Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI ANATOMI

BLOK MATA & THT

Disusun Oleh :

Nama : Ni Kadek Padmi Diah Niswary Dewi

NIM : 021.06.0072

Kelas :B

Kelompok : 2

Tutor : dr. Hilda Santosa, Sp.PA

LABORATORIUM TERPADU 1
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2023
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas Rahmat-nya penyusun dapat melaksanakan dan menyusun laporan
praktikum patologi anatomi.
Laporan ini penulis susun untuk memenuhi prasyarat sebagai syarat nilai
praktikum patologi anatomi dan syarat mengikuti ujian praktikum patologi anatomi.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis mendapat banyak bantuan, masukan,
bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui kesempatan ini
penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada :
1. dr. Hilda Santosa, Sp.PA selaku dosen pembimbing Praktikum Patologi
Anatomi

2. Bapak/ibu dosen Universitas Islam Al-Azhar yang telah memberikan


masukan terkait laporan praktikum yang penulis buat.
3. Keluarga yang kami cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.
4. Teman-teman sejawat yang telah memberikan masukkan dalam
penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan perlu
pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca yang sifatnya konstruktif demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya,
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Mataram, 20 Oktober 2023

Ni Kadek Padmi Diah Niswary Dewi


DAFTAR ISI

BAB I ...................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN................................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 3
1.2 Tujuan ................................................................................................... 3
1.3 Manfaat ................................................................................................. 4
BAB II ..................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 5
BAB III.................................................................................................................... 9
METODE PRAKTIKUM ....................................................................................... 9
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum .............................................................. 9
3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................... 9
3.3 Cara Kerja ............................................................................................ 9
BAB IV ................................................................................................................. 11
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 11
4.1 Hasil ................................................................................................... 11
4.2 Pembahasan ...................................................................................... 11
BAB V................................................................................................................... 23
PENUTUP ............................................................................................................. 27
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Histopatologi merupakan cabang biologi yang mempelajari kondisi dan


fungsi jaringan dalam hubungannya dengan penyakit. Histopatologi sangat
penting dalam kaitan dengan diagnosis penyakit karena salah satu pertimbangan
dalam penegakan diagnosis adalah melalui hasil pengamatan terhadap jaringan
yang diduga terganggu. Pemeriksaan histopatologi dilakukan melalui
pemeriksaan terhadap perubahan abnormal pada tingkat jaringan. Histopatologi
dapat dilakukan dengan mengambil sampel jaringan (misalnya pada hidung
yang ada polip, mukupurulen yang ada di hidung, tumor yang ada di telinga,
tumor yang ada di mata) atau dengan mengamati jaringan setelah kematian
terjadi. Pemeriksaan histopatologi bertujuan untuk memeriksa penyakit
berdasarkan pada reaksi perubahan jaringan. Pemeriksaan ini hendaknya disertai
dengan pengetahuan tentang gambaran histologi normal jaringan sehingga dapat
dilakukan perbandingan antara kondisi jaringan normal terhadap jaringan
sampel (abnormal). Dengan membandingkan kondisi jaringan tersebut maka
dapat diketahui apakah suatu penyakit yang diduga benar-benar menyerang atau
tidak.

Mata merupakan salah satu organ indra manusia, yaitu indra penglihatan.
Mata memiliki fungsi yang sangat penting dalam menyerap informasi visual
yang digunakan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Apabila terjadi
gangguan pada mata, hal tersebut dapat mengurangi bahkan menghambat
fungsinya. Gangguan terhadap penglihatan banyak terjadi, mulai dari gangguan
ringan sampai gangguan berat yang bisa menyebabkan kebutaan.

Telinga merupakan alat penerima gelombang suara atau gelombang udara


kemudian gelombang mekanik ini diubah mejadi impuls pulsa listrik dan
diteruskan ke korteks pendengaran melalui saraf pendengaran. Telinga
merupakan organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga manusia menerima
dan mentransmisikan gelombang bunyi ke otak dimana bunyi tersebut akan di
analisa dan di intrepretasikan. Telinga manusia terdiri dari tiga bagian: telinga
luar, tengah, dan dalam Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan gelombang
suara dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan, mengamplifikasi energi
suara dalam proses ini. Telinga dalam berisi dua sistem sensorik: koklea, yang
mengandung reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf
sehingga kita dapat mendengar, dan aparatus vestibularis, yang penting bagi
sensasi keseimbangan.

Selanjutnya kelainan dari system mata & THT ini dapat dilakukan dengan
pemeriksaan Patologi Anatomi. Patologi anatomi sangat penting dalam kaitan
dengan diagnosis penyakit karena salah satu pertimbangan dalam penegakan
diagnosis adalah melalui hasil pengamatan terhadap jaringan yang diduga
terganggu. Pemeriksaan patologi anatomi dilakukan melalui pemeriksaan
terhadap perubahan abnormal pada tingkat jaringan. Patologi anatomi dapat
dilakukan dengan mengambil sampel jaringan.

Pemeriksaan ini disertai dengan pengetahuan tentang gambaran histologi


normal jaringan sehingga dapat dilakukan perbandingan antara kondisi jaringan
normal terhadap jaringan sampel (abnormal). Dengan membandingkan kondisi
jaringan tersebut maka dapat diketahui apakah suatu penyakit yang diduga
benar-benar menyerang atau tidak.
1.2 Tujuan
1. Untuk dapat melihat dan mengamati sel yang bermasalah secara
histopatologi.
2. Untuk dapat menentukan diagnosis/ penyakit dari pasien

1.3 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengamati dan memperoleh pengetahuan tentang bentuk
sel yang bermasalah secara histpotaologi

2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis yang sedang diderita oleh


pasien dengan cara mengamati sel yang bermasalah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Sinonasal Papilloma Inverted type

Inverted papilloma merupakan tumor jinak yang berasal dari


pseudostratified ciliated columnar epithelium regio sinonasal, umumnya dinding
lateral rongga hidung kebanyakan pada meatus media, jarang dari septum nasi
ataupun sinus paranasal. Inverted papilloma ini merupakan tumor jinak epitelial
yang paling banyak ditemukan pada rongga hidung. Tumor ini menggambarkan
kelompok lesi tumor jinak yang berasal dari permukaan mukosa traktus sinonasal.
Tumor sinonasal ini masih jarang ditemukan 0,5%-4% dari seluruh tumor hidung
dan sinus paranasal, menyerupai polip tetapi lebih padat bila dibandingkan polip
nasi, biasanya bersifat unilateral. Tumor sinonasal tumbuh secara lokal, bersifat
agresif dan mempunyai angka rekurensi yang cukup tinggi. Penyebab pasti
papiloma inverted belum diketahui. Beberapa teori telah diajukan, meliputi alergi,
inflamasi kronik dan karsinogen berhubungan dengan pajanan serta infeksi virus
papiloma (Anari, S, 2010).
Secara histologi, papilloma dapat dibagi menjadi tiga yaitu (1) bentuk
papillary atau bentuk fungiform, tipe ini menunjukkan proliferasi epitel dengan
jaringan ikat sebagai intinya, inversi dari epitel tidak terlihat pada jenis ini, (2)
inverted papilloma (klasik) pada tipe ini pertumbuhan epitel dominan berada di
bawah stroma, (3) papiloma sel kolumnar, merupakan varian dari papiloma yang
ada di kavum nasi, sel pada tipe ini adalah sel kolumnar dan pada tipe ini angka
rekurensi dan keganasannya lebih tinggi dari tipe lain (Anari, S, 2010).
Gambaran makroskopis Inverted papilloma mirip seperti polip tetapi lebih
padat dan permukaan bergerombol, dengan warna bervariasi dari merah muda
sampai agak pucat, lebih banyak jaringan vaskularnya dari polip. Inverted
papilloma sinonasal merupakan bentuk kelainan yang ditandai dengan epitel yang
hiperplastik terlihat membalik (inverted) dan terdapat pertumbuhan yang endofitik
ke stroma di bawahnya (Anari, S, 2010).
2 Capillary Hemangioma

Capillary hemangioma atau hemangioma kapiler adalah tumor jinak primer


paling sering terjadi pada anak-anak. Hemangioma adalah tumor endotelial dengan
gambaran khas yaitu perkembangan sangat cepat, dapat mengalami regresi
perlahan, dan jarang berulang. Gambaran klinis hemangioma sangat bervariasi baik
dalam bentuk, ukuran, dan juga tingkatan. Apabila hemangioma terjadi di lapisan
superfisial dermis maka gambaran klinis akan menonjol dengan warna merah tua
yang sangat jelas. Bila melibatkan jaringan dermis hingga subkutan dan otot maka
tidak terlalu menonjol dan warna kebirubiruan. (Linda sinto, 2017)
Hemangioma bisa hanya mengenai bagian superfisial (capillary) pada 50-
60% kasus, dalam (cavernosus) pada 15% kasus, atau campuran
(capillarycavernosus) pada 25-35% kasus. Hemangioma kapiler, berupa bercak
merah tidak menonjol dari permukaan kulit. “Salmon patch” berwarna lebih muda,
sedangkan “Port wine stain” lebih gelap kebiru-biruan, kadang-kadang membentuk
benjolan di atas permukaan kulit. Secara histologi, Hemangioma kapiler terdiri dari
pembuluh darah kapiler yang dilapisi dengan epitel gepeng dan dipisahkan oleh
stroma kolagen. (Linda sinto, 2017)
3 Inflammatory Polyp

Polip nasi adalah masa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa.
Polip dapat timbul pada laki-laki ataupun perempuan, dari usia anakanak hingga
usia lanjut. Polip hidung merupakan penyakit multifaktorial, mulai dari infeksi,
inflamasi non infeksi, kelainan anatomis, serta abnormalitas genetik. Banyak teori
yang mengarahkan polip ini sebagai manifestasi dari inflamasi kronis, oleh karena
itu, tiap kondisi yang menyebabkan adanya inflamasi kronis pada rongga hidung
dapat menjadi faktor predisposisi polip. Pada gambaran secara mikroskopik, polip
disusun oleh jaringan polipoid line dengan epitelium squamous stratified, yang
kadang dapat disertai dengan adanya sel inflamasi berupa limfosit, dan sel plasma
dijaringan stroma.

