Anda di halaman 1dari 74

PAPER

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Paper ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk melengkapi Kepaniteraaan
Klinik Senior di SMF THT RSUD Dr. Pirngadi Medan

DISUSUN OLEH :
Ramiz Fadillah
71210891024

PEMBIMBING
dr.Olina Hulu, Sp.THT, KL

SMF ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


RSUD Dr. PIRNGADI
KOTA MEDAN
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

Dokter Pembimbing

dr.Olina Hulu, Sp.THT, KL


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini
guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Ilmu
Penyakit THT-KL Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan dengan judul “Otitis
Media Supuratif Kronik”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar –


besarnya kepada dr. Olina Hulu, Sp.T.H.T-K.L yang telah memberikan
bimbingan dan arahannya selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
bagian SMF Ilmu Penyakit THT-KL Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan
dalam membantu menyusun refarat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa paper ini memiliki banyak
kekurangan baik dari kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Harapan penulis semoga paper ini dapat memberi manfaat dan menambah
pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu
kedokteran dalam praktek di masyarakat.

Medan, Juli 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 2
2.1 Otitis Media Supuratif Kronik ............................................................................... 3
2.1.1 Anatomi ....................................................................................................... 3
2.1.2 Pembuluh Darah Hidung ............................................................................. 7
2.1.3 Fisiologi Hidung ......................................................................................... 8
2.1.3 Definisi ...................................................................................................... 10
2.1.4 Epidemiologi ............................................................................................ 10
2.1.5 Etiologi dan .............................................................................................. 10
2.1.6 Patogenesis ................................................................................................ 11
2.1.7 Klasifikasi ................................................................................................. 12
2.1.8 Gejala Klinis ............................................................................................ 12
2.1.9 Diagnosis ................................................................................................... 14
2.1.10 Penatatalaksana ........................................................................................ 18
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 23

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Auricula ................................................................................................. 3
Gambar 2 Auris Ekterna ........................................................................................ 4
Gambar 3 Auris Media .......................................................................................... 6
Gambar 4 Membran Timpani ................................................................................. 6
Gambar 5 Auris Media .......................................................................................... 7
Gambar 6 Timpanoplasti ...................................................................................... 20
Gambar 7 Algoritma Penatalaksanaan OMSK Tipe Maligna .............................. 21

v
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis media supuratif kronik adalah peradangan kronik telinga tengah


dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga lebih
dari dua bulan, baik terus-menerus maupun hilang timbul. OMSK juga merupakan
penyebab umum terjadinya kecacatan, penurunan kinerja pendidikan dan dapat
menyebabkan infeksi fatal intrakranial serta mastoiditis akut yang terjadi pada
negara miskin. 1

Prevalensi OMSK di seluruh dunia adalah berkisar 1-46%, di negara


berkembang, insiden OMSK cukup tinggi yaitu sekitar 5-10% sedangkan di
negara maju sebanyak 1%. Angka kejadian OMSK pada anak di Afrika Selatan
adalah 0,3% - 6% dan di Nigeria sebanyak 2,5%. Menurut survei kesehatan indera
penglihatan dan pendengaran yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan
pada tahun 1996, prevalensi OMSK di Indonesia adalah sebanyak 3,1% dari
populasi dan pada tahun 2007 meningkat sebesar 5,4%. Berdasarkan data tersebut
jumlah penderita OMSK cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya.2
OMSK biasanya berkembang pada tahun-tahun pertama kehidupan tetapi
dapat bertahan sampai dewasa dan merupakan penyebab utama gangguan
pendengaran pada anak-anak. Penyakit ini menyerang 65-330 juta orang di
seluruh dunia terutama di negara berkembang, diperkirakan 39-200 juta orang
(60%) menderita penurunan fungsi pendengaran secara signifikan. Menurut data
survei kesehatan nasional indra penglihatan dan pendengaran kurang lebih 6,6 juta
penduduk Indonesia menderita OMSK. Kejadian OMSK di Indonesia rata-rata
terjadi pada kelompok usia 7-18 tahun.3
Tingginya angka kejadian OMSK di negara berkembang jika
dibandingkan dengan negara maju, disebabkan oleh beberapa faktor, seperti;
faktor sosioekonomi, higiene yang kurang, gizi rendah, penduduk yang padat,
serta masih terdapat pemahaman yang salah terhadap penyakit ini di masyarakat,
sehingga banyak kekeliruan yang terjadi seperti pengobatan yang tidak tuntas.

1
Perjalanan penyakit terjadi perlahan-lahan, namun penderita OMSK biasanya
datang pertama kali dengan tanda dan gejala penyakit yang sudah parah sehingga
morbiditas dapat berganda.4
Penanganan OMSK harus dievaluasi adanya faktor predisposisi yang
menjadi penyebab penyakit tersebut menjadi kronis, perubahan-perubahan
anatomi yang menghalangi penyembuhan dan menganggu fungsi serta adanya
proses infeksi yang terdapat di telinga. Penanganan OMSK yang tidak adekuat
akan menyebabkan infeksi berulang dan dapat meningkatkan biaya pengobatan
serat penurunan kualitas hidup dari pasien.2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Otitis Media Supuratif Kronik


2.1.1 Anatomi Telinga
Auris merupakan organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga memiliki
tiga bagian:
1. Bagian pertama adalah auris externa terdiri dari bagian yang melekat
pada aspectus lateralis regio capitis dan saluran yang berada di dalamnya.
Meatus acusticus externus terbentang dari bagian terdalam concha
auriculae sampai membrana tympani (gendang telinga). Berjarak kurang
kebih 1 inci (2.5 cm). Dindingnya terdiri dari tulang rawan dan tulang.
Sepertiga lateralnya dibentuk oleh perluasan tulang rawan dari sejumlah
tulang rawan auricula dan 2/3 bagian mediatnya merupakan saluran tulang
pada tulang temporale. Seluruh panjang meatus acusticus externus tertutup
oleh kulit, yang di beberapa bagian terdapat rambut dan glandula
sudorifera yang mengalami modifikasi dan memproduksi cerumen
(kotoran telinga). Meatus acusticus externus tidak berjalan lurus. Dari
liang luar struktur ini berjalan ke atas dengan arah anterior, kemudian
membelok sedikit ke posierior__masih berjalan ke atas—dan akhirnya
membelok lagi ke arah anterior dan sedikit turun.5

Gambar 1 . Auricula5

3
Gambar 2. Auris Eksterna5

2. Bagian kedua adalah auris media sebuah ruangan dalam pars petrosa
tulang temporale yang dibatasi di laterai, dan dipisahkan dari saluran luar,
oleh suatu membrana dan di sebelah dalam dihubungkan dengan pharynx
oleh sebuah pipa sempit. Auris media berisi udara, merupakan ruangan
yang dilapisi membrana mukosa di dalam tulang temporale. Antara
membrana tympani di lateral dan dinding lateral auris interna di medial.
Struktur ini terdiri dari dua bagian cavitas tympanica tepat bersebelahan
dengan membrana tympani recessus epitympanicus di superior. Auris
media berhubungan dengan daerah mastoid di posterior (melalui aditus ke
antrum mastoideum) dan nasopharinx di anterior (melalui tuba
pharyngotympanica/tuba auditiva). Auris media mernpunyai paries
tegmentalis/atap dan paries jugularis/dasar, dan paries caroticus/dinding
anterior, paries mastoideus/dinding posterior, paries labyrinthicus/dinding
medial, paries membranaceus/ dinding lateral :
- Atap, Atap (paries tegmentalis) auris media terdiri dari selapis tipis
tulang, yang memisahkan auris media dari fossa cranii media.
Lapisan tulang ini adalah tegmen tympani pada permukaan anterior
pars petrosa tulang temporale.
- Dasar, Dasar (paries jugularis) auris media terdiri dari selapis tipis
tulang yang memisahkannya dari vena jugularis interna. Kadang-
kadang, dasarnya menebal oleh adanya cellulae mastoideae. Di
dekat tepi medial dasarnya terdapat apertura/ lubang kecil, yang

4
dilewati ramus tympanicus dari nervus glossopharyngeus [IX]
memasuki auris.
- Lateral, Dinding lateral (paries membranaceus) auris media hamper
seluruhnya terdiri dari membrana tympani tapi karena membrana
tympani tidak meluas ke superior hingga recessus epitympanicus,
maka bagian atas paries membrenaceus auris media merupakan
dinding lateral tulang recessus epitympanicus.
- Dinding posterior, Dinding posterior (paries mastoideus) auris
media hanya tertutup sebagian. Bagian bawah dinding ini terdiri
dari dinding tulang pemisah antara cavitas tympani dan cellulae
mastoideae. Di superior, recessus epitympanicus berlanjut dengan
aditus ad antrum mastoidea . Yang berhubungan dengan paries
mastoideus adalah eminentia pyramidalis, peninggian/tonjolan
kecil yang dilewati tendo musculus stapedius untuk masuk ke auris
media: dan lubang/celah yang dilewati nervus chorda tympani
lewat. sebuah cabang nervus facialis [VII], masuk ke auris media.
- Dinding anterior, Dinding anterior (paries caroticus) auris media
tidak sepenuhnya tertutup. Bagian bawah terdiri dari selapis tipis
tulang yang memisahkan cavitas tympani dari arteria carotis
interna. Di superior, dindingnya tidak menutup penuh karena
adanya sebuah lubang/celah besar untuk masuknya tuba
pharyngotympanica/tuba auditiva ke dalam auris media dan
sebuah celah yang lebih kecil untuk saluran yang berisimusculus
tensor tympani
- Dinding Medial, Dinding medial (paries labyrinthicus) auris media
juga merupakan dinding lateral auris interna. Struktur utama pada
dinding ini adalah pembuncitan membulat (promontorium) yang
dihasilkan oleh lilitan dasar cochlea, yang merupakan struktur auris
interna yang terlibat dalam fungsi pendengaran. 5

5
Gambar 3. Auris media 5

3. Bagian ketiga adalah auris interna yang terdiri dari serangkaian ruangan
dalam pars petrosa tulang temporale, terletak antara auris media di lateral
dan meatus acusticus internus di medial. 5

Gambar 4. Membran Timpani 5

6
Gambar 5. Auris Media 5

2.1.2 Pembuluh Darah Hidung


a. Suplai arterial
- Tubae pharyngotympanica/tuba auditive berasal dari beberapa
sumber. Cabang-cabangnya yang berasal dari arteria pharyngea
ascendens (sebuah cabang arteria carotis externa) dan dari dua
cabang arteria maxillaris (arteria meningea media dan arteria
canalis pterygoidei).
- Beberapa arteria menyuplai struktur-struktur dalam auris media:
Dua cabang terbesar adalah cabang tympanica posterior arteria maxillaris
dan ramus mastoideus arteria occipitalis atau arteria auricularis posterior.
Cabang yang lebih kecil berasal dari arteria meningea media, arteria
pharyngea ascendens, arteria canalis pterygoidei, dan cabang-cabang
tympanica/arteriae caroticotympanicae dari arteria carotis interna.

7
- Suplai arterial menuju auris interna terbagi antara
pembuluhpembuluh darah yang menyuplai labyrinthus osseus dan
labyrinthus membranaceus. Labyrinthus osseus disuplai oleh
arteriae yang sama yang menyuplai sekeliling tulang
temporate___termasuk arteria tympanica anterior cabang dari
arteria maxillaris, arteria stylomastoidea cabang dari arteria
auricularis posterior. dan ramus petrosus dari arteria meningea
media.

b. Suplai Vena
- Drainase vena tuba pharyngotympanica/tuba auditiva menuju
plexus venosus pterygoideus di dalam fossa infretemporalis.
- Drainase vena auris media menuju ke plexus venosus pterygoideus
dan sinus petrosus superior.
- Drainase vena dari labyrinthus membranaceus melalui venae
vestibulares dan venae cochleares. yang mengikuti arteriaenya.
Venae tersebut bergabung untuk membentuk vena labyrinthi. Yang
akhirnya bermuara ke dalam sinus petrosus inferior atau sinus
sigmoideus.

1.1.3 Fisiologi Pendengaran


Suara dihasilkan oleh gelombang energi. Gelombang energi bergerak
melalui medium dengan menggerakkan molekul. Frekuensi suara dihitung dalam
satuan Hertz (Hz; siklus kompresi dan penghalusan per detik). Manusia biasanya
mendengar dalam rentang frekuensi 20-20.000 Hz. Gelombang suara mencapai
telinga luar dan berjalan ke meatus akustik eksternal untuk mencapai gendang
telinga (membran timpani). Kontak antara gendang telinga dan gelombang
tekanan lingkungan menyebabkan pergerakan membran. Gerakan membran
timpani memulai getaran dari 3 tulang kecil di dalam telinga tengah: malleus,
incus, dan stapes yang mentransfer getaran ke telinga bagian dalam pada jendela
oval (vestibular). Tiga tulang telinga tengah memperkuat energi ini dan

8
mentransfernya ke koklea. Setelah memasuki koklea, energi mekanik diubah
menjadi energi listrik oleh sel reseptor pendengaran (sel rambut). Konversi ini
terjadi di dalam koklea telinga bagian dalam. Koklea adalah struktur berisi cairan
(perilimfe) yang berputar 2 ½ mengelilingi pilar pusat (modiolus). 6
Skala timpaniterletak di bagian luar koklea. Ini berlanjut dengan ruang
depan skala (melapisi bagian dalam koklea) di helikotrema. Di antara area berisi
cairan ini adalah skala media. Osilasi dari jendela oval menyebabkan gelombang
melalui skala timpani dan kemudian skala vestibuli dari koklea. Gelombang dari
daerah ini menekan dan mengirimkan energi gelombang ke skala media melalui
membran basilar (di dalam lantai media skala). Organ of Corti berada pada
membran basilar di dalam skala media. Ini menampung sel-sel reseptor mekanis.
Saat skala vestibuli dan skala timpani berosilasi, membran basilar bergeser dengan
membran tektorial. Pergeseran ini membengkokkan stereosilia sehubungan
dengan sel tubuh sel rambut. Bergantung pada arah pergeseran, gerakan secara
mekanis akan membuka atau menutup saluran kalium untuk memfasilitasi aktivasi
atau deaktivasi sel. Pergerakan membran tektorial dan basilar dapat berubah
tergantung pada lokasi di dalam koklea. 6
Dengan cara ini, fleksibilitas bergradasi memungkinkan sel-sel rambut di
dalam koklea merespons rentang frekuensi tertentu dari tinggi di dasar hingga
rendah di puncak koklea. Karena sel-sel rambut luar menerima masukan dari
korteks, korteks dapat memulai perubahan ini untuk melindungi kesehatan sel-sel
rambut di lingkungan yang bising.
Informasi dari sistem pendengaran perifer mencapai inti pendengaran
sentral melalui saraf pendengaran. Saraf pendengaran mengirimkan informasi
pendengaran ke serangkaian inti ke korteks di mana persepsi terjadi. Inti ini
termasuk 1) nukleus koklearis, 2) superior olivary nuclei, 3) lemniskus lateral, 4)
kolikuli inferior, dan 5) nukleus genikulatum medialis. Informasi pendengaran
yang naik melalui jalur pendengaran dimulai dari saraf pendengaran. Saraf ini
bersinaps di dalam nukleus koklearis. Mayoritas informasi pendengaran kemudian
ditransmisikan melalui serat silang ke dalam kompleks olivari superior. Dari sana,
informasi naik melalui sisi kontralateral batang otak dan otak ke bagian korteks.6

9
1.1.4 Definisi OMSK
Otitis media adalah inflamasi pada sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Jika prosesnya
terjadi lebih dari 12 minggu maka disebut kronik. Dikatakan suatu proses kronik
(OMSK) ialah infeksi kronik di telinga tengah dengan perforasi membran timpani
dan secret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul.
Batasan waktu menurut kebanyakan ahli THT adalah 2 bulan, namun batasan
menurut WHO adalah 12 minggu untuk penegakan diagnosis OMSK.7

1.1.5 Epidemiologi
Penyakit OMSK hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia,
yang masih dijumpai secara luas diberbagai negara. Prevalensi penderita OMSK
di seluruh dunia didapatkan 5.888.576.000 total populasi. Jumlah penderita
OMSK terbanyak terdapat di Afrika sebanyak 2.601.783.000 (44,1%), Pasifik
Barat 1.651.154.000 (28%), Eropa 870.128.000 (14,7%), Amerika 802.811.000
(13,6%), dan Mediterania Timur 473.644.000 (8%). Sedangkan, di Asia Tenggara
didapatkan 1.485.056.000 (25,2%) populasi dengan 57.900.000 (3,8%)
diantaranya mengalami gangguan pendengaran sebagai dampak dari OMSK.8
Di negara berkembang kejadian OMSK cukup tinggi karena kurangnya
higienitas dan penanganan dibandingkan negara maju. Dari hasil penelitian yang
dilakukan sebelumnya, diperkirakan prevalensi penderita OMSK di Indonesia
5,4%. 8

2.1.5 Etiologi
Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang
pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Pada OMSK, bakteri yang ditemukan
mungkin bakteri aerob yaitu Streptococcus Pyogenes, Proteus Mirabilis,
Klebsiella sp. ataupun bakteri-bakteri anaerob yaitu Bacterioides,
Peptostreptococcus, Proprinibacterium.9 Bakteri ini sering ditemukan di kulit
liang telinga , tetapi ini dapat menyebar jika terjadi trauma, peradangan, laserasi

10
atau kelembapan tinggi. Bakteri ini masuk ke telinga melalui perforasi membran
telinga kronis. 10

1.1.6 Patogenesis
Patogenesis OMSK bersifat multifaktor yang melibatkan kombinasi dari
faktor imun, virulensi patogen, terlambatnya terapi, higienitas buruk, predisposisi
genetik, dan faktor anatomi seperti disfungsi tuba Eustachius. Otitis media akut
dapat berlanjut menjadi OMSK pada keadaan infeksi yang tidak teratasi, terjadi
penyebaran hingga area mastoid, dan terdapat atelektasis membran timpani atau
kolesteatoma. 11
Pada OMSK bakteri patogen menginvasi mukosa cavum timpani .
Selanjutnya terjadi inflamasi pada telinga tengah disertai edema dan fibrosis yang
menyebabkan perforasi spontan pada membran timpani yang terus menerus.
Infeksi dapat memicu respon imun lokal yang mengakibatkan produksi berbagai
macam mediator inflamasi dan sitokin.1 . Endotoksin adalah modulator respon
imun, merangsang makrofag untuk menghasilkan tumor necrosis factor α (TNF-
α) dan IL-1β. Keratinosit menghasilkan mediator peradangan seperti IL-1α dan
IL-1β, IL-6 dan IL-8.12
Infeksi menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulent berlanjut, obstruksi tuba eustachius yang
mengurangi penutupan spontan pada perforasi, beberapa perforasi yang besar
mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel, pada pinggir
perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas
sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan
dari perforasi. 10
Jika dibiarkan lebih lanjut, OMSK dapat menimbulkan komplikasi berupa
gangguan pendengaran, kelumpuhan saraf wajah, komplikasi ekstrakranial,
komplikasi intrakranial (meningitis, ensefalitis, dan abses otak), dan kematian.11

11
1.1.7 Klasifikasi
OMSK dibagi menjadi 2 tipe, yaitu tipe jinak (benigna) dan tipe bahaya
(maligna).
a. Tipe benigna atau tipe jinak adalah tipe tubotimpanik karena biasanya
didahului oleh gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di
kavum timpani, dapat juga disebut tipe mukosa karena peradangan hanya
terjadi pada mukosa telinga tengah, dan juga disebut sebagai tipe aman
karena jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. 13
b. Tipe maligna ialah peradangan yang disertai kolesteatom dan perforasi
membran timpani, biasanya terletak di marginal atau atik. Sebagian besar
komplikasi yang berbahaya dapat timbul pada tipe ini.Sedangkan tipe
bahaya disebut juga dengan atiko-antral karena proses biasanya dimulai
pada daerah tersebut, atau tipe tulang karena dapat menyebabkan erosi
tulang. 14

1.1.8 Gejala Klinis


a. Telinga berair
Sekret bersifat purulent (kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang bersifat mucus dihasilkan
oleh aktifitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK
tipe tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang
seringkali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi
mebran timpani dan infeksi. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-
abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk denegerasinya. Dapat
terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe
ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang
karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah
berhubungan dengan adanya jaringan granulasidan polip telinga dan
merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret
yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberculosis.10

12
b. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Ganguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat.
Beratnya ketulian bergantung pada besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga
tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.15
c. Otalgia
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena
terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman
komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau
dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
telinga mungkin ada akan tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna
sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti
petrositis, subperioteal abses atau trombosis sinus lateralis.10
d. Vertigo
Vertigo penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigio seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya
akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada penderita yang
sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar
membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah teransang
pada perubahan suhu.10

13
2.1.9 Diagnosis
a. Anamnesa
Pada anamnesis, terdapat beberapa keluhan yang mengarahkan dokter
menegakan diagnosis OMSK, yaitu: 11
1. Sekret telinga yang keluar hilang timbul maupun terus menerus selama
minimal 2-6 minggu. Sekret mungkin encer atau kental, bening, atau
berupa nanah.
2. Gejala umum lain terkait keluhan di telinga, termasuk:
- Penurunan pendengaran
- Rasa penuh di telinga
- Tinitus
3. Gejala-gejala yang mengindikasikan adanya komplikasi, seperti:
- Paralisis wajah sementara atau menetap
- Otalgia
- Vertigo
- Demam tinggi
- Fotofobia
- Bengkak di belakang telinga (mengindikasikan mastoiditis)
4. Gejala komplikasi emergensi (red flags) yang mengindikasikan perujukan
segera :
- Sakit kepala hebat
- Muntah proyektil
- Defisit neurologis fokal
- Penurunan kesadaran
Adanya gejala tambahan seperti common cold, sakit tenggorok, batuk, atau
gejala lain dari infeksi saluran pernapasan atas, serta faktor risiko seperti gizi
kurang atau higienitas yang buruk, ditambah riwayat keluarnya sekret telinga
seharusnya meningkatkan kecurigaan akan diagnosis OMSK.11

14
b. Pemeriksaan Fisik 11
1. Pemeriksaan Fisik Umum
Demam bukan manifestasi klinik yang khas pada OMSK, dan mungkin
mengindikasikan adanya komplikasi intrakranial atau ekstrakranial
bilamana ditemukan demam yang tinggi. Adanya defisit neurologis berupa
rasa baal atau kelemahan disertai kaku kuduk juga menandakan adanya
komplikasi intrakranial. 11
2. Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan telinga terdiri dari pemeriksaan liang telinga dan mastoid,
pemeriksaan telinga tengah dan pemeriksaan fungsi pendengaran.
▪ Pemeriksaan liang telinga dan mastoid untuk mengidentifikasi hal-hal
berikut:
- Adanya tanda riwayat operasi telinga (bekas luka/parut)
- Ada atau tidaknya fistula retroaurikula
- Tanda inflamasi retroaurikular (hiperemis, edema dengan atau
tanpa fluktuasi, nyeri tekan mastoid)
- Kondisi liang telinga, termasuk ada atau tidaknya penyempitan
liang telinga (shagging), dan sekret telinga 11
▪ Pemeriksaan telinga tengah dengan lampu kepala, otoskopi atau
otomikroskopi atau otoendoskopi untuk memastikan diagnosis pada
pasien dengan kecurigaan OMSK. Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah tanda-tanda berikut :11
- Perforasi membran timpani. Perforasi membran timpani dapat
ditemukan di daerah sentral (pars tensa), marginal (sebagian tepi
perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus
timpanikum), atau atik (pars flaksida). Perforasi yang terletak di
sentral termasuk dalam OMSK tipe aman, sedangkan perforasi
pada OMSK tipe bahaya terletak di marginal atau atik.11
- Keadaan perforasi membran timpani dapat juga ditemukan pada
kondisi telinga tengah yang mengalami atelektasis. Atelektasis
membran timpani dapat terjadi akibat sekuele atau menyertai

15
disfungsi tuba eustachius. Ciri dari atelektasis adalah adanya
retraksi atau kolaps dari membran timpani. J. Sade (1976)
membagi klasifikasi atelektasis menjadi 5 tingkat. Tingkat 1
menandakan retraksi membran timpani ringan, tingkat 2
menandakan retraksi membran timpani yang berkontak dengan
inkus atau stapes (tympanoincudopexy), tingkat 3 menandakan
membran timpani teretraksi mendekati dinding promontorium
tetapi tidak menempel, tingkat 4 membran timpani sudah
menempel ke promontorium (adhesive otitis media), dan tingkat 5
setara dengan tingkat 3 atau tingkat 4 tetapi disertai perforasi
membran timpani.
- Tanda inflamasi mukosa telinga tengah, berupa hiperemis atau
pucat, polipoid, danatau edema, dengan atau tanpa otorea. Sekret
telinga pada OMSK dapat bersifat serosa, mukopurulen, bahkan
hemoragik.
- Jaringan granulasi.
- Kolesteatoma terjadi ketika epitel skuamosa berkeratin ditemukan
di telinga tengah atau area pneumatisasi lainnya di tulang temporal.
Berdasarkan derajat kerusakannya, kolesteatoma dibagi menjadi 5
tingkat, yakni tingkat 1 dimana kolesteatoma terdapat di telinga
tengah tanpa adanya erosi tulang pendengaran, tingkat 2 terdapat
erosi di satu atau lebih tulang pendengaran, tingkat 3 terdapat
kolesteatoma di telinga tengah dan sel-sel mastoid tanpa adanya
erosi tulang pendengaran, tingkat 4 sama dengan tingkat 3 tetapi
dengan erosi satu atau lebih tulang pendengaran, tingkat 5 terdapat
kolesteatoma di telinga tengah, mastoid, dan bagian lain dari tulang
temporal, serta terdapat erosi pada satu atau lebih tulang
pendengaran, dan tingkat 6 dimana kolesteatoma meluas di luar
tulang temporal.11
- Timpanosklerosis, dicirikan dengan plak berwarna keputihan di
membran timpani dan deposit nodular di lapis submukosa telinga

16
tengah. Timpanosklerosis biasanya terjadi sebagai sekuele dari
penyakit kronis telinga tengah, tetapi dapat juga terjadi akibat dari
trauma setelah pemasangan pipa timpanostomi..
Secara definitif, diagnosis OMSK ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan telinga yang memperlihatkan perforasi membran timpani
dengan tanda inflamasi telinga tengah, disertai dengan otorea yang
menetap atau hilang timbul minimal selama lebih dari 2 minggu.11

3. Pemeriksaan fungsi pendengaran


a. Tes Penala
Tes penala, terdiri atas tes Rinne, Weber, dan Schwabach, merupakan
pemeriksaan pendengaran secara kualitatif yang telah lama digunakan di
klinik untuk membedakan gangguan pendengaran konduktif dan
sensorineural. Meskipun penggunaannya mulai tergantikan dengan
modalitas diagnostik lain yang lebih baru, namun modalitas ini tersedia
luas terutama di layanan primer. Tes ini memerlukan garpu tala dengan
frekuensi garpu tala yang paling banyak digunakan adalah 256 dan 512
Hz. Frekuensi yang lebih kecil memproduksi stimulus vibrotaktil yang
dapat membuat misinterpretasi dari ambang batas dengar.
Pada tes Weber, lateralisasi suara ke salah satu telinga menandakan tuli
konduktif ipsilateral (umumnya 3-5 dB dengan garpu tala berfrekuensi 512
Hz) atau tuli sensorineural kontralateral. Sementara itu, hasil tes Rinne
diinterpretasikan menjadi tes Rinne positif jika konduksi udara lebih baik
dibandingkan konduksi tulang dan tes Rinne negatif jika konduksi tulang
lebih baik dibandingkan konduksi udara. Hasil tes Rinne negatif pada
pemeriksaan menggunakan garpu tala 512 Hz menandakan adanya tuli
konduktif sebanyak 20 dB atau lebih.11
b. Audiometri Nada Murni
Pada pemeriksaan ini perlu diperhatikan seperti nafa murni, bising NB
(narrow band) dan WN (white noise), frekuensi, intensitas bunyi, ambang
bunyi, ambang dengar, nilai nol audiometric, standar ISO, ASA, notasi

17
pada audiogram, jenis dan derajat ketulian, gap dan masking. Berdasarkan
audiogram kita dapat melihat apakah pendengaran norma atau tuli.
0-25 dB : Normal
> 25-40 dB : Tuli Ringan
>40-55 dB : Tuli sedang
> 55-70 dB : Tuli sedang berat
> 70-90 dB : Tuli berat
>90 dB : Tuli sangat berat16
c. Calibrated Finger Rub Auditory Screening Test (CALIFRAST)
CALIFRAST merupakan tes yang dilakukan dengan menggosok-gosokkan
ibu jari ke jari kelingking saat jari dalam keadaan kering di ruangan yang
tenang. Posisi pasien dan pemeriksa berhadapan nose-to-nose berjarak 6-10
inchi dengan mata pasien ditutup. Mula-mula, jari pada kedua lengan
digosokkan dengan cepat dan kuat dalam jarak 70 cm atau saat kedua lengan
ekstensi (CALIFRAST-Strong 70), kemudian jika pasien. Jika pasien masih
dapat mendengar, tes dilakukan dengan jarak yang sama tetapi intensitas
gosokan jari jauh lebih lemah hingga terdengar suara gosokan jari terlemah
yang dapat didengar oleh pemeriksa (CALIFRAST-Faint 70). Jika pasien
dapat mendengar kedua tes ini di kedua telinga, maka pemeriksaan selesai dan
kedua telinga pasien tidak terdapat gangguan pendengaran. Namun jika pasien
tidak dapat mendengar CALIFRAST-Strong 70 pada salah satu telinga,
pemeriksa menggosokan jari dengan cepat dan kuat pada jarak yang lebih
dekat yakni 35 cm (sama dengan pada saat fleksi siku 90o), 10 cm (sama
dengan lebar satu tangan), dan 2 cm (sedekat mungkin dengan tragus tetapi
tidak menyentuh cuping telingan)11
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Otomikroskopi atau Otoendoskopi
Otomikroskopi merupakan pemeriksaan untuk mengidentifikasi kelainan
di liang telinga dan membran timpani menggunakan mikroskop otologi
binokular untuk mendapatkan gambaran telinga tengah yang diperbesar
dan 3 dimensi. Alat ini berguna dalam menilai kondisi liang telinga,
kelainan di membran timpani seperti perforasi, atrofi, timpanosklerosis,

18
atau atelektasis, serta ada atau tidaknya sekret di telinga tengah.
Otomikroskopi memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan
modalitas diagnostik lain seperti kemampuan pembesaran tinggi dan
pandangan 3 dimensi sehingga memungkinkan untuk melihat struktur
anatomi lebih terperinci. Selain teknik otomikroskopi, penggunaan
endoskopi baik tipe fleksibel maupun kaku mulai diperkenalkan untuk
mengevaluasi struktur telinga tengah.11

2.1.10 Penatalaksanaan
a. Pada OMSK benigna
Diusahakan epitelisasi tepi perforasi melalui tindakan poliklinik dengan
melukai pinggir perforasi secara tajam atau dengan mengoleskan zat
kaustik seperti nitras argenti 25%, asam trichlor asetat 12%, alkohol
absolut, dll. Dalam pemilihan antibiotic harus diingat: pada OMSK telah
terjadi perubahan yang menetap, resolusi spontan sangat sulit terjadi dan
biasanya ada gangguan vaskularisasi di telinga tengah sehingga antibiotik
sistemik sukar mencapai sasaran dengan optimal, kronisitas dengan fase
aktif dan fase tenang. Antibiotik yang dapat diberikan Ciprofloxacin
Fosfomycin, Moxifloxacin, Dibekacin 28,79% dan Gentamycin.7
Obat tetes telinga jenis ofloxacin terbukti aman, tidak toksik terhadap
labirin, efektif sebagai obat tunggal, sehingga direkomendasikan sebagai
obat lini pertama untuk dewasa dan anak-anak, namun obat tetes telinga
tidak dipakai sebagai profilaksis. Bila terdapat tuli konduktif dan bila
perforasi menetap maka idealnya dilakukan timpanoplasti dengan atau
tanpa mastoidektomi7
b. Pada OMSK maligna
Pada OMSK tipe Maligna pengobatan yang harus dilakukan adalah
dengan operasi untuk eradikasi kolesteatoma. Teknik operasi yang dipilih
tergantung luas kerusakan dan pilihan ahli bedah. Tindakan atikotomi
anterior dipilih apabila kolesteatoma masih sangat terbatas di atik. Bila
kolesteatoma tidak dapat dibersihkan secara total dengan tindakan

19
tersebut, dapat dipilih berbagai variasi tehnik eradikasi kolesteatoma,
biasanya diikuti dengan rekonstruksi fungsi pendengaran pada saat yang
sama, misalnya timpanoplasti dinding runtuh (canal wall down
tympanoplasty) atau mastoidektomi dinding utuh (canal wall up
tympanoplasty) atau atikoplasti atau timpanoplasti buka-tutup (open and
close method tympanoplasty) dan sebagainya.

Gambar 6. Timpanoplasti7

c. Pasien OMSK dengan kompliksi intratemporal


Harus segera dirawat inap dan diberikan antibiotika dosis tinggi secara
intravena. Perlu diperiksa sekret telinga untuk pemeriksaan mikrobiologi.
Pasien selanjutnya dipersiapkan untuk operasi mastoidektomi sebagai
drainase materi purulen disertai dekompresi nervus fasialis atau
petrosektomi, sesuai komplikasi yang ada.
d. Pasien OMSK yang mempunyai komplikasi dengan tanda-tanda meluas
ke intracranial harus segera dirawat dan dirujuk ke dokter spesialis saraf
atau saraf anak dan bedah saraf. Antibiotik dosis tinggi yang dapat
menembuh sawar darah otak diberikan secara intravena selama 7-15 hari
dan periksa mikrobiologi sekret telinga. Tergantung dari kondisi pasien,
dapat dilakukan drainase materi purulen secara mastoidektomi dalam
anestesi lokal ataupun umum yang dapat pula disertai tindakan operasi
bedah saraf.

20
Algoritma Penatalaksanaan OMSK tipe malignan 7

21
BAB III
KESIMPULAN

Otitis media adalah inflamasi pada sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Jika prosesnya
terjadi lebih dari 12 minggu maka disebut kronik. Dikatakan suatu proses kronik
(OMSK) ialah infeksi kronik di telinga tengah dengan perforasi membran timpani
dan secret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul.
Batasan waktu menurut kebanyakan ahli THT adalah 2 bulan, namun batasan
menurut WHO adalah 12 minggu untuk penegakan diagnosis OMSK.
Penanganan OMSK harus dievaluasi adanya faktor predisposisi yang
menjadi penyebab penyakit tersebut menjadi kronis, perubahan-perubahan
anatomi yang menghalangi penyembuhan dan menganggu fungsi serta adanya
proses infeksi yang terdapat di telinga. Penanganan OMSK yang tidak adekuat
akan menyebabkan infeksi berulang dan dapat meningkatkan biaya pengobatan
serat penurunan kualitas hidup dari pasien

22
DAFTAR PUSTAKA
1. Farida Y, Oktaria D. Tatalaksana Terkini Otitis Media Supuratif Kronis
(OMSK). J Medula Unila. 2016;6(1):180-184.
http://repository.lppm.unila.ac.id/2303/1/Yusi-dan-Dwita-_-Tatalaksana-
Terkini-Otitis-Media-Supuratif-Kronis-OMSK.pdf
2. Narendra E, Saputra KAD. Karakteristik penderita otitis media supuratif
kronis (OMSK) yang menjalani operasi di RSUP Sanglah. Medicina (B
Aires). 2020;51(1):46-49. doi:10.15562/medicina.v51i1.749
3. Monganisa Alwy P, Zachreini I, Sawitri H. Hubungan Usia Dan Jenis
Kelamin Dengan Kejadian Otitis Media Supuratif Kronik Di Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Meutia Tahun 2019-2020. J Ilm Mns Dan Kesehat.
2023;6(1):123-131. doi:10.31850/makes.v6i1.1963
4. Khrisna EA, Sudipta IM. Karakteristik Pasien Otitis Media Supuratif
Kronis Di Rsup Sanglah Denpasar Tahun 2015. J Med Udayana.
2019;8(8):7-11.
5. Richard LD, Wayne V, Mitchell AW. Regiones capitis dan
cervicales/Kepala dan leher. In: Grey’s Basic Anatomy. Elsevier;
212AD:545.
6. Sudewi R. Anatomi dan Fisiologi Sistem Auditori Perifer dan Sentral.
2020;12:11-12.
7. Alkatiri FBB. Kriteria Diagnosis Dan Penatalaksanaan Otitis Media
Supuratif Kronis. Intisari Sains Medis. 2019;5(1):100-105.
8. Wati H, Juniawan O, Trisna A. Perbandingan Sensitivitas Co-Amoxiclav
Dan Ofloxacin Terhadap Kuman Aerob Penyebab Otitis Media Supuratif
Kronis Di Rsud Provinsi Ntb. J Kedokt. 2020;5(2):80.
doi:10.36679/kedokteran.v5i2.223
9. Parhusip TD, Suprayogi B, Utomo R, et al. Bakteri Penyebab Otitis Media
Supuratif Kronis Di Rumah Sakit umum universitas Kristen Indonesia.
2020;XXXVI(1):19-23.
10. Reza V, Snapp P, Dalam E, et al. Karakteristik Pasien Otitis Media
Supuratif Kronik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo

23
Periode Agusts 2018- Juli 2019. Bussiness Law binus. 2020;7(2):33-48.
http://repository.radenintan.ac.id/11375/1/PERPUS
PUSAT.pdf%0Ahttp://business-law.binus.ac.id/2015/10/08/pariwisata-
syariah/%0Ahttps://www.ptonline.com/articles/how-to-get-better-mfi-
results%0Ahttps://journal.uir.ac.id/index.php/kiat/article/view/8839
11. Coker C, Greene E, Shao J, et al. Pedoma Nasional Pelayana Kedokteran
Tata Laksana Otitis Media Supuratif Kronik. Transcommunication.
2018;53(1):1-8.
http://www.tfd.org.tw/opencms/english/about/background.html%0Ahttp://d
x.doi.org/10.1016/j.cirp.2016.06.001%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.powte
c.2016.12.055%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.ijfatigue.2019.02.006%0Ahttps
://doi.org/10.1016/j.matlet.2019.04.024%0A
12. Bagus I, Mahayana Y, Bayu A, Putra D, Ayu IG, Susantini D. Profil Pasien
Otitis Media Supuratif Kronis Di Poliklinik Tht-Kl Rsud Kabupaten
Buleleng Tahun 2020-2022. 2023;3(1):14-22.
13. Akhyar Y, Rosalinda R. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronis
Tipe Kolesteatoma dengan Timpanomastoidektomi Dinding Runtuh dan
Rekonstruksi Dinding Posterior Liang Telinga. J Otorinolaringol Kepala
dan leher Indones. 2022;1(1):55-66.
14. Pasyah MF, Wijana -. Otitis Media Supuratif Kronik pada Anak. Glob Med
Heal Commun. 2016;4(1):1. doi:10.29313/gmhc.v4i1.1597
15. Putra AS, Wahyudiono AD, Sp THTKLK. Hubungan Jaringan Patologis
dan Tipe Perforasi Telinga Tengah dengan Tuli Konduksi pada Pasien
Otitis Media Supuratif Kronik ( OMSK ). Published online 2022:1-6.
16. Zanah WR. Gambaran Audiologi Pasien Otitis Media Supuratif Kronik di
Poliklinik THT RSUP Fatmawati Tahun 2012-2014. Published online
2015.

24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69

Anda mungkin juga menyukai