Disusun Oleh :
Muhammad Syukur
11020202155
Pembimbing:
MAKASSAR
2022
HALAMAN PEGESAHAN
i
KATA PENGANTAR
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun referat ini
serta bantuan moral dan materil dari berbagai pihak yang telah diterima dan
Semoga amal budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan rahmat
Makassar,
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Sampul...........................................................................................................
HALAMAN PEGESAHAN............................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................iv
DAFTAR BAGAN........................................................................................v
DAFTAR SINGKATAN...............................................................................vi
BAB I............................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................1
BAB II...........................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................4
2.1.1 Definisi.................................................................................................4
2.1.2 Prevalensi............................................................................................5
2.1.1 Etiologi.................................................................................................7
2.1.2 Patogenesis.........................................................................................8
2.1.4 Diagnosis...........................................................................................12
A. Anamnesis.............................................................................................12
ii
B. Pemeriksaan Fisik..................................................................................12
C. Pemeriksaan Penunjang........................................................................13
2.1.6 Tatalaksana.......................................................................................13
2.1.7 Rehabilitasi........................................................................................17
2.1.8 Prognosis...........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................25
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR BAGAN
v
DAFTAR SINGKATAN
MT : Membran Timpani
CT : Computed Tomography
dB : Desibel
kHz : Kilohertz
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media supuratif kronik adalah penyakit yang sering ditemukan baik
pada orang dewasa maupun anak – anak, terutama tipe benign. Beberapa kasus
dan mortalitas. Proses kronik akan menyebabkan erosi tulang yang luas dan
pada nervus fasialis, labirin dan duramater. Komplikasi otitis media supuratif
meningitis, abses otak, hidrosefalus otitik, thrombosis sinus dura, abses ekstra
dura, abses subdural. Komplikasi intrakranial dari Otitis media supuratif kronik
Supuratif Kronik.1,2,3,4
jiwa. Prevalensi di Asia Tenggara seperti Thailand terdapat 0,9% - 4,7% dan
Prevalensi Otitis media supuratif kronik di Indonesia secara umum sekitar 3,9%.
Di Indonesia, Menurut survei yang dilakukan di tujuh provinsi pada tahun 1996,
1
angka kesakitan terbanyak ditelinga tengah adalah Otitis media supuratif kronik,
terutama untuk Otitis media supuratif kronik jinak, sekitar 3%. Prevalensi
setelah NTT, Lampung, Jawa Tengah, dan Sumatra Selatan. Kejadian Otitis media
supuratif kronik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada
Agustus 2018 – Juli 2019 dari 58 sampel pasien otitis media supuratif kronik
rawat inap dan jalan, didapatkan Proporsi tertinggi berdasarkan umur berada pada
pada jenis kelamin wanita sebanyak 60.3%, berdasarkan status kesejahteraan pada
tipe pada tipe benigna sebanyak 81%, berdasarkan derajat gangguan pendengaran
pada derajat sedang-berat sebanyak 36.2%, dan berdasarkan terapi adalah terapi
2
tengah telinga, sehingga terjadi inflamasi dan dapat berkembang menjadi
yang tepat dapat menurunkan angka kematian akibat komplikasi otitis media
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis media
supuratif kronis ialah infeksi kronis di batas luar telinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau
hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.
Diketahui bahwa membran timpani terdiri dari tiga lapisan germinal. Lapisan
epitel luar dibentuk oleh ektoderm, lapisan mukosa dalam oleh endoderm dan
OMSK dapat dibagi atas dua jenis, yaitu (1) OMSK tipe aman (tipe
mukosa = tipe benigna) dan (2) OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna).
Perforasi pada tipe benigna terletak di sentral. Pada tipe benigna tidak ditemukan
4
Berdasarkan tipe otorea, OMSK dibagi menjadi dua yaitu tipe aktif dan
tipe tenang, dimana perbedaan dari kedua tipe tersebut berdasarkan ada atau
tidaknya sekret yang keluar pada telinga yang terinfeksi. OMSK aktif ialah
OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedangkan
OMSK tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering.
Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja, dan
biasa nya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK
tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe
2.1.2 Prevalensi
Menurut survei yang dilakukan di tujuh provinsi pada tahun 1996, angka
kesakitan terbanyak ditelinga tengah adalah OMSK, terutama untuk OMSK jinak,
sekitar 3%.5 Beberapa populasi dianggap berisiko tinggi terkena OMSK. Ada
prevalensi tinggi penyakit di antara masyarakat adat seperti Aborigin dan Torres
Strait Islander Australian, Native populasi Amerika dan Inuit. Ini mungkin karena
5
2.1.3 Faktor Resiko
1. Usia
Faktor-faktor risiko yang kita ketahui saat ini lebih banyak dari kajian OMA
yang dipakai juga sebagai faktor – faktor risiko OMSK. Hal ini berdasarkan
pengamatan bahwa OMA berulang dapat berkembang menjadi OMSK dan 35%
anak yang menderita OMA berulang juga menderita OMSK, dibandingkan hanya
4% anak yang menderita lima kali episode OMA, meskipun angkanya jauh lebih
rendah namun angka ini menunjukan bahwa prevalensi OMSK akibat infeksi
panjang tuba eustachius lebih pendek yaitu 13 – 18 mm, lebih lebar dan
dewasa sehingga proteksi pada telinga anak – anak buruk yang memungkinkan
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga menentukan kejadian OMSK. Infeksi episode otitis media
kejadian otitis media berulang dan kejadiannya lebih banyak dialami pada anak
laki – laki dibandingkan perempuan. Kejadian OMSK pada jenis kelamin laki –
laki lebih banyak daripada jenis kelamin perempuan karena laki – laki
mendominasi kejadian Infeksi Saluran Napas Akut (ISPA) dan perbedaan respon
6
imunologis karena faktor hormonal antara laki – laki dan perempuan yang
ekonomi dan interaksi manusia). Faktor Pendidikan merupakan salah satu faktor
2.1.1 Etiologi
patofisiologi interaksi antara mikroba patogen dan respon imun pejamu, dan
anatomi biologis telinga tengah (mastoid, rongga telinga tengah, dan tuba
tinggi, terutama di daerah dengan sanitasi dan kondisi sosial ekonomi yang buruk,
gizi buruk, dan gizi yang lebih tinggi, serta masih populer kesalah pahaman
7
OMSK disebabkan oleh bakteri aerob dan anaerob. Beberapa bakteri penyebab
dewasa.16,17
2.1.2 Patogenesis
banyaknya flora organisme yang ada dalam nasofaring dan Iaring. Gabungan aksi
kontaminan ini pada saat menelan. Pada otitis media supuratif kronis, bakteri
patogen menyerang mukosa bagian tengah melalui saluran luar. Terjadi reaksi
inflamasi pada telinga tengah yang disertai dengan edema dan fibrosis dengan
Stadium OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas
lima stadium (1) stadium oklusi tuba eustachius, (2) stadium hiperemis, (3)
stadium supurasi, (4) stadium perforasi dan (5) stadium resolusi. Keadaan ini
berdasarkan pada gambaran membrane timpani yang diamati melalui liang telinga
luar.
8
Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Tanda adanya oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani
akibat terjadinya tekanan negative di dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara.
Kadang – kadang membran timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dideteksi. Stadium
ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau
alergi.
Stadium Hiperemis
timpani atau seluruh membrane timpani tampak hiperemis serta edem. Sekret
yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang seros sehingga sukar
terlihat.
Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa
nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak
berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler – kapiler, serta
timbul tromboflebitis pada vena – vena kecil dan nekrosis mukosa dan
submucosa. Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang
lebih lembek dan berwarna kekuningan di tempat ini akan terjadi ruptur.
Stadium Perforasi
9
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau
virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan
nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya
gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur
nyenyak. Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi.
Stadium Resolusi
Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani perlahan
– lahan akan normal Kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka secret akan
berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman
rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah
menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan secret yang keluar terus menerus
atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis
media serosa bila secret menetap di kavum timpani dapat terjadinya perforasi.8
perituba. Tuba Eustachius pada bayi dan anak – anak lebih pendek, lebih lebar
dan lebih horizontal dan dengan demikian dapat menyebabkan insiden infeksi
yang lebih tinggi pada kelompok usia ini. Pemberian ASI atau botol pada bayi
muda secara horizontal dapat menyebabkan cairan masuk ke telinga tengah dan
karenanya dibutuhkan menjaga bayi dengan cara disangga dengan kepala sedikit
lebih tinggi. Berenang dan menyelam juga bisa membuat air masuk ke telinga
tengah.
10
2. Melalui telinga luar. Perforasi traumatis timpani membran karena sebab
Gejala yang dominan dari OMSK adalah keluar cairan telinga yang terus
menerus dan tidak membaik dengan pengobatan. Tipe jinak dan tipe bahaya bisa
didapatkan keluar cairan telinga terus – menerus atau hilang timbul selama tiga
bulan disertai kurang pendengaran, dapat disertai dengan batuk pilek atau nyeri
11
2.1.4 Diagnosis
A. Anamnesis
a. Sekret telinga yang keluar hilang timbul maupun terus menerus selama
minimal 2 – 6 minggu. Sekret mungkin encer atau kental, bening, atau berupa
nanah.
1) Penurunan pendengaran
3) Tinitus.24
B. Pemeriksaan Fisik
2. Perforasi membran timpani (MT) dengan tepi tebal, rata dengan jumlah
tunggal maupun multipel, letak perforasi dapat anterior maupun marginal, dan
12
C. Pemeriksaan Penunjang
2. Kultur dan sensitivitas sekret telinga: Penting dalam semua kasus sekret
telinga saat: penyakit aktif. Perawatan yang tepat sangat penting untuk membuat
timpani.25
Adanya bau busuk yang berasal dari telinga dapat membantu membedakan
otorrhea yang disebabkan oleh benda asing atau otitis media suportif kronis.
Kondisi lain yang dapat disalahartikan sebagai otitis media kronis adalah
miringitis dan otitis eksterna (keduanya memiliki tanda – tanda otorrhea), tetapi
dengan pemeriksaan fisik, diagnosis dapat dijelaskan. Kondisi yang lebih serius
2.1.6 Tatalaksana
OMSK benigna dibagi menjadi fase tenang dan aktif. Fase tenang jika OMSK
tersebut adalah OMSK tipe mukosa dalam keadaan kering. Pada keadaan ini dapat
melukai pinggir perforasi secara tajam atau dengan mengoleskan zat kaustik
seperti nitras argenti 25%, asam trichlor asetat 12%, alkohol absolut dil. Hasil
13
tidak didapati tuli konduktif. Bila ada tuli konduktif apalagi jika perforasi menetap
Audiometri nada muni dapat menunjukkan tuli konduktif. Bila terdapat tuli
perkembangan penyakit dan efek samping obat bila digunakan obat ototoksik
14
OMSK tipe bahaya bersifat progresif, kolesteatoma yang semakin luas akan
keadaan septik lokal dan menyebabkan apa yang disebut nekrosis septik di
jaringan lunak yang dilalui kolesteatoma dan di jaringan sekitamya sehingga juga
telinga pada kolesteatoma yang masih terbatas atau pasien yang karena kondisinya
tidak mungkin menjalani operasi baik dalam anestesi lokal ataupun anestesi
ventilasi untuk retraksi ringan, operatif bila meluas. Tergantung luas kerusakan
di atik. Bila kolesteatoma tidak dapat dibersihkan secata total dengan tindakan di
atas, dapat dipilih berbagai variasi teknik eradikasi kolesteatoma yang diikuti
15
Gambar 3. Algoritma tatalaksanaan OMSK maligna
Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis, mempunyai potensi
patologik penyebab otorea. Umumnya komplikasi terjadi pada pasien OMSK tipe
bahaya, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman
paresis fasial, petrositis; dan komplikasi intrakranial yaitu abses ekstra dura, abses
otikus.
16
Pasien OMSK dengan komplikasi intrakranial ataupun intratemporal harus
segara dirawat dan rujuk ke dokter spesialis saraf atau saraf anak. Antibiotika
dosis tinggi yang dapat menembus sawar otak diberikan secara intravena selama 7
– 15 hari dan periksa mikrobiologi sekret telinga. Tergantung dari kondisi pasien
2.1.7 Rehabilitasi
Setelah infeksi teratasi, tetap edukasi dan berikan semangat pada pasien untuk
17
Alat bantu dengar perlu dipertimbangkan pada pasien
sensorineural.
18
19
20
1. Alat Bantu Dengar Tertanam Tulang (Bone Conduction Implant)
Alat bantu dengar tertanam tulang diindikasikan pada pasien dengan tuli
konduktif seperti pada kasus atresia, sekret telinga kronik, dan otosklerosis.
Indikasi audiologi pemasangan alat bantu dengar tertanam tulang yaitu rerata
ambang konduksi tulang audimetri nada murni lebih baik atau setara 55 dB pada
pengukuran di 4 frekuensi. Pasien juga sebaiknya memiliki tuli yang stabil dan
alat bantu dengar konduksi udara. Pada pasien yang menggunakan implan pada
salah satu telinga saja, maka telinga lainnya sebaiknya memiliki ambang dengar
lebih baik atau setara 20 dB pada empat frekuensi. Namun perlu dipastikan
membantu pada pasien tersebut melalui percobaan pemakaian alat bantu dengar
konvensional sebelumnya.
ringan hingga berat dan tidak berhasil atau tidak puas dengan
21
Pada pasien dengan tuli campur atau tuli konduktif, nilai ambang konduksi
tulang audiometri nada murni tidak boleh lebih buruk dari 45 dB pada frekuensi
atau adanya gangguan auditori sentral sebelum pemasangan implan karena jika
Pastikan pula pasien dapat mentoleransi bahan material yang digunakan pada
implan.
3. Implan Koklea
kondisi :
(1) Implan koklea simultan bilateral direkomendasikan untuk tuli berat pada
anak-anak dan pada pasien dewasa yang buta atau sangat tergantung dengan indra
pendengaran.
(3) Implan koklea unilateral dapat menjadi pilihan pada tuli berat (>90 dB
22
pada frekuensi 2 dan 4 kHz) yang tidak dapat diperbaiki dengan alat bantu dengar
konvensional.
Implan koklea dilakukan sebagai operasi tahap kedua setelah pasien menjalani
OMSK aktif atau dengan kavitas yang tidak stabil, implan koklea dilakukan
23
2.1.8 Prognosis
tanpa komplikasi memiliki prognosis yang baik jika ditangani hingga tuntas.
alat bantu dengar. Mortalitas terjadi pada OMSK yang disertai komplikasi,
dan tepat seperti pemberian antibiotik intravena serta kerja sama dengan bedah
24
DAFTAR PUSTAKA
Kedokteran, 6(1).
10.29121/granthaalayah.v9.i4.2021.3863
Pengembangan. Kesehatan.
25
Kronik di Rumah Sakit Umum Pusat DR Wahidin Sudirohusodo.
9. Maulida, A. et al. (2020) ‘Pola Bakteri Otitis Media Supuratif Kronik Tipe
11. Dhingra, PL. et al. (2017). Diseases of Ear, Nose and Throat. 7 th
12. Head, K. et al. (2020) ‘Antibiotics versus topical antiseptics for chronic
26
15. Widodo, T. and Alexandra, F. D. (2018) ‘Hubungan tingkat
10.3889/oamjms.2021.7860.
17. Daniel, G. et al. (2018). Infections of the Ears, Nose, Throat, and
18. Adam, G. L., Boies, L. R. and Higler, P. A. (2012) Boies : Buku Ajar
20. Dhingra, PL. et al. (2021). Diseases of Ear, Nose & Throat and Head
27
22. Panduan Praktik Klinis Telinga Hidung Tenggorokan - Kepala Leher.
25. Dhingra, PL. et al. (2021). Manual of Clinical Case in Ear, Nose,
Universitas Indonesia.
http://dx.doi.org/10.1016/B978-84-9113-684-2/00658-0.
28