikata, kopepoda, rotifer, nematode, poliphaeta, protozoa, diatom,
dan telur-telur. Mangsa-mangsa ini dikumpulkan di bawah permukaan exumrella,
dilapisi dengan lender yang dihasilkan oleh exumbrella dan dengan bantuan
flagella dan lengan mulut akan dibawa ke tepi payung. Massa makanan tadi akan
terkumpul pada tiap-tiap lappet, dengan bantuan lengan-lengan mulut makanan
akan diteruskan ke mulut untuk selanjutnya ditampung dalam kantong mulut.
Salah satu jenis ubur-ubur yang bisa dikonsumsi adalah Rhopilema
esculentum, yang kini nilai bisnisnya mencapai jutaan dolar. Sementara Turritopsis
nutricula, spesies ubur-ubur abadi atau “immortal jellyfish” mampu membalikkan
proses penuaan memberikan harapan bagi terciptanya obat awet muda bagi
manusia.
A aurita diduga memiliki kandungan nilai gizi yang cukup tinggi, yaitu meliputi
protein, asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral. A aurita yang terdapat di
beberapa lokasi penangkapan ikan di Indonesia masih menjadi komoditas by catch
sehingga diperlukan adanya penelitian lebih lanjut agar dapat menjadi bahan
pangan bermanfaat. Salah satu kandungan gizi yang khas pada ubur-ubur adalah
asam lemak (Imre dan Saghk 1997).

2.8 Manfaat
Ubur-ubur dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembuatan makanan dan
industri. Umumnya ubur-ubur dianggap binatang beracun, namun ada beberapa
jenis yang dapat dikonsumsi misalnya ubur-ubur pantai (Aurelia sp.). Aurelia aurita
juga memiliki kandungan MgO yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber material
baku keramik tahan api (Rahmah dan Zakaria, 2017).

10
Ubur – ubur juga dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang bernilai tinggi,
dengan rasa yang enak dan tidak berbau anyir. Ubur-ubur juga memiliki potensi
lain yaitu sebagai bahan untuk membuat keramik karena mengandung MgO. Ubur
– ubur jenis tertentu bermanfaat dan dipercaya mempunyai khasiat dalam
penyembuhan penyakit seperti antritis, hipertensi, dan nyeri punggung
(Sulistyowibowo, et al., 2013).

11
3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Aurelia aurita mempunyai pengaruh yang kuat dan signifikan pada
struktur komunitas plankton. Menurut penelitian Kiel Bight, Moller (1980)
menyampaikan bahwa A. aurita adalah predator utama dan pemakan
ikan-ikan yang berukuran kecil (larval fish) (Niels Jorn, 1994).
 Adanya interaksi antara A. aurita dengan komponen abiotic, diantaranya:
a) Kecepatan arus air
b) Suhu dan intensitas cahaya matahari
c) Salinitas (kadar garam)
d) Derajat keasaman (pH)
 Adanya interaksi A. aurita dengan organisme laut lainnya yang terjadi
begitu alami, namun saat terjadi peningkatan jumlah Aurelia aurita
menyebabkan terjadinya invasi A. aurita. Invasi adalah peningkatan
jumlah populasi A. aurita yang disebabkan oleh beberapa faktor.
 Aurelia aurita berperan sebagai tactile predator, yakni organisme yang
memangsa dengan menggunakan nematosit untuk merasakan
keberadaan mangsanya ketika disentuh (Albert, 2011), scyphomedusae
yang tidak bersimbiosisi dengan zooxhantellae tidak bergantung
terhadap cahaya untuk mencari mangsa (Arai, 1997 dalam Hale, 1999).
 A. aurita diduga memiliki kandungan nilai gizi yang cukup tinggi, yaitu
meliputi protein, asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral.

3.2 Saran
Makalah yang disusun masih kurang lengkap,karena keterbatasan informasi
yang penulis dapatkan. Oleh karena itu, bagi penulis berikutnya yang ingin menulis
tentang A. aurita agar dapat melengkapinya, baik dari materi maupun gambarnya,
sehingga informasi tentang hewan invertebrate A. aurita dapat lebih lengkap lagi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Albert, David J. 2011. Whats on the mind of a jellyfish? A review of behavioural


observation on Aurelia sp. Jellyfish. Neuroscience and Behavioral Reviews
35: 474- 482
Ario, Raden, Ali Djunaedi dan Wisnu Wardana. 1997. Kajian ekologis medusa
ubur-ubur (jellyfish) di Perairan Jepara. Majalah Ilmu Kelautan. Vol. 2(1): 13-
16
Arisandi, Prigi. 2002. Air, Udara, Dan Tanah Surabaya Tercemar, Dibutuhkan
Sawunggaling Environmental Sense. http://www.terranet.or.id/tulisandeti
Dian Saptarini. 2011. “Komposisi, Kelimpahan, dan Distribusi Ubur-ubur
(Scyphozoa) di Pesisir Timur Surabaya”.
Johan, Lars Hansson. 1997. “Effect of temperature on growth rate of Aurelia aurita
(Cnidaria, Scyphozoa) from Gullmarsfjorden, Sweden”. Marine Ecology
Progress Series. Vol. 161, No. 145-153: 1997.
Jorn, Niels Olesen. 1994. “Population dynamics, growth, and energenetic of
jellyfish Aurelia aurita in a shallow fjord”. Marine Ecology Progress Series.
Vol. 105, No. 9-18: 1994.
Moller, H. (1980a) Population dynamics of Aurelia aurita medusae in Kiel Bight,
Germany (FRG). Mar. Biol. 60: 123-128
Moller, H. (1980b). Scyphomedusae as predators and food competitors of larval
fish. Meeresforsch. 28: 90-10
Pachenik, Jan A. 2005. Biology Of The Invertebrates: Fifth Edition. McGraw Hill:
New York
Purcell, Jennifer E., Shin-ichi Uye and WenTseng Lo. 2007. Anthropogenic Causes
of Jellyfish Blooms and Their Direct Consequences for Humans: a Review.
Marine Ecology Progress Series. Vol.350: 153-174
Tahera, Qaseem and Kazmi, Quddusi B.. 2006. New record of Two Jellyfish
Medusae (Cnidaria:Scyphozoa: Catostylidae: Cubozoa: Chiropidae) from
Pakistani Waters. JMBA2 - Biodiversity Records Published online
Manuputty A. E. W. 1988. Ubur-ubur (scyphomedusae) dan cara pengolahannya.
Oseana. 13 (2) : 49–61.
Rahmah F. F dan I. J. Zakaria. 2017. Kelimpahan ubur-ubur (Aurelia aurita.) di
perairan Pantai Batu Kalang Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera
Barat. Dinamika Lingkungan Indonesia. 4(1): 1-7

13
Sulistyowibowo, W., T. A. Zaharah, N. Idiawati dan Warsidah. 2013. Analisis asam
amino dan mineral essensial pada ubur – ubur (Aurelia aurita). JKK.
2(2):101-106.

14

Anda mungkin juga menyukai