Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KEGIATAN PPDH

ROTASI DIAGNOSA LABORATORIK


yang dilaksanakan di
LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Oedema Pulmonum pada Paru-Paru dan

Ovaritis Hemoragica pada Ovarium

Oleh :

AWANGGA SMARADHAHANA C.A., S.KH


NIM. 180130100111066

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020

i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KEGIATAN PPDH
ROTASI PATOLOGI ANATOMI
yang dilaksanakan di
LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI FKH
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Malang, 16 September - 11 Oktober 2019

Oleh:

Awangga Smaradhahana C.A., S.KH


NIM. 180130100111066

Menyetujui,

Penguji I Penguji II

drh. Dyah Ayu O.A.P., M.Biotech drh. Andreas Bandang Hardian, MVSc
NIP. 19841026 200812 2 004 NIP. 19911123 201903 1 011

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya

Dr.Ir. Sudarminto Setyo Yuwono, M.App.Sc


NIP. 19631216 198803 1 002

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala limpahan
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) Rotasi Diagnosa Laboratorik
di Laboratorium Patologi Anatomi. Dalam penulisan laporan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Sudarminto Setyo Yuwono, M.App.Sc, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya, yang telah mengarahkan dan
memberi bimbingan, serta dukungan kepada penulis dalam penyusunan dan
penyempurnaan laporan ini.
2. drh. Dyah Ayu Oktavianie, M. Biotech, sebagai Dosen Pembimbing yang telah
mengarahkan dan memberi bimbingan, serta dukungan kepada penulis dalam
penyusunan dan penyempurnaan laporan ini.
3. drh. Andreas Bandang Hardian, MVSc, sebagai Dosen Penguji II yang telah
mengarahkan dan memberi bimbingan, serta dukungan kepada penulis dalam
penyusunan dan penyempurnaan laporan ini.
4. Teman sejawat PPDH Gelombang XI, khususnya Kelompok 2 Vetamicin atas
kerjasama, dorongan, semangat, inspirasi, keceriaan, dan kebersamaannya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari
sempurna oleh karena itu penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik yang
membangun. Semoga laporan ini dapat menambah wawasan dan manfaat bagi
pembaca.
Malang, Februari 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI. ........................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ....................................................................................... 1

1.2 Rumusan masalah.................................................................................. 2

1.3 Tujuan ................................................................................................... 2


1.4 Manfaat ................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3
2.1 Klasifikasi Anjing ................................................................................. 3
2.2 Karakteristik Anjing .............................................................................. 3
2.3 Pulmo .................................................................................................... 4
2.4 Ginjal ..................................................................................................... 5
BAB III METODOLOGI ..................................................................................... 8
3.1 Tempat dan Waktu Kegiatan ................................................................. 8
3.2 Profil Mahasiswa................................................................................... 8
3.3 Metode Kegiatan .................................................................................. 8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 13
4.1 Hasil .................................................................................................... 13
4.2 Pembahasan ......................................................................................... 18
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 28
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 28
5.2 Saran .................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 29
LAMPIRAN ......................................................................................................... 30

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anjing merupakan salah satu jenis hewan yang sering dijadikan
sebagai hewan peliharaan atau kesayangan, karena memiliki karakter yang
unik dan berbeda dibandingkan dengan hewan kesayangan lainnya. Anjing
merupakan salah satu pet animals yang banyak dipelihara oleh masyarakat
Indonesia. Bahkan anjing menjadi salah satu bagian keluarga yang bisa
dilatih, diajak bermain dan merupakan teman yang sangat tepat untuk
menghilangkan stres.
Patologi veteriner merupakan ilmu yang mempelajari tentang respon
sel jaringan terhadap jejas dan adaptasi sel, gangguan hemodinamik, reaksi
inflamasi akut dan kronis (Arimbi dkk, 2015) Patologi dibagi menjadi dua
bidang, yaitu patologi anatomi dan patologi klinik. Patologi anatomi adalah
ilmu yang mempelajari tentang diagnosis penyakit. Patologi anatomi
dilakukan dengan dua cara, yaitu secara makroskopis dan mikroskopis.
Pemeriksaan secara makroskopis adalah pemeriksaan jaringan atau organ
tanpa menggunakan mikroskop. Pemeriksaan secara mikroskopis atau
histopatologi adalah pemeriksaan patologi anatomi dari jaringan dengan
menggunakan mikroskop pada potongan jaringan yang diwarnai. Patologi
klinik adalah ilmu yang mempelajari tentang penyakit dengan melakukan
pemeriksaan laboratorik, seperti darah, urin, feses, eksudat, kerokan kulit, dan
biopsi jaringan.
Bedah bangkai atau nekropsi adalah tehnik lanjutan dari diagnosa
klinik untuk mengukuhkan atau meyakinkanhasil diagnosa klinik. Pada
prinsipnya, bedah bangkai adalah mengeluarkan organ-organ yang
mengalami abnormalitas. Bedah bangkai hendaknya dilakukan secepat
mungkin setelah hewan mati. Untuk daerah tropis seperti Indonesia,
sebaiknya bedah bangkai dilakukan tidak lebih dari 6 jam setelah hewan mati.
Kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) rotasi patologi veteriner
sangat penting untuk meningkatkan wawasan dalam memahami adanya
keabnormalan dalam suatu jaringan atau organ serta menambah skill dalam

