Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

OTITIS MEDIASUPURATIF KRONIK

Disusun Oleh:

Muhammad Syukur

11020202155

Pembimbing:

Dr. dr. Syahrijuita, Sp. THT – KL

KARYA TULIS ILMIAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2022

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala

atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun

referat ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan tugas ilmiah klinik di

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Keberhasilan penyusunan referat ini adalah berkatbimbingan, kerja

sama, serta bantuan moral dan materil dari berbagai pihak yang telah

diterima dan penyusunan referat ini dapat diselesaikan dengan baik.

Semoga amal budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan

rahmat yang melimpah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Makassar,

Penulis

ii
DAFTAR ISI

REFERAT .................................................................................................. 1

Disusun Oleh: Muhammad Syukur......................................................... 1

Pembimbing: ............................................................................................ 1

DAFTAR ISI ............................................................................................... 1

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... 3

DAFTAR BAGAN ...................................................................................... 4

DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. 5

BAB I ......................................................................................................... 6

PENDAHULUAN ....................................................................................... 6

1.1. Latar Belakang ................................................................................... 6

BAB II ........................................................................................................ 9

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 9

2.1 OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK ................................................. 9

2.1.1 Definisi ............................................................................................. 9

2.1.2 Prevalensi ...................................................................................... 10

2.1.3 Faktor Resiko ................................................................................. 11

2.1.1 Etiologi ........................................................................................... 12

2.1.2 Patogenesis ................................................................................... 13

2.1.3 Gejala Klinis ................................................................................... 16

2.1.4 Diagnosis ....................................................................................... 17

1
B. Pemeriksaan Fisik ............................................................................. 17

C. Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 18

2.1.5 Diagnosis Banding ........................................................................ 18

2.1.6 Tatalaksana .................................................................................... 18

2.1.7 Rehabilitasi .................................................................................... 22

2.1.8 Prognosis....................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 30

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Patomekanisme Otitis Media Supuratif Kronik .............................. 21

Gambar 2. Algoritma tatalaksana otitis media supuratif kronik benigna.......... 24

Gambar 3. Algoritma tatalaksana otitis media supuratif kronik maligna .......... 26

Gambar 4. Algoritma tatalaksana otitis media supuratif kronik komplikasi ...... 27

3
DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Algoritma rehabilitasi tuli konduktif .................................................. 29

Bagan 2. Algoritma rehabilitasi tuli sensorineural ........................................... 30

Bagan 3. Algoritma manajemen implantasi koklea otitis media kronik ............. 34

4
DAFTAR SINGKATAN

OMSK Otitis Media Supuratif Kronik

RSUD Rumah Sakit Umum Daerah

OMP Otitis Media Perforata

OMA Otitis Media Akut

ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Atas

PHBS Pola Bersih Hidup Sehat

CAE Canalis auditorius eksternus

MT Membran Timpani

CT Computed Tomography

ABG Air Bone Gap

NICE National Institute for Health and Care Excellence

dB Desibel

kHz Kilohertz

THT Telinga Hidung Tenggorokan

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis media supuratif kronik adalah penyakit yang sering ditemukan

baik pada orang dewasa maupun anak – anak, terutama tipe benign.

Beberapa kasus dapat menyebabkan abses cerebri yang dapat

meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Proses kronik akan

menyebabkan erosi tulang yang luas dan progresif, lebih sering terjadi

komplikasi yang meningkatkan resiko kerusakan pada nervus fasialis, labirin

dan duramater. Komplikasi otitis media supuratif kronik dapat berupa

komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intra temporal meliputi

mastoiditis, parese nervus fascialis, labirintitis, petrositis. Komplikasi

intracranial secara berurutan. menurut frekuensinya adalah meningitis,

abses otak, hidrosefalus otitik, thrombosis sinus dura, abses ekstra dura,

abses subdural. Komplikasi intrakranial dari Otitis media supuratif kronik

biasanya disertai dengan kolesteatoma. Beberapa rumah sakit di Indonesia

telah mempublikasikan data-data tentang karakteristik tatalaksana Otitis

Media Supuratif Kronik.1,2,3,4

Kejadian Otitis media supuratif kronik di dunia sebanyak 65 – 330

juta jiwa. Prevalensi di Asia Tenggara seperti Thailand terdapat 0,9% -

4,7% dan India 7,8% dari penduduknya mengalami Otitis media supuratif

kronik. Prevalensi Otitis media supuratif kronik di Indonesia secara umum

6
sekitar 3,9%. Di Indonesia, Menurut survei yang dilakukan di tujuh provinsi

pada tahun 1996, angka kesakitan terbanyak ditelinga tengah adalah Otitis

media supuratif kronik, terutama untuk Otitis media supuratif kronik jinak,

sekitar 3%. Prevalensi gangguan pendengaran di Indonesia sebanyak

16,8% dengan 3,1% diantaranya mengalami Otitis media supuratif kronik.

Provinsi Sulawesi Selatan menduduki peringkat ke – 5 dengan gangguan

pendengaran berdasarkan tes konservasi, setelah NTT, Lampung, Jawa

Tengah, dan Sumatra Selatan. Kejadian Otitis media supuratif kronik di

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada Agustus 2018

– Juli 2019 dari 58 sampel pasien otitis media supuratif kronik rawat inap dan

jalan, didapatkan Proporsi tertinggi berdasarkan umur berada pada

kelompok usia dewasa pertengahan sebanyak 37.9%, berdasarkan jenis

kelamin pada jenis kelamin wanita sebanyak 60.3%, berdasarkan status

kesejahteraan pada kesejahteraan rendah, berdasarkan keluhan utama

adalah otore sebanyak 67.2%, berdasarkan lokasi perforasi pada perforasi

sentral sebanyak 79.3%, berdasarkan tipe pada tipe benigna sebanyak

81%, berdasarkan derajat gangguan pendengaran pada derajat sedang-

berat sebanyak 36.2%, dan berdasarkan terapi adalah terapi operatif

sebanyak 31%.1,5,6,7

Otitis media supuratif kronik terjadi ketika telinga sehat

terkontaminasi oleh adanya bakteri patogen, diantaranya Pseudomonas

aeruginosa, Staphylococcus aureus, Proteus mirabilis, Eschericia coli,

Enterobacter sp. dan Klebsiella sp, yang menyerang mukosa bagian

7
tengah telinga, sehingga terjadi inflamasi dan dapat berkembang menjadi

komplikasi yang berujung kematian. Pemberian Antibiotik dan Teknik

Operasi yang tepat dapat menurunkan angka kematian akibat komplikasi

otitis media supuratif kronik. 1,8,9

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

2.1.1 Definisi

Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media

perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis

media supuratif kronis ialah infeksikronis di batas luar telinga tengah dengan

perforasi membrantimpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus

menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau

berupa nanah. Diketahui bahwa membran timpani terdiri dari tiga lapisan

germinal. Lapisan epitel luar dibentuk oleh ektoderm, lapisan mukosa

dalam oleh endoderm dan lapisan fibrosa tengah oleh mesoderm.8,10,11

OMSK dapat dibagi atas dua jenis, yaitu (1) OMSK tipe aman (tipe

mukosa = tipe benigna) dan (2) OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe

maligna). Perforasi pada tipe benigna terletak di sentral. Pada tipe benigna

tidak ditemukan kolesteatom. Sedangkan tipe maligna disertai dengan

adanya kolesteatom. Perforasi pada tipe maligna terletak marginal atau atik.

9
Berdasarkan tipe otorea, OMSK dibagi menjadi dua yaitu tipe aktif

dan tipe tenang, dimana perbedaan dari keduatipe tersebut berdasarkan

ada atau tidaknya sekret yangkeluar pada telinga yang terinfeksi. OMSK

aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara

aktif, sedangkan OMSK tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya

terlihat basah atau kering.

Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa

saja, dan biasa nya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral.

Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang

berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak terdapat kolesteatoma.8

2.1.2 Prevalensi

Prevalensi OMSK di Indonesia secara umum sekitar 3,9%. Di

Indonesia, Menurut survei yang dilakukan di tujuh provinsi pada tahun

1996, angka kesakitan terbanyakditelinga tengah adalah OMSK, terutama

untuk OMSK jinak, sekitar 3%.5 Beberapa populasi dianggap berisiko tinggi

terkena OMSK. Ada prevalensi tinggi penyakit di antara masyarakat adat

seperti Aborigin dan Torres Strait Islander Australian, Native populasi

Amerika dan Inuit. Ini mungkin karena interaksi faktor, termasuk deprivasi

sosial-ekonomi dan kemungkinan perbedaan yang dihasilkan dari genetika

populasi.12

10
2.1.3 Faktor Resiko

1. Usia

Faktor-faktor risiko yang kita ketahui saat ini lebih banyak darikajian OMA

yang dipakai juga sebagai faktor – faktor risiko OMSK. Hal ini berdasarkan

pengamatan bahwa OMA berulang dapat berkembang menjadi OMSK dan

35% anak yang menderita OMA berulang juga menderita OMSK,

dibandingkan hanya 4% anak yang menderita lima kali episode OMA,

meskipun angkanya jauh lebih rendah namun angka inimenunjukan bahwa

prevalensi OMSK akibat infeksi bukan merupakan penyebab utama.13

Secara anatomi, terdapat perbedaan antara telingaanak dengan telinga

dewasa, tuba eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan

nasofaring memiliki panjang sekitar 38 mm pada dewasa, pada anak-anak

panjang tuba eustachius lebih pendek yaitu 13 – 18 mm, lebih lebar dan

horizontal, dan mendapatkan drainase lebih minimal dibandingkan dengan

usia dewasa sehingga proteksi pada telinga anak – anak buruk yang

memungkinkan tingginyakejadian infeksi telinga tengah pada anak – anak.1

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin juga menentukan kejadian OMSK. Infeksi episode otitis

media yang disebabkan karena Streptococcus pneumonia telah

dihubungkan dengan kejadian otitis media berulang dan kejadiannya lebih

banyak dialami pada anak laki – laki dibandingkan perempuan. Kejadian

OMSK padajenis kelamin laki – laki lebih banyak daripada jenis kelamin

perempuan karena laki – laki mendominasi kejadian Infeksi Saluran Napas

11
Akut (ISPA) dan perbedaan respon imunologis karena faktor hormonal

antara laki – laki dan perempuan yang mengganggu fungsi tuba eustachia

dan terjadi OMSK.1

3. Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan

PHBS dapat mencegah terjadinya penyakit dan melindungi diri dari

ancaman penyakit. Beberapa faktor yang mempengaruhi PHBS, terutama

dalam sector social diantaranya yaitu sosial (kebudayaan, usia,

pengetahuan, pendidikan, ekonomi dan interaksi manusia). Faktor

Pendidikan merupakan salah satu faktor predisposisi yaitu faktor yang

memberikan kemudahan seseorang untuk bertindak. Faktor pekerjaan

merupakan faktor pemungkin yaitu faktor yang memungkinkan atau

memfasilitasi perilakuatau tindakan.14,15

2.1.1 Etiologi

Penyebab otitis media supuratif tergantung pada struktur anatomi,

patofisiologi interaksi antara mikroba patogen dan respon imun pejamu, dan

anatomi biologis telinga tengah (mastoid, rongga telinga tengah, dan tuba

eustachius) dan nasofaring). Di negara berkembang angka kejadiannya

lebih tinggi, terutama di daerah dengan sanitasi dan kondisi sosial ekonomi

yang buruk, gizi buruk, dan gizi yang lebih tinggi, serta masih populer

kesalah pahaman tentang penyakit ini sehingga tidak sepenuhnya diobati.

12
OMSK disebabkan oleh bakteri aerob dan anaerob. Beberapa bakteri

penyebab otitis media supuratif aerob kronis antara lain Pseudomonas

aeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Streptococcus

pyogenes, Proteus mirabilis, dan Klebsiella sp. Bacteroides sp.,

Peptostreptococcus, dan Propionibacterium termasuk di antara kelompok

bakteri anaerob. Bakteri Pseudomonas aeruginosa paling banyak

menyebabkan OMSK pada orang dewasa.16,17

2.1.2 Patogenesis

Telinga tengah biasanya steril, suatu hal yang mcngagumkan

menimbang banyaknya flora organisme yang ada dalam nasofaring dan

Iaring. Gabungan aksi fisiologis silia, enzim penghasil mucus (misalnya

muramidase) dan antibodi berfungsi sebagai mekanisme pertahanan bila

telingaterpapar dengan mikroba kontaminan ini pada saat menelan. Pada

otitis media supuratif kronis, bakteri patogen menyerang mukosa bagian

tengah melalui saluran luar. Terjadi reaksi inflamasi pada telinga tengah

yang disertai dengan edema dan fibrosis dengan perforasi spontan

membran timpani dan terjadilah infeksi.18,19,20

• Stadium OMA

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi

atas lima stadium (1) stadium oklusi tuba eustachius, (2) stadium

hiperemis, (3) stadium supurasi, (4) stadium perforasi dan (5) stadium

resolusi. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membrane timpani yang

diamatimelalui liang telinga luar.

13
• Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Tanda adanya oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksimembran

timpani akibat terjadinya tekanan negative di dalam telinga tengah, akibat

absorpsi udara. Kadang – kadang membran timpani tampak normal (tidak

ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi

tidak dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa

yang disebabkan oleh virus atau alergi.

• Stadium Hiperemis

Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di

membrane timpani atau seluruh membrane timpani tampak hiperemis serta

edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang

seros sehingga sukar terlihat.

• Stadium Supurasi

Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel

superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulent di kavum timpani,

menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga

luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dansuhu meningkat,

serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di

kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada

kapiler – kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena – vena kecil dan

nekrosis mukosa dan submucosa. Nekrosis ini pada membrane timpani

terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan di

tempat ini akan terjadi ruptur.

14
• Stadium Perforasi

Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau

virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan

nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang

tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat

tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium

perforasi.

• Stadium Resolusi

Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani

perlahan – lahan akan normal Kembali. Bilasudah terjadi perforasi, maka

secret akan berkurang danakhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau

virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa

pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan

secret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat

menimbulkan gejala sisa (sequele)berupa otitis media serosa bila secret

menetap di kavum timpani dapat terjadinya perforasi.8 Rute dari Infeksi :

1. Melalui tuba eustachius. Ini adalah rute yang paling umum.

Infeksi berjalan melalui lumen tuba atau sepanjang subepitel limfatik

perituba. Tuba Eustachius pada bayi dan anak – anak lebih pendek, lebih

lebar dan lebih horizontal dan dengan demikian dapat menyebabkan

insiden infeksi yang lebih tinggi pada kelompok usia ini. Pemberian ASI atau

botolpada bayi muda secara horizontal dapat menyebabkan cairanmasuk ke

telinga tengah dan karenanya dibutuhkan menjaga bayi dengan cara

15
disangga dengan kepala sedikit lebih tinggi. Berenang dan menyelam juga

bisa membuat air masuk ke telinga tengah.

2. Melalui telinga luar. Perforasi traumatis timpani membran karena

sebab apapun membuka rute ke telinga tengah infeksi.

3. Ditularkan melalui darah. Ini adalah rute yang tidak biasa.21

Gambar 1. Patomekanisme Otitis Media Supuratif Kronik

2.1.3 Gejala Klinis

Gejala yang dominan dari OMSK adalah keluar cairan telinga yang terus

menerus dan tidak membaik dengan pengobatan. Tipe jinak dan tipe

bahaya bisa didapatkan keluar cairan telinga terus – menerus atau hilang

timbul selama tiga bulan disertai kurang pendengaran, dapat disertai

dengan batuk pilek atau nyeri tenggorok, telinga berdenging, pusing

berputar, sakit kepala.22,23

16
2.1.4 Diagnosis

A. Anamnesis
Pada anamnesis, terdapat beberapa keluhan yang mengarahkan dokter

menegakan diagnosis OMSK, yaitu :

a. Sekret telinga yang keluar hilang timbul maupun terus menerus

selama minimal 2 – 6 minggu. Sekret mungkin encer atau kental, bening,

atau berupa nanah.

b. Gejala umum lain terkait keluhan di telinga, termasuk :

1) Penurunan pendengaran

2) Rasa penuh di telinga

3) Tinitus.24

B. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan otoskopi OMSK Tipe Benign didapatkan :

1. Discharge cenderung mucoid dan/atau granulasi pada canalis

auditorius eksternus (CAE).

2. Perforasi membran timpani (MT) dengan tepi tebal, rata dengan

jumlah tunggal maupun multipel, letak perforasi dapat anterior maupun

marginal, dan luasnya perforasi dapat minimal, subtotal, maupun total.22

17
C. Pemeriksaan Penunjang

1. Audiogram: Catat apakah gangguan pendengaran konduktif,

sensorineural atau campuran, danderajatnya.

2. Kultur dan sensitivitas sekret telinga: Penting dalam semua kasus

sekret telinga saat: penyakit aktif. Perawatan yang tepat sangat penting

untuk membuat telinga kering sebelum operasi rekonstruktif.

3. CT scan tulang temporal resolusi tinggi: Diperlukanpada kasus yang

direncanakan untuk menjalani mastoidektomi selain rekonstruksi membran

timpani.25

2.1.5 Diagnosis Banding

Adanya bau busuk yang berasal dari telinga dapat membantu

membedakan otorrhea yang disebabkan oleh benda asing atau otitis media

suportif kronis. Kondisi lain yangdapat disalahartikan sebagai otitis media

kronis adalah miringitis dan otitis eksterna (keduanya memiliki tanda –

tanda otorrhea), tetapi dengan pemeriksaan fisik, diagnosis dapat

dijelaskan. Kondisi yang lebih serius yang juga harus disingkirkan adalah

mastoiditis, abses, dan meningitis.19,27

2.1.6 Tatalaksana

OMSK benigna dibagi menjadi fase tenang dan aktif. Fase tenang jika

OMSK tersebut adalah OMSK tipe mukosa dalam keadaan kering. Pada

keadaan ini dapat diusahakan epitelialisasi tepi perforasi melalui Tindakan

poliklinik dengan melukai pinggir perforasi secara tajam atau dengan

mengoleskan zat kaustik seperti nitras argenti 25%, asam trichlor asetat

18
12%, alkohol absolut dil. Hasil pengobatan yang memuaskan tercapai

apabila membran timpani menutup dan tidak didapati tuli konduktif. Bila ada

tuli konduktif apalagi jika perforasi menetap maka idealnya dilakukan

timpanoplasti dengan atau tapa mastoidektomi. Pomeriksaan rontgen

mastoid posisi Schuller walaupun tidak harus dilakukan sebagai

pemeriksaan rutin, kalau dilakukan akan dapat menilai tingkat

perkembangan pneumatisasi mastoid dan menggambarkan perluasan

penyakit. Audiometri nada muni dapat menunjukkan tuli konduktif. Bila

terdapat tuli campur menandakan kemungkinan telah terjadi komplikasi ke

labirin. Pemeriksaan pendengaran sedapat mungkin dilakukan sebagai

bagian dari diagnosis menyeluruh suatu OMSK, berguna antara lain untuk

melihat perkembangan penyakit dan efek samping obat bila digunakan

obat ototoksik baik topikal maupun obat sistemik.

Gambar 2. Algoritma tatalaksanaan OMSK benigna

19
OMSK tipe bahaya bersifat progresif, kolesteatomayang semakin luas

akan mendestruksi tulang yang dilaluinya. Infeksi sekunder akan

menyebabkan keadaan septik lokal dan menyebabkan apa yang disebut

nekrosis septik di jaringan lunak yang dilalui kolesteatoma dan di jaringan

sekitamya sehingga juga menyebabkan destruksi jaringan lunak yang

mengancam akan terjadinya komplikas. Pengobatan satu-satunya adalah

tindakan operasi untuk eradikasi kolesteatoma. Pengobatan konservatif

dengan pembersihan lokal melalui liang telinga pada kolesteatoma yang

masih terbatas atau pasien yang karena kondisinya tidak mungkin

menjalani operasi baik dalam anestesi lokal ataupun anestesi umum.

Pengobatan pencegahan perluasan kolesteatoma dengan pemasangan

pipa ventilasi untuk retraksi ringan, operatif bila meluas. Tergantung luas

kerusakan dan pilihan ahli bedah dapat dilakukan beberapa pilihan.

Tindakan atikotomi anterior dipilih apabila kolesteatoma mash sangat

terbatas di atik. Bila kolesteatoma tidak dapat dibersihkan secata total

dengan tindakan di atas, dapat dipilih berbagai variasi teknik eradikasi

kolesteatoma yang diikuti tindakan rekonstruksi fungi pendengaran pada

saat yang sama, misalnya timpanoplasti dinding runtuh (canal wall down

tympanoplast) atau mastoidektomi dinding utuh (canal wall up

tympanoplasti) atau atikoantroplasti atau timpanoplasti buka – tutup

(osteolastic epitympanotor, open and close method typanolasty) dan

sebagainya.

20
Gambar 3. Algoritma tatalaksanaan OMSK maligna

Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis, mempunyai potensi

menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan

dan menyebabkan kematian, Terjadinya komplikasi tergantung pada

kelainan patologik penyebab otorea. Umumnya komplikasi terjadi pada

pasien OMSK tipe bahaya, tetapi suatu otitis media akut atau suatu

eksaserbasi akut oleh kuman virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat

menyebabkan komplikasi.

Komplikasi dibagi menjadi komplikasi intra temporal dan Komplikasi

intrakranial. Komplikasi intra temporal yaitu abses subperiosteal,

labirintitis, paresis fasial, petrositis; dan komplikasi intrakranial yaitu abses

ekstra dura, absesperisinus, tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses

otak dan meningitis otikus.

21
Pasien OMSK dengan komplikasi intrakranial ataupun intratemporal

harus segara dirawat dan rujuk ke dokter spesialis saraf atau saraf anak.

Antibiotika dosis tinggi yang dapat menembus sawar otak diberikan secara

intravena selama 7 – 15 hari dan periksa mikrobiologi sekret telinga.

Tergantung dari kondisi pasien dapat dilakukan drenase materi purulent

secara mastoidektomi dalam anastesi lokal ataupun mum yang dapat pula

disertai tindakan operasi.26

Gambar 4. Algoritma tatalaksana OMSK Komplikasi

2.1.7 Rehabilitasi

Setelah infeksi teratasi, tetap edukasi dan berikan semangat pada pasien

untuk mempertahankan telinga tetap kering (misalnya membersihkan

dengan swab kapas) untuk membantu menurunkan risiko infeksi berulang.

22
Alat bantu dengar perlu dipertimbangkan pada pasien dengan tuli

sensorineural. Alat bantu dengar konvensional tidak direkomendasikan

untuk pasien OMSK pasca operasi timpanomastoidektomi dinding runtuh

dengan kavitas besar atau sekret yang masih aktif. Pada kondisi ini

disarankan menggunakan alat bantu dengar ditanam atau alat bantu

dengar hantaran tulang.

Pada pasien dengan tuli sensorineural berat atau sangat berat, dapat

diindikasikan penggunaan implan koklea. NICE merekomendasikan

penggunaan alat bantu dengar konvensional terlebih dahulu selama 3 bulan

sebelum menggunakan implan. Namun banyak pasien yang pada akhirnya

memilih tidak menggunakannya dengan alasan tidak banyak membantu,

harga yang mahal, tidak nyaman, dan masalah kosmetik.

Berikut ini merupakan bagan alur yang digunakan dalam melakukan

rehabilitasi pada tuli konduktif dan tuli sensorineural.

23
24
25
1. Alat Bantu Dengar Tertanam Tulang (Bone ConductionImplant)

Alat bantu dengar tertanam tulang diindikasikan pada pasien dengan tuli

konduktif seperti pada kasus atresia, sekret telinga kronik, dan otosklerosis.

Indikasi audiologi pemasangan alat bantu dengar tertanam tulang yaitu rerata

ambang konduksitulang audimetri nada murni lebih baik atau setara 55 dB pada

pengukuran di 4 frekuensi. Pasien juga sebaiknya memiliki tuli yang stabil dan

dapat mendiskriminasikan suara. Pasien dengan rerata ABG >30 dB biasanya

akan merasakan keuntungan yang lebih bermakna dibandingkan menggunakan

alat bantu dengar konduksi udara. Pada pasien yang menggunakan implan pada

salah satu telinga saja, maka telinga lainnya sebaiknya memiliki ambang dengar

lebih baik atau setara 20 dB pada empat frekuensi. Namun perlu dipastikan

sebelumnya bahwa penggunaan alat bantu dengar konvensional kurang

membantu pada pasien tersebut melalui percobaan pemakaian alat bantu dengar

konvensional sebelumnya.

2. Implan Telinga Tengah

Implan telinga tengah merupakan alat yang menggunakanenergi vibrasi

untuk secara langsung mendorong komponen vibrasi dari telinga atau

koklea. Terdapat 2 tipe implan yaitu elektromagnetik dan piezoelektrik.

Indikasi pemasangan yaitu pada pasien yang memiliki tuli ringan hingga

berat dan tidak berhasil atau tidak puas dengan pemasangan alat bantu

dengar konvensional. Perlu dilakukan penilaian risiko sebelummemutuskan

pemasangan implan telinga tengah.

26
Pada pasien dengan tuli campur atau tuli konduktif, nilai ambang

konduksi tulang audiometri nada murni tidak boleh lebih buruk dari 45 dB

pada frekuensi rendah dan 65 dB pada frekuensi tinggi. Lakukan penilaian

komponen retrokoklea atau adanya gangguan auditori sentral sebelum

pemasangan implan karena jika ditemukan, pasien tersebut tidak

diindikasikan pemasangan implan telinga tengah. Pastikan pula pasien

dapat mentoleransi bahanmaterial yang digunakan pada implan.

3. Implan Koklea

Implantasi koklea pada OMSK dengan tuli sensorineural diindikasikan

pada kondisi :

a) Tuli sensorineural >70 dB atau tidak mendapat manfaatpersepsi

wicara dari alat bantu dengar konvensional

b) Tuli sensorineural yang disertai dengan tinnitus berat

NICE telah mengeluarkan beberapa poin panduan terkait implankoklea,

diantaranya yaitu :

(1) Implan koklea simultan bilateral direkomendasikan untuk tuli berat

pada anak-anak dan pada pasien dewasa yang buta atau sangat

tergantung dengan indra pendengaran.

(2) Implan koklea bilateral bertahap hanya direkomendasikan bila

dilakukan dalam jangka waktu dekat (kurang dari 5 tahun).

(3) Implan koklea unilateral dapat menjadi pilihan pada tuli berat (>90 dB

27
pada frekuensi 2 dan 4 kHz) yang tidak dapat diperbaiki dengan alat bantu

dengar konvensional.

Implan koklea dilakukan sebagai operasi tahap kedua setelah pasien

menjalani operasi utama seperti timpanoplasti atau mastoidektomi untuk

eradikasi infeksi dan kolesteatoma. Implandilakukan 3 – 6 bulan setelah

eradikasi penyakit, namun dapat dilakukan 6 – 12 bulan setelah eradikasi

jika terdapat kolesteatoma. Pada OMSK aktif atau dengan kavitas yang

tidak stabil, implan koklea dilakukan sebagai operasi bertahap.24

28
2.1.8 Prognosis

Otitis media supuratif kronis adalah infeksi telinga persisten yang

mengakibatkan robekan atau perforasi gendang telinga. Secara umum,

OMSK tanpa komplikasi memiliki prognosis yang baik jika ditangani hingga

tuntas. Fungsi pendengaran juga dapat diperbaiki dengan timpanoplasti

dan penggunaan alat bantu dengar. Mortalitas terjadi pada OMSK yang

disertai komplikasi, terutama komplikasi intrakranial. Namun seiring dengan

manajemen yang dini dan tepat seperti pemberian antibiotik intravena serta

kerja sama dengan bedah saraf, angka mortalitasnya semakin menurun.24,


28

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Novian, G., Suherlan, E. and Azhali, B. A. (2020). ‘Hubungan Usia dan

Jenis Kelamin Dengan Prevalensi Otitis Media Supuratif Kronikdi Rumah

Sakit Umum Daerah Al Ihsan Tahun 2018’, Prosiding Kedokteran, 6(1).

2. Anindya, R. et al. (2018). The characteristic of CSOM with intracranial

complications at Dr. Kariadi Hospital Semarang Year 2012 – 2017.

Medica Hospitalia’volume 5(1) : 27 – 30.

3. Larasati,Putri. (2019). Gambaran Komplikasi dan Penatalaksanaan

Pasien Otitis Media Supuratif Kronik di RS Dustira Periode 2016 – 2018.

Fakultas Kedokteran Universitas Jendral Achmad Yani.

4. Umar, NS. et al. (2019). Karakteristik Pasien Otitis Media Supuratif

Kronik di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorokan Rumah Sakit Umum

Daerah dr.H.Chasan Boesoirie Periode Januari – Juli 2019.Departemen

THT Fakultas Kedokteran Khairun Ternate.

5. Poluan, F. H., Utomo, B. S. R. and Dharmayanti, J. (2021) “Profile Benign

Type of Chronic Suppurative Otitis Media in General Hospital of the

Christian University of Indonesia”, International Journal of Research -

GRANTHAALAYAH, 9(4), pp. 229 – 239. Doi :

10.29121/granthaalayah.v9.i4.2021.3863

6. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013). Badan Penelitian dan.

Pengembangan. Kesehatan.

7. Sari, Dwi Rahmah. (2020).Karakteristik Pasien Otitis Media Supuratif

Kronik di Rumah Sakit Umum Pusat DR Wahidin Sudirohusodo. Fakultas

30
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

8. Soepardi, E. A. et al. (2017) Buku Ajar Telinga, Hidung, dan

Tenggorokan FK UI, Tht Ui.

9. Maulida, A. et al. (2020) ‘Pola Bakteri Otitis Media Supuratif Kronik Tipe

Aman’, Homeostasis, 3(2), pp. 235–242.

10. Buku Panduan Belajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan

– Kepala Leher. (2017). Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

11. Dhingra, PL. et al. (2017). Diseases of Ear, Nose and Throat. 7th

Edition. UK : Elsevier Health Sciences

12. Head, K. et al. (2020) ‘Antibiotics versus topical antiseptics forchronic

suppurative otitis media’, Cochrane Database of SystematicReviews,

2020(1). doi: 10.1002/14651858.CD013056.pub2.

13. Sari, M. R. N. and Imanto, M. (2020) ‘Hubungan Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat Terhadap Otitis Media Supuratif Kronik ( OMSK ) The

Relationship Between Clean and Healthy Life Style With Chronic

Suppurative Otitis Media’, Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran,

Universitas Lampung, 9, pp. 158–165.

14. Febryani, D., Rosalina, E. and Susilo, W. H. (2021) ‘Carolus Journal of

Nursing, Vol 3 No 2, 2021 | 170’, 3(2), pp. 170–180.

31
15. Widodo, T. and Alexandra, F. D. (2018) ‘Hubungan tingkat

pengetahuan PHBS tatanan RT dengan PHBS warga di bantaran

Sungai Kahayan Palangka Raya tahun 2016’, Jurnal Pengelolaan

Lingkungan Berkelanjutan (Journal of Environmental Sustainability

Management), 2(3), pp. 175–184. doi: 10.36813/jplb.2.3.175-184.

16. Suryani, L. and Widuri, A. (2021) ‘Chronic Suppurative Otitis Media

Characteristic in Secondary Hospital in Yogyakarta’, Open Access

Macedonian Journal of Medical Sciences, 9(T5), pp. 152–156. doi:

10.3889/oamjms.2021.7860.

17. Daniel, G. et al. (2018). Infections of the Ears, Nose, Throat, and

Sinuses. Springer International Publishing

18. Adam, G. L., Boies, L. R. and Higler, P. A. (2012) Boies : Buku Ajar

Penyakit THT (Boies fundamentals of otolaryngology), Boies Buku Ajar

Penyakit THT.

19. Morris, P. (2022) ‘Chronic suppurative otitis media’, BMJ clinical

evidence, 2012, pp. 1 – 6. doi: 10.29309/tpmj/2010.17.03.2531.

20. Dhingra, PL. et al. (2021). Diseases of Ear, Nose & Throat and Head&

Neck Surgery. UK : Elsevier Health Sciences.

21. Sharma, Rajeev.(2016). Mouth-Teeth and Ear-Nose-Throat

Disorders. Diamond Pocket Books Pvt Ltd

32
22. Panduan Praktik Klinis Telinga Hidung Tenggorokan - Kepala Leher.

(2020). Rumah Sakit Islam Sultan Agung

23. Ruspita, D. A. (2018) ‘Implan Koklea’, Kesehatan Telinga Hidung dan

tenggorok, pp. 10–27.

24. Kemenkes RI. (2018). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran

Tatalaksana Otitis Media Supuratif Kronik

25. Dhingra, PL. et al. (2021). Manual of Clinical Case in Ear, Nose,
th
Throat . 2 Edition. UK : Elsevier Health Sciences.

26. Helmi. (2005). Otitis Media Supuratif Kronik. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

27. Buku Ajar Sistem Telinga, Hidung, Tenggorokan. (2015). Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.

28. Katzenmeyer, K. (2022) ‘Otitis Media Otitis Media’, Nelson. Tratado de

pediatrÕa, 363, pp. 3418–3431. Available at:

http://dx.doi.org/10.1016/B978-84-9113-684-2/00658-0.

33

Anda mungkin juga menyukai