Anda di halaman 1dari 21

PENGAMBILAN SAMPEL, IDENTIFIKASI, PENGIRIMAN DAN

PEMERIKSAAN JENIS PINJAL

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Nama Anggota NIM

1. Ayu Riska PO.71.33.1.18.006

2. Hilda Ramadhanti PO.71.33.1.18.012

3. Intan Permata Sari PO.71.33.1.18.017

4. Mirza Oktarina PO.71.33.1.18.019

5. Nafasya Zardi Ningrum PO.71.33.1.18.020

6. Nanda Nicola PO.71.33.1.18.021

Dosen Pembimbing : Khairil Anwar,SKM.,M.Kes

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

TAHUN AKADEMIK 2018/201


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penyusun diberi kemudahan,

kelancaran untuk dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pengambilan Sampel,

Identifikasi, Pengiriman dan Pemeriksaan Jenis Pinjal ini.

Makalah ini disusun berdasarkan studi pustaka yaitu mencari informasi lengkap

melalui berbagai media baik media cetak maupun media elektronik untuk mengetahui

lebih banyak lagi informasi mengenai Pengambilan Sampel, Identifikasi,

Pengiriman dan Pemeriksaan Jenis Pinjal.

Penyusun menyadari banyak pihak yang turut memberikan perhatian dan

bantuan serta dukungan selama proses penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu,

penyusun tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang

membantu kelancaran penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan

kekurangan dan keterbatasan penyusun, baik dari sudut pengetahuan, waktu, maupun

kurangnya keterampilan dalam bidang menulis makalah. Oleh karena itu, penyusun

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan ke

depannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Palembang, Maret 2019

Penyusun
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ............................................................................

DAFTAR ISI .............................................................................

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................

1.1 Latar belakang .............................................................................

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................

1.3 Tujuan .............................................................................

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................

2.1 Pengertian pinjal .............................................................................

2.2 Permasalahan Kesehatan.............................................................................


Akibat Pinjal
2.3 Pengendalian Pinjal ..............................................................................
2.4 Indeks pinjal ..............................................................................
2.5 Identifikasi pinjal ..............................................................................
BAB III PENUTUP ..............................................................................
3.1 Kesimpulan ..............................................................................
3.2 Saran ..............................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Di negara empat musim dikenal waktu musim panas. Dalam musim ini

lingkungan menjadi panas, lembab dan tibalah masalah-masalah kulit pada hewan

kesayangan, anjing dan kucing, yang disebabkan terutama oleh ektoparasit khususnya

pinjal (fleas). Karena itu sering kali musim seperti itu disebut sebagai musim-pinjal

(flea-season). Di Indonesia, musim seperti itu tidak ada karena dapat dikatakan

sepanjang tahun panas dengan kelembaban memadai, sehingga seakan pinjal ada

sepanjang tahun.

Pada umumnya orang mengira bahwa pinjal datang begitu saja bersamaan

dengan musim panas. Banyak orang yang tidak berpikir bahwa lingkungan kita perlu

flea-control, padahal justru flea-control inilah yang menyebabkan investasi pinjal

khususnya dan ektoparasit pada umumnya datang atau tidak, jadi bukanlah semata-

mata karena musim. Dengan demikian melakukan flea-control merupakan kegiatan

yang strategik.

Penanggulangan ektoparasit telah lebih banyak diketahui dengan adanya

produk parasit control, obat-obatan misalnya ivermectine, yang dapat digunakan

sebagai penanggulangan penyakit kulit yang dapat digunakan sebagai

penanggulangan penyakit kulit yang disebabkan ektoparasit. Penyakit kulit yang


disebabkan ektoparasit, misalnya oleh pinjal atau demodex, sering kali begitu

hebatnya, sehingga sangat menyiksa baik hewan kesayangannya maupun pemiliknya.

