Oleh :
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya, penulisan laporan kasus ini telah dapat penulis
selesaikan. Selanjutnya shalawat dan salam penulis panjatkan kepangkuan Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke
alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 3
2.1. Anatomi Telinga Tengah ....................................................... 3
2.2. Definisi ................................................................................... 4
2.3. Etiologi ................................................................................... 5
2.4. Patofisiologi ........................................................................... 7
2.5. Klasifikasi .............................................................................. 8
2.6. Gejala Klinis .......................................................................... 9
2.7. Diagnosis................................................................................ 11
2.8. Penatalaksanaan ..................................................................... 13
2.9. Komplikasi ............................................................................. 16
BAB III LAPORAN KASUS ................................................................... 17
3.1. Identitas Penderita .................................................................. 17
3.2. Anamnesis .............................................................................. 17
3.2.1. Keluhan Utama ............................................................ 17
3.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang ......................................... 17
3.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu ............................................ 17
3.2.4. Riwayat Penggunaan Obat ........................................... 17
3.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga ......................................... 17
3.2.6. Riwayat Kebiasaan Sosial ............................................ 18
3.3. Pemeriksaan Fisik .................................................................. 18
3.3.1. Status Present ............................................................... 18
3.3.2. Status Generalisata ....................................................... 18
3.3.3. Status Lokalisata .......................................................... 20
3.4. Pemeriksaan Penunjang ......................................................... 22
3.4.1. Audiometri ................................................................... 22
3.4.2. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran ............................... 23
3.5. Diagnosis Kerja ...................................................................... 23
3.6 Diagnosis Banding ................................................................. 23
3.7. Penatalaksanaan ..................................................................... 23
3.7.1. Tindakan operatif ......................................................... 23
3.7.2. Terapi Medikamentosa ................................................. 23
3.8. Prognosis ................................................................................ 23
3.9. Edukasi ................................................................................... 24
BAB IV ANALISA KASUS ...................................................................... 25
BAB V KESIMPULAN ............................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 29
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media supuratif kronik ialah infeksi kronik di telinga tengah lebih
dari 2 bulan dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang keluar dari
telinga tengah dapat terus menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer atau
kental, bening atau berupa nanah. Otitis media supuratif kronik (OMSK) didalam
masyarakat Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair.
Kebanyakan penderita OMSK menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang
biasa yang nantinya akan sembuh sendiri. Penyakit ini pada umumnya tidak
memberikan rasa sakit yang terlalu berat kecuali apabila sudah terjadi
komplikasi.1
Gangguan pendengaran terjadi pada 5% masyarakat di dunia yaitu
sebanyak 360 juta jiwa (328 juta penderita dewasa dan 32 juta penderita anak-
anak). Angka gangguan pendengaran dan ketulian di Indonesia merupakan angka
tertinggi di Asia Tenggara sekitar 16,8%. Angka gangguan pendengaran di
Indonesia terjadi paling banyak pada usia produktif dewasa (30-54 tahun) sekitar
28%. 2
Pada dasarnya keberhasilan pengobatan penyakit infeksi bakteri dengan
antibiotik merupakan hasil akhir dari 3 komponen, yaitu penderita, bakteri dan
antibiotika. Hal ini disebabkan karena penyakit infeksi bakteri adalah manifestasi
klinik dari interaksi antara penderita dan bakteri. Adapun untuk pengobatan
infeksi dibutuhkan antibiotika yang tepat dan daya tahan tubuh penderita itu
sendiri. Memilih antibiotika yang tepat dapat dilakukan berdasarkan sekurang-
kurangnya mengetahui jenis bakteri penyebab penyakit dan akan lebih baik lagi
apabila disertai dengan adanya hasil uji kepekaan pemeriksaan mikrobiologi.
Ketidak patuhan penderita dalam perawatan, kuman yang resisten, bentuk
anatomi telinga, adanya komplikasi, menyebabkan kesulitan dalam hal
pengobatan dan perawatan penderita OMSK.3
Angka kejadian OMSK di negara-negara berkembang lebih banyak
dibandingkan negara-negara maju. Hal ini disebabkan oleh faktor sosioekonomi,
higiene buruk dan kepadatan penduduk. OMSK biasanya terjadi pada sosial
ekonomi rendah, area pedesaan dengan kebersihan dan faktor nutrisi yang kurang.
1
Faktor risiko OMSK lainnya yaitu infeksi saluran pernafasan atas yang sering,
status imun yang buruk dan perokok pasif.4 Prevalensi morbiditas pada kasus
telinga dan gangguan pendengaran di Indonesia cukup tinggi, yaitu sebesar
18,5%, sedangkan prevalensi OMSK di Indonesia antara 3-5,2% atau kurang lebih
6,6 juta penduduk Indonesia menderita OMSK.5 OMSK dapat mengakibatkan
beberapa komplikasi dan kadang-kadang mengancam jiwa seperti kehilangan
pendengaran, meningitis, abses serebri, mastoiditis, parese nervus fasial,
kolesteatoma, jaringan granulasi dan empiema subdural.4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Telinga tengah terdiri dari suatu ruang yang terletak antara membrane
timpani dan kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat
didalamnya beserta penunjangnya, tuba eustachius dan sistem sel-sel udara
mastoid. Bagian ini dipisahkan dari dunia luar oleh suatu membrane timpani
dengan diameter kurang lebih setengah inci. 1
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membrane shrapnel), sedangkan bagian bawah pars tensa (membrane
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi olehsel kubus bersilia, seperti sel
epitel saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah yaitu lapisan
yang terdiri dari serat kolagendan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier
dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. 1
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light)
kearah bawah yaitu pukul 7 untuk membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk
membrane timpani kanan. Membrane timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan
3
menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus
pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang,
bawah-depan serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran
timpani. 1
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun
dari luar kedalam yaitu, maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran didalam
telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus melekat pada membrane
timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melakt pada stapes. Stapes terletak
pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-
tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam
telinga tengah yang menghubungkan daerah nasifaring dengan telinga tengah.1
2.2 Definisi
4
bila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan,
disebut sebagai otitis media supuratif subakut.4
2.3 Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor yang menyebabkan OMSK terbagi 2,
diantaranya faktor otologi dan non-otologi. Faktor otologi penyebab OMSK yaitu
adanya infeksi telinga sebelumnya menyebabkan terjadinya infeksi berulang dan
berakhir menjadi OMSK, selain itu fungsi tuba Eustachius yang abnormal dapat
menjadi faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan
Down’s syndrom. Adapun faktor non-otologi diantaranya infeksi yang berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) yang mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang
relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell- mediated ( seperti infeksi HIV, sindrom
kemalasan leukosit) dapat manifestasi sebagai sekresi telinga kronis.6
Faktor risiko OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan
sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden
yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan
dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat. 7
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai
faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis
media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder. 7
5
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis
media akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor
apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang
menjadi keadaan kronis. 7
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode
kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai
adalah Gram- negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya. 7
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar
terhadap otitis media kronis. 7
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau
toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.7
6
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani
menetap pada OMSK :6
2.4 Patofisiologi
7
dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan
terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.6
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk
dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory
epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel
respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang
banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-
sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.7
Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang
tidak normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga
tengah, keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada
waktu bayi.8
2.5 Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu OMSK tipe aman (tipe mukosa =
tipe benigna) dan OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna).7
Berdasarkan aktifitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK tipe aktif dan
OMSK tenang. OMSK aktif adalah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum
timpani secara aktif, sedangkan OMSK tenang adalah yang keadaan kavum
timpaninya terlihat basah atau kering.9
Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja, dan
biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak disentral. Umumnya OMSK
tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe
aman tidak terdapat kolesteatoma. Kolesteatom adalah suatu kista epiterial yang
berisi deskuamasi epitel (keratin).8
Yang dimaksud OMSK tipe maligna adalah OMSK yang disertai dengan
kolesteatom. OMSK ini dikenal juga dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe
tulang. Perforasi pada OMSK tipe bahaya letaknya marginal atau di atik, kadang-
kadang terdapat juga kolesteatom pada OMSK dengan perforasi subtotal.
Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe
bahaya.9
8
Bentuk perforasi membran timpani adalah :9
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-
superior, kadang-kadang sub total.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi
total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired
cholesteatoma.
9
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif
ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20
db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan
fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih
dari 30 db. 3,4
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya
rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati.3
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen
rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya
labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat
menggambarkan sisa fungsi kohlea.4
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
10
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif
keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang
akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan
yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan
mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin
berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif
pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga
tengah. 3,4
2.7 Diagnosis
2. Gejala klinis
Ada beberapa gejala klinis yang menyebabkan pasien berobat ke
pelayanan kesehatan, antara lain: 3,4
- Telinga berair (otorrhoe), sekret bersifat purulen (kental, putih) atau
mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan.
11
- Gangguan pendengaran, ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-
tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula
bersifat campuran.
- Otalgia (nyeri telinga), nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan
bila ada merupakan suatu tanda yang serius.
- Vertigo, vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya.
3. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.7
4. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur
berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan
untuk memperbaiki pendengaran.7
Pemeriksaan penala adalah pemeriksaan sederhana untuk mengetahui
adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan
pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri
tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked responce
audiometry) bagi pasien anak yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan
audiometri nada murni.5
5. Pemeriksaan radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna
untuk menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih
efektif menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.7
12
6. Pemeriksaan bakeriologik dengan media kultur pada OMSK
Identifikasi kuman didasarkan pada morfologi koloni kuman yang tumbuh
pada media kultur (agar darah) dan uji biokimia. Identifikasi bakteriologik dalam
tubuh manusia (dalam hal ini sekret telinga penderita OMSKBA) masih
mengandalkan teknik kultur murni. 7
2.8 Penatalaksanaan
A. Pengobatan konservatif
1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media
yang baik bagi perkembangan mikroorganisme. Cara pembersihan liang
telinga (toilet telinga): 3
Toilet telinga secara kering (dry mopping)
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di
beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik
atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang
telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering.
13
mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid.
Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan
reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk
antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine.
14
Kloramfenikol. Obat ini bersifat bakterisid terhadap Staphylococcus
(koagulase positif dan grup A), E. Coli, Proteus, Proteus mirabilis,
Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas.
B. Tindakan Pembedahan
15
melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding
posterior liang telinga).
2.9 Komplikasi
16
BAB III
LAPORAN KASUS
17
3.2.6 Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien sering mengorek telinga
Mata
Konjungtiva : Pucat (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Bulat isokor, 3mm/3mm
Reflek Cahaya : RCL (+/+) , RCTL (+/+)
Paru
Inspeksi : Simetris, statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
18
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V LMCS
Perkusi : Batas Jantung
Batas atas : ICS III Linea Mid Clavikula Sinistra
Batas kiri : ICS V Linea Mid Clavikula Sinistra
Batas kanan : ICS IV Linea Para Sternal Dextra
Auskultasi : BJ I > BJ II, bising (-), reguler
Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-), tumor (-)
Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di keempat kuadran abdomen
Auskultasi : Peristalik kesan normal
Anggota gerak
Superior Inferior
Pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan Kiri
19
3.3.3 Status Lokalisata
Auricular
Bentuk Aurikular : Normotia
CAE : Lapang (+/+), Edema (-/-), Furunkel (-/-),
Membran Timpani : (Intak/ Perforasi subtotal), Refleks cahaya (+/-),
Jaringan granulasi (-/+) , kolesteatoma (-/+)
Sikatrik : -/-
Serumen : Minimal
Sekret : -/+
Ar Nasal
Deviasi septum : -/-
Konka inferior : Eutrofi/Eutrofi
Mukosa hiperemis : -/-
Pasase udara : +/+
Sekret : -/-
Ar Orofaring
Bibir : Dalam Batas Normal
Lidah : Dalam Batas Normal
Tonsil : T1-T1, Hiperemis (-/-)
Uvula : Terletak ditengah
Kripta melebar :-/-
Detritus : Tidak ada
Arkus faring :Simetris
Faring : Hiperemis (-), granul (-)
Ar Coli
Trakhea : Terletak ditengah
Kelenjar tiroid : Tidak teraba pembesaran
Pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran KGB
Ar Maxillofacial
Wajah : Asimetris
Parese nervus fasialis : (-/+)
20
Nyeri tekan sinus
Maxillaris : (-/-)
Ethmoid : (-/-)
Sphenoid : (-/-)
Frontalis : (-/-)
21
3.4 Pemeriksaan Penunjang
MSCT Scan kepala irisan axial, coronal tanpa kontras 5 Januari 2020
22
Laboratorium 5 Januari 2020
Hematologi
Hematokrit 42 37-47 %
MCV 85 80-100 fL
MCH 29 27-31 Pg
MCHC 34 32-36 %
PDW 10,3 fL
Hitung jenis
Eosinofil 2 0-6 %
Basofil 1 0-2 %
Limfosit 15 20-40 %
Monosit 15 2-8 %
23
Kesimpulan : Cor dan pulmo tidak tampak kelainan
24
3.4.1 Pemeriksaan Fungsi Pendengaran
Weber Lateralisasi
3.7 Penatalaksanaan
3.7.1 Tindakan operatif
- Timpanomastoidektomy
25
3.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
3.9 Edukasi
1. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan komplikasinya
2. Mengatakan kepada pasien untuk tidak mengkorek-korek telinga
3. Menjaga kebersihan telinga dan telinga tetap kering
4. Memberitahukan kepada pasien untuk audiometri kembali pada 2-3 bulan
pasca operasi.
26
BAB IV
ANALISA KASUS
27
kolesteatoma. Kolesteatoma adalah lesi masa kistik non-kanker yang terbentuk
dari pertumbuhan abnormal dari epitel gepeng berkreatin, debris kreatin dengan
atau tanpa reaksi inflamasi pada tulang temporal. OMSK terbagi menjadi dua
yaitu OMSK tipe tubotimpani atau benigna atau tipe aman dan OMSK tipe
atticoantral atau maligna atau tipe bahaya, oleh karena itu pasien didagnosis
dengan otitis media supuratif kronis tipe bahaya fase aktif. 11,12, 13
Pasien mengeluhkan keluar cairan pada telinga kiri dan pada pemeriksaan
menggunakan otoskop ditemukan perforasi membrane timpani sinistra. Selama
fase aktif, proses infeksi masih berjalan, epitel mukosa telinga tengah mengalami
perubahan menjadi mukosa sekretorik dengan sel goblet yang mengeksresi secret
mucoid atau mukopurulenn. Adanya infeksi aktif dan secret persisten yang
berlangsung lama menyebabkan mukosa mengalami proses pembentukan jaringan
granulasi dana tau polip. Akumulasi secret yang terkumpul pada telinga tengah
akan mengganggu proses drainase. Infeksi kronis maupun infeksi akut berulang
pada hidung, tenggorok dan teliga dapat menyebabkan gangguan fungsi hingga
infeksi dengan akibat otorae terus menerus atau hilang timbul. Peradangan pada
membrane timpani menyebabkan proses kongesti vaskuler, sehingga terjadi suatu
daerah iskemi, selanjutnya terjadi daerah nekrotik yang berupa bercak kuning,
yang bilang disertai tekanan akibat penumpukan secret dalam rongga timpani
dapat mempermudah terjadinya perforasi membrane timpani.12,13,14
Pasien mengeluhkan pendengaran yang berkurang, untuk menilai dan
menentukan jenis tuli dan derajat ketulian pada pasien dibutuhkan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan garputala dan audiometri. Pada pemeriksaan
garputala pada kedua telinga didapatkan hasil pemeriksaan tes Rinne positif, tes
Schwabach memedek, serta pada tes Weber ditemukan lateralisasi ke telinga
kanan, dapat disimpulkan pasien mengalami dan tuli sensorineural. Pada
pemeriksaan audiometri didapatkan hasilnya pada telinga kanan mild
sensorineural hearing lose dan sedangkan pada telinga kiri dengan severe
sensorineural hearing loss.
Infeksi kronik dari telinga tengah dapat menyebabkan edema dari lapisan
telingah tengah, perforasi membran timpani dan rusaknya ossikula auditiva yang
menyebabkan tuli konduktif 20-60 dB. Sedangkan pada tuli sensorineural
28
disebabkan kelainan dari koklearis, saraf kedelapan ataupun saluran auditorik
sentral, pada OMSK tuli sensorineural diakibat rusaknya telinga dalam (koklea)
terutama pada jalur saraf yang membawa sinyal dari telinga dalam ke otak.
Sensorineural hearing loss (SNHL) adalah gangguan kurang pendengaran yang
disebabkan oleh kerusakan pada telinga dalam (koklea), saraf kranial
vertibulokoklearis (N.VIII) atau jalur persarafan dari telinga dalam ke otak.
Gangguan ini merupakan penyebab tersering kurang pendengaran permanen
SNHL, merupakan kemampuan penderita untuk mendengarkan suara yang cukup
keras. Hal ini terlihat ketika penderita mendengarkan suara percakapan biasa
dalam ruangan tenang, suara tersebut tidak terdengar cukup jelas. Pada pasien ini
menderita OMSK tipe bahaya fase aktif telinga kiri disertai dengan sensorineural
hearing loss, gangguan pendengaran disebabkan karena bahan-bahan toksin yang
masuk ke dalam telinga dalam, melalui membrane timpani, menyebabkan
perubahan biokimiawi cairan di telinga dalam, sehingga merusak organ
didalamnya. Bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Pseudomonas
aeruginosa, toksin yang dilepaskan oleh bakteri tersebut menyebabkan kerusakan
sel-sel rambut terutama pada basis koklea sehingga menyebabkan tuli
sensorineural. 13,14,15
Pasien juga didapatkan adanya parese nervus fasialis, hal ini disebabkan
oleh komplikasi dari OMSK yang diderita pasien. Parse nervus fasialis adalah
parese otot-otot wajah, pasien tidak dapat menggerakan atau kelemahan otot-otot
wajah sehingga wajah tampak asimetris. Pada kasus OMSK parese nervus fasialis
disebabkan oleh kolesteatom dan atau jaringan granulasi. Pada kasus ini
didapatkan jaringan granulasi, mengakibatkan penekanan nervus fasialis pada
segmen timpani. Letak lesinya dapat terjadi pada region ganglion genikolatum,
segmen mastoid, atau pada kanal auditori interna. Jaringan granulasi adalah
jaringan fibrosa yang terbentuk dari bekuan darah sebagai bagian dari proses
penyembuhan luka, sampai menjadi jaringan parut. Secara histologis terbentuknya
jaringan granulasi ditandai dengan proliferasi pembuluh darah baru
(neovaskularisasi) dan fibroblast. Rekrutmen dan stimulasi fibroblast dikendalikan
oleh banyak factor pertumbuhan seperti transforming growth factor-beta (TGF-b),
sitokin (interleukin 1) dan tumor necrosis factor (TNF) yang disekresikan oleh
29
leukosit dan fibroblast. Neovaskularisasi akan membantu mempercepat proses
granulasi dan normalisasi jaringan, yang berfungsi untuk menyuplai vitamin,
mineral, glukosa dan asam amino untuk memaksimalkan proses penyembuhan
luka. Apabila proses granulasi terus berlanjut yang disebabkan oleh proses infeksi
terus menerus maka jaringan granulasi akan dapat berkembang menjadi polip di
ruang telinga tengah, dan akan dapat merusak jaringan disekitarnya, salah satunya
dapat menekan jalannya nervus fasialis pada segmen timpani.14,15,16
Pada pasien juga didapatkan mastoiditis sinistra yang tampak pada
pemeriksaan ct-scan non kontras. Mastoidits merupakan salah satu komplikasi
yang disebabkan oleh OMSK. Mastoiditis adalah infeksi prosesus mastoid, bagian
tulang temporal yang berada di belakang telinga yang terdiri atas rongga-rongga
udara, cavum timpani, yang berhubungan langsung dengan antrum mastoid.
Infeksi yang terjadi di cavum timpani, sekret yang berada di cavum timpani
masuk ke tulang mastoid dan mengisi rongga-rongga mastoid yang seharusnya
diisi oleh udara.15,16
30
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan satu kasus otitis media supuratif kronik telinga kiri Tipe
bahaya fase Aktif pada seorang laki-laki usia 30 tahun yang ditegakkan
diagnosanya berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Sebagai dokter umum, bila menemukan kasus Otitis Media Supuratif
Kronik telinga kiri Tipe Aman Fase Aktif edukasi yang dilakukan adalah :
Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan komplikasinya
Mengatakan kepada pasien untuk tidak mengkorek-korek telinga
Menjaga kebersihan telinga dan telinga tetap kering
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Efiaty AS, Nurbaiti I, Jenny B RD. Buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung tenggorok kepala leher. five. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2012. 57–69 p.
4. Verhoeff M, Van Der Veen EL, Rovers MM, Sanders EAM, Schilder
AGM. Chronic suppurative otitis media: A review. Int J Pediatr
Otorhinolaryngol. 2006;70(1):1–12.
32
10. Dubey SP, Larawin V. Complications of chronic suppurative otitis media
and their management. Laryngoscope. 2007;117(2):264–7.
12. Basak B, Gayen GC, Das M, Dhar G RR dan DA. Demographic profile of
CSOMin rural tertiary care hospital. IOSR J Pharm. 2014;4(6):43–6.
16. Adams george L. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta: EGC;
1997. 55–70 p.
33