4 Ear Squamous Cell carcinoma


keratinizing Squamous Cell Carcinoma atau disebut juga Karsinoma Sel
Skuamosa merupakan kanker yang sering terjadi pada rongga mulut yang secara
klinis terlihat sebagai plak keratosis, ulserasi, tepi lesi yang indurasi, dan
kemerahan. Gambaran klinis dapat berupa Pertumbuhan eksofitik (lesi superfisial)
dapat berbentuk bunga kol atau papiler, dan mudah berdarah. Selain itu, dapat juga
ditemukan adanya Ulser dengan ukuran 1-2cm, kebanyakan berwarna merah
dengan atau tanpa disertai komponen putih, licin, halus dan memperlihatkan elevasi
yang minimal, biasanya terdapat pada bagian bawah bibir. Secara histologis
karsinoma sel skuamosa menunjukkan proliferasi selsel epitel skuamosa. Terlihat
sel-sel yang atipia disertai perubahan bentuk rete peg processus, pembentukan
keratin yang abnormal, pertambahan proliferasi basaloid sel, susunan sel menjadi
tidak teratur, dan membentuk tumor nest (anak tumor) yang berinfiltrasi ke jaringan
sekitarnya atau membentuk anak sebar ke organ yang lain.
Karsinoma sel skuamosa (SCC) dari saluran pendengaran eksternal
merupakan tumor ganas yang cukup jarang terjadi. karsinoma maligna yang muncul
dari telinga luar dan menyebar ke tulang temporal dan struktur sekitarnya. Jaringan
lunak periaurikular, kelenjar parotis, sendi temporomandibular dan mastoid adalah
tempat umum perkembangan tumor. SCC pada telinga biasanya terjadi pada usia
diatas 60 tahun. Etiologi tumor ini masih belum diketahui secara pasti. Akan tetapi,
ada beberapa faktor predisposisi yang mencetuskannya yakni Paparan sinar
ultraviolet atau cedera termal (dingin), paparan radiasi, serta infeksi kronis..
5 Nasopharyngeal Carcinoma

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah karsinoma sel skuamosa yang berasal


dari fossa Rosenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dari
epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa. Karsinoma nasofaring biasanya
berkembang di sekitar ostium tuba Eustachius di dinding lateral nasofaring.
Mukosa nasofaring memiliki epitel skuamosa dan epitel pseudostratified columnar.
Pada karsinoma nasofaring, memiliki epitel sel maligna berupa poligonal besar
tanpa karakter sinsitial. Nukleus tampak jelas berbentuk bulat atau oval dan disertai
oleh infiltrasi inflamasi limfosit, sel plasma, dan eosinofil, yang melimpah,
sehingga menyebabkan istilah limfoepithelioma. Pada daerah lateral nasofaring
memiliki epitel transisional antara epitel respiratori pseudostratified columnar dan
epitel skuamosa yang merupakan area paling sering terjadinya karsinoma
nasofaring. Karsinoma nasofaring jenis non-keratinisasi (Non-Keratinizing
Carcinoma), Sel tumornya menunjukkan diferensiasi dengan rangkaian maturasi
yang terjadi di dalam sel, terdiri dari sel-sel yang bervariasi mulai dari sel matur
sampai anaplastik dan hanya beberapa yang membuat keratin atau tidak sama
sekali.
6 Eyelid Basal Cell Carcinoma (BCC)

Karsinoma sel basal (KSB) atau BCC adalah kanker yang paling umum
terjadi di dunia. Karsinoma sel basal biasanya mempengaruhi pasien usia lanjut.
Faktor risiko yang penting adalah ketidakmampuan kulit terhadap paparan kronis
sinar matahari. Sembilan puluh persen kasus terjadi di kepala dan leher dan sekitar
10% dari kasus tersebut melibatkan kelopak mata. Sejauh ini, KSB merupakan
tumor ganas kelopak mata yang paling umum, terhitung 90% dari semua kasus.
Mayoritas timbul dari kelopak mata bawah, diikuti frekuensi relatif oleh canthus
medial, kelopak mata atas dan canthus lateral. Tumor ini tumbuh lambat dan
bersifat lokal invasif tetapi tidak bermetastasis.
Gambaran klinis utama dari keganasan epidermal adalah ulserasi,
kurangnya kelembutan, indurasi, batas tidak teratur dan destruksi arsitektur batas
kelopak. Nodular BCC memiliki permukaan yang licin, tegas, nodul seperti mutiara
dengan dilatasi pembuluh darah kecil. Awalnya, pertumbuhan lambat dan sekitar
1-2 tahun tumor dapat mencapai diameter 0,5 cm. Kadang pada nodular terdapat
adanya ulserasi sentral, tepi seperti mutiara dan pembuluh darah melebar dan tidak
teratur (telangiectasis) pada tepi lateral atas, Pada waktu tertentu dapat mengikis
sebagian besar kelopak mata.
7 Eye Melanoma Maligna

