Oleh:
HAZRA MAULIDINA, S.KH
(190130100111077)
i
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
Hazra Maulidina, S.KH
NIM. 190130100111077
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Dokter Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat, hidayah dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan
koasistensi Program Pendidikan Dokter Hewan (PPDH) rotasi Interna Hewan Besar,
yang dilaksanakan secara daring pada masa pandemi Covid-19. Pada kesempatan ini
penulis berterima kasih kepada yang terhormat:
1. drh. Dyah Ayu Oktavianie A.P., M.Biotech selaku dekan Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang
2. drh. M. Arfan Lesmana, M.Sc. selaku koordinator rotasi Interna Hewan Besar
dan penguji yang telah memberikan bimbingaan selama penyelesaian
penulisan laporan ini.
3. Teman-teman PPDH Gelombang 13 dan Kelompok 2 yang sudah Penulis
menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
laporan. Oleh karena itu, penulis sangat menerima kritik atau saran yang
membangun.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2. 1 Sapi pada studi kasus (Feyisa, 2018) ............................................... 3
Gambar 2. 2 Sapi dengan kondisi temuan klinis .................................................. 4
Gambar 3. 1 Morfologi Capripoxvirus pada Mikroskop elektron ........................ 7
Gambar 3. 2 Transmisi penyebaran Lumpy Skin Disease .................................... 8
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2. 1 Terapi pada Studi Kasus ........................................................................ 6
Tabel 2. 2 Tingkat Keparahan LDS dan Gambaran Patologis ............................. 10
vi
BAB I PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
Tujuan pada pemebalajaran pada rotasi Interna Hewan Besar berdasakan
Studi Kasus Lumpy Skin Disease pada Sapi yaitu untuk memahami dan
mengetahui proses diagnosa, terapi dan penanganan pada Sapi.
1.4 Manfaat
Manfaat kegiatan Pendidikan Dokter Hewan (PPDH) Rotasi Interna
Hewan Besar yaitu sebagai calon dokter hewan dapat mengetahui
tahapantahapan diagnosa penyakit interna hewan besar dan pengobatan yang
diberikan pada setiap kasus yang didapat di lapangan.
2
BAB II TINJAUAN KASUS
2.1 Singnalment
Jenis Hewan : Sapi
Ras/ breed : Domestic Bull
Warna Bulu : Black dan grey
Jenis Kelamin : Jantan
Umur : 3.5 tahun
2.2 Anamnesa
Pada tanggal 27 November 2017, seekor sapi jantan domestik didatangkan
ke Rumah Sakit Hewan Pendidikan FKH Addis Ababa, dengan keluhan
gangguan kulit yaitu adanya nodular pada beberapa bagian tubuh hewan.
Keluhan lainnya yaitu terjadi penurunan nafsu makan dan penurunan aktivitas
pada hewan. Hewan dipelihara secara berkelompok dan tidak diberikan vaksin
dalam kurun 1 tahun terkahir.
3
Gizi : BCS 2/5
Suhu tubuh : 40.4 ºC
Frekuensi nadi : 64 x/menit
Frekuensi nafas : 36 x/menit
2. Kulit dan Rambut
Aspek rambut : Kusam
Turgor kulit : > 2 detik
Permukaan kulit : Terdapat nodular eruption dibeberapa
bagian tubuh
4
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu biopsi pada skin nodular dan
PCR (Polymerase Chain Reaction) yang dilakuakn pada National Veterinary
Institute Laboratory (NVI, Ethiopia). Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang
biopsi dan PCR telah terkonfirmasi bahwa sapi tersebut menderita penyakit
Lumpy Skin Disease.
1. Nodular Biopsy
Biopsi kulit diambil pada awal perkembangan lesi nodular sebelum
menjadi keras. Bagian area nodular dilakukan pencukuran rambut kemudian
dibersihkan secara aseptik, menggunakan anestesi lokal Lidocain dari
daerah yang telah dicukur sekitar lesi awal. Sebagai alternatif, bahan lesi
dapat diambil dari lesi pada otot atau jaringan lain pada postmortem. Sampel
biopsi dimasukan ke dalam media transpor (seperti 20-50% gliserol dalam
larutan garam fosfat) yang mengandung antibiotik. Biopsi kulit
mengandung lesi sebagian kecil area kulit normal. Sampel kedua
dikumpulkan dalam saline formal atau disimpan di atas es untuk cryostat
sectioning. Bahan ini dapat digunakan untuk semua metode diagnostik
(Hazlianda et al., 2017).
