MENIERE’S DISEASE
Disusun oleh :
Alisa Melyani
406172032
Pembimbing :
dr. Jodi Setiawan, Sp. THT-KL
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Meniere’s Disease”. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi
tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Universitas
Tarumanagara di Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong Periode 9 september – 13
Oktober 2019.
Penyusunan referat ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari beberapa
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis hendak mengucapkan terima kasih
kepada :
1. dr. Dadang Chandra, Sp. THT – KL, selaku kepala SMF THT – KL.
2. dr. Jody Setiawan, Sp. THT – KL, selaku dokter pembimbing referat yang
telah bersedia meluangkan waktu memberikan bimbingan dan masukan
kepada penulis, sehingga referat ini dapat tersusun dengan baik.
3. dr. Jenny, Sp. THT - KL, FICS, selaku dokter pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis,
sehingga referat ini dapat tersusun dengan baik.
4. Teman-teman satu kepaniteraan klinik ilmu THT-KL di Rumah Sakit Umum
Daerah Cibinong.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
semua kritik dan saran yang besifat membangun diterima dengan baik dan dapat
dijadikan perbaikan di masa datang. Penulis berharap agar referat ini memberikan
manfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Alisa Melyani
406172032
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Telinga Dalam
Telinga manusia dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu telinga luar, tengah, dan dalam.
Telinga bagian dalam terdiri dari koklea (yang berfungsi untuk mendengar) dan sistem
vestibular (yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan). Telinga bagian dalam terdiri
dari struktur-struktur membranosa, yang secara kolektif dikenal sebagai labirin
membranosa yang dikemas oleh cangkang tulang yang disebut labrin tulang. Pada
labirin membranosa terdapat cairan ekstraselular yang kaya akan kalium yang disebut
endolimfe. Sedangkan ruang antara labirin membranosa dan labirin tulang berisi cairan
yang yang disebut perilimfe, yang komposisi ionnya serupa dengan cairan ekstraselular
yang ditemukan di semua bagian tubuh lainnya. (4)
5
Gambar 2. Anatomi koklea (8)
6
karena ada dua mekanisme, yaitu aliran radial (yang penting untuk metabolisme energi
dan pertukaran ion sekitar regio sel sensori) dan aluran longitudinal yang lebih lambat
(yang memungkinkan reabsorpsi endolimfe dan pembuangan produk dan debris oleh
sakus endolimfatikus). Kedua mekanisme ini berjalan bersamaan secara terus menerus.
(4)
Meniere’s disease atau penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin membranosa
telinga dalam, yang bermanifestasi sebagai vertigo, tinitus, tuli sensorineural, dan aural
fullness, baik dengan penyebab yang diketahui maupun tidak diketahui. (1) Penyakit
7
Meniere dinamakan berdasarkan Meniere, yang merupakan orang pertama yang
mendeskripsikan fakta bahwa vertigo dapat berasal dari gangguan telinga dalam.(9)
2.3. Epidemiologi
Penyakit ini umumnya menyerang usia 30 sampai 60 tahun dan diduga terdapat peran
faktor genetik pada 20% pasien.. Insidensi penyakit Meniere di dunia berkisar 12 per
1.000 orang, dan sekitar 100.000 pasien mengalami penyakit Meniere setiap tahunnya.
(2)
Studi yang dilakukan di Jepang menunjukkan prevalensi sebesar 17 kasus per
(1)
100.000 populasi. Indonesia belum memiliki data mengenai penyakit Meniere,
karena seringkali penyakit salah didiagnosis sebagai vertigo dan berbagai kelainan
lainnya.
Secara umum, gejala klinis penyakit Meniere disebabkan oleh kondisi hidrops
endolimfe (peningkatan endolimfa yang menyebabkan labirin membranosa berdilatasi)
pada koklea dan vestibulum. Beberapa penyebab yang diduga menyebabkan hidrops
yang mendadak dan hilang timbul adalah : 1) meningkatnya tekanan hidrostatik pada
ujung arteri; 2) berkurangnya tekanan osmotik dalam kapiler; 3) meningkatnya tekanan
osmotik ruang ekstrakapiler; 4) sumbatan jalan keluar sakus endolimfatikus (akibat
jaringan parut atau karena defek dari sejak lahir), sehingga terjadi penimbunan cairan
endolimfe.(10) Manapun mekanismenya, hidrops disebabkan oleh overproduksi
endolimfe dan atau penurunan absorpsi endolimfe.(4)
Hidrops endolimfa ini lama kelamaan menyebabkan penekanan yang bila mencapai
dilatasi maksimal akan terjadi ruptur labirin membran dan endolimfa akan bercampur
dengan perilimfa. Pencampuran ini menyebabkan potensial aksi di telinga dalam
sehingga menimbulkan gejala vertigo, tinnitus, dan gangguan pendengaran serta rasa
penuh di telinga. Ketika tekanan sudah sama, maka membran akan sembuh dengan
sendirinya dan cairan perilimfe dan endolimfe tidak bercampur kembali namun
penyembuhan ini tidak sempurna.(10)
Penyakit Meniere dapat menimbulkan :
1. Kematian sel rambut pada organ korti di telinga tengah Serangan berulang
penyakit Meniere menyebabkan kematian sel rambut organ korti. Dalam
setahun dapat menimbulkan tuli sensorineural unilateral. Sel rambut vestibuler
8
masih dapat berfungsi, namun dengan tes kalori menunjukkan kemunduran
fungsi. (9.10)
2. Perubahan mekanisme telinga Dimana disebabkan periode pembesaran
kemudian penyusutan utrikulus dan sakulus kronik. Pada pemeriksaan
histopatologi tulang temporal ditemukan perubahan morfologi pada membran
Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam skala vestibuli terutama di apeks
kokhlea (helikoterma). Sakulus juga mengalami pelebaran yang sama yang
dapat menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari
apeks kokhlea kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah dan basal
kokhlea. Hal ini dapat menjelaskan tejadinya tuli saraf nada rendah pada
penyakit ini.(9.10)
Selain itu, faktor genetik juga diduga memainkan peran dalam penyakit
Meniere, dengan pola pewarisan autosomal dominan, yang menyebabkan gejala klinis
yang lebih parah pada keturunannya. (4) Beberapa gen yang diduga berkaitan dengan
inisiasi dan progresi penyakit Meniere dapat dikelompokkan menjadi empat kategori
utama, yaitu: 1) saluran permukaan sel; 2) protein matriks ekstraselular; 3) terkait
imunitas; dan 4) gen-gen proliferasi dan kesintasan sel. (10)
Faktor autoimunitas juga diduga berhubungan dengan penyakit Meniere,
mengingat insidensi penyakit-penyakit autoimun yang cukup tinggi pada orang-orang
9
dengan penyakit Meniere. Beberapa penyakit yang dikorelasikan dengan penyakit
Meniere adalah artritis rematik, lupus eritematosus sistemik (SLE), dan spondilitis
ankilosa. Penyakit-penyakit autoimun diduga mengubah kapasitas absorptif sistem
drainase endolimfe melalui mekanisme: 1) kerusakan langsung, yang disebabkan
autoantibodi terhadap sel-sel dalam jaringan; 2) deposit kompleks antigen-antibodi,
yang menyebabkan aktivasi kaskade komplemen dan kerusakan jaringan; atau 3) reaksi
inflamasi yang dimediasi sel limfosit T yang telah tersensitisasi. (4)
Histopatologi tulang temporal manusia telah digunakan untuk mengamati
perubahan-perubahan patologis yang mendasari terjadinya penyakit Meniere. Salah
satu tanda paling awal dan penting adalah adanya distensi sistem endolimfatik pasien.
Studi-studi menunjukan adanya keterlibatan seluruh struktur pars inferior telinga dalam
(sakulus dan koklea), dan tidak terlalu banyak peran pars superior (utrikulus dan kanalis
semisirkularis). Berbagai variasi anatomi tulang temporal meliputi perubahan anatomi
dan posisi akuaduktus vestibularis, duktus dan sakus endolimfatikus, dan sinus lateralis
(sigmoid), dan juga adanya pneumatisasi (adanya spatium terisi udara) tulang petrosus.
Pada tulang temporal pasien-pasien dengan penyakit Meniere, sering ditemukan
penyempitan istmus duktus endolimfatikus. Penilaian histopatologis koklea
menunjukkan adanya distensi skala media dengan ballooning membran Reissner ke
skala vestibuli. Mikroskop cahaya menunjukkan struktur sel rambut sensorik koklea
dan pola inervasi yang normal, namun adanya degenerasi ganglion spiral dari apeks
koklea pada penyakit Meniere yang telah berlangsung cukup lama.(10)
1
0
Berbagai faktor risiko serebrovaskular seperti hipertensi, hiperlipidemia, atau
riwayat stroke atau infark miokardium. (9)
Usia yang lebih tua
Ras kulit putih
Jenis kelamin perempuan
Indeks massa tubuh yang lebih besar. (12)
Seringkali pasien datang dengan keluhan pusing, dan terkadang sulit dibedakan dengan
penyebab-penyebab pusing lainnya.(13) Penyakit Meniere memiliki tiga trias, yaitu
vertigo, tinitus, dan tuli sensorineural terutama pada nada rendah. Serangan pertama
seringkali sangat berat, yaitu episode vertigo yang disertai muntah. Vertigo biasanya
dialami selama 20 menit hingga 2 jam, dan jarang bertahan lebih dari tujuh jam. Setiap
pasien berusaha berdiri, pasien merasa berputar, mual, kemudian muntah lagi. Tinitus
biasanya berlangsung hingga 20 menit. Episode ini dapat berlangsung beberapa hari
hingga minggu, dan secara berangsur keadaanya membaik. Serangan kedua dan
berikutnya seringkali lebih ringan, dan semakin mereda pada serangan-serangan
berikutnya. Setiap episode serangan biasanya disertai gangguan pendengaran. Pada
kondisi bebas serangan, pendengaran membaik (pulih). Gejala lain yang menyertai
adalah tinitus yang kadang menetap bahkan di luar serangan, dan perasaan penuh di
dalam telinga (aural fullness). Rasa penuh pada telinga dirasakan seperti saat kita
mengalami perubahan tekanan udara perbedaannya rasa penuh ini tidak hilang dengan
perasat valsava dan toynbee.(10)
1
1
Gambar 5. Gejala-gejala klinis yang berkaitan dengan penyakit Meniere (9)
2.7. Diagnosis Penyakit Meniere
Uji VEMP merupakan penilaian neurofisiologis yang dilakukan untuk menilai fungsi
sakulus dan utrikulus, dan terdiri dari pengukuran potensial diikuti stimulus akustik
atau mekanik (vibrasi tulang) melalui elektroda permukaan yang diletakkan pada
muskulus sternokleidomastoideus (cVEMP) atau pada muskulus inferior oblik
(ekstraokular; ocular VEMP / oVEMP). Tipikal uji cVEMP dapat menunjukkan rasio
asimetrisitas >0,33, yang menyatakan bahwa salah satu telinga menunjukkan respons
yang abnormal (respons augmentasi atau berkurang, tergantung letak abnormalitas).
Pemeriksaan oVEMP digunakan untuk menguji fungsi utrikulus, dan dapat terjadi hasil
augmentasi (rasio asimetrisitas >0,40), yang menandakan pembesaran kompensasi
hidrops utrikulus seiring meningkatnya tekanan endolimfe pada utrikulus. (9)
3. Uji kalorik
Uji kalorik merupakan uji yang digunakan untuk menilai refleks vestibulookular
(VOR), yang meliputi irigasi kanalis auditori eksternal dengan air atau udara yang
panas atau dingin, yang biasanya akan menyebabkan nistagmus jika batang otak tetap
intak. Uji kalorik pasien dengan penyakit Meniere biasanya menunjukkan defisit VOR
horizontal, yang menyatakan defisit kanalis semisirkularis horizontal. (9)
4. Uji gliserol
Uji gliserol merupakan uji yang menggunakan agen dehidrasi seperti gliserol, yang
berasal dari hipotesis bahwa penyakit Meniere disebabkan oleh volume endolimfatik
yang membesar, dengan efeknya pada perilaku membran labirin. Tujuannya adalah
mengurangi volume endolimfe pada telinga dalam dan memperbaiki gejala klinis serta
penilaian audiometri. Uji gliserol diberikan secara oral dengan konsentrasi 86-95%
dalam larutan fisiologis kepada pasien, dengan pasien dalam kondisi puasa. Pengujian
audiometri pure-tone diulang pada jam ke-1, 2, dan 3 pemberian gliserol. Uji
dinyatakan positif jika: 1) batas pendengaran menurun setidaknya 15 dB pada tiga
frekuensi; atau 2) ada perubahan batas pendengaran pure tone sebesar 25 dB pada tiga
frekuensi berturut-turut; atau 3) ada perbaikan 16% pada diskriminasi kata-kata. (9)
1
3
5. Elektrokokleografi (ECOG)
1
4
Eksklusi penyebab-penyebab lainnya
Probable Penyakit Meniere
Satu episode vertigo definitif
Tercatat hilangnya fungsi pendengaran secara
audiometri pada setidaknya satu kejadian
Tinitus atau aural fullness pada telinga yang diobati
Eksklusi penyebab-penyebab lainnya
Penyakit Meniere Definitif
Setidaknya dua episode spontan vertigo definitif yang
berlangsung setidaknya 20 menit
Tercatat hilangnya fungsi pendengaran secara
audiometri pada setidaknya satu kejadian
Tinitus atau aural fullness pada telinga yang diobati
Eksklusi penyebab-penyebab lainnya
Penyakit Meniere Pasti
Penyakit Meniere definitif, ditambah konfirmasi
histopatologis
1
5
Tidak lebih baik memenuhi diagnosis vestibular
lainnya.
Penyakit Meniere Probable
Setidaknya dua episode vertigo atau pusing, yang
berlangsung dari 20 menit hingga 24 jam
Gejala aural yang fluktuatif (pendengaran, tinitus, atau
rasa penuh) pada telinga yang terkena
Tidak lebih baik memenuhi diagnosis vestibular
lainnya.
1
6
Tipe 4 MD sporadik dengan migraine
Tipe 5 MD sporadik dengan penyakit autoimun
Beberapa kondisi lain juga dapat berkaitan dengan vertigo dan/atau hilangnya fungsi
pendengaran. Kondisi-kondisi harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding
sebagai berikut:
Sindrom akuaduktus vestibular besar
Sindrom dehisen kanal superior
Sindrom rendahnya tekanan cairan serebrospinal
Fistula perilimfatik
Tuli sensorineural mendadak idiopatik
Tuli sensorineural nada rendah akut
Hidrops endolimfatik lanjutan, yaitu awitan vertigo episodik diikuti tuli
sensorineural bermakna yang tertunda.
Otosifilis
Otosklerosis
Migrain vestibularis
Tuli atau vertigo akibat penyakit-penyakit yang dimediasi sistem imun
Vertigo dan pusing paska-traumatik
Schwannoma vestibular. (9)
1
7
2.11. Tatalaksana Penyakit Meniere
1
8
menyarankan memberikan ITG dengan protokol titrasi, untuk mengurangi hilangnya
fungsi pendengaran. (15)
Langkah kelima adalah operasi destruktif, dengan labirintektomi dan
neurorektomi vestibular (VN) operatif. VN terbukti lebih efisien dibandingkan ITG,
dan diindikasikan untuk pasien-pasien dengan krisis vertigo yang tidak kunjung
membaik dan tidak dipengaruhi oleh pengobatan, dengan fungsi vestibular kontralateral
yang baik. Labirintektomi semakin jarang dilakukan, meskipun efikasinya mendekati
VN, karena menghilangkan seluruh fungsi pendengaran yang tersisa. Saran yang dapat
diberikan pada para ahli yang melaksanakan labirintektomi adalah dengan mengikutkan
implantasi koklea. (15)
Terkadang, dapat terjadi kasus penyakit Meniere bilateral. Prevalensinya tidak
jelas, namun diperkirakan sekitar 2-47%. Bilateralisasi dapat terjadi melalui proses
sekunder setelah beberapa tahun. Penyakit Menier bilateral harus diobati secara
konservatif untuk menghindari deaferensiasi bilateral, dan juga sebisanya menghindari
tatalaksana ablatif. Kejadian ini harus selalu diantisipasi saat mengobati telinga
pertama, terutama saat dicurigai adanya keterlibatan telinga kontralateral. Alasan inilah
yang menyebabkan semua kasus penyakir Meniere harus diobati secara konservatif
dahulu, dan pelan-pelan dieskalasi dari ITG menjadi ITS. Jika harus diambil langkah
operatif, operasi yang dapat dilakukan pada kasus penyakit Meniere bilateral adalah
ELSS. (15)
1
9
Gambar 7. Proposisi algoritma yang digunakan mengobati penyakit Meniere oleh
ICON (15)
Jika terjadi kasus serangan vertigo akut, dapat diberikan obat-obatan untuk motion
sickness, sebagai contohnya antihistamin aksi sentral dengan efek antikolinergik yang
memiliki fungsi supresi sistem vestibular sekaligus antiemetik. Dimenhidrinat
merupakan obat dengan awitan tercepat, meklizin merupakan yang paling tidak sedatif,
dan prometazin adalah yang paling sedatif namun dapat diberikan secara supositoria
per rektal (berguna jika pasien muntah-muntah). Benzodiazepin juga dapat
dipertimbangkan untuk digunakan karena memiliki efek agonis GABA, namun hindari
penggunaan harian karena menyebabkan kecanduan dan gejala withdrawal. Lorazepam
memiliki awitan tercepat dan durasinya paling cocok untuk serangan vertigo penyakit
Meniere. (9)
Secara non-farmakologi, pasien juga dapat diberikan beberapa program tambahan,
seperti latihan yang melibatkan koordinasi mata dan kepala, sambil berjalan dan
menyeimbangkan posisi tubuh. Tatalaksana non-farmakologi ini dapat dilakukan jika
pasien mengalami disekuilibrium antar serangan vertigo. (9)
Pasien-pasien dengan penyakit Meniere memiliki kualitas hidup (QoL) yang lebih
rendah dibandingkan orang-orang tanpa kelainan tersebut, meskipun tidak semua area
kehidupan terkena dampaknya. Hal ini disebabkan oleh keparahan gejala dan
keparahan gejala flare-up, yang dapat berdampak hingga mengganggu aktivitas sehari-
hari dan disabilitas. Seiring waktu, kualitas hidup pasien akan membaik, dan pasien
akan beradaptasi dengan kondisi barunya. (9)
Pasien-pasien dengan penyakit Meniere kronik menyatakan bahwa tuli yang
mereka alami lebih parah dibandingkan vertigo, tinitus, dan hiperakusis. Gangguan
berjalan juga dinyatakan lebih parah dibandingkan rasa penuh pada telinga. Sekitar 16
tahun setelah gejala, 68% pasien menyatakan masih mengalami rasa penuh pada
telinga, meskipun penyakitnya sudah tidak terlalu parah. Masing-masing gejala secara
individu dan sulitnya menebak kapan mereka muncul menyebabkan kesulitan bergaul,
yang dapat dibantu dengan dukungan dari lingkungan sekitar pasien. Pasien-pasien
2
0
yang memiliki dukungan sosial yang baik menyatakan memiliki kualitas hidup yang
lebih baik secara keseluruhan. (9)
2
1
BAB 3
KESIMPULAN
Meniere’s disease atau penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin membranosa
telinga dalam, berupa hidrops (pembengkakan) endolimfa pada kokhlea dan
vestibulum. Penyakit ini memiliki trias gejala yang sering dialami yaitu vertigo, tinitus,
dan tulis sensorineural, terutama pada nada rendah. Penyakit ini umumnya menyerang
usia 30 sampai 60 tahun dan diduga terdapat peran faktor genetik pada 20% pasien.
Diagnosis ditegakkan dengan gejala klinis 1) Vertigo yang hilang timbul, disertai
dengan tinnitus yang kadang menetap bahkan di luar serangan, dan rasa penuh pada
telinga (aural fullness), 2) Fluktuasi gangguan pendengaran yang berupa tuli
sensorineural, 3) Menyingkirkan kemungkinan penyebab-penyebab sentral, seperti
tumor N. VIII. Keluhan pada serangan pertama seringkali sangat berat dan serangan
kedua dan berikutnya seringkali lebih ringan. Pada pemeriksaan fisik dengan
menggunakan garpu tala hasil test rinne positif, test weber lateralisasi ke telinga sehat
dengan interpretasi tuli sensorineural, selain itu dapat juga dipastikan dengan berbagai
pemeriksaan diagnostik seperti audiometri, Uji VEMP, uji kalorik, uji gliserol,
elektrokokleografi (ECOG), MRI dan GBCA.
Pendekatan tatalaksana yang dapat diambil dimulai dari tatalaksana konversatif
yang perlahan-lahan menuju tatalaksana yang lebih invasif, untuk menghindari
berbagai efek samping yang tidak diinginkan. Pengobatannya dilakukan secara
farmakologis dan non-farmakologis, dan ditangani secara berbulan hingga bertahun-
tahun. Prognosis penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup akibat
awitan gejala yang mendadak dan malu yang dialami pasien, namun dengan pendekatan
dan dukungan keluarga serta lingkungan sosial pasien, pasien dapat menjalani hidupnya
dengan lebih baik dan mengalami kesembuhan yang lebih menyeluruh.
2
2
DAFTAR PUSTAKA
2
3
13. Vassilou A, Vlastarakos PV, Maragoudakis P, Candiloros D, Nikolopoulos TP.
Meniere’s disease: Still a mystery disease with difficult differential diagnosis. Ann
Indian Acad Neurol. 2011 Jan-Mar; 14(1): 12-8.
14. Sharma DK. Audiological assessment in Meniere’s disease. [Online] 2017 Okt 4.
Diakses 2019 Sep 22 dari: https://www.intechopen.com/books/up-to-date-on-
meniere-s-disease/audiological-assessment-in-meniere-s-disease.
15. Nevoux J, Barbara M, Dornhoffer J, Gibson W, Kitahara T, Darrouzet V.
International consensus (ICON) on treatment of Ménière's disease. Eur Ann
Otorhinolaryngol Head Neck Dis. 2018 Feb; 135(1S): S29-32.
2
4