1
pemeriksaan labolatorik untuk penegakan diagnose sehingga nantinya dapat
memberikan terapi secara tepat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengidentifikasi abnormalitas dan perubahan patologis
pada organ-organ baik secara makroskopis maupun mikroskopis?
2. Bagaimana menetapkan diagnosis penyakit berdasarkan perubahan
patologi pada organ atau jaringan?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi abnormalitas dan perubahan
patologis pada organ-organ baik secara makroskopis maupun
mikroskopis.
2. Mahasiswa mampu menetapkan diagnosis penyakit berdasarkan
perubahan patologi organ atau jaringan.
1.4 Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan
(PPDH) Rotasi Laboratorium Patologi Anatomi Veteriner adalah
mendapatkan tambahan pengetahuan, pengalaman, wawasan, dan
keterampilan khususnya di bidang diagnosis patologi anatomi serta
memenuhi salah satu kompetensi dokter hewan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Anjing
Anjing merupakan salah satu hewan kesayangan yang sering dijadikan
sebagai peliharaan karena memiliki karakter yang unik dan berbeda
dibandingkan dengan hewan kesayangan lainnya. Anjing adalah mamalia
yang telah mengalami domestikasi dari serigala sejak 15.000 tahun yang lalu,
bahkan kemungkinan sudah sejak 100.000 tahun yang lalu berdasarkan bukti
genetik berupa penemuan fosil dan tes DNA. Anjing adalah sejenis karnivora
kecil dari famili canidae yang telah dijinakkan dan dekat dengan manusia
karena memiliki daya adaptasi yang cukup baik dan kemampuan untuk
berburu binatang (Kerstin, 2005).
Klasifikasi Anjing :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Subkelas : Theria
Ordo : Carnivora
Famili : Canidae
Genus : Canis
Anjing telah berkembang menjadi ratusan ras dengan berbagai macam
variasi. Warna rambut anjing bisa beraneka ragam, mulai dari putih sampai
hitam, juga merah, abu-abu (sering disebut "biru"), dan coklat. Selain itu,
anjing memiliki berbagai jenis rambut. Rambut anjing bisa lurus atau keriting,
dan bertekstur kasar hingga lembut seperti benang wol. Anjing merupakan
hewan sosial sama seperti halnya manusia. Kedekatan pola perilaku anjing
dengan manusia menjadikan anjing bisa dilatih, diajak bermain, tinggal
bersama manusia, dan diajak bersosialiasi dengan manusia dan anjing yang
lain. Anjing memiliki posisi unik dalam hubungan antarspesies. Kesetiaan dan
pengabdian yang ditunjukkan anjing sangat mirip dengan konsep manusia
tentang cinta dan persahabatan. Walaupun sudah merupakan naluri alami
anjing sebagai hewan kelompok, pemilik anjing sangat menghargai kesetiaan

3
dan pengabdian anjing dan menganggapnya sebagai anggota keluarga sendiri.
Anjing kesayangan bahkan sering diberi nama keluarga yang sama seperti
nama pemiliknya. Sebaliknya, anjing menganggap manusia sebagai anggota
kelompoknya.
2.2 Karakteristik dan penyakit pada anjing
Anjing adalah hewan sosial, tetapi kepribadian dan tingkah laku anjing
bisa berbeda-beda bergantung pada masing-masing ras. Selain itu, kepribadian
dan tingkah laku anjing bergantung pada perlakuan yang diterima dari pemilik
anjing dan orang-orang yang berkomunikasi dengan sang anjing. Anjing yang
menerima kekerasan dari pemilik atau dengan sengaja dibuat kelaparan bisa
menjadi anjing cepat marah dan berbahaya. Pemilik yang gagal mendidik
anjing bisa menyebabkan tingkah laku anjing menjadi tidak normal. Tidak
jarang, anjing yang kurang perhatian dari pemilik dan kurang pendidikan
menjadi suka mengigit orang atau menyerang binatang-binatang lain.
Anjing rentan terhadap berbagai penyakit. Beberapa penyakit di antara
juga merupakan penyakit pada manusia, tetapi sebagian lainnya merupakan
penyakit khusus anjing. Seperti halnya mamalia, anjing juga rentan terhadap
keletihan akibat cuaca panas, udara kelembaban tinggi, atau perubahan
temperatur yang drastis. Penyakit menular yang mudah menyerang anjing di
antaranya penyakit rabies, parvovirus, dan distemper. Penyakit bawaan pada
anjing yang diturunkan secara genetik di antaranya penyakit kelainan sendi
lutut (luksasi patelar), hingga epilepsi dan kelainan katup pembuluh darah
paru (stenosis pulmoner). Anjing bisa menderita hampir semua penyakit yang
bisa diderita manusia, mulai dari hipotiroidisme, kanker, sakit gigi, hingga
penyakit jantung (Gedon, 2006).
2.3 Pulmo
Paru-paru terdapat dirongga thorax dan ditutupi oleh pleura (Aughey dan
Frye, 2001). Paru-paru berfungsi dalam pertukaran gas. Saluran pernafasan
bagian bawah terdiri dari trakea, kemudian bronchus. Broncus dindingnya
mengandung tulang rawan, otot polos, dan kelenjar sumukosa. Bronkus
intrapulmonal biasanya dikenali dari adanya beberapa lempeng tulang rawan
yang letaknya berdekatan. Epitelnya pseudokompleks bersilia dengan sel