Melanoma adalah jenis kanker yang berkembang di sel-sel yang


memproduksi melanin, yakni pigmen yang memberi warna pada kulit. Mata juga
memiliki sel penghasil melanin sehingga dapat mengalami melanoma maligna.
Melanoma maligna berasal dari mutasi atau pertumbuhan sel-sel yang abnormal
pada sel-sel melanosit mata. Melanoma mata biasanya merupakan kanker sekunder,
karena berasal dari lokasi yang berbeda dalam tubuh dan menyebar ke mata.
Sebanyak 9 dari 10 kasus melanoma berasal dari kulit. Sampai saat ini, penyebab
dari kanker ini belum diketahui pasti. Namun, ada dugaan beberapa jenis mutasi
bisa menyebabkan kanker mata ini. Mutasi yang terjadi dapat menimbulkan sel
tumbuh dan membelah secara abnormal, sehingga menyebabkan kanker. Ada
beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan melanoma maligna, yakni warna
mata yang lebih terang, memiliki nevi kutaneus atipikal, paparan sinar matahari
yang berlebihan serta nervi iris. Gejala umum yang akan dirasakan dapat berupa
penglihatan kabur, penurunan kemampuan visual, kemerahan, iritasi, nyeri, dan
sensasi seperti tekanan pada mata.
8 Eye Retinoblastoma

Retinoblastoma merupakan tumor endo-okular pada anak yang mengenai


syaraf embrionik retina. Secara histologis retinoblastoma muncul dari sel-sel retina
imatur yang dapat meluas ke struktur lain dalam bola mata hingga ekstraokular.
Retinoblastoma B disebabkan oleh mutasi dari kedua alel dari gen Rb1, yang
terletak pada Kromosom 13 dan 14. Mutasi ini dapat disebabkan oleh adanya
kesalahan acak selama proses pengopian DNA saat terjadi pembelahan sel.
Manifestasi klinis dari retinoblastoma sering ditemukan yaitu leukokoria,
strabismus, mata merah, nyeri mata, glaukoma dan visus yang menurun. Gejala
yang jarang yaitu rubeosis iridis (kemerahan pada iris), selulitis orbita,
heterochromia iridis (perubahan warna pada iris), midriasis unilateral, hyphaema,
pada sebagian kecil anak bisa terjadi gagal tumbuh dan wajah yang tidak normal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya nodul bisa satu buah maupun
multiple, masa berwarna putih atau krem yang berhubungan dengan gambaran
peningkatan vaskularisasi pada saat funduskopi. Retinoblatoma yang dapat
dibedakan dengan baik dikarakterisasikan dengan adanya Flexner-Wintersteiner
Rossetes. Adanya gambaran nekrosis pada tumor dan nervus optikus pada
pemeriksaan PA juga merupakan poin krusial dalam menentukan pengobatan
pasien. Gambaran histopatologi yang menunjukkan adanya infiltrasi masif pada
koroid, saraf optik post laminar maupun transaksi, infiltrasi sklera dan ekstensi ke
ekstraskleral merupakan faktor risiko prediktif terhadap metastasis tumor.
9 Eyelid Squamous Cell Carcinoma

SCC merupakan tumor ganas kulit kedua terbanyak yang paling sering
ditemukan pada kelopak mata setelah Basal Cell Carcinoma (BCC), diperkirakan
prevalensinya 5-10% dari seluruh tumor kelopak mata. Etiologinya masih belum
diketahui secara pasti, akan tetapi ada beberapa faktor yang menyebabkan kanker
ini. Faktor ektrinsik yang menjadi faktor resiko terjadinya SCC ini adalah paparan
sinar ultraviolet yang lama, terpapar bahan arsenic, hidrokarbon, radiasi, atau obat-
obat imunosupresif. Faktor intrinsik yang menjadi faktor resiko terjadinya SCC ini
antara lain seperti albinisme, adanya lesi kronik pada kulit, dan ganguan faktor
genetik.
SCC menunjukan presentasi klinis yang bervariasi, tetapi kebanyakan tidak
disertai gejala nyeri, lesi yang meninggi, nodul atau plak seperti lesi yang kronik,
dan merekah pada kulit. Batas yang tidak tegas, dan memiliki tendensi berkembang
menjadi ulkus dengan tepi tidak teratur yang merupakan bentuk karakteristik yang
khas. Pada tumor yang berdiferensiasi baik, keratin memberikan lesi berwarna
putih keabu-abuan, gambaran bergranul, erimatous, lesi papilloma, dan lesi dengan
ulkus yang luas.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Hari & Tanggal : Rabu, 18 Oktober 2023

Waktu : 08.50-10.30WITA

Tempat : Laboratorium Terpadu 1 PA Fakultas Kedokteran


Universitas Islam Al- Azhar Mataram

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
a. Mikroskop Olympus
b. Buku
c. Kertas gambar
d. Jangka
e. Pensil warna

3.2.2 Bahan
1. Sinonasal Papiloma inverted type
2. Capillary Hemangioma
3. Inflammatory Polyp
4. Ear Squamous Cell Carcinoma
5. Nasopharyngeal Carcinoma
6. Eyelid Basal Cell Carcinoma
7. Eye Melanoma Maligna
8. Eye Retinoblastoma
9. Eye Squamous Cell Carcinoma
3.3 Cara Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang telah disediakan di LaboratoriumTerpadu 1.

2. Periksa keadaan mikroskop yang akan digunakan, cek pencahayaan, lensa


okuler dan binokulernya.
3. Siapkan preparat Patologi Anatomi yang telah disediakan.

4. Mula-mula lihatlah dengan pembesaran (10 x 10) setelah itu keperbesaran


(40 x 10).
5. Dokumentasikan hasil pengamatan.

6. Buat laporan sementaranya dengan menggambar menggunakan 2


perbesaran.
7. Dokumentasikan hasil laporan sementara sebagai lampiran di laporan
aslinya nanti.
8. Kumpulkan hasil laporan sementara kepada dosen.
Rapikan seluruh alat dan bahan setelah selesai digunakan
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Dokumentasi


NO Gambar Hasil Pengamatan Identifikasi

1.

Sinonasal Papilloma

Perbesaran 4x

Sinonasal Papilloma

Perbesaran 40x

2.

Capillary Hemangioma

Perbesaran 4x
Capillary Hemangioma

Perbesaran 40x

3.

Inflammatory Polyp

Perbesaran 4x

Inflammatory Polyp

Perbesaran 40x
4.

Ear Squamous Cell Carcinoma

Perbesaran 4x

Ear Squamous Cell Carcinoma

Perbesaran 40x

5.

Nasopharyngeal Carcinoma

Perbesaran 4x
Nasopharyngeal Carcinoma

Perbesaran 40x

6.

Eyelid Basal Cell Carcinoma

Perbesaran 4x

Eyelid Basal Cell Carcinoma

Perbesaran 40x
7.

Eye Melanoma Maligna

Perbesaran 4x

Eye Melanoma Maligna

Perbesaran 40x

8.

Eye Retinoblastoma

Perbesaran 4x
Eye Retinoblastoma

Perbesaran 40x

9.

Eye Squamous Cell Carcinoma

Perbesaran 4x

Eye Squamous Cell Carcinoma

Perbesaran 40x
4.2 Pembahasan

1. SINONASAL PAPILOMA

Sinonasal papiloma adalah tumor langka dari rongga hidung dan


sinus paranasal, secara histologis berasal dari membran Schneiderian
sebagai akibat dari metaplasia transisi dari epitel pernapasan. Dengan tiga
karakteristik khas yang membedakannya dari tumor sinonasal lainnya:
agresi lokal relatif, tingkat kekambuhan yang tinggi, apakah dini atau
lambat dan kemungkinan berhubungan dengan karsinoma.
Secara histologis, tiga varian utama dijelaskan: tipe exophytic,
inverting dan oncocytic. Papiloma pembalik (IP) adalah yang paling umum
dari tiga jenis, dengan potensi klinis yang lebih tinggi untuk kambuh atau
mengikis lamina tulang. Insiden tahunan SNP tampaknya bervariasi antara
0,74 dan 2,3 per 100.000 penduduk di wilayah geografis tertentu, biasanya
mempengaruhi orang dewasa, dengan sedikit predileksi pria. Meskipun
literatur tentang papiloma hidung telah berkembang pesat, etiologi SNP
masih belum diketahui. Hipotesis tertentu telah diusulkan, tetapi kausalitas
tidak pernah ditetapkan.
Human Papilloma Virus (HPV) dilaporkan sebagai agen etiologi
yang mungkin untuk papiloma). Baru-baru ini, kesamaan morfologis dan
klinis antara sinonasal inverted papilloma (SNIP) dan lesi HPV yang sudah
terbentuk (papilomatosis pernapasan berulang, kutil kelamin) ditekankan,
dan memang, ekspresi antigen struktural HPV dikonfirmasi oleh
imunohistokimia (IHC). Namun, prevalensi antigen HPV relatif lebih
rendah dibandingkan dengan papillomatosis pernapasan (RRP), yaitu
sekitar 100%. Studi utama dan metaanalisis beberapa tahun terakhir
menunjukkan tingkat HPV bervariasi antara 17% dan 38%. (Alireza
MOHEBBI, 2022)

2. CAPILLARY HEMANGIOMA
Hemangioma kapiler pada masa bayi adalah neoplasma orbital jinak
yang paling umum pada anak-anak. Secara historis, mereka telah disebut
dengan banyak nama seperti hemangioma infantil, hemangioma
remaja, hemangioblastoma, atau nevi stroberi. Saat ini, kosakata universal
hemangioma kapiler diikuti.
Awalnya, anomali vaskular ini diklasifikasikan sebagai angioma
oleh John Mulliken dan Julie Glowacki, pada awal tahun 1982 mereka
dianggap sebagai lesi yang berkembang biak dengan siklus hidup yang
independen. Namun, klasifikasi ini telah mengalami beberapa revisi.
Hemangioma kapiler telah direklasifikasi sebagai neoplasma vaskular jinak
sesuai dengan International Society for the study of vascular anomalies
(ISSVA) yang direvisi. Menurut klasifikasi ini, hemangioma adalah
neoplasma jinak yang merupakan tumor sejati yang muncul de novo dan
mengalami proliferasi dan pertumbuhan klonal di luar proporsi pasien. Lesi
ini memiliki siklus hidup yang dapat diprediksi dan paling sering tidak
memerlukan pengobatan apapun tanpa adanya komplikasi. Ini berbeda
dengan kategori lain dari malformasi vaskular yang sering hadir saat lahir,
mengalami pertumbuhan yang lambat.
Secara histopatologi ditemukan, Tumor terdiri dari saluran vaskular
beranastomosis yang dilapisi oleh sel endotel dan perisit selama fase
proliferasi. Saat lesi berkembang ke tahap involusi, sel-sel endotel yang
montok menjadi rata, dan ada peningkatan deposisi jaringan fibrosa di
antara saluran vascular. (Kirthi Koka dan Bhupendra C. Patel , 2022)

3. INFLAMMATORY POLYP
Polip hidung adalah diagnosis di mana-mana yang dapat
bermanifestasi dalam berbagai penyakit, yang paling umum adalah
rinosinusitis kronis dan obstruksi hidung kronis. Meskipun jinak, polip
hidung dan penyakit yang mendasarinya mungkin memiliki dampak besar
pada kualitas hidup pasien.
Histopatologi polip hidung terutama tergantung pada klasifikasi
endotipe. Polip pada pasien CRSwNP cenderung memiliki eosinofilia
jaringan, sel plasma, makrofag, edema, IL-5, dan IgE yang lebih tinggi.
Sebaliknya, pada pasien tanpa polip hidung, spesimen yang
dikumpulkan tidak memiliki banyak penanda inflamasi Th2. Dalam
kelompok pasien yang sama, mereka yang menderita sensitivitas aspirin
(AERD) juga memiliki sejumlah besar eosinofil dan sel mast.
Studi lain mengkonfirmasi peningkatan eosinofilia jaringan pada
pasien dengan CRSwNP dan pasien dengan AERD; namun, tidak ada
hubungan yang signifikan secara statistik antara asma mereka dan
eosinofilia jaringan. Kristal Charcot-Leyden dapat ditemukan pada
spesimen polip hidung. Para penulis menjelaskan bahwa keberadaan kristal
ini biasanya berkorelasi dengan temuan endoskopi yang lebih buruk.
(Hopkins C, 2019)

4. EAR SQUAMOUS CELL CARCINOMA


Squamous Cell Carcinoma (SCC) adalah keganasan primer yang
paling umum mengenai tulang temporal, termasuk SCC kutaneus primer
pinna, kanalis auditorius eksternal, telinga tengah dan dalam. Wilayah
anatomi yang kompleks ini menghasilkan spesimen tiga dimensi yangrumit
yang dapat menjadi tantangan untuk penilaian patologis makroskopik dan
mikroskopis. Klasifikasi stadium yang diterima secara universal untuk
keganasan ini masih harus ditetapkan. Ringkasan singkat dari anatomi
regional, etiologi dan epidemiologi, presentasi dan diagnosis, penilaian
radiologis dan pengobatan berikut dengan tinjauan penilaian patologis dari
berbagai jenis spesimen yang dihasilkan dan pembaruan pada staging untuk
SCC tulang temporal.
Diagnosis histopatologis SCC telinga pada biopsi biasanya
langsung. Sel tumor menunjukkan ciri khas karsinoma sel skuamosa seperti
sarang dan tali infiltrasi atau sarang sel poligonal dengan sitoplasma
eosinofilik dalam jumlah sedang dan penghubung antar sel. Varian
morfologis seperti karsinoma sel spindel dan SCC akantolitik dapat terlihat
. Kehadiran keratin, pleomorfisme nuklir, mitosis dan nekrosis tergantung
pada tingkat karsinoma. Pewarnaan untuk CK5/6 dan sitokeratin dengan
berat molekul tinggi adalah pewarnaan yang paling
sensitif untuk mengkonfirmasi diferensiasi skuamosa. Pewarnaan nuklir
seperti p40 dapat membantu pada tumor yang berdiferensiasi buruk dan
tumor dengan morfologi sel spindle. (Benyamin M. Allanson, 2018)

5. NASOPHARYNGEAL CARCINOMA
Karsinoma nasofaring (KNF), sebelumnya dikenal sebagai
limfoepitelioma, adalah bentuk karsinoma sel skuamosa yang tidak
berdiferensiasi yang timbul dari epitel nasofaring. Ini adalah keganasan
nasofaring yang paling umum. Endemik di bagian Asia dan Afrika tetapi
ditemukan di seluruh dunia, keganasan menunjukkan tingkat kejadian yang
bervariasi mulai dari insiden tinggi di bagian selatan Cina (25 hingga 50
kasus per 100.000) hingga tingkat rendah pada populasi Eropa (1 kasus per
100.000) . Sebuah interaksi kompleks kerentanan genetik dan infeksi virus
Epstein-Barr (EBV) bertanggung jawab atas pola epidemiologi ini. Ada
dominasi laki-laki.
Evaluasi histopatologi dapat menjelaskan dalam kategori mana
tumor itu jatuh. Berdasarkan histopatologi, NPC dapat dibagi menjadi tiga
sub-kelompok utama sesuai klasifikasi WHO:
a) Jenis keratinisasi (20% hingga 25%)
b) Tipe diferensiasi non-keratin (10% hingga 15%)
c) Non-keratinisasi tidak berdiferensiasi (60% hingga 65%). (dr.
Saiful Basri, Sp.M, 2017)

6. EYELID BASAL CELL CARCINOMA


Basal Cell Carcinoma (BCC), sebelumnya dikenal sebagai epitel sel
basal, adalah kanker paling umum pada manusia. BCC sebagian besar
muncul pada kulit yang rusak akibat sinar matahari dan jarang berkembang
pada selaput lendir atau telapak tangan dan telapak kaki. Basal Cell
Carcinoma biasanya merupakan tumor yang tumbuh lambat yang jarang
bermetastasis. Meskipun jarang berakibat fatal, BCC
bisa sangat merusak dan merusak jaringan lokal ketika pengobatan tidak
memadai atau tertunda. Pada pemeriksaan klinis, BCC biasanya tampak
seperti daging atau merah muda, papil mutiara dengan ulserasi di atasnya
atau pembuluh telangiektasis. BCC terjadi pada kepala atau leher pada
sebagian besar kasus, tetapi dapat melibatkan batang tubuh dan ekstremitas.
(dr. Saiful Basri, Sp.M, 2017)
Diagnosis basalioma ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
temuan klinis dan pemeriksaan histopatologi. Dari riwayat basalioma secara
tipikal merupakan lesi yang berkembang sangat lambat dengan onset 3-24
bulan., walaupun ada beberapa onset yang lebih lama. Seringkali pasien
mengeluhkan adanya gumpalan kecil atau luka garutan yang tidak sembuh.
Tampak juga adanya krusta yang kambuh dan terkadang terdapat
perdarahan yang intermitten. Nyeri, iritasi ringan dan gatal
merupakan gejala yang jarang dijumpai. Jika letaknya di margin kelopak
mata, dapat terjadi madarosis. Jika lebih berat dapat terjadi pandangan
ganda dan distorsi daripada bentuk kelopak mata, seperti lubang yang
sempit atau lebar kelopak mata. Padapemeriksaan histopatologi dilakukan
biopsi insisional untuk menegakkan diagnosis. Namun hal ini, tidak selalu
diperlukan jika tampak klinis pasien sudah jelas. CT san dan MRI terkadang
juga diperlukan untuk menginvestigasi lesi yang lebih besar diamana
terdapat dugaan adanya invasi ke daerah yang lebih dalam. (dr. Saiful
Basri, Sp.M, 2017)

7. EYE MELANOMA MALIGNA


Melanoma adalah proliferasi melanosit yang ganas. Melanoma
okular adalah jenis melanoma kedua yang paling umum setelah kulit dan
merupakan tumor ganas intraokular primer yang paling umum pada orang
dewasa. Melanoma dapat menunjukkan tipe histologis sebagai berikut:
melanoma sel spindel (9,0%), melanoma sel campuran (86,0%), dan
melanoma sel epiteloid (5,0%). Saat pewarnaan sel pada patologi, S-100
adalah yang paling sensitif untuk mengambil lesi melanositik. Penanda yang
lebih spesifik untuk melanoma termasuk HMB-45, tirosinase, dan MART-
1/Melan-A. (Dharti R.Patel ; Bhupendra C. Patel, 2022)

8. EYE RETINOBLASTOMA
Retinoblastoma adalah jenis keganasan yang jarang terjadi pada 1
per 18000 persalinan, tetapi merupakan keganasan intraokular primer yang
paling sering ditemui pada masa kanak-kanak dan menyumbang 3% kasus
dari semua kanker anak. Ini juga merupakan tumor ganas intraokular kedua
yang paling umum setelah melanoma uveal. Di pusat perawatan khusus,
tingkat kelangsungan hidup hingga 95% dengan retensi penglihatan dalam
banyak kasus, tetapi lebih rendah di negara berkembang. Retinoblastoma
terdiri dari retinoblas (sel basofilik dengan inti hiperkromatik dan
sitoplasma sedikit). Sebagian besar retinoblastoma tidak berdiferensiasi,
tetapi derajat diferensiasi yang berbeda hadir karena pembentukan struktur
yang dikenal sebagai roset. Tumor dapat bersifat endofit (dalam vitreus)
dan menyemai sel tumor di seluruh mata, atau dapat bersifat eksofitik (di
ruang subretina), atau dapat menunjukkan presentasi campuran. Invasi saraf
optik dapat terjadi dengan penyebaran tumor di ruang subarachnoid dan ke
dalam otak. Penyebaran metastasis terjadi di kelenjar getah bening regional,
hati, paru-paru, tulang, dan otak.
1. Tumor intraretinal: Retinoblastoma intraretinal adalah lesi keputihan
yang homogen berbentuk kubah bersama dengan kalsifikasi.
2. Tumor endofit: Tumor endofit hadir dalam vitreous sebagai lesi
keputihan dan biji dalam gel.
3. Tumor eksofitik: Muncul sebagai massa subretina keputihan, dan
menyebabkan ablasi retina. (Husnain Ishaq dan Bhupendra C. Patel,
2022)
9. EYE SQUAMOUS CELL CARCINOMA
Karsinoma sel skuamosa (KSS) adalah keganasan epitel invasif yang
menunjukkan diferensiasi keratinosit. Ini adalah neoplasma ganas kedua
yang paling umum dari kelopak mata, terdiri dari 5-10% dari semua
keganasan kelopak mata. Insiden SCC kelopak mata telahdilaporkan antara
0,09 dan 2,42 kasus per 100.000 penduduk. Faktor risiko ekstrinsik termasuk
sinar ultraviolet/kerusakan aktinik dan paparan arsenik, hidrokarbon,
radiasi, atau obat imunosupresif. Faktor risiko intrinsik termasuk albinisme,
lesi kulit kronis yang sudah ada sebelumnya dan kelainan kulit genetik
seperti xeroderma pigmentosum dan epidermodysplasia verruciformis.
Karena morbiditas yang signifikan dari lesi ini dan untuk lebih menentukan
gambaran klinis dan hasil pengobatan, dan untuk membuat rekomendasi
manajemen, kami melakukan tinjauan terhadap semua SCC kelopak mata
yang dirawat selama periode 9 tahun.
Pemeriksaan histologis bagian parafin mengungkapkan tidak ada
kasus dengan keterlibatan tumor dari margin reseksi bedah. Tampilan
histologis klasik dari salah satu lesi. (MJ Donaldson, 2022)
BAB V

KESIMPULAN

Mata, hidung, telinga, dan tenggorokan masing-masing memiliki fungsi yang


sangat penting bagi tubuh. Organ mata, telinga, hidung, dan tenggorokan dapat
mengalami kelainan atau penyakit, baik berupa inflamasi hingga keganasan.
Penyakit pada pada organ organ tersebut akan dibahas pada praktikum ini. Penyakit
yang akan dibahas meliputi Sinonasal Papilloma, Capillary Hemangioma,
Inflammatory Polyp, Ear Squamous Cell carcinoma, Nasopharyngeal Carcinoma,
Eyelid Basal Cell Carcinoma (BCC), Eye Melanoma Maligna, Eye Retinoblastoma,
dan Eye Squamous Cell Carcinoma. Masing masing penyakit tersebut, memiliki
gejala klinis, gambaran makroskopis, dan mikroskopis yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi

9. Singapura: Elsevier Saunders.

Goldblum, J.R., Lamps, L.W., McKenney, J.K., Myers, J.L. Surgical Pathology.

11 th ed,Elsevier, 2018

Hopkins C. Rinosinusitis Kronis dengan Polip Hidung. N Engl J Med. 2019 Juli
04; 381 (1):55-63.
Kumar, V., Abbas, A.K., Aster, J.C. Robbins Basic Pathology. 10 th ed, Elsevier,
2018.
Molavi, D.W. The Practice of Surgical Pathology. 2008.

Naggar, AK, Chan, JKC, Grandis, JR WHO Classification of Head edition,dan


LeherTumous 4 th Lyon, 2017
Santosa, Hilda. 2022. Panduan Praktikum Patologi Anatomi Sistem Reproduksi.

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar. Mataram.

Stevens WW, Schleimer RP, Kern RC. Rinosinusitis Kronis dengan Polip Hidung.

J Alergi Klinik Imunol Praktek. 2016 Juli-Agustus; 4 (4):565-72.

Ta NH. “Polip Hidung” Ann R Coll Surg Engl. 2019 Januari

Wenig, BM Atlas Patologi Kepala dan Leher. Edisi ke-3, Elsevier, 2016

Anda mungkin juga menyukai