Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Dokter Pembimbing :
dr. Siti Nurhikmah, Sp. THT-KL, M. Kes

Disusun oleh :
Verren Natalie
406192110

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT


RSUD RAA SOEWONDO PATI
PERIODE 05 OKTOBER 2020 – 31 OKTOBER 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Verren Natalie


NIM : 406192110
Universitas : Universitas Tarumanagara
Fakultas : Kedokteran
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang Pendidikan : Ilmu THT
Periode Kepaniteraan Klinik : 05 Oktober 2020 – 31 Oktober 2020
Judul Referat : Otitis Media Supuratif Kronik
Diajukan : Oktober
Pembimbing : dr. Siti Nurhikmah, Sp. THT-KL, M. Kes

Pembimbing
Bagian Ilmu THT

dr. Siti Nurhikmah, Sp. THT-KL, M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Otitis Media Supuratif
Kronik”. Adapun referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Klinik
Ilmu THT RSUD RAA Soewondo Pati periode 05 Oktober 2020 hingga 31 Oktober 2020 dan
untuk menambah informasi bagi penulis dan pembaca mengenai otitis media supuratif kronik.
Penulis sangat bersyukur atas terselesaikannya tugas referat ini. Pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing, dr. Siti Nurhikmah, Sp. THT-
KL, M. Kes, atas segala bimbingan, motivasi, serta ilmu yang diberikan sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih sangat jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan demi kesempurnaan
referat ini. Akhir kata, semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun
pembaca.

Jakarta, 15 Oktober 2020

Verren Natalie
(406192110)

DAFTAR ISI

iii
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................ v
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................... 2
2.1 ANATOMI TELINGA.................................................................................................. 2
2.2 FISIOLOGI TELINGA................................................................................................. 4
2.3 OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK.................................................................... 7
2.3.1 DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI........................................................................... 7
2.3.2 FAKTOR RISIKO DAN ETIOLOGI....................................................................... 7
2.3.3 KLASIFIKASI............................................................................................................ 7
2.3.4. PATOFISIOLOGI..................................................................................................... 8
2.3.5 TANDA DAN GEJALA.............................................................................................. 9
2.3.6 DIAGNOSIS BANDING............................................................................................ 10
2.3.7 DIAGNOSIS................................................................................................................ 11
2.3.8 TATALAKSANA........................................................................................................ 12
2.3.9 KOMPLIKASI............................................................................................................ 15
2.3.10 PROGNOSIS............................................................................................................. 15
BAB 3 KESIMPULAN........................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 19

DAFTAR GAMBAR
iv
Gambar 2.1........................................................................................................................... 3
Gambar 2.2 .......................................................................................................................... 6

v
BAB 1
PENDAHULUAN

Terlepas dari kemajuan dalam kesehatan masyarakat dan perawatan medis, otitis media
supuratif kronik masih lazim di seluruh dunia. Ini paling sering terjadi di negara berkembang
dan di populasi berisiko tinggi tertentu di negara maju, serta di antara anak-anak yang
memasang tabung timpanostomi. Karena infeksi kronik ini disebabkan oleh otorrhea akut
yang persisten, yang biasanya terjadi akibat otitis media akut, pencegahan harus diarahkan ke
pengobatan yang tepat dan tepat untuk infeksi telinga tengah akut. Perbaikan perforasi kronik
harus mencegah kekambuhan, karena infeksi ulang disebabkan oleh refluks organisme
patogen dari nasofaring ke telinga tengah, atau kontaminasi air dari saluran luar.1

Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah penyebab umum gangguan pendengaran dan
kecacatan. Kadang-kadang dapat menyebabkan infeksi intrakranial yang fatal dan mastoiditis
akut, terutama di negara berkembang.2

Prevalensi otitis media supuratif kronik di seluruh dunia adalah 65 hingga 330 juta orang, dan
39 hingga 200 juta (60%) dari individu tersebut memiliki gangguan pendengaran yang
signifikan secara klinis. Kolesteatoma dapat bersifat bawaan (di belakang membran timpani
utuh) atau didapat. Insiden keseluruhan diperkirakan sekitar sembilan per 100.000 orang.
Setidaknya 95% kolesteatoma didapat. Insidensinya serupa pada anak-anak dan orang
dewasa.3

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga4,5

Telinga secara anatomis dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan
telinga bagian dalam.

A. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun
telinga, juga dikenal sebagai pinna, adalah jaringan muskulokutan berkeriput yang melekat
pada tengkorak dan berfungsi untuk menangkap suara. Daun telinga sebagian besar terdiri
dari tulang rawan yang ditutupi kulit. Tiga arteri berpartisipasi dalam suplai daun telinga,
yaitu arteri aurikularis posterior (cabang dari arteri karotis eksterna), arteri aurikularis
anterior (cabang dari arteri temporalis superfisial), dan cabang minor dari arteri oksipital.
Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira
2,5 hingga 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen dan rambut. Pada dua per tiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar
serumen. Membran timpani, atau sederhananya disebut gendang telinga, ditemukan di
bagian bawah tulang meatus akustik eksterna dan merupakan batas antara telinga luar dan
tengah. Berdasarkan struktur dan tegangannya, membran timpani dibagi menjadi dua
bagian, yaitu pars flaccida juga disebut membran Shrapnell dan pars tensa. Bayangan
penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut sebagai umbo. Dari
umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk
membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Membrane timpani
dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan
garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian superior-
anterior, superior-posterior, inferior-anterior, dan inferior-posterior, untuk menyatakan
letak perforasi membrane timpani. Membran timpani divaskularisasi oleh cabang arteri
maksilaris (arteri timpani anterior), arteri stilomastoid (cabang dari arteri aurikularis
posterior), dan arteri timpani inferior (cabang dari arteri pharyngeal ascending)

2
Gambar 2.1 Membran timpani kanan

B. Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri dari cavum timpani dan reses epitimpanik. Cavum timpani berada
tepat di medial membran timpani, sedangkan reses epitimpanik adalah ruang di atas
membran. Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
 batas luar : membran timpani
 batas depan : tuba eustachius
 batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
 batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars verticalis
 batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
 batas dalam : berturut - turut dari atas ke bawah kanalis
semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, oval window, round window dan
promontorium.
Arteri yang memasok rongga timpani adalah arteri timpani anterior (cabang dari arteri
maksilaris), arteri timpani posterior (cabang dari arteri stilomastoid), arteri timpani
superior (cabang dari arteri meningeal media), arteri timpani inferior (cabang dari arteri
faringeal asendens), arteri timpani anterior, superior, dan inferior (cabang dari arteri
karotis interna), cabang mastoid dari arteri oksipital.

C. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, menghubungkan perilimfe skala timpani dengan skala vestibuli.
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe sedangkan skala media berisi

3
endolimfe. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini
terletak organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektorium, dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel
rambut dalam dan sel rambut luar. Tulang labirin divaskularisasi oleh arteri timpani
anterior (cabang dari arteri maksilaris), arteri stylomastoid (cabang dari arteri aurikularis
posterior), dan arteri petrosal (cabang dari arteri meningeal media). Di sisi lain, labirin
membranous disuplai oleh arteri labirin (cabang dari arteri basilar).

2.2 Fisiologi Telinga4,6

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunti oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Sewaktu
membran timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rangkaian tulang-
tulang pada telinga tengah ikut bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan
frekuensi getaran ini dari membran timpani ke jendela oval. Tekanan yang terjadi di
jendela oval yang ditimbulkan oleh setiap getaran akan menimbulkan gerakan mirip-
gelombang di cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama seperti gelombang suara
asal. Terdapat dua mekanisme yang menyebabkan cairan di koklea bergetar, yaitu
pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada luas jendela
oval, terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang bekerja pada membran timpani
disalurkan oleh osikulus ke jendela oval (tekanan = gaya/luas permukaan). Kedua, efek
tuas dari osikulus. Bersama-sama, kedua mekanisme ini meningkatkan gaya yang bekerja
pada jendela oval sebesar 20 kali dibandingkan dengan jika gelombang suara langsung
mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini sudah cukup untuk menggetarkan cairan di
koklea. Gerakan stapes yang mirip-piston terhadap jendela oval memicu gelombang
tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat terkompresi, tekanan disebarkan
melalui dua cara ketika stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam: (1)
penekanan jendela oval dan (2) defleksi membran basilaris. Pada bagian-bagian awal
jalur ini, gelombang tekanan mendorong perilimfe maju di kompartemen atas, kemudian
mengelilingi helikotrema, dan masuk ke dalam kompartemen bawah, tempat gelombang
tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol keluar mengarah ke rongga telinga
tengah untuk mengompensasi peningkatan tekanan. Sewaktu stapes bergerak mundur dan
menarik jendela oval ke arah luar ke telinga tengah, perilimfe mengalir ke arah

4
berlawanan, menyebabkan jendela bundar menonjol ke dalam. Jalur ini tidak
menyebabkan penerimaan suara, tetapi hanya menghilangkan tekanan.

Gelombang tekanan frekuensi-frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara


mengambil "jalan pintas". Gelombang tekanan di kompartemen atas disalurkan melalui
membran vestibularis yang tipis, menuju duktus koklearis, dan kemudian melalui
membran basilaris ke kompartemen bawah. Transmisi gelombang tekanan melalui
membran basilaris menyebabkan membran ini bergerak naik-turun, atau bergetar, sesuai
gelombang tekanan. Karena organ corti berada di atas membran basilaris, sel-sel rambut
juga bergetar naik-turun. Stereosilia setiap sel rambut tersusun dalam barisan dengan
tinggi yang berjenjang berkisar dari rendah ke tinggi dalam pola kurat yang menyerupai
pipa organ. Tip links, yang merupakan molekul adhesi sel, menghubungkan ujung-ujung
stereosilia dalam barisan-barisan berdekatan. Ketika membran basilaris bergerak ke atas,
berkas stereosilia menekuk ke arah membran tertingginya, meregangkan tip links. Tip
links yang teregang membuka kanal kation yang dilekatinya. Pergerakan ion yang
dihasilkan ini tidak biasa karena keunikan komposisi endolimfe yang merendam
stereosilia. Sangat berbeda dengan CES di tempat apapun, endolimfe memiliki

konsentrasi K+ yang lebih tinggi daripada di dalam sel rambut. Beberapa kanal kation

terbuka pada sel rambut yang beristirahat, mengizinkan K + berkadar rendah masuk
menuruni gradien konsentrasinya. Ketika lebih banyak kanal kation yang terbuka, lebih

banyak K+ yang masuk ke sel rambut. Masuknya K + tambahan ini mendepolarisasi


(mengeksitasi) sel rambut. Ketika membran basilaris bergerak dalam arah yang
berlawanan, kumpulan rambut tertekuk menjauhi stereosilia yang tertinggi, membuat tip

links menjadi kendur dan menutup semua kanal. Akibatnya, pemasukan K + terhenti
sehingga sel rambut terhiperpolarisasi. Sel rambut dalam berhubungan melalui suatu
sinaps kimiawi dengan ujung serat-serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius

(koidearis). Karena rendahnya pemasukan K+, sel rambut dalam secara spontan
melepaskan beberapa neurotransmiter (glutamat) melalui eksositosis yang terinduksi oleh

Ca2+ tanpa adanya stimulasi. Depolarisasi sel rambut ini membuka lebih banyak kanal

Ca2+ berpintu listrik. Masuknya Ca2+ tambahan yang terjadi meningkatkan laju
pelepasan neurotransmiternya, yang meningkatkan frekuensi lepas muatan di serat aferen
tempat sel rambut dalam bersinaps. Sebaliknya, laju lepas-muatan berkurang hingga di

5
bawah kadar istirahat sewaktu sel-sel rambut ini mengeluarkan lebih sedikit
neurotransmiter ketika mengalami hiperpolarisasi akibat pergeseran ke arah yang
berlawanan. Terjadinya depolarisasi sel rambut, akan menimbulkan potensial aksi pada

saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran


(area 39-40) di lobus temporalis.

6
Gambar 2.2 Jalur transduksi suara

2.3 Otitis Media Supuratif Kronik


2.3.1 Definisi dan Epidemiologi
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah radang kronik mukosa telinga tengah dan
cavum mastoid dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari
liang telinga (otore) lebih dari dua bulan, baik terus-menerus atau hilang timbul.
Penyakit ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak akibat perforasi timpani spontan
yang disebabkan karena adanya infeksi pada telinga tengah, yang dikenal sebagai otitis
media akut (OMA), atau sebagai sekuel dari otitis media yang kurang parah (misalnya
otitis media sekretorius).7
Prevalensi otitis media supuratif kronik di seluruh dunia adalah 65 hingga 330 juta
orang, dan 39 hingga 200 juta (60%) dari individu tersebut memiliki gangguan
pendengaran yang signifikan secara klinis. Kolesteatoma dapat bersifat bawaan (di
belakang membran timpani utuh) atau didapat. Insiden keseluruhan diperkirakan sekitar
sembilan per 100.000 orang. Setidaknya 95% kolesteatoma didapat. Insidensinya
serupa pada anak-anak dan orang dewasa.3

2.3.2 Faktor Risiko dan Etiologi


Otitis media supuratif kronik biasanya merupakan komplikasi dari OMA persisten,
tetapi faktor risiko untuk kondisi tersebut bervariasi dalam pengaturan yang berbeda.
Infeksi saluran napas atas berulang dan kondisi sosio-ekonomi yang buruk (perumahan
padat, higienitas dan nutrisi yang buruk) mungkin berhubungan dengan perkembangan
terjadinya OMSK.3 Mikroorganisme yang menyebabkan OMSK dapat bersifat aerob
(misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus,
Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, Klebsiella sp) atau anaerobik (misalnya
Bacteroides, Peptostreptococcus, Proprionibacterium). Bakteri ini jarang ditemukan di
kulit canalis external, tetapi dapat berkembang biak dengan adanya trauma,
peradangan, laserasi atau kelembaban tinggi. Bakteri ini kemudian dapat masuk ke
telinga tengah melalui perforasi kronik. Di antara bakteri ini, P. aeruginosa secara
khusus disalahkan atas kerusakan yang mendalam dan progresif pada telinga tengah
dan struktur mastoid melalui toksin dan enzimnya.7

7
2.3.3 Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 jenis yaitu OMSK tipe aman (benigna) atau tipe bahaya
(maligna). Proses peradangan OMSK tipe aman hanya terbatas pada mukosa saja, dan
biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral, yaitu terletak di pars tensa,
sedangkan di seluruh tepi perforasi masih ada membran timpani. Umumnya, OMSK
tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman
tidak terdapat kolesteatoma. OMSK tipe maligna ditandai dengan perforasi yang
terletak di marginal atau atik. OMSK tipe maligna disertai dengan adanya kolesteatoma
yang akan tumbuh terus dan mendestruksi jaringan sekitarnya sehingga dapat
menyebabkan komplikasi misalnya paresis fasial, labirinitis, meningitis, abses otak.4,8

2.3.4 Patofisiologi
Otitis media supuratif kronik hadir dalam stadium perkembangan yang berbeda yang
meliputi infeksi, peradangan mukosa, pembentukan jaringan granulasi, dan fibrosis.
Pada otitis media supuratif kronik, bakteri patogen menyerang mukosa telinga tengah
melalui saluran eksternal. Reaksi inflamasi terjadi di telinga tengah disertai adanya
edema dan fibrosis dengan perforasi spontan pada membran timpani dan adanya infeksi
yang sedang berlangsung. Faktor yang menyebabkan otitis media akut menjadi kronik
antara lain pemberian terapi yang terlambat, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman
yang kuat, daya tahan tubuh yang rendah dan higienis yang jelek. Baik disfungsi tuba
eustachius maupun pneumatisasi mastoid yang buruk juga memainkan peran penting
dalam perkembangan otitis media supuratif kronik.9
Patogenesis kolestetaoma terjadi melalui teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi,
dan teori implantasi. Sebagaimana yang diketahui bahwa seluruh epitel kulit
(keratinizing stratified squamous epithelium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang
terbuka/terpapar ke dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah cul-
de-sac sehingga apaabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang
lama maka epitel kulit kulit yang berada medial dari serumen tersebut akan
terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma. Kolesteatoma merupakan media yang
baik untuk tempat pertumbuhan kuman. Infeksi dapat memicu terjadinya respons imun
lokal yang mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi dan berbagai sitokin.
Sitokin yang diidentifikasikan terdapat dalam matriks kolestetaoma adalah interleukin-
1, interleukin-6, tumor necrosis factor, dan transforming growth factor. Sitokin
tersebut dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatoma bersifat
8
hiperkeratinosit matriks, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatoma
ini akan mendesak organ di sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang.
Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh karena pembentukan reaksi
asam oleh pembusukan bakteri.4

2.3.5 Tanda dan Gejala


Otitis media supuratif kronik sering muncul dengan otorrhea, meskipun telinga kering
juga dapat ditemukan. Gejala yang juga dapat ditemukan adalah gangguan
pendengaran, tinitus, nyeri telinga, dan vertigo. Penting untuk mempertimbangkan
bahwa seringkali, anak-anak dapat menjadi asimtomatik atau memiliki presentasi yang
sangat critical dengan komplikasi intrakranial. Semua pasien harus ditanyai tentang
riwayat infeksi telinga, pengobatan antibiotik terkini, dan pembedahan. Masalah medis
lain seperti rinitis alergi dan gastroesophageal reflux harus diperhatikan serta paparan
asap.10
Mengingat OMSK tipe bahaya seringkali menimbulkan komplikasi yang berbahaya,
maka perlu ditegakkan diagnosis dini. Beberapa tanda klinis dapat menjadi pedoman
akan adanya OMSK tipe bahaya, yaitu perforasi pada marginal dan atik. Tanda ini
biasanya merupakan tanda dini dari OMSK tipe bahaya, sedangkan pada kasus yang
sudah lanjut dapat terlihat; abses atau fistel retroaurikular (belakang telinga), polip atau
jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah, terlihat
kolesteatoma pada telinga tengah, sekret berbentuk nanah dan berbau khas atau terlihat
bayangan kolesteatoma pada foto rontgen mastoid.4
1. Telinga berair (otore)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe maligna unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan
mukosa secara luas. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah
yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar bunyi dengan efektif ke fenestra
9
ovalis. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena
putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak
sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya
infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel
labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif
akan terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi
koklea.
3. Otalgia (nyeri telinga)
Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman
pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya
otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK
seperti petrositis, subperiosteal abses, atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan vertigo
dapat terjadi karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan
labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam
labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat
komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi
kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam
sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji
fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini
memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani.11,12

2.3.6 Diagnosis Banding


Penting untuk mempertimbangkan patologi lain yang dapat muncul dengan gambaran
klinis yang mirip dengan otitis media supuratif kronik. Karena otorrhea adalah salah

10
satu tanda yang paling umum ditemui pada entitas ini dan usia yang paling sering
muncul biasanya kurang dari 5 tahun, keberadaan benda asing di saluran telinga perlu
dikesampingkan. Adanya bau tidak sedap yang berasal dari telinga dapat membantu
membedakan otorrhea yang disebabkan oleh benda asing atau otitis media suportif
kronik. Kondisi lain yang dapat disalahartikan sebagai otitis media kronik adalah
myringitis dan otitis eksterna (keduanya memiliki tanda otorrhea), tetapi dengan
pemeriksaan fisik, diagnosisnya dapat dijelaskan. Kondisi yang lebih serius yang juga
harus disingkirkan adalah mastoiditis, abses, dan meningitis. Dalam kasus ini,
presentasi lebih parah, dan gejala sistemik hadir.10

2.3.7 Diagnosis
Sekitar sepertiga dari individu dengan otitis media supuratif kronik memiliki diagnosis
yang dibuat sebagai temuan insidental selama pemeriksaan fisik rutin.
Jika bergejala, dua ciri khas gejala dari otitis media supuratif kronik adalah otorrhea
dan gangguan pendengaran. Drainase mukoid yang banyak dan intermiten sering
ditemukan dalam keadaan otitis media supuratif kronik tanpa kolesteatoma. Sebaliknya,
pasien dengan otitis media supuratif kronik terkait dengan kolesteatoma
menggambarkan sekret purulent yang sedikit tapi persisten dan berbau busuk.9
Pemeriksaan Penunjang4,9
1. Pemeriksaan Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya membran timpani dan letak
perforasi. Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
2. Pemeriksaan penala untuk mengevaluasi adanya gangguan pendengaran.
3. Pemeriksaan audiometri untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan
pendengaran.
4. Pemeriksaan radiografi mastoid
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronik memiliki nilai
diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan
audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak
sklerotik dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang
berada di daerah atik memberi kesan adanya kolesteatoma. Proyeksi radiografi
yang sekarang biasa digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini
akan memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas.

11
Pemeriksaan CT-Scan dapat dilakukan ketika adanya kekhawatiran terdapatnya
kolesteatoma berulang yang bersembunyi dari pandangan otoskop.
5. Pemeriksaan kultur bakteriologi dari sekret telinga.
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa adalah isolat aerobik yang
umum terdapat di otitis media supuratif kronik. Mikroorganisme anaerobik yang
paling umum dibudidayakan termasuk Fusobacterium spp, Prevotella berpigmen,
Bacteroides fragilis, dan Porphyromonas (sebelumnya dikenal sebagai
Bacteroides melaninogenicus). Secara keseluruhan, otitis media supuratif kronik
harus dipandang sebagai penyakit polimikroba karena banyak isolat biasanya
ditemukan dari satu kultur. Hampir setengah dari semua otitis media supuratif
kronik disebabkan oleh kombinasi mikroorganisme aerobik dan anaerobik.

2.3.8 Tatalaksana4
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang. Sekret
yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain
disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu:
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga
berhubungan dengan telinga luar.
2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal.
3. Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid,
4. Gizi dan hygiene yang kurang.

2.3.8.1 Tatalaksana Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Benigna4


Prinsip untuk terapi OMSK tipe aman adalah konservatif atau dengan
medikemantosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci
telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Tujuan utamanya adalah untuk
menghilangkan kotoran dari kanalis akustikus eksternus di atas membran timpani
dan cavum telinga tengah sehingga agen antimikroba topikal dapat berhasil
menembus ke mukosa telinga tengah. Setelah sekret berkurang, maka terapi
dilanjutkan dengan pemberian antibiotika dan kortikosteroid. Antibiotika oral yang
dapat diberikan ialah berasal dari golongan ampisilin atau eritromisin (bila pasien
alergi terhadap penisilin), sebelum hasil tes resistensi diterima. Untuk bakteri aerob
dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) atau golongan
sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan seftriakson) yang juga efektif
12
untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Untuk bakteri anaerob
dapat digunakan metronidazole yang bersifat bakterisid. Pada OMSK aktif dapat
diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam
selama 2 hingga 4 minggu. Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah
diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau
timpanoplasti. Tujuannya ialah untuk menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau
kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. Bila
terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya infeksi
berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu
melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.4

2.3.8.2 Tatalaksana Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Maligna4


Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada
beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronik, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
A. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan
ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya adalah supaya infeksi tenang
dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.

B. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteatom
yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani
dibersihkan dari semua jaringan patolgik. Dinding batas antara liang telinga luar
dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah
anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang
semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi intrakranial, sementara
fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian operasi ini ialah pasien tidak boleh
berenang seumur hidupnya dan harus kontrol teratur ke dokter.

13
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur pada rongga operasi serta
membuat meatoplasti yang lebar sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi
terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar.

C. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi


Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi
belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding
posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang
semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran
yang masih ada.

D. Miringoplasti
Operasi ini merupakan operasi timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan di membran timpani.
Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada
OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada
OMSK tipe aman fase tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh
perforasi membran timpani.

E. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat
atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenagkan dengan pengobatan
medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan
juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang
pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV,
dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum
timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan
patologis. Tidak jarang operasi ini harus dilakukan 2 tahap dengan jarak waktu 6
sampai dengan 12 bulan.

14
F. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus
OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.Tujuan operasi ini ialah
untuk menyembuhkan penyakit dan memperbaiki pendengaran tanpa melakukan
teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang
telinga). Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di membran timpani,
dikerjakan melalui 2 jalan (combine approach) yaitu melalui liang telinga dan
rongga mastoid dengan melakukan timppanotomi posterior. Teknik operasi ini
pada OMSK tipe bahaya belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering
kambuhnya kolesteatoma kembali.4

2.3.9 Komplikasi9
Komplikasi otitis media supuratif kronik berkisar dari gangguan pendengaran ringan
hingga infeksi intrakranial yang mengancam jiwa. Komplikasi intratemporal meliputi
kelumpuhan saraf wajah, labirinitis, fistula labirin, mastoiditis koalesens, abses
subperiosteal, fistula postaurikular, dan petrositis. Jika infeksi menyebar di luar batas
tulang temporal, komplikasi intra-kranial seperti abses epidural, subdural abses,
tromboflebitis sinus lateral, meningitis, dan abses otak dapat terjadi. Pemeriksaan
penunjang perlu dilakukan pada pasien OMSK yang dicurigai mengalami komplikasi.
Diantaranya pemeriksaan laboratorium darah dan komputer tomografi. Komputer
tomografi dapat dilakukan dengan cepat dan sangat terpercaya dalam menilai telinga
tengah, pneumatisasi air sel mastoid dan adanya komplikasi ke intrakranial.
Pemeriksaan penunjang lain yang biasa dilakukan adalah pungsi lumbal, untuk menilai
adanya meningitis. Pungsi lumbal biasanya dilakukan setelah pemeriksaan laboratorium
darah dan komputer tomografi yang menggambarkan adanya komplikasi ke
intrakranial. Pungsi lumbal ini menjadi kontraindikasi pada pasien dengan abses otak
dan empiema subdural.

2.3.10 Prognosis3
Riwayat alami otitis media supuratif kronik masih kurang dipahami. Perforasi dapat
menutup secara spontan pada sebagian kasus, tetapi tetap ada pada kasus lain,
menyebabkan gangguan pendengaran ringan hingga sedang (sekitar peningkatan
ambang pendengaran sebesar 26 hingga 60 dB), berdasarkan survei di antara anak-anak
15
di Afrika, Brasil, India, dan Sierra Leone, dan di antara populasi umum di Thailand. Di
banyak negara berkembang, otitis media supuratif kronik merupakan penyebab paling
umum dari gangguan pendengaran sedang (40 sampai 60 dB). Kehilangan pendengaran
yang terus-menerus selama dua tahun pertama kehidupan dapat meningkatkan
ketidakmampuan belajar dan kinerja skolastik yang buruk. Kehilangan pendengaran
yang progresif dapat terjadi pada mereka yang infeksi berlanjut dan keluarnya cairan
berulang. Lebih jarang, penyebaran infeksi dapat menyebabkan komplikasi yang
mengancam jiwa seperti infeksi intrakranial dan mastoiditis akut. Frekuensi komplikasi
serius turun dari 20% pada tahun 1938 menjadi 2,5% pada tahun 1948 di seluruh dunia,
dan saat ini diperkirakan sekitar 0,7% hingga 3,2% di seluruh dunia. Hal ini diyakini
terkait dengan peningkatan penggunaan pengobatan antibiotik, timpanoplasti, dan
mastoidektomi. Otitis media diperkirakan telah menyebabkan 3.599 kematian dan
hilangnya hampir 1,5 tahun hidup yang disesuaikan dengan kecacatan pada tahun 2002,
90% di antaranya terjadi di negara berkembang. Sebagian besar kematian ini mungkin
disebabkan oleh otitis media supuratif kronik, karena OMA adalah infeksi yang sembuh
sendiri.

16
BAB 3
KESIMPULAN

Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah radang kronik mukosa telinga tengah dan
cavum mastoid dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari
liang telinga (otore) lebih dari dua bulan, baik terus-menerus atau hilang timbul.
Prevalensi otitis media supuratif kronik di seluruh dunia adalah 65 hingga 330 juta
orang, dan 39 hingga 200 juta (60%) dari individu tersebut memiliki gangguan
pendengaran yang signifikan secara klinis. Otitis media supuratif kronik biasanya
merupakan komplikasi dari OMA persisten, tetapi faktor risiko untuk kondisi tersebut
bervariasi dalam pengaturan yang berbeda. Infeksi saluran napas atas berulang dan
kondisi sosio-ekonomi yang buruk (perumahan padat, higienitas dan nutrisi yang
buruk) mungkin berhubungan dengan perkembangan terjadinya OMSK.
Mikroorganisme yang menyebabkan OMSK dapat bersifat aerob (misalnya
Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, S. aureus, Streptococcus pyogenes,
Proteus mirabilis, Klebsiella spesies) atau anaerobik (misalnya Bacteroides,
Peptostreptococcus, Proprionibacterium). OMSK dapat dibagi atas 2 jenis yaitu
OMSK tipe aman (benigna) atau tipe bahaya (maligna). Otitis media supuratif kronik
hadir dalam stadium perkembangan yang berbeda yang meliputi infeksi, peradangan
mukosa, pembentukan jaringan granulasi, dan fibrosis. Pada otitis media supuratif
kronik, bakteri patogen menyerang mukosa telinga tengah melalui saluran eksternal.
Reaksi inflamasi terjadi di telinga tengah disertai adanya edema dan fibrosis dengan
perforasi spontan pada membran timpani dan adanya infeksi yang sedang berlangsung.
Otitis media supuratif kronik sering muncul dengan otorrhea, meskipun telinga kering
juga dapat ditemukan. Gejala yang juga dapat ditemukan adalah gangguan
pendengaran, tinitus, nyeri telinga, dan vertigo. Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna,
yaitu adanya abses atau fistel retroaurikular (belakang telinga), polip atau jaringan
17
granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah, terlihat
kolesteatoma pada telinga tengah, sekret berbentuk nanah dan berbau khas atau terlihat
bayangan kolesteatoma pada foto rontgen mastoid. Prinsip untuk terapi OMSK tipe
aman adalah konservatif atau dengan medikemantosa. Pengobatan yang tepat untuk
OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa
hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Komplikasi
otitis media supuratif kronik berkisar dari gangguan pendengaran ringan hingga infeksi
intrakranial yang mengancam jiwa. Komplikasi intratemporal meliputi kelumpuhan
saraf wajah, labirinitis, fistula labirin, mastoiditis koalesens, abses subperiosteal, fistula
postaurikular, dan petrositis. Perforasi dapat menutup secara spontan pada sebagian
kasus, tetapi tetap ada pada kasus lain, menyebabkan gangguan pendengaran ringan
hingga sedang (sekitar peningkatan ambang pendengaran sebesar 26 hingga 60 dB),
berdasarkan survei di antara anak-anak di Afrika, Brasil, India, dan Sierra Leone, dan di
antara populasi umum di Thailand. Di banyak negara berkembang, otitis media
supuratif kronik merupakan penyebab paling umum dari gangguan pendengaran sedang
(40 sampai 60 dB). Otitis media diperkirakan telah menyebabkan 3.599 kematian dan
hilangnya hampir 1,5 tahun hidup yang disesuaikan dengan kecacatan pada tahun 2002,
90% di antaranya terjadi di negara berkembang. Sebagian besar kematian ini mungkin
disebabkan oleh otitis media supuratif kronik, karena OMA adalah infeksi yang sembuh
sendiri.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology. Epidemiology and


pathogenesis of chronic suppurative otitis media: implications for preventive and
treatment. 1998. (cited 2020 October 10). Available from:
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S016558769700147X
2. NCBI. Chronic suppurative otitis media. 2012. (cited 2020 October 10). Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3412293/
3. American Family Physician. Chronic suppurative otitis media. 2015. (cited 2020
October 10). Available from: https://www.aafp.org/afp/2013/1115/p694.html
4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, et al. Buku ajar ilmu kesehatan telinga,
hidung, tenggorok, kepala, & leher. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2017.
5. KENHUB. Ear. (cited 2020 October 11). Available from:
https://www.kenhub.com/en/library/anatomy/the-ear
6. Sherwood L. Introduction to human physiology. 8th ed. 2010
7. World Health Organization. Chronic suppurative otitis media burdent of illness and
management options. 2004. (cited 2020 October 10). Available from:
https://www.who.int/pbd/publications/Chronicsuppurativeotitis_media.pdf
8. Hospital Care for Children. Otitis media supuratif kronik (OMSK). 2016. (cited
2020 October 10). Available from: https://www.ichrc.org/692-otitis-media-
supuratif-kronik-omsk
9. Snow Jr JB. Ballenger’s manual of otorhinolaryngology head and neck surgery.
2002.
10. NCBI. Chronic suppurative otitis. 2020. (cited 2020 October 10). Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554592/
11. Nursiah S. Pola kuman aerob penyebab OMSK dan kepekaan terhadap beberapa
antibiotika di bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan. Medan : FK
USU. 2003.
12. Aboet A. Radang telinga tengah Mmenahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap
Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala Leher. Kampus
USU. 2007.

19

Anda mungkin juga menyukai