4
goblet. Sel goblet adalah sel penghasil mukuss berbentuk mirip piala. Lapisan
berikutnya yaitu lamina propria, selapis tipis otot polos, submucosa dangan
kelenjar bronkial, tulang rawan hialin, dan adventitia.
Bronkiolus adalah jalan napas intralobular yang berdiameter ≤ 5 mm,
tidak memiliki tulang rawan maupun kelenjar dalam mukosanya. Epitel
bronhkiolus terminalis juga mengandung sel Clara. Sel Clara mensekresi
protein yang melindungi lapisan bronkiolus terhadap polutan oksidatif dan
inflamasi. Lamina propria bronkiolus sebagian besar terdiri atas otot polos dan
serat elastin. Otototot bronki dan bronkioli berada dibawah kendali nervus
vagus dan susunan saraf simpatis. Stimulasi nervus vagus mengurangi
diameter struktur- struktur ini; stimulasi simpatis menghasilkan efek
kebalikannya.
Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa
bronkiolus terminalis kecuali dindingnya yang diselingi oleh banyak alveolus
tempat terjadinya pertukaran gas. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh
sel epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada bagian tepi muara alveolus,
epitel bronkiolus menyatu dengan sel-sel alveolus gepeng (sel alveolus tipe I).
Duktus alveolaris dan alveolus dilapisi oleh sel alveolus gepeng yang sangat
halus. Di dalam lamina propria yang mengelilingi tepian alveolus, terdapat
anyaman sel otot polos. Alvelous merupakan penonjolan (evaginasi) mirip
kantung (berdiameter sekitar 200 µm) di bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris, dan sakus alveolaris. Secara struktural, alveolus menyerupai
kantong kecil yang terbuka pada satu sisinya, yang mirip dengan sarang lebah.
Sel tipe I atau sel alveolus gepeng merupakan sel sangat tipis yang melapisi
permukaan alveolus. Sel tipe I menempati hampir 97% dari permukaan
alveolus (3% sisanya ditempati oleh sel tipe II). Sel tipe II tersebar di antara
selsel alveolus tipe I. Pada sediaan histologi, sel-sel tipe II menampilkan ciri
sitoplasma bervesikel yang khas atau berbusa. Surfaktan paru mempunyai
beberapa fungsi penting dalam paru namun yang utama, zat ini mengurangi
tegangan permukaan sel-sel alveolus. Tanpa adanya surfaktan, alveolus
cenderung kolaps selama ekspirasi. Dalam perkembangan fetus, surfaktan

5
muncul pada minggu-minggu terakhir kehamilan dan bertepatan dengan
munculnya badan lamela dalam sel tipe II (Junqueira & Carneiro, 2007).
2.4 Ovarium
Ovarium anjing relatif kecil, kurang lebih 1,5 x 0,7 x 0,5 cm pada
anjing dengan berat 12 kg, berlokasi di bagian dorsal dari rongga perut, di
sebelah kaudal dari ginjal kurang lebih pada tingkat ketiga atau keempat dari
vertebrae lumbalis. Jumlahnya sepasang dan digantung oleh mesovarium yang
berisi saraf dan suplai darah yang berasal dari arteri ovaria dan dari
anastomosis arteri uterina. Setiap ovarium diselimuti oleh lemak dan
dikelilingi oleh bursa yang terbuka sepanjang 0,2 – 1,8 cm (Junaidi, 2006).
Mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai alat eksokrin yang menghasilkan
ovum atau sel telur dan sebagai alat endokrin yang mensekresikan hormon
kelamin betina yaitu estrogen dan progesteron. Ovarium anjing berbentuk oval
dan pipih, berukuran lebih kurang dua sentimeter dan bergantung pada fase
siklus birahi (Mc Donald, 2003).
Ovarium terdiri dari medulla dan korteks, dikelilingi oleh epitel
kecambah. Pada medulla terdapat pembuluh darah dan syaraf, sedangkan
korteks merupakan tempat pembentukan ovum dan hormon. Ovarium dapat
mengandung struktur- struktur komponen yang berbeda pada tingkat
perkembangannya. Sel-sel kecambah akan tumbuh dan berkembang dalam
mencapai kematangannya berturut-turut folikel primer, sekunder, tertier dan
folikel de Graaf. Dengan bantuan hormon estrogen yang cukup yang
disekresikan oleh sel-sel theca interna, folikel de Graaf ini akan pecah,
sehingga keluarlah ovum dari ovarium. Peristiwa ini disebut ovulasi.
Ovarium anjing yang baru lahir diperkirakan mengandung 700.000
buah oosit. Kemudian jumlah ini menurun menjadi 250.000 pada saat
pubertas, 33.000 pada usia lima tahun dan hanya 500 buah pada anjing yang
berusia 10 tahun. Hal ini disebabkan oleh kegagalan folikel menjadi matang,
tidak berovulasi dan malah berdegenerasi. Jumlah folikel de Graaf yang
terbentuk pada satu siklus birahi tergantung pada hereditas dan faktor-faktor
lingkungan. Pada anjing 3-15 folikel de Graaf matang pada setiap estrus (Mc
Donald, 2003).

6
BAB III
METODE KEGIATAN
3.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan
Pelaksanaan nekropsi anjing pada tanggal 17 September 2019
dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Veteriner Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya. Teknik preparasi sampel dan pembuatan
preparat histopatologi pada tanggal 17 September – 11 Oktober 2019
dilakukan di Laboratorium Histologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya.
3.2 Profil Mahasiswa
Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan Rotasi Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang yaitu,
Nama : Awangga Smaradhahana C.A., S. KH
NIM : 180130100111066
Program Studi : Pendidikan Profesi Dokter Hewan
Universitas : Brawijaya
Email : amiluhur06@gmail.com
No.HP : 082232847297
3.3 Metode Kegiatan
3.3.1 Alat dan Bahan Nekropsi

Hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk melakukan nekropsi pada


anjing yaitu sebagai berikut :
a. Persiapan Alat:
1. Blade dan skalpel
2. Gunting (Gunting Tajam dan Gunting Tajam-Tumpul)
3. Pinset
4. Pot organ untuk mengoleksi organ spesimen
5. Kertas Label dan spidol untuk memberi tanda pada masing-masing
spesimen pot
6. Tray besar untuk nekropsi
b. Persiapan Bahan:
1. Anjing

7
2. Formalin 10%
3. Air mengalir
4. Plastik kresek
3.3.2 Teknik Nekropsi

Nekropsi dilakukan pada hari Sabtu, 17 September 2019.


Pelaksanaan nekropsi dilakukan setelah terjadi kematian pada anjing.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada saat pelaksaan nekropsi
adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan bagian eksteriror (luar tubuh),
2. Anjing direbahkan lateral terlebih dahulu,
3. Buat irisan mandibula sampai arcus ischiadicus dan buka bagian oral
cavity.
4. Dilakukan inspeksi, palpasi dan insisi pada organ yang berada di oral
cavity.
5. Letakkan hewan telentang dengan kepala menjauhi operator.
6. Fiksasi kaki depan dan belakang menjauhi tubuh.
7. Irisan dimulai pada bagian abdomen dan memotong kulit beserta
muskulus abdominalis,
8. Dilakukan inspeksi pada diafragma, peritoneum, rongga abdomen
dan organ yang berada di rongga abdomen. Diamati adanya kelainan
warna, adanya cairan, adanya lesi, dan lain sebagainya.
9. Irisan dilanjutkan pada kedua sisi (kiri dan kanan) terus ke arah
cranial dan memotong costae hingga rongga dada terbuka.
10. Dilakukan inspeksi pada rongga thorax dan organ yang berada di
rongga thorax. Diamati adanya kelainan warna, adanya cairan,
adanya lesi, dan lain sebagainya.
11. Dilanjutkan dengan pengeluaran organ pada rongga thorax dengan
mengeluarkan jantung, paru-paru dikeluarkan bersama dengan lidah
dan trakea, trakea dilepaskan dari pertautan otot leher dan esophagus.
12. Lalu dilakukan pemeriksaan mulai dari inspeksi, palpasi dan insisi
untuk mengetahui adanya abnormalitas pada organ dan jaringan.

8
13. Dilanjutkan dengan pengeluaran organ pada rongga abdomen dengan
mengeluarkan hepar hingga rektum secara bersamaan tanpa
dilakukan pemisahan terlebih dahulu.
14. Lalu dilakukan pemeriksaan mulai dari inspeksi, palpasi dan insisi
untuk mengetahui adanya abnormalitas pada organ dan jaringan.
15. Apabila terdapat adanya kelainan pada organ maka dilakukan
pengambilan sampel dengan membuat potongan 1 cm x 1 cm x 1 cm.
3.3.3 Pengumpulan Sampel Organ
Sampel yang diambil adalah pulmo, ovarium, serta massa sebelah
VU dan massa di belakang kelenjar mamae. Pengumpulan sampel
dengan cara memotong bagian organ yang mengalami abnormalitas.
Organ dipotong secara melintang kemudian organ tersebut dimasukkan
ke dalam pot sampel dan direndam dalam formalin 10% sebagai media
preservasi. Label organ sesuai dengan nama organ dan identitas hewan
serta waktu pengambilan sampel.
3.3.4 Pembuatan Preparat Histopatologi
Organ yang secara makroskopis mengalami perubahan dikoleksi
dan dilanjutkan dengan pembuatan preparat histologi dengan metode
histoteknik. Organ yang dikoleksi untuk dilanjutkan pada pembuatan
preparat histologi adalah pulmo, ovarium, serta massa sebelah VU dan
massa di belakang kelenjar mamae. Prosedur pembuatan preparat
histopatologi adalah sebagai berikut:
1. Sampel organ yang dikoleksi diawetkan dengan menggunakan
formalin 10% selama 24 jam.
2. Organ dipotong sesuai dengan penampang yang diinginkan atau yang
terdapat abnormalitas, kemudian dimasukkan ke tissue cassete.
3. Dialirkan dengan air mengalir selama 30 menit.
4. Dilakukan dehidrasi secara bertingkat menggunakan alkohol 70%,
80%, 90%, 95%, dan dilanjutkan alkohol absolut 100% I, 100% II dan
100% III masing-masing 1 jam. Pada alkohol absolut 100% III organ
dapat didiamkan selama 24 jam.

9
5. Dilakukan clearing dengan menggunakan larutan xylol untuk
rendaman 1 dan 2 selama 10 menit kemudian dilanjutkan dengan
larutan xylol untuk rendaman 3 selama 20 menit. Sampel yang akan
diinfiltrasi dipastikan terlebih dahulu sudah menjadi transparan.
6. Infiltrasi dilakukan menggunakan paraffin cair pada inkubator bersuhu
65oC, yang dimulai dari paraffin 1 dan 2 masing-masing 10 menit dan
parafin 3 selama 15 menit.
7. Embedding dilakukan dengan menanam sampel organ ke cetakan,
selanjutnya diisi dengan paraffin cair 4 lalu ditutup dengan tissue
cassete dan ditekan kemudian dituang lagi paraffin cair 4 hingga
menutupi tissue cassete, kemudian dilabel dan didiamkan pada suhu
ruang selama 15 menit dan dilanjutkan didiamkan di freezer selama 24
jam.
8. Sectioning dilakukan dengan memotong sampel menggunakan
microtome dengan ketebalan 5-10 mikron, kemudian dimasukkan
pada waterbath dan ditempelkan potongan tersebut pada object glass
yang telah diberi EWIT. Dikeringkan dan diangin anginkan
9. Dimasukkan ke inkubator dengan suhu 65oC selama 10 menit.
10. Deparafinisasi dilakukan untuk menghilangkan parafin dengan xylol
1, 2, dan 3 masing-masing selama 20 menit.
11. Rehidrasi dilakukan untuk mengeluarkan cairan yang masih melekat
dengan menggunakan alkohol bertingkat menurun dari 100% 3, 100%
2, 100% 1, 95%, 90%, 80%, dan 70% masing – masing 5 menit.
12. Staining atau pewarnaan menggunakan hematoxylin selama 5 menit,
kemudian dimasukan kedalam alcohol asam selama 4 detik dan
selanjutnya dicuci dengan air mengalir selama 20 menit dan
dilanjutkan dengan eosin selama 5 menit.
13. Dehidrasi dilakukan dengan menggunakan ethanol bertingkat dari
70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut 100% 1 dan alkohol absolut
100% 2 masing – masing selama 4 detik. Kemudian dilanjutkan
dengan alkohol absolut 100% 3 selama 5 menit.

10
14. Clearing dilakukan dengan menggunakan xylol 1, xylol 2 dan xylol 3
selama 10 menit.
15. Mounting dilakukan dengan meletakkan canada balsem disekitar
sampel organ kemudian ditutup dengan cover glass, dan pastikan tidak
ada gelembung yang terbentuk diatas organ.
16. Labelling dilakukan memberi identitas pada preparat
3.3.5 Teknik Pewarnaan HE
Staining atau pewarnaan, proses pewarnaan dengan menggunakan
hematoxylin dan eosin dengan langkah sebagai berikut :
1. Sediaan histologis dihisap xylolnya dengan menggunakan kertas
saring. Kemudian berturut-turut dimasukkan ke alkohol 96%, 90%,
80%, 70%,60%, 50%, 40% dan 30% masing-masing selama 5 menit
lalu ke aquades selama 5 menit. Dicuci dengan air mengalir kurang
lebih 2 menit.
2. Dimasukkan ke dalam haemotoxylin selama 4 menit.
3. Dicuci dengan air mengalir selama 10 menit.
4. Dimasukkan ke dalam aquades dan alkohol 50%, 60%, 70%, 80%,
90%,96% masing-masing beberapa celupan.
5. Dimasukkan ke dalam eosin selama1,5 menit.
6. Dimasukkan ke dalam alkohol 70 %,80%, 90%, 95%.
7. Preparat dikering-anginkan dan dimasukkan ke xylol selama 15 menit.
8. Sediaan histologi ditetesi dengan canada balsam lalu ditutup dengan
cover glass.
9. Mounting (Penutupan) dan Labelling (Pemberian Label) yaitu
penutupan preparat dengan menggunakan kaca penutup dan memberi
identitas pada preparat.

11
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Signalement
Jenis hewan : Anjing
Ras : Schnauzer
Warna : Abu-abu
Umur : 13 tahun
Jenis Kelamin : Betina

4.1.2 Anamnesa dan Temuan Klinis


Anjing Sheva dalam kondisi lemas saat dibawa ke rumah sakit
hewan. Keluhan dari pemilik anjing yaitu turunnya nafsu makan,
minum sedikit, dan sesak nafas. Pada pemeriksaan awal ditemukan
adanya leleran dari vagina dan mukosa berwarna pucat. Hari ke dua
kondisi masih lemas dan semakin memburuk. Anjing mati pada tanggal
8 agustus 2019.

Gambar 4.1 Anjing Sheva (Dokumentasi pribadi, 2019)


4.1.3 Hasil Pemeriksaan Makroskopis
Kematian Anjing Sheva pada tanggal 8 Agustus 2019. Setelah
dilakukan nekropsi tanggal 17 September 2019, terdapat beberapa
bagian organ yang mengalami kelainan. Berikut merupakan hasil
pemeriksaan makroskopis organ yang ditemukan saat pelaksanaan
nekropsi :

12
Gambar 4.2 Pada pulmo terlihat berwarna merah gelap (panah merah )
(Dokumentasi pribadi, 2019)

Gambar 4.3 Ovarium sebelah kanan mengalami pembesaran dengan


konsistensi yang kenyal seperti jelly (panah merah )
(Dokumentasi pribadi, 2019)

Gambar 4.4 Ditemukan ada massa berada dibalik kelenjar mammae, lebih
tepatnya pada daerah sub cutaneus (panah merah )
(Dokumentasi pribadi, 2019)

13
Gambar 4.5 Terdapat massa di sebelah kanan dan kiri vesica urinaria dengan
tekstur kenyal dan padat (panah merah ) (Dokumentasi
pribadi, 2019)

4.1.4 Hasil Pemeriksaan Mikroskopis


1. Pulmo

1 2

Gambar 4.6 Gambaran mikroskopis pulmo (Dokumentasi pribadi, 2019).


Keterangan :
1. Pulmo dengan perbesaran 40x, terdapat pelebaran lumen alveoli
(emfisema) (panah marah) dan tampak penyempitan lumen alveoli
(atelektasis) (panah biru).

14
2. Pulmo dengan perbesaran 100x, terdapat pelebaran lumen alveoli
(emfisema) (panah marah), tampak penyempitan lumen alveoli
(atelektasis) (panah biru), dan tampak akumulasi cairan pada
alveoli (edema pulmonum) (panah kuning).
3. Pulmo dengan perbesaran 400x, terdapat akumulasi cairan pada
alveoli (edema pulmonum) (panah kuning).

2. Ovarium

1 2

Gambar 4.7 Gambaran mikroskopis ovarium. Terdapat infiltrasi sel radang pada bagian
korteks (panah hijau) 1. Perbesaran 100x. 2. Perbesaran 1000x, terlihat
adanya hemoragi (panah hitam) (Dokumentasi pribadi, 2019)

3. Massa di bawah kulit

1 2

Gambar 4.8 Gambaran mikroskopis massa di bawah kulit. 1. Subcutaneus fibroma


terlihat pada perbesaran 100x (panah merah). 2. Terlihat adanya jaringan
fibroid (panah biru) dan jaringan kolagen (panah hitam) (Dokumentasi
pribadi, 2019)

15
4. Massa di sebelah vesica urinaria

1 2

3 4

Gambar 4.9 Gambaran mikroskopis massa di sebelah vesica urinaria. 1. Massa pada
sebelah VU dengan perbesaran 40x, tampak adanya jaringan fibroid
(panah hitam) dan debris sel darah putih (panah kuning) (nekrosis
caseosa). 2.3.4. Massa pada sebelah VU dengan perbesaran 100x, tampak
adanya jaringan fibroid (panah hitam) dan jaringan lemak (panah merah)
(Dokumentasi pribadi, 2019)
4.2 Pembahasan
Jaringan normal pada pulmo akan menunjukkan gambaran sel
pneumosit tipe 1 dan tipe 2 yang tersusun membentuk suatu alveolus.
Gambaran makroskopis normal paru-paru berwarna pink atau merah muda.
Hasil pemeriksaan makroskopis, warna paru-paru tampak berwarna merah
gelap. Hasil histopatologis menunjukkan gambaran pneumosit yang tidak
beraturan, dimana satu bagian paru-paru ada yang mengalami atelektasis
dan bagian lainnya ada yang mengalami emfisema. Ditemukan juga adanya
akumulasi cairan pada alveolus (edema pulmonum).
Ovarium normal secara makroskopis akan terlihat berwarna putih
kemerahmudaan dengan konsistensi kenyal dan padat. Secara mikroskopis

16
ovarium normal terdiri dari dua lapisan yaitu korteks dan medulla dengan
batasan yang jelas antara keduanya. Hasil pemeriksaan makroskopis
menunjukkan ovarium yang mengalami pembesaran dengan konsistensi
yang kenyal seperti jelly. Secara mikroskopis ovarium menunjukkan
adanya infiltrasi sel radang dan adanya hemoragi pada bagian korteks.
Pada pemeriksaan makroskopis di daerah yang lain ditemukan
kelainan berupa adanya massa dibawah kulit dan massa di sebelah vesica
urinaria. Massa yang terlihat dibawah kulit berwarna putih dengan
konsistensi padat dan berbentuk oval dengan diameter 2-3 cm. Secara
mikroskopis massa tersebut menunjukkan gambaran sub cutaneus fibroma
dengan ditandai adanya jaringan kolagen dan jaringan fibroid. Selanjutnya
massa disekitar vesica urinaria secara makroskopis berwarna hitam dengan
konsistensi kenyal padat dengan diameter 4 cm. Hasil pemeriksaan secara
mikroskopis menunjukkan gambaran nekrosis caseosa membentuk eksudat
purulent yang berisi debris-debris sel darah putih yang sudah mati. Hal ini
ditandai dengan adanya jaringan granuloma yang menyelubungi daerah
nekrosis. Selain itu tampak pula adanya jaringan ikat dan jaringan lemak.
Hasil pemeriksaan patologi pada anjing ini dapat diambil garis besar
kelainan yang didapat yaitu adanya edema pulmonum, ovaritis, dan
granuloma pada daerah disekitar VU serta fibroma dibawah kulit.
Kelainan-kelainan dapat disebabkan karena infeksi bakterial dimana dapat
dimulai dari infeksi pada ovarium oleh bakteri. Beberapa diantaranya dapat
disebabkan dari E. coli. Sehingga menyebabkan terjadinya radang pada
ovarium atau ovaritis. Bakteri yang menyebabkan ovaritis selanjutnya dapat
masuk ke dalam aliran darah dan menginfeksi jaringan lainnya sehingga
menimbulkan abses pada jaringan sekitar VU. Adanya infeksi tersebut
menimbulkan terjadinya nekrosis caseosa. Infeksi yang terjadi akan
menurunkan jumlah protein dalam darah yang selanjutnya mempengaruhi
tekanan osmosis. Terganggunya tekanan osmosis akan mengakibatkan
cairan intra vaskular keluar dari aliran darah dan dapat masuk ke beberapa
jaringan/organ lain seperti pulmo (edema pulmonum). Selanjutnya untuk
fibroma yang terjadi dapat disebabkan oleh usia anjing yang terbilang

17
sudah senior. Anjing dengan umur 13 tahun tidak menutup kemungkinan
adanya fibroma yang muncul.
Diagnosa definitif berdasarkan hasil pemeriksaan patologis yang
telah dilakukan yaitu anjing ini mengalami ovaritis pada ovarium dengan
disertai edema pulmonum pada paru-paru karena adanya colibacilosis dari
bakteri E. coli.

18
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomi baik secara
makroskopis dan mikroskopis dapat disimpulkan anjing mengalami ovaritis
pada ovarium dengan disertai edema pulmonum pada paru-paru karena
adanya colibacilosis dari bakteri E. coli.

5.2 Saran
Perlu dilakukan kultur bakteri pada sampel pulmo sebagai diagnosa
penunjang untuk mengkonfirmasi diagnosa pada kasus anjing ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Arimbi., A. Azmijah., R. Darsono., H. Plumeriastuti., T. V. Widiyatno dan D.


Legowo. 2015. Patologi Umum Veteriner Edisi 2. Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Aughey, E. and F.L. Frye. 2001. Comparative Veterinary Histology with Clinical
Correlates. Manson Publishing. London. 118

Gedon, Trisha. 2006. Summer heat can be tough on pets. Division of Agricultural
Sciences and Natural Resources. Oklahoma State University.

Junaidi, Aris. 2006. Reproduksi dan Obstetri Pada Anjing. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Junqueira L.C., J.Carneiro, R.O. Kelley. 2007. Histologi Dasar. Edisi ke-5.
Tambayang J., penerjemah. Terjemahan dari Basic Histology. EGC. Jakarta.

Kerstin, Lindblad-Toh. 2005. Genome sequence, comparative analysis and


haplotype structure of the domestic dog. Broad Institute of Harvard and
MIT. Cambridge. USA. Nature Publishing Group

Mc Donald, L. E., 2003. Reproductive Patterns of Dogs. In : L. E. Mc Donald, ed.


Veterinary Endocrinology and Reproductions. 5th Ed. Lea and Febiger,
Philadelphia

20
Lampiran 1. Pembuatan Preparat

1. Pengambilan sampel hingga Embedding

Nekropsi Anjing

- Diambil organ-organ (paru-paru, ovarium, massa di bawah


kulit dan disekitar VU)
- Dimasukkan dalam formalin 10%

Organ dalam formalin 10%

- Dipotong organ 1x1x1 cm dan dimasukkan ke dalam tissue


kaset dan dialiri air mengalir selama 30 menit
- Direndam dalam etanol 70% selama 1 jam
- Dimasukkan dalam etanol 80% selama 1 jam
- Dimasukkan dalam etanol 90% selama 1 jam
- Dimasukkan dalam etanol 95% selama 1 jam
- Dipindahkan dalam etanol absolut 100% I dan II selama
masing-masing 1 jam dan pada etanol absolut 100% III
selama 24 jam

Organ hasil proses dehidrasi

- Dimasukkan dalam larutan xylol I selama 20 menit


- Dimasukkan dalam larutan xylol II selama 20 menit
- Dimasukkan dalam larutan xylol III selama 20 menit
- Dicelupkan ke dalam parafin cair I dan II masing-masing 10
menit dan parafin III selama 15 menit pada suhu 65o C
- Dilakukan embedding dengan menanam sampel organ ke
cetakan dan diisi dengan parafin cair 4 lalu ditutup dengan
tissue cassete dan ditekan
- Dilabel dan didiamkan pada suhu ruang selama 15 menit
dan di freezer selama 24 jam

Organ dalam blok parafin

21
2. Pembuatan Preparat Organ

Organ dalam blok parafin

Diiris menggunakan microtome dengan ketebalan 5-10 µm


Dimasukkan dalam waterbath dan ditempatkan pada object
glass yang telah diberi ewit
Preparat diangin-anginkan sampai kering
Preparat disimpan pada suhu ruang selama 24 jam

Preparat siap pewarnaan

3. Pewarnaan Hematoksilin

Preparat Organ

 Preparat diinkubasi pada suhu 60oC selama 15 menit


 Dikeluarkan dan didinginkan selama 15 menit
 Dideparafinasi dengan xylol I,II,III masing-masing 20 menit
 Direhidrasi dalam etanol absolut I,II,III masing- masing 20
menit
 Dimasukkan dalam etanol 95% selama 5 menit
 Dimasukkan dalam etanol 90% selama 5 menit
Dimasukkan dalam etanol 80% selama 5 menit

 Dimasukkan dalam etanol 70% selama 5 menit


 Diwarnai dengan Hematoksilin selama 10 menit
 Dimasukkan alkohol asam selama 4 detik
 Dicuci dengan menggunakan air mengalir selama 20
menit
 Diwarnai dengan menggunakan Eosin selama 10 menit
 Didehidrasi dalam etanol 70%, 80%, 95% , alkohol absolut I dan
II masing-masing selama 4 detik
Dimasukkan dalam alkohol absolut III selama 5 menit

 Diclearing menggunakan xylol I,II,III masing- masing 10


menit

Hasil Dimounting dengan menggunakan canada balsem
 Ditutup dengan cover glass

22
Lampiran 2. Dokumentasi Pembuatan Preparat Histoteknik

No Proses Dokumentasi
1 Fiksasi
2 Dehidrasi

3 Clearing

4 Infiltrasi Parafin

5 Embedding

23
6 Sectioning

7 Staining

8 Mounting

24

Anda mungkin juga menyukai