Pinjal bisa menjadi vektor penyakit-penyakit manusia, misalnya adalah

penyakit pes (sampar = plague) dan murine typhus yang dipindahkan dari tikus ke

manusia. Disamping itu pinjal bisa berfungsi sebagai penjamu perantara untuk

beberapa jenis cacing pita anjing dan tikus, yang kadang-kadang juga bisa

menginfeksi manusia. Pinjal bisa juga menjadi vektor untuk penyakit pes (kira-kira

60 species). Beberapa species pinjal menggigit dan menghisap darah manusia. Vektor

terpenting untuk penyakit pes dan murine typhus ialah pinjal tikus Xenopsylla

cheopis. Kuman pes, Pasteurella pesis, berkembang biak dalam tubuh penyakit tikus

sehingga akhirnya menyumbat tenggorokkan pinjal itu. Kalau pinjal mau mengisap

darah maka ia harus terlebih dulu muntah untuk mengeluarkan kuman-kuman pes

yang menyumbat tenggorokkannya. Muntah ini masuk dalam luka gigitan dan terjadi

infeksi dengan Pasteurella Pesis. Pinjal-pinjal yang tersumbat tenggorokannya akan

lekas mati.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian pinjal ?

2. Bagaimana pengaruh pinjal terhadap kesehatan?

3. Bagaimana pengendalian pinjal?

4. Bagaimana cara Pengambilan Sampel, Identifikasi, Pengiriman dan

Pemeriksaan Jenis Pinjal.


1.3 Tujuan

2. Mengetahui pengertian pinjal.

3. Mengetahui pengaruh pinjal terhadap kesehatan.

4. Mengetahui pengendalian pinjal.

5. Mengetahui cara pengambilan sampel, Identifikasi, pengiriman dan

pemeriksaan jenis pinjal.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pinjal
Pinjal merupakan ektoparasit yang hidup di permukaan tubuh inang (Sucipto,
2011). Menurut Soviana, dkk. (2006) pinjal bersifat semi obligat karena sebagian
hidupnya berada di tubuh inang. Pinjal termasuk ke dalam filum Arthropoda, kelas
Insecta, dan ordo Siphonaptera. Pinjal termasuk dalam bangsa Siphonaptera.
Beberapa suku yang terdapat di Indonesia antara lain Pulicidae, Ischnopsyllidae,
Hystrichopsyllidae, Pygiopsyllidae, Ceratophyllidae dan Leptosyllidae. Pinjal
tikus dan kucing yang umum ditemukan termasuk dalam Pulicidae (Dwibadra,
2008).
1. Klasifikasi
Klasifikasi dari beberapa spesies pinjal adalah sebagai berikut:
a. Xenopsyllacheopis
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Siphoneptera
Familia : Pulicidae
Genus : Xenopsylla
Spesies : Xenopsyllacheopis
b. Pulexirritans
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Siphoneptera
Familia : Pulicidae
Genus : Pulex
Spesies : Pulexirritans
c. Nosopsyllusfasciatus
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Siphoneptera
Familia : Ceratophyllidae
Genus : Nosopsyllus
Spesies : Nosopsyllusfasciatus
d. Ctenophalidescanis
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Siphoneptera
Familia : Pulicidae
Genus : Ctenophalides
Spesies : Ctenophalidescanis
e. Ctenophalidesfelis
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Siphoneptera
Familia : Pulicidae
Genus : Ctenophalides
Spesies : Ctenophalidesfelis
(Linnaeus, 1758; Latreille, 1829; Bouche, 1835)
2. Morfologi
Secara umum tubuh pinjal dewasa berbentuk pipih bilateral, berukuran 1,5
– 4 mm, berwarna kuning terang hingga coklat tua. Ektoparasit ini tidak
bersayap tetapi memiliki tiga pasang tungkai yang panjang dan berkembang
baik terutama digunakan untuk lari dan melompat. Baik tungkai maupun
tubuhnya tertutup oleh rambut-rambut kasar atau rambut-rambut
halus.Kepalanya kecil, berbentuk segitiga dengan sepasang mata dan memiliki
antena yang pendek, terdiri atas tiga ruas yang tersembunyi ke dalam lekuk
kepaladi belakang mata. Alat mulut mengarah ke bawah, bertipe penghisap
dengan tiga stilet penusuk (epifaring dan stilet maksila).Bagian toraks terdiri
atas 3 ruas yaitu protoraks, mesotoraks dan metatoraks. Pinjal betina memiliki

spermateka yang terdapat pada ruas ke 6 - 8 abdomen. Baik pinjal jantan


maupun betina memiliki lempeng cembung dengan duri – duri sensori di bagian
dorsal ruas abdomen ke-8 yang disebut pigidium (SovianadanHadi, 2006;
Susanti, 2001).
Gambar 1.Morfologi umum Pinjal
3. Siklus Hidup
Siklus hidup yang dijalani pinjal merupakan metamorfosa sempurna yaitu
telur-larva-pupa-dewasa. Larva yang baru menetas tidak memiliki kaki.Fase
pupa adalah fase yang tidak memerlukan makanan (Kadarsan dkk.,
1983).Sepanjang hidupnya seekor pinjal betina dapat menghasilkan telur
sebanyak 400-500 butir.Telur berukuran panjang 0,5 mm, oval dan berwarna
keputih-putihan. Perkembangan telur bervariasi tergantung suhu dan
kelembaban.Telur menetas menjadi larva dalam waktu dua hari atau lebih.
Kerabang telur akan dipecahkan oleh semacam duri (spina) yang terdapat pada
bagian kepala larva instar pertama (SovianadanHadi, 2006).
Larva yang muncul bentuknya memanjang, langsing seperti ulat, terdiri
atas tiga ruas toraks dan 10 ruas abdomen, yang masing-masing dilengkapi
dengan beberapa bulu-bulu yang panjang. Ruas abdomen terakhir mempunyai
dua tonjolan kait yang disebut anal struts, berfungsi untuk memegang pada
substrat atau untuk lokomosi. Larva berwarna kuning krem dan sangat aktif,
dan menghindari cahaya. Larva mempunyai alat mulut untuk menggigit dan
mengunyah makanan yang bisa berupa darah kering, feses dan bahan organik
lain, yang jumlahnya cukup sedikit. Larva dapat ditemukan di celah dan retakan
lantai, di bawah karpet dan tempat-tempat serupa lainnya. Larva ini mengalami
tiga kali pergantian kulit (moulting) sebelum menjadi pupa. Periode larva
berlangsung selama 7-10 hari atau lebih tergantung suhu dan kelembaban.
Larva dewasa (mature) panjangnya sekitar 6 mm. Larva ini akan menggulung
atau mengkerut hingga berukuran sekitar 4x2 mm dan berubah menjadi pupa
(Rozendaal, 1997; Soviana dan Hadi, 2006).
Stadium pupa berlangsung dalam waktu 10-17 hari pada suhu yang sesuai,
tetapi bisa berbulan-bulan pada suhu yang kurang optimal, dan pada suhu yang
rendah bisa menyebabkan imago/pinjal tetap terbungkus di dalam kokon.
Stadium pupa merupakan tahapan yang tidak aktif/makan, dan berada dalam
kokon yang tertutupi debris dan debu sekeliling. Stadium ini sensitif terhadap
adanya perubahan konsentrasi karbondioksida di lingkungan sekitarnya, juga
terhadap getaran/vibrasi. Adanya perubahan yang signifikan terhadap kedua
faktor ini, menyebabkan keluarnya pinjal dewasa dari kepompong untuk segera
mencari inangnya (Rozendaal, 1997). Hudson dan Prince (1984) melaporkan
pada suhu 26,6 °C pinjal betina akan muncul dari kokon setelah 5-8 hari,
sedangkan yang jantan setelah 7 -10 hari.
Gambar 1.Siklus Hidup Pinjal
4. Bionomik Pinjal
a) Makanan
Pinjal pradewasa mempunyai struktur mulut, organ anatomi dan fisiologi
yang sangat berbeda dengan pinjal dewasa.Sehingga jenis makanan yang
dikonsumsi juga berbeda. Makanan larva pinjal terdiri dari bahan-bahan
organik yang ada disekitarnya, seperti darah yang dikeluarkan melalui organ
ekskresi pinjal (anus), bahan organik yang kaya akan protein dan vitamin B.
Bila bahan-bahan makanan tersebut terpenuhi, maka larva pinjal akan tumbuh
secara maksimum.
Pinjal jantan maupun betina merupakan serangga penghisap darah. Bagi
pinjal betina darah diperlukan untuk perkembangan telur. Pinjal akan sering
menghisap darah di musim panas dari pada di musim penghujan atau dingin,
karena di musim panas pinjal cepat kehilangan air dari tubuhnya. Pinjal yang
tidak makan tidak dapat hidup lama dilingkungan kering, tetapi di lingkungan
yang lembab, bila terdapat reruntuhan yang bisa menjadi tempat persembunyian,
maka ia bisa hidup selama 1 – 4 bulan (Soviana dan Hadi, 2006).
b) Perilaku
Perilaku pinjal secara umum merupakan parasit temporal, berada dalam
tubuh saat membutuhkan makanan, tidak permanen seperti halnya kutu yang
selalu menetap pada tubuh inang. Jangka hidup pinjal bervariasi pada spesies
pinjal, tergantung apakah mereka makan atau tidak, dan tergantung pada derajat
kelembaban lingkungan sekitarnya.Beberapa jenis pinjal menghindari cahaya
(fototaksis negatif). Pinjal jenis ini biasanya tidak mempunyai mata. Pada
sarang tikus yang kedalamannya dangkal populasi tidak akan ditemukan karena
sinar matahari mampu menembus sampai dasar liang. Sedangkan pada sarang
tikus yang kedalamannya lebih dalam dan mempunyai jalan yang berkelok,
sinar matahari tidak dapat menembus sampai ke dasar liang. Sehingga pada
sarang tikus ini banyak ditemukan pinjal. Pinjal bergerak dengan melompat,
beberapa spesies bias melompat setinggi 30 cm (Rozendaal, 1997; Soviana dan
Hadi, 2006).
c) Habitat
Sebagian besar pinjal ditemukan di antara rambut atau bulu hewan atau di
tempat tidur, karpet dan pakaian orang.Pinjal tidak spesifik dalam memilih
inangnya dan dapat makan pada inang lain. Pada saat tidak menemukan
kehadiran inang yang sesungguhnya, mereka mau makan inang lain dan mereka
dapat tahan hidup dalam periode lama (Rozendaal, 1997; Soviana dan Hadi,
2006)
.
2.2 Permasalahan Kesehatan Akibat Pinjal
Pinjal mempunyai peranan penting dalam penularan penyakit, karena sebagai
vektor berbagai penyakit pada hewan (zoonosis) maupun manusia. Sebagai
ektoparasit, pinjal sering memberikan gangguan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Secara langsung pinjal dapat menggigit inangnya. Efek gigitan
pinjal bergantung darikepekaan korbannya. Ektoparasit ini mengisap darah
inangnya, sehingga dalam jumlahbanyak dapat menyebabkan anemia. Bersamaan
dengan mengisap darah, pinjal juga menyuntikkan saliva sehingga mengiritasi
inangnya. Reaksi hiper sensitif tersebut dikenal sebagai Flea Allergy Dermatitis
(FAD). Dermatitis dapat diperparah dengan infeksi sekunder yang berlanjut
menjadi alopecia (kebotakan) (Kesuma, 2007; Noli, 2009; Sucipto, 2011).
Selain gangguan langsung, pinjal juga berperan secara tidak langsung dalam
penularan beberapa penyakit berbahaya bagi manusia dan hewan (Wall dan
Shearer, 2001).Penyakit yang dapat ditularkan pinjal jenis Xenopsyllacheopis
diantaranya adalah pes (pes plague) danmurine thypus. Pes merupakan penyakit
karantina internasional di Indonesia yang termasuk reemerging disease (penyakit
yang timbul kembali) dan dapat menyebabkan kejadian luar biasa. Secara tidak
langsung pes ditularkan melalui gigitan vektor yang membawa bakteri Yersinia
pestis (Ustiawan, 2008).
Cara penularan melalui gigitan pinjal terutama oleh pinjal betina dikarenakan
pinjal betina membutuhkan darah untuk pengembangan telur. Penularan terjadi
jika proventicular pinjal tersumbat bakteri, misalnya Yersinia pestis yang
membelah diri (propagative development),jika pinjal menggigit hospes akan
muntah (regursitasi) sehingga bakteri masuk kehospes melalui luka gigitan pinjal.
Manusia sebagai inang sementara dapat menjadi sasaran gigitan pinjal. Dari
beberapa kejadian, gigitan pinjal ke manusia terjadi akibat manusia menempati
rumah yang telah lama kosong, tidak terawat, dan menjadi sarang tikus, kucing
atau anjing berkembangbiak. Umumnya terjadi kegatalan terutama dikaki
beberapa saat setelah memasuki ruang yang lama kosong, hal ini perlu dicurigai
adanya pinjal didalam rumah tersebut (Kesuma, 2007).
Xenopsylla cheopis selain sebagai vektor penyakit pes juga merupakan pinjal
yang dapat bertindak sebagai vektor penyakit yang disebabkan oleh Rickettsia
typhi atau disebut Murine Typhus. Rickettsia typhi memperoleh bahan makanan
dari darah yang diambil oleh spesies inang. Bakteri ini masuk dan tumbuh di
dalam selepitel usus dari pinjal dan keluar bersama dengan tinja yang dikeluarkan
pinjal. Rickettsia typhi yang beradap ada tinja dari pinjal tersebut menjangkiti tikus
dan manusia melalui inokulasi intrakutan dengan penggarukan kulit, atau
perpindahan oleh jari ke dalam membran lendir. Selain itu, bakteri ini juga mampu
menjangkiti manusia dan tikus melalui gigitan oleh pinjal tikus tersebut (Ustiawan,
2008).
Selain sebagai vektor beberapa penyakit, beberapa pinjal juga berperan
sebagai inang cacing pita anjing/kucing Dypilidium caninum. Pinjal tersebut
adalah Ctenophalidesfelis .Umumnya telur cacing pita masuk kedalam pinjal pada
fase larva yang mencari makan berupa bahan organik disekitar inang. Telur akan
menetas dalam tubuh larva pinjaldan menetap sampai pinjal dewasa dan siap
hinggap pada tubuh inang (anjing, kucing). Apabila pinjal dewasa termakan oleh
inang maka cacing otomatis masuk dalam pencernaan dan berkembang menjadi
cacing dewasa. Cacing dewasa akan bertelur dan telur itu akan keluar bersama
kotoran anjing/kucing. Hal ini merupakan salah satu pemicu kejadian kecacingan
pada manusia biasanya terjadi pada anak-anak yang sering bermain dengan
kucing/anjing yang tidak terjaga kebersihannya. Selain itu Nosopsyllusfasciatus
juga berperan sebagai hospes perantara cacing Hymenolepisdiminuta (Wall dan
Shearer, 2001; Kesuma, 2007).
2.3 Pengendalian Pinjal
Pengamatan keberadaan pinjal merupakan tindakan terpenting dalam upaya
pengendalian terpadu terhadap pinjal. Cara sederhana untuk mengetahui
keberadaan pinjal adalah berjalan dalam ruang/rumah memakai kaos kaki putih
dan menghitung jumlah pinjal yang menempel pada kaos kaki tersebut. Selain itu
dapat juga menggunakan penyedot debu manual dengan memasukkan sapu tangan
dalam kantong penampung debu (Kesuma, 2007).
Pengendalian yang dapat dilakukan terhadap keberadaan pinjal diantaranya
adalah sebagai berikut.
1. Mekanik atau Fisik
Pengendalian pinjal secara mekanik dilakukan dengan cara membersihkan
karpet, alas kandang, daerah di dalam rumah yang biasa disinggahi tikus atau
hewan lain dengan menggunakan vaccum cleaner berkekuatan penuh, yang
bertujuan untuk membersihkan telur, larva dan pupa pinjal yang ada.
Sedangkan tindakan fisik dilakukan dengan memberikan lampu pada kandang
hewan peliharaan, membiarkan cahaya masuk ke dalam rumahkarena beberapa
pinjal ada yang menghindari cahaya (fototaksis) (Soviana dan Hadi, 2006;
Kesuma, 2007).
2. Kimiawi
Pengendalian pinjal secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan
insektisida. Repelen seperti dietil toluamide (deet) atau benzilbenzoat bisa
melindungi orang dari gigitan pinjal. Secara umum, untuk mengatasi adanya
pinjal, formulasi insektisida serbuk (dust) dapat diaplikasikan dalam lantai
rumah, jalan tikus/lubang tikus. Selain dalam bentuk serbuk, dapat juga berupa
fogs/aerosol (biasanya malathion) untuk fumigasi ruangan. Penggunaan
insektisida mempunyai efektifitas yang bervariasi dan perlu diperhatikan
resistensi pinjal terhadap berbagai jenis insektisida (Osbrinket al.,1985;
Kesuma, 2007).
Upaya pengendalian pinjal di daerah urban pada saat meluasnya kejadian
pes atau Murinethyphus, diperlukan insektisida dan aplikasi yang terencana
dengan baik agar operasi berjalan dengan memuaskan. Pada saat yang sama
ketika insektisida diaplikasikan, rodentisida seperti antikoagulan, warfarin dan
fumarin dapat digunakan untuk membunuh populasi tikus. Namun demikian,
bila digunakan redentisida yang bekerja cepat dan dosis tunggal seperti zink
fosfid, sodium fluoroasetat, atau striknin atau insektisida modern seperti
bromadiolon dan klorofasinon, maka hal ini harus diaplikasikan beberapa hari
setelah aplikasi insektisida. Jika tidak dilakukan maka tikus akan mati tetapi
pinjal tetap hidup dan akan menggigit mamalia termasuk orang dan ini akan
menongkatkan transmisi penyakit (Rust dan Dryden, 1997).
3. Biologi
Pengendalian biologi dapat dilakukan dengan mengendalikan populasi
tikus di daerah pedesaan dan perkotaan melalui sanitasi lingkungan,
pengelolaan sampah yang baik, dan memperbaiki sanitasi lingkungan yang
rusak yang dapat dijadikan sebagai sarang tikus.Tidak memiliki binatang
peliharaan seperti kucing atau anjing, akan tetapi jika memang memelihara
kucing atau anjing harus terjaga sanitasi lingkungannya dengan baik
(SovianadanHadi, 2006).
Selain cara diatas sekarang telah dikembangkan cara biologi terutama
untuk memutus siklus pinjal misalnya dengan bahan pengatur perkembangan
serangga (insect growth regulator/IGR) yang efeknya berupa penghambat kitin
dan hormon juvenil (jouvenile hormone and chitin inhibitor). IGR berfokus
pada pengendalian pinjal pra dewasa, baik pada inang maupun lingkungan.
Bentuk-bentuk IGR berupa spray, shampoo collar bahkan dalam bentuk tablet
yang diminumkan pada hewan piaraan. Kemampuan beberapa jenis IGR
ternyata juga berbeda-beda tergantung pada tahap pra dewasa maupun umur
setiap stadium(Hinket al., 1991).
Selain penggunaan IGR, juga dikembangkan pembuatan vaksin dengan
menggunakan antigen yang berasal dari membran usus pinjal, seperti
keberhasilan penelitian vaksin yang memberikan kekebalan sapi terhadap
serangan caplak(Kesuma, 2007).
2.4 INDEKS PINJAL
1. Cara menghitung indeks pinjal
Kepadatan pinjal pada tikus biasa disebut dengan indeks umum pinjal, yaitu
untuk mengetahui kepadatan investasi rata-rata dari pinjal yang
ditemukandibagi jumlah total tikus yang tertangkap. Untuk standar keamanan
indeks, lebih dari 1 merupakan potensi semakin rendah untuk penyakit
pes.indeks umum pinjal dihitung dengan rumus sebagai berikut:

JP

IUP= -------

JT

Keterangan : JUP ; Indeks umum pinjal


JP : Jumlah total semua jenis pinjal diperoleh dari tikus
JT : Jumlah total tikus yang tertangkap
2. Alat
1) Life trap (perangkap hidup untuk menangkap tikus dalam keadaan
hidup)
2) Kantong kain (untuk menempatkan tikus yang tertangkap
3) Kantong plastik (tempat meletakkan tikus yang mati ssetelah
diidentifikasi)
4) Baskom warna putih (untuk menampung pinja yang disisir dari tubuh
tikus)
5) Sisiratau sikat kutu (untuk menyisir atau menyikat tubuh tikus untuk
mendapatkan pinjal)
6) Flea collector (tempat pengumpulan pinjal yang didapatkan pada saat
penyisiran tikus)
7) Timbangan (untuk menimbang berat tubuh tikus pada saat identifikasi
tikus)
8) Pengaris 30 cm dan 60 cm (untuk mengukur tikus saat identifikasi
dibawah mikroskop)
9) Slide dan cover glass (untuk meletakkan spesimen pinjal saat
identifikasidi bawah mikroskop)
10) Mikroskop (untuk mengidentifikasi pinjal dengan perbesaran 100 kali)
11) Alat tulis (untuk menulis hasil identifikasi tikus dan pinjal)
3. BAHAN
1) Kelapa bakar (dipasang sebagai umpan pada perangkap tikus)
2) Label kertas (untuk keterangan lokasi penangkapan yang ditemukan)
3) Chlonform (zat kimia untuk membunuh tikus yang terperangkap)
4) Alkohol 70% (untuk mengawetkan pinjal yang terkumpul)
5) Larutan KOH atau NaOH 10% (untuk melarutkan lapisan kitin pinjal)
6) Formulir data untuk mencatat hasil identifikasi tikus dan pinjal
7) Asam asetat (untuk membersihkan kotoran yang menempel pada pinjal)
8) Xylol (untuk memperjelas melihat pinjal dengan perbedaran 100 kali)
9) Larutan kanalda balsam atau entelan (sebagai bahan perekat pada pengawetan
pinjal)
10) Minyak cengkeh (untuk pewarnaan pinjal)
4. CARA KERJA
1) Perangkap yang berisi tikus kemudian dimasukkan kedalam kantong kain
dan diberi label
2) Tikus yang tertangkap dimasukkan ke dalam kantong kain kemudian
dibunuh dengan cara mekanik yaitu dicekik hingga mati ataupun dengan
cara kimia menggunakan chloroform
3) Kemudian tikus disisir dengan sikat atau sisir rapat di atas baskom putih
dan pinjal yang didapat dikumpulkan ke dalam flea collector yang berisi
alkohol 70% jumlah pinjal yang dihitung kemudian ditentukkan indeks
pinjalnya
4) Setelah itu untuk identifikasi pinjalnya dilakukan pembuatan preparat
dengan cara sebagai berikut:
a. Pinjal dimasukkan ke dalam alkohol 70%
b. Cuci dengan aquade selama 30 menit kemudian direndam
dalamlarutan KOH atau NaOH 10% selama 24 jam
c. Setelah itu dimasukkan ke dalm aquades selama 30 menit
d. Dan kemudian dimasukkan ke dalam asam asetat selama 48 jam
e. Setelah itu dicuci dan direndam dalam aquades selama 15 menit
5) Kemudian dimasukkan ke dalam xylol selama 10 menit
6) Dan dimasukkan ke dalam minyak cengkeh selama 5 menit
7) Engan jarum spesimen diletakkan pada gelas objek yang kemudian diberi
beberapa tetes kanada balsem setelah itu ditutup dengan gelas penutup
serta dianginkan sebentar kemudian diberi label disebelah kiri beberapa
data koleksi dan sebelah kanan data determinasi
8) Spesies pinjal ditentukan dengan menggunakan kunci identifikasi pinjal.
2.5 Identifikasi pinjal
Preservasi pinjal sebagai sediaan preparat kaca menggunakan metode
Ashadi & Partosoejono (1992). Pinjal yang telah diperoleh dimasukan ke dalam
KOH 10% pada suhu kamar selama empat sampai lima hari untuk menipiskan
lapisan khitin. Penipisan khitin juga dapat dipercepat dengan pemanasan. Khitin
pinjal yang telah tipis dicuci menggunakan air tiga sampai empat kali. Bagian
abdomen pinjal yang menggembung dapat ditusuk dengan jarum halus supaya
cairan dalam abdomennya keluar. Pengeringan pinjal dilakukan dengan
dehidratasi ke dalam alkohol dengan konsentrasi bertingkat, yaitu 70%, 85%
dan 95% masing-masing selama 10 menit. Pinjal terdehidratasi direndam dalam
minyak cengkeh selama 15 sampai 30 menit untuk clearing. Pinjal yang telah
jernih direndam dalam xylol dua sampai tiga kali supaya tidak kaku.Pinjal yang
telah diproses diletakkan di atasgelas objekyang sebelumnya telah diberi
satusampai dua tetes Canada balsam sebagai mounting.Object glass ditutup
dengan cover glass selanjutnya dikeringkan dalam slide warmer pada suhu 37
sampai 40 °C selama empat sampai lima hari. 100 Identifikasi pinjal dilakukan di
bawah mikroskop dengan kunci identifikasi Wall & Shearer (2001).
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
pinjal adalah adalah jenis serangga yang masuk dalam ordo Siphonaptera. Ordo
Siphonaptera terdiri atas tiga super famili yaitu Pulicoidea, Copysyllodea dan
Ceratophylloidea. Ketiga super famili ini terbagi menjadi Sembilan famili yaitu
Pulicidae, Rophalopsyllidae, Hystrichopsyllidae, Pyglopsyllidae, Stephanocircidae,
Macropsyllidae, Ischnopsyllidae dan Ceratophillidae. Dari semua famili dalam ordo
Siphonaptera paling penting dalam bidang kesehatan hewan adalah famili Pulicidae.
Klasifikasi pinjal tikus yaitu Golongan : Animalia, Filum : Arthropoda, Kelas :
Insekta, Ordo : Siphonaptera, Family: Pulicidae, Genus : Xenopsylla, Spesies :
Xenopsylla cheopsis.
Morfologi fleasmemiliki dahi yang memanjang dan meruncing di ujung anterior.
Pinjal betina tidak memiliki rambut pendek di belakang lekuk antenna. Perilaku
pinjal secara umum merupakan parasit temporal, berada dalam tubuh saat
membutuhkan makanan dan tidak permanen.
Habitat pinjal berada pada tumbuhan, hewan, dan perabot rumah tangga yang
berbulu atau berambut. Fleas dapat mengakibatkan penyakit pes. Pes merupakan
penyakit Zoonosa terutama pada tikus dan rodent lain dan dapat ditularkan
kepadamanusia. pengendalian terhadap penyakit yang di sebabkan oleh pinjal yaitu
pengendalian secara mekanik atau fisik, pengendalian kimia dan pengendalian
terhadappengerat(rodent)

3.2 SARAN

Saran yang dapat diberikan antara lain pentingnya menjaga sanitasi dan hygiene
kesehatan linggkungan dalam usaha meningkatkan pencegahan penyakit
akiibat pinjal. S e b a i k n y a p a r a m a s y a r a k a t l e b i h m e m i l i k i
pengetahuan terhadap pinjal ini sehingga dapat
m e l a k u k a n p e n c e g a h a n . Pengobatan juga dapat dilakukan jika memang
parasit ini telah terjadi
DAFTAR PUSTAKA

Susanti, M. 2001. Infestasi Pinjal Ctenocephalides felis (Siphonaptera: Pulicidae)


Pada Kucing Di Bogor. Bogor : IPB .
Wall R, dan Shearer D. 2001. Veterinary Ectoparasites: Biology, Pathology and
Control.Ed k-2.Lowa (US): Iowa State Univ Pr.
https://dokumen.tips/documents/makalah-vektor-pinjal.html
https://media.neliti.com/media/publications/98694-ID-infestasi-pinjal-dan-infeksi-
dipylidium.pdf
https://www.slideshare.net/mobile/nindut1/19011033-nindya-harum-solicha-kesling

Anda mungkin juga menyukai