2. Polymerase Chains Reaction (PCR)
Uji PCR merupakan tes utama yang digunakan untuk mendukung
diagnosis penyakit. Hasil PCR akan sensitif dan spesifik sehingga, tersedia
dalam kurun waktu 24 jam. Prinsip PCR yaitu proses enzimatis sederhana
yang memungkinkan amplifikasi fragmen DNA spesifik tertentu dari DNA
kompleks. Menurut (Park et al., 2004), proses PCR meliputi tiga tahap yaitu
denaturasi (pemisahan DNA), annealing (penempelan primer) dan ekstensi
(pemanjangan amplikon). Produk PCR dapat langsung divisualisasikan
melalui proses elektroforesis dan digunakan untuk analisis lebih lanjut
(Widowati, 2013).
5
2.7 Diagnosa
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, didukung anamnesa dan pemeriksaan
penunjang menunjukan bahwa Sapi mengalami Lumpy Skin Disease.
2.8 Terapi
Pemeberian terapi yang diberikan pada studi kasus sapi yang menderita
Lumpy Skin Disease. Penjelasan mekanisme aksi terkait jenis terapi dijelaskan
pada Bab 3. Terapi ditunjukan pada Tabel 2.1.
Tabel 2. 1 Terapi pada Studi Kasus
No Jenis Obat Obat Dosis Rute
Anti-inflamasi dan 0.2 mg/kg BB/day
1 Dexamethasone IM
immunosuppresive (0.04-0.15 mg/kg BB)
2 Antibiotik Oxytetracycline 10% 10 mg/kg BB/day IM
Biodin® (ATP, Mg
3 Multivitamin aspartate, Na selenite, 0.1 mg/kg BB IM
vitamin B12)
Terapi yang diberikan pada studi kasus LDS (Sumber: Jurnal A Case Report on
Clinical Management of Lumpy Skin Disease in Bull)
6
BAB III PEMBAHASAN
7
3.2 Transmisi dan Patogenesis
Penularan dari satu hewan ke hewan lainnya diyakini sebagai jalur
utama transmisi. Serangga penghisap darah bertindak sebagai vektor yang
terinfeksi virus dengan memakan kulit termasuk scabs dan nodul yang menjadi
pusat virus. Vektor yang mampu menyebarkan LSD di antaranya lalat kandang
(Stomoxys spp), lalat kuda (Tabanidae) nyamuk (Culex spp dan Aedes aegypti),
dan hard ticks (ixodes) seperti Rhipicephalus appendiculatus, Rhipicephalus
decoloratus dan Amblyomma hebraeum (Lubinga et al. 2015). Hingga saat ini
tidak ada vektor penyebab spesifik yang ditentukan.
Sapi yang tergigit oleh serangga akan terinfeksi oleh Lumpy Skin
Disease Virus (LDSV). Replikasi virus berlanjut dalam darah dan sel kulit.
Viremia terdeteksi biasanya dimulai pada 6 hari pasca infeksi. Selama viremia,
baik mature atau immature virus akan tetap disebarkan ke seluruh tubuh.
Viremia berlangsung sekitar 9 hari dan terkadang lebih lama, sampai antibodi
tubuh terbentuk untuk menetralkan virus dan menghentikan viremia. LDSV
akan membentuk sheding mukosa termasuk sekresi hidung, mulut dan
konjungtiva (Babiuk et al. 2008). Sapi awalnya akan mengalami pireksia dan
mengalami perkembangan inflamasi berupa nodulasi pada kulit. Gangguan kulit
terjadi di area subkutan atau intradermal kemudian secara berkelanjutan
mengalami inflamasi yang terlokalisasi menutupi sekitar 25% permukaan kulit.
8
3.3 Gejala Klinis
Gejala klinis yang disebabkan oleh Lumpy Skin Disease Virus (LSDV)
sangat bervariasi tergantung pada tingkat keparahan penyakit. Tanda klinis
dapat muncul pada tingkat gejala yang tidak terlihat, ringan (mild) atau sedang
(moderate) hingga parah (severe). Faktor yang mempengaruhi penyakit
cenderung kompleks dan multifaktorial, termasuk faktor genetik inang,
kekebalan tubuh hewan dan kerentanan pada hewan yang lebih muda. Gejala
klinis yang disebabkan oleh LSDV terbukti jauh lebih rentan pada breed sapi
perah dibandingkan dengan breed asli (Tageldin et al., 2014)
Gejala penyakit ini pertama kali ditandai dengan pireksia 40°C sampai
41.5°C dengan lachrymation, anoreksia, stress dan penurunan aktifitas. Pireksia
berlangsing sekitar 5 hari. Terdapat bentukan lesi kulit yang membentuk
nodulasi. Lesi dan nodul dapat terjadi pada seluruh lapisan kulit, termasuk
epidermis, dermis, lapisan subkutan, muskulus dan organ internal. Nodul
berukuran 5 - 50 mm, berbentuk lingkaran dan berbatas tegas. Nodul muncul
pertama kali di sekitar kepala, termasuk mulut, hidung dan mata, diikuti oleh
leher, badan, ambing, alat kelamin dan ekor. Lesi kulit sering menjadi necrotic
plugs atau disebut sitfast yang kemudian mengelupas, meninggalkan ulcers di
kulit. Inti yang nekrotis rentan terhadap infeksi bakteri sekunder. Ketika nodul
membaik, struktur kulit akan meninggalkan bentuk jejas yang permanen
(Mulatu & Feyisa, 2018).
3.4 Patologi
Lesi patologis berupa nodul pada kulit ukuran bervariasi atau seragam,
berstruktur bulat kokoh dan nodulasi aktif terangkat, tetapi beberapa melebur
tidak beraturan dan plak berbatas jelas. Lesi nekrotik dapat ditemukan diarea
kepala, mulut, rongga hidung, laring, trakea, ambing dan testis mungkin terlibat.
LSD lesi nodular khas juga meliputi otot dan fasia. Hewan yang terinfeksi parah
mungkin menunjukkan gejala sekunder pneumonia bakteri, stenosis trakea, ,
mastitis dengan infeksi bakteri sekunder, dan lesi serupa di saluran reproduksi
betina (Alemayehu et al., 2013).
9
Tabel 2. 2 Tingkat Keparahan LDS dan Gambaran Patologis
Tingkat keparahan LSD
Severe stage
Early skin lesions Mild – moderate stage
Nodules (N), sittasts (S)
Gambaran Patologis
Epidermal hyperplasma dan balloon
Vaskulitis dan peri-vaskulitis
degeneration
3.5 Terapi
Hingga saat ini belum tersedia terapi antivirus khusus untuk pengobatan
Lumpy Skin Disease. Sehingga pengobatan dilakukan secara suportif. Jenis obat
yang diberikan berupa anti-inflamasi, immunosuppresive dan multivitamin.
Pemberian antibiotik dilakukan untuk mencegah infeksi sekunder. Terapi yang
diberikan pada studi kasus ditunjukan pada Tabel 2.1.
Dexametason merupakan jenis obat golongan kortikosterid. Mekanisme
kerja deksametason yaitu melalui penekanan pembentukan bradikinin dan
pelepasan neuropeptida dari ujung saraf, pada jaringan yang mengalami proses
inflamasi. Aksi utama dexametason yaitu dengan penghambatan sel inflamatory
dan menekan mediator inflamasi. Penekanan produksi prostaglandin oleh
deksametason akan menghasilkan efek analgesia melalui penghambatan sintesis
enzim cyclooksigenase di jaringan perifer tubuh. Dosis pemberian
dexamethasone 0.04-0.15 mg/kg BB pada ternak besar (Plumbs, 2008).
10
Antibotik oksitetrasiklin bersifat bakteriostatik dengan kemampuan
broad spectrum terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Mekanisme aksi
antibiotik oksitetrasiklin yaitu dengan menghambat perkembangan sel melaluai
pengikatan ribosom subunit 30s dan penghambatan sintesa protein. Dosis yang
dapat diberikan adalah 10-20 mg/kg BB (Plumbs, 2008).
Biodin® merupakan suplemen daya tahan tubuh. Biodin® memiliki
kandungan Adenosin Triphosphat, Garam Aspartat, Sodim Selenite, Vitamin
B12. Adenosine trifosfat sebagai energi cadangan. Garam aspartate berperan
mengatur keseimbangan ion-ion tubuh pada proses metabolisme sel tubuh
hewan. Sodium selenite berperan dalam mengatur reaksi enzimatis pada proses
metabolism sel dan berfungsi sebagai antioksidan. Vitamin B12 berperan pada
proses metabolisme tubuh hewan.
11
disertai dengan sertifikat veteriner termasuk semua data tentang asal usul
hewan, dan jaminan kesehatan hewan ((Naipospos, 2004)).
3. Hieginitas dan Sanitasi Lingkungan
Lumpy skin disease virus merupakan virus yang stabil dan dapat
bertahan dalam kondisi ekstrim cuaca dingin atau kering serta bertahan
pada pH 6,3-8,3. Pembersihan dan desinfeksi menyeluruh harus dilakukan
di lingkungan peternakan, kandang, peralatan yang berpotensi
terkontaminasi. Para peternak juga harus menjaga sanitasi dan kebersihan.
LSDV sensitif terhadap sebagian besar desinfektan dan deterjen, agar
efektif desinfektan yang dipilih haruslah mampu menembus bahan organik
yang dikelilingi virus menular di lingkungan (Naipospos, 2004).
12
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada tanggal 27 November 2017, seekor sapi jantan domestik
didatangkan ke Rumah Sakit Hewan Pendidikan FKH Addis Ababa, dengan
keluhan gangguan kulit, penurunan nafsu makan dan penurunan aktivitas dan
tidak diberikan vaksin dalam kurun 1 tahun terkahir. Berdasarkan temuan
klinis, pemeriksaan fisik dan diagnosa penunjang spesifik (nodular biopsy dan
PCR) sapi didiagnosis mengalami Lumpy Skin Disease. Terapi yang diberikan
yaitu antibiotik (oxytetracycline 10%), anti-inflamasi (dexamethasone) dan
multivitamin yaitu (Biodin®). Pencegahan yang dapat dilakukan untuk
penyakit LSD yaitu dengan pemberian vaksinasi secara rutin, kontrol lalu-
lintas ternak serta menjaga hieginitas dan sanitasi lingkungan.
4.2 Saran
Pencegahan terhadap penyakit Lumpy Skin Disease menjadi salah satu
prioritias yang dapat dilakukan oleh para peternak dan pencegahan lainnya
adalah dengan memberikan vaksinasi secara rutin.
13
DAFTAR PUSTAKA
Alemayehu, G., Zewde, G., & Admassu, B. 2013. Risk assessments of lumpy skin
diseases in Borena bull market chain and its implication for livelihoods and
international trade. Tropical Animal Health and Production, 45(5), 1153–
1159. https://doi.org/10.1007/s11250-012-0340-9
Babiuk S, Bowden TR, Dalman B, Parkyn G, Copps J, et al. 2008. Quantification
of lumpy skin disease virus following experimental infection in cattle.
Transbound Emerg Dis 55: 299-307.
Feyisa, A. F. (2018). A Case Report on Clinical Management of Lumpy Skin
Disease in Bull. Journal of Veterinary Science & Technology, 09(03), 9–10.
https://doi.org/10.4172/2157-7579.1000538
Hazlianda, C. P., Muis, K., & Lubis, I. A, 2017. Uji Diagnostik Tinea Kruris dengan
Polymerase Chain Reaction Restriction Fragmented Length Polymorphism.
Periodical of Dermatology and Venereology, 29(2), 158–163.
Lubinga JC, Tuppurainen ES, Coetzer JA, Stoltsz WH, Venter EH., 2014 Evidence
of lumpy skin disease virus over-wintering by transstadial persistence in
Amblyomma hebraeum and transovarial persistence in Rhipicephalus
decoloratus ticks. Exp App Acarol 62: 77-90.
Mulatu, E., & Feyisa, A., 2018. Review: Lumpy Skin Disease. Journal of
Veterinary Science & Technology, 09(03). https://doi.org/10.4172/2157-
7579.1000535
Naipospos, T, 2004. Langkah antisipatif penyakit eksotis dan zoonotis dalam
perdagangan internasional. Wartazoa, 14(2), 61–64.
OIE, 2017. Lumpy skin disease In: OIE Technical disease cards Paris, France:
World Organisation for Animal Health.
Park Y.J., B.M. Lee, J.H. Hahn, G.B. Lee, D., 2004. Sensitive and Specific
Detection of Xanthomonas Campestris pv. Campestris by PCR using
species-specific Primers Based on hrpF Gene Sequences. Microbiol
Resource, 159 (pp. 419-423).
Pascucci, I., Monaco, F., Maseke, A., Khaiseb, S., Molini, U., Scacchia, M., 2017.
Lumpy skin disease an emerging threat to Europe: description of symptoms
and lesions shown in outbreaks in Namibia. Large Animal Review, 23(3),
83-86.
Tageldin, M. H., Wallace, D. B., Gerdes, G. H., Putterill, J. F., Greyling, R. R.,
Phosiwa, M. N., Al Busaidy, R. M., & Al Ismaaily, S. I., 2014. Lumpy skin
disease of cattle: An emerging problem in the Sultanate of Oman. Tropical
Animal Health and Production, 46(1), 241–246.
https://doi.org/10.1007/s11250-013-0483-3
14
Tulman, E. R., Afonso, C. L., Lu, Z., Zsak, L., Kutish, G. F., & Rock, D. L., 2001.
Genome of Lumpy Skin Disease Virus. Journal of Virology, 75(15), 7122–
7130. https://doi.org/10.1128/jvi.75.15.7122-7130.2001
Tuppurainen, E., Alexandrov, T., & Beltrán-Alcrudo, D., 2017. Lumpy skin
disease: a field manual for veterinarians. In FAO Animal Production and
Health Manual.
Tuppurainen, E. S. M., Babiuk, S., & Klement, E., 2018. Lumpy skin disease. In
Lumpy Skin Disease. https://doi.org/10.1007/978-3-319-92411-3
Widowati, E., 2013. Desain Primer Sitokrom b Sebagai Salah Satu Komponen PCR
untuk Deteksi DNA Babi. Yogyakarta: LP Universitas Kalijaga
15