PENANGGULANGAN ASF
Penyebab[sunting | sunting sumber]
Demam babi Afrika disebabkan oleh african swine fever virus (ASFV) yang merupakan satu-satunya spesies
virus dalam famili Asfarviridae dan genus Asfivirus.[4] Virus ini dikelompokkan dalam grup I dalam
sistem klasifikasi Baltimore, yaitu virus DNA dengan untai ganda.
Resistansi virus ASF terhadap perlakuan fisik dan kimiawi yaitu:[5]
Temperatur: Sangat resistan terhadap temperatur rendah. Terinaktivasi setelah dipanaskan pada
56 °C selama 70 menit atau 60 °C selama 20 menit.
pH: Terinaktivasi pada pH<3,9 atau >11,5 pada media tanpa serum. Adanya serum meningkatkan
resistansi virus, misalnya bertahan hingga pH 13,4. Virus dapat bertahan hingga 21 jam tanpa serum dan 7
hari dengan serum.
Disinfektan: Rentan terhadap eter dan kloroform. Terinaktivasi pada 8/1000 natrium hidroksida (30
menit), pada hipoklorit dengan konsentrasi klorin antara 0,03% dan 0,05% (30 menit), pada 3/1000
formalin (30 menit), pada 3% orto-polifenol (30 menit), dan pada senyawa iodin.
Kelangsungan hidup: Tetap bertahan lama pada darah, feses, dan jaringan; terutama pada produk
babi terinfeksi yang tidak dimasak atau kurang dimasak. Dapat berkembang biak pada vektor
(Ornithodoros sp.)
Demam babi Afrika menyerang anggota famili Suidae. Spesies yang peka yaitu babi domestik dan babi hutan
atau celeng (keduanya merupakan subspesies dari Sus scrofa), babi warthog (Phacochoerus africanus dan P.
aethiopicus), babi semak (Potamochoerus porcus dan P. larvatus), dan babi hutan raksasa (Hylochoerus
meinertzhageni).[6][7] Manifestasi penyakit secara klinis hanya terlihat pada babi domestik dan babi hutan. Babi
liar afrika seperti warthog dan babi semak tidak menunjukkan tanda klinis saat terinfeksi dan berperan sebagai
reservoir virus.[7] Belum ada bukti bahwa virus ASF dapat menginfeksi manusia.[6]
Penularan[sunting | sunting sumber]
Seekor babi yang sehat dapat terinfeksi demam babi Afrika melalui rute penularan secara langsung dan tidak
langsung. Penularan langsung terjadi melalui kontak fisik antara babi terinfeksi dengan babi sehat, sedangkan
penularan tidak langsung terjadi dengan cara:[5]
Menelan makanan atau sampah yang mengandung partikel virus ASF. Konsumsi sampah sisa
makanan dikenal dengan istilah swill feeding. Sampah yang dihasilkan dari penerbangan pesawat
udara dan kapal laut yang berlayar antarnegara atau antarwilayah merupakan salah satu sumber infeksi
virus ASF.
Gigitan caplak yang bertindak sebagai vektor biologis. Virus ASF dapat hidup dalam tubuh caplak
lunak dari genus Ornithodoros, seperti O. erraticus dan O. moubata.
Kontak dengan benda mati yang membawa partikel virus, seperti pakaian, sepatu, dan kendaran.
Demam babi Afrika dapat ditularkan baik dengan caplak maupun tanpa adanya caplak sebagai perantara,
[8]
bergantung pada siklus epidemiologis penyakit yang dipengaruhi oleh lokasi geografis dan spesies babi yang
terlibat.[9] Cairan hidung dan mulut, jaringan, darah, urin, dan feses dari hewan terinfeksi, baik hidup maupun
mati, merupakan sumber virus.[10] Babi yang telah pulih dari infeksi akut dan kronis dapat berstatus terinfeksi
secara persisten dan berperan sebagai pembawa virus.[10]
Zoonosis atau penyakit zoonotik adalah penyakit yang secara alami dapat menular
dari hewan vertebrata ke manusia atau sebaliknya. Zoonosis disebabkan oleh patogen
seperti bakteri, virus, fungi, serta parasit seperti protozoa dan cacing. Diperkirakan lebih dari
60% penyakit infeksius pada manusia tergolong zoonosis. Di seluruh dunia, timbul kewaspadaan
terhadap penyakit infeksius yang baru muncul (emerging infectious disease atau EID) serta
penyakit infeksius yang muncul kembali (re-emerging infectious disease), di mana mayoritas
penyakit-penyakit tersebut merupakan zoonosis.
Di Indonesia terdapat beberapa penyakit zoonosis yang strategis, yaitu Rabies, Anthraks dan
Avian Influensa. Dua dari penyakit tersebut, yaitu Rabies dan Anthraks merupakan penyakit
endemis di wilayah Kabupaten Manggarai Barat dan telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Rabies adalah penyakit yang disebabkan oleh Lyssa Virus yang menyerang semua hewan
berdarah panas dan manusia dan ditularkan oleh Hewan Penular Rabies (HPR) anjing, kucing dan
kera. Rabies di Pulau Flores secara epidemiologis berawal dari Flores Timur pada tahun 1997
lalu menyebar ke Sikka, Ende, Ngada. Di Manggarai, Rabies pertama kali dilaporkan pada bulan
Mei tahun 2000 di Kecamatan Elar (saat itu wilayah Manggarai belum dimekarkan). Pada tahun
2003 dilaporkan adanya kematian manusia akibat gigitan HPR di Kecamatan Macang Pacar dan
sampai saat ini, seluruh wilayah Mabar dinyatakan positif Rabies.
Anthrax adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif yang bernama
Bacillus anthracis. Biasanya infeksi ini menyerang binatang ternak, seperti sapi, kerbau, kuda,
kambing ataupun domba. Anthrax tercatat telah tersebar secara luas di Pulau Flores (Dalam Buku
Anthrax Tahun 2011), seluruh kabupaten sudah tertular. Anthrax sering ditemukan menyerang
ternak sapi, kerbau, kuda, kambing dan domba. Kadang-kadang babi juga terserang anthrax.
Dalam Catatan sejarah anthrax, Kabupaten manggarai Barat dilaporkan terjadi kasus pada kerbau
1 ekor Tahun 1994 dan 1 ekor kerbau pada tahun 1995. Tahun 2019 bulan oktober dilaporkan
kematian pada 5 ekor ternak sapi di Kecamatan Lembor karena anthrax. Sejarah menunjukkan
bahwa Kecamatan Lembor pernah terkena Antraks pada sapi sekitar tahun 1984-1985 di Desa
Semang yang merupakan daerah bertanah Kapur. Kasus berikutnya pada sapi terjadi tahun 1998
dengan tanda klinis sapi berlari tidak menentu, kemudian ambruk dan mengeluarkan darah hitam
dari lubang kumlah, kemudian sapi yang mati dikubur ( lokasinya sekarang dibangun kantor
Bank BRI tange ).
Pada Tahun 2019 kembali dilaporkan terjadinya kematian sapi di wilayah kecamatan Lembor
pada Bulan Oktober, laporan MTD pada sapi 5 ekor melalui iSIKHNAS oleh petugas Eman
Mbada di Kecamatan Lembor, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Selain itu adanya laporan
kasus suspek antraks dari Puskesmas Wae Kanta, Dusun Sambir Jong Kelurahan Tangge,
Kecamatan.Lembor, ada tiga kasus pada manusia. Dua orang mengalami gejala luka ditangan
dengan bagian tengah luka berwarnah hitam serta demam. Pada tanggal 9 Januari 2020
dilaporkan kembali 2 ekor sapi mati dan dagingnya dibagi-bagikan ke masyarakat. Akibat daging
dibagi-bagikan tersebut menyebabkan suspek 159 orang tertular anthrax karena mengkonsumsi
daging sapi mati. Waktu tim berada di lokasi pada tanggal 22 Januari terdapat 3 orang (2 orang
laki-laki dewasa dan 1 orang perempuan dewasa ) yang posiitif anthrax kulit dengan gejala
terdapat luka lepuh-lepuh berwarna hitam di tangan mereka.
Kegiatan pengendaliaan penyakit zoonosis Rabies dan Anthraks merupakan kegiatan yang
sangat penting dilaksanakan mengingat kedua penyakit berpengaruh secara langsung maupun
tidak langsung terhadap kesehatan dan perekonomian. Pengendalian Zoonosis di Kabupaten
Manggarai Barat telah dilakukan dengan berbagai upaya dan strategi, tetapi belum mampu
dieradikasi dari wilayah Kabupaten Manggarai Barat disebabkan karena tingkat parsipasi
masyarakat yang masih sangat rendah di mana vaksinasi massal tidak direspon dengan antusias
oleh masyarakat, selain itu karena system pemeliharaan ternak maupun HPR yang liar.
Dari sisi budget dan SDM Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan pada tahun 2020 sangat
siap untuk melaksanakan kegiatan pengendalian zoonosis. Upaya pengendalian ini tentu saja
harus melibatkan berbagai stakeholder, khususnya pemilik ternak maupun HPR. Untuk
pengendalian Rabies dan anthraks di seluruh Kabupaten Manggarai Barat dilakukan dengan cara
sosialisasi, vaksinasi, KIE, surveillance, investigasi dan pemeriksaan laboratorium. Sedangkan
untuk pengendalian anthraks di Kecamatan Lembor dan Lembor Selatan, dibutuhkan strategi
khusus Penertiban Pemeliharaan Ternak yang melibatkan Tim Koordinasi dari berbagai kalangan.
TUJUAN
6. Pelaporan
Pelaporan sangat diperlukan untuk mengetahui rencana dan realisasi pemanfaatan
dana kegiatan dengan mekanisme pelaporan sebagai berikut:
a. Pelaporan berupa laporan vaksinasi, surveilans dan investigasi
b. Pelaporan dilakukan secara manual maupun secara online melalui isikhnas
c. vaksinasi berbasis desa dan harus ditandatangani oleh vaksinator, mengetahui kepala
desa dan kepala dinas
d. Kegiatan harus direkapitulasi per Kecamatan dan Kabupaten
e. Format laporan ditetapkan oleh Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
V. MANFAAT (BENEFIT)
Manfaat yang diperoleh melalui kegiatan ini adalah:
1. HPR menjadi sahabat bagi manusia
2. Manggarai Barat menjadi daerah yang nyaman bagi wisatawan
3. Dana pengendalian rabies menurun
VI. IMPACT
1. Anjing dapat menjadi bagian dari komoditas wisata
2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Manggarai Barat