Anda di halaman 1dari 53

Laporan Kasus

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK TIPE MALIGNA


AURIS DEXTRA

Oleh:

Muhammad Halil Gibran, S.Ked

NIM. 1930912310127

Pembimbing

dr. Ida Bagus Ngurah Swabawa, Sp. THT-KL

DEPARTEMEN/KSM ILMU PENYