Disusun Oleh:
Muhammad Syukur
11020202155
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2022
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
referat ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan tugas ilmiah klinik di
sama, serta bantuan moral dan materil dari berbagai pihak yang telah
Semoga amal budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan
Makassar,
Penulis
ii
DAFTAR ISI
REFERAT .................................................................................................. 1
Pembimbing: ............................................................................................ 1
BAB I ......................................................................................................... 6
PENDAHULUAN ....................................................................................... 6
BAB II ........................................................................................................ 9
1
B. Pemeriksaan Fisik ............................................................................. 17
2.1.8 Prognosis....................................................................................... 29
2
DAFTAR GAMBAR
3
DAFTAR BAGAN
4
DAFTAR SINGKATAN
MT Membran Timpani
CT Computed Tomography
dB Desibel
kHz Kilohertz
5
BAB I
PENDAHULUAN
baik pada orang dewasa maupun anak – anak, terutama tipe benign.
menyebabkan erosi tulang yang luas dan progresif, lebih sering terjadi
abses otak, hidrosefalus otitik, thrombosis sinus dura, abses ekstra dura,
4,7% dan India 7,8% dari penduduknya mengalami Otitis media supuratif
6
sekitar 3,9%. Di Indonesia, Menurut survei yang dilakukan di tujuh provinsi
pada tahun 1996, angka kesakitan terbanyak ditelinga tengah adalah Otitis
media supuratif kronik, terutama untuk Otitis media supuratif kronik jinak,
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo pada Agustus 2018
– Juli 2019 dari 58 sampel pasien otitis media supuratif kronik rawat inap dan
sebanyak 31%.1,5,6,7
7
tengah telinga, sehingga terjadi inflamasi dan dapat berkembang menjadi
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis
media supuratif kronis ialah infeksikronis di batas luar telinga tengah dengan
perforasi membrantimpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus
menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau
berupa nanah. Diketahui bahwa membran timpani terdiri dari tiga lapisan
OMSK dapat dibagi atas dua jenis, yaitu (1) OMSK tipe aman (tipe
mukosa = tipe benigna) dan (2) OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe
maligna). Perforasi pada tipe benigna terletak di sentral. Pada tipe benigna
adanya kolesteatom. Perforasi pada tipe maligna terletak marginal atau atik.
9
Berdasarkan tipe otorea, OMSK dibagi menjadi dua yaitu tipe aktif
ada atau tidaknya sekret yangkeluar pada telinga yang terinfeksi. OMSK
aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
saja, dan biasa nya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral.
2.1.2 Prevalensi
untuk OMSK jinak, sekitar 3%.5 Beberapa populasi dianggap berisiko tinggi
Amerika dan Inuit. Ini mungkin karena interaksi faktor, termasuk deprivasi
populasi.12
10
2.1.3 Faktor Resiko
1. Usia
Faktor-faktor risiko yang kita ketahui saat ini lebih banyak darikajian OMA
yang dipakai juga sebagai faktor – faktor risiko OMSK. Hal ini berdasarkan
panjang tuba eustachius lebih pendek yaitu 13 – 18 mm, lebih lebar dan
usia dewasa sehingga proteksi pada telinga anak – anak buruk yang
2. Jenis Kelamin
OMSK padajenis kelamin laki – laki lebih banyak daripada jenis kelamin
11
Akut (ISPA) dan perbedaan respon imunologis karena faktor hormonal
antara laki – laki dan perempuan yang mengganggu fungsi tuba eustachia
2.1.1 Etiologi
patofisiologi interaksi antara mikroba patogen dan respon imun pejamu, dan
anatomi biologis telinga tengah (mastoid, rongga telinga tengah, dan tuba
lebih tinggi, terutama di daerah dengan sanitasi dan kondisi sosial ekonomi
yang buruk, gizi buruk, dan gizi yang lebih tinggi, serta masih populer
12
OMSK disebabkan oleh bakteri aerob dan anaerob. Beberapa bakteri
2.1.2 Patogenesis
tengah melalui saluran luar. Terjadi reaksi inflamasi pada telinga tengah
• Stadium OMA
atas lima stadium (1) stadium oklusi tuba eustachius, (2) stadium
hiperemis, (3) stadium supurasi, (4) stadium perforasi dan (5) stadium
13
• Stadium Oklusi Tuba Eustachius
ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi
tidak dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa
• Stadium Hiperemis
edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang
• Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dansuhu meningkat,
kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada
kapiler – kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena – vena kecil dan
14
• Stadium Perforasi
virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan
nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang
tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat
tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium
perforasi.
• Stadium Resolusi
secret akan berkurang danakhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau
secret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat
perituba. Tuba Eustachius pada bayi dan anak – anak lebih pendek, lebih
insiden infeksi yang lebih tinggi pada kelompok usia ini. Pemberian ASI atau
15
disangga dengan kepala sedikit lebih tinggi. Berenang dan menyelam juga
Gejala yang dominan dari OMSK adalah keluar cairan telinga yang terus
menerus dan tidak membaik dengan pengobatan. Tipe jinak dan tipe
bahaya bisa didapatkan keluar cairan telinga terus – menerus atau hilang
16
2.1.4 Diagnosis
A. Anamnesis
Pada anamnesis, terdapat beberapa keluhan yang mengarahkan dokter
1) Penurunan pendengaran
3) Tinitus.24
B. Pemeriksaan Fisik
17
C. Pemeriksaan Penunjang
sekret telinga saat: penyakit aktif. Perawatan yang tepat sangat penting
timpani.25
membedakan otorrhea yang disebabkan oleh benda asing atau otitis media
dijelaskan. Kondisi yang lebih serius yang juga harus disingkirkan adalah
2.1.6 Tatalaksana
OMSK benigna dibagi menjadi fase tenang dan aktif. Fase tenang jika
OMSK tersebut adalah OMSK tipe mukosa dalam keadaan kering. Pada
mengoleskan zat kaustik seperti nitras argenti 25%, asam trichlor asetat
18
12%, alkohol absolut dil. Hasil pengobatan yang memuaskan tercapai
apabila membran timpani menutup dan tidak didapati tuli konduktif. Bila ada
bagian dari diagnosis menyeluruh suatu OMSK, berguna antara lain untuk
19
OMSK tipe bahaya bersifat progresif, kolesteatomayang semakin luas
pipa ventilasi untuk retraksi ringan, operatif bila meluas. Tergantung luas
saat yang sama, misalnya timpanoplasti dinding runtuh (canal wall down
sebagainya.
20
Gambar 3. Algoritma tatalaksanaan OMSK maligna
Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis, mempunyai potensi
pasien OMSK tipe bahaya, tetapi suatu otitis media akut atau suatu
eksaserbasi akut oleh kuman virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat
menyebabkan komplikasi.
21
Pasien OMSK dengan komplikasi intrakranial ataupun intratemporal
harus segara dirawat dan rujuk ke dokter spesialis saraf atau saraf anak.
Antibiotika dosis tinggi yang dapat menembus sawar otak diberikan secara
secara mastoidektomi dalam anastesi lokal ataupun mum yang dapat pula
2.1.7 Rehabilitasi
Setelah infeksi teratasi, tetap edukasi dan berikan semangat pada pasien
22
Alat bantu dengar perlu dipertimbangkan pada pasien dengan tuli
dengan kavitas besar atau sekret yang masih aktif. Pada kondisi ini
Pada pasien dengan tuli sensorineural berat atau sangat berat, dapat
23
24
25
1. Alat Bantu Dengar Tertanam Tulang (Bone ConductionImplant)
Alat bantu dengar tertanam tulang diindikasikan pada pasien dengan tuli
konduktif seperti pada kasus atresia, sekret telinga kronik, dan otosklerosis.
Indikasi audiologi pemasangan alat bantu dengar tertanam tulang yaitu rerata
ambang konduksitulang audimetri nada murni lebih baik atau setara 55 dB pada
pengukuran di 4 frekuensi. Pasien juga sebaiknya memiliki tuli yang stabil dan
alat bantu dengar konduksi udara. Pada pasien yang menggunakan implan pada
salah satu telinga saja, maka telinga lainnya sebaiknya memiliki ambang dengar
lebih baik atau setara 20 dB pada empat frekuensi. Namun perlu dipastikan
membantu pada pasien tersebut melalui percobaan pemakaian alat bantu dengar
konvensional sebelumnya.
Indikasi pemasangan yaitu pada pasien yang memiliki tuli ringan hingga
berat dan tidak berhasil atau tidak puas dengan pemasangan alat bantu
26
Pada pasien dengan tuli campur atau tuli konduktif, nilai ambang
konduksi tulang audiometri nada murni tidak boleh lebih buruk dari 45 dB
3. Implan Koklea
pada kondisi :
diantaranya yaitu :
pada anak-anak dan pada pasien dewasa yang buta atau sangat
(3) Implan koklea unilateral dapat menjadi pilihan pada tuli berat (>90 dB
27
pada frekuensi 2 dan 4 kHz) yang tidak dapat diperbaiki dengan alat bantu
dengar konvensional.
jika terdapat kolesteatoma. Pada OMSK aktif atau dengan kavitas yang
28
2.1.8 Prognosis
OMSK tanpa komplikasi memiliki prognosis yang baik jika ditangani hingga
dan penggunaan alat bantu dengar. Mortalitas terjadi pada OMSK yang
manajemen yang dini dan tepat seperti pemberian antibiotik intravena serta
29
DAFTAR PUSTAKA
10.29121/granthaalayah.v9.i4.2021.3863
Pengembangan. Kesehatan.
30
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
9. Maulida, A. et al. (2020) ‘Pola Bakteri Otitis Media Supuratif Kronik Tipe
11. Dhingra, PL. et al. (2017). Diseases of Ear, Nose and Throat. 7th
31
15. Widodo, T. and Alexandra, F. D. (2018) ‘Hubungan tingkat
10.3889/oamjms.2021.7860.
17. Daniel, G. et al. (2018). Infections of the Ears, Nose, Throat, and
18. Adam, G. L., Boies, L. R. and Higler, P. A. (2012) Boies : Buku Ajar
Penyakit THT.
20. Dhingra, PL. et al. (2021). Diseases of Ear, Nose & Throat and Head&
32
22. Panduan Praktik Klinis Telinga Hidung Tenggorokan - Kepala Leher.
25. Dhingra, PL. et al. (2021). Manual of Clinical Case in Ear, Nose,
th
Throat . 2 Edition. UK : Elsevier Health Sciences.
Universitas Indonesia.
http://dx.doi.org/10.1016/B978-84-9113-684-2/00658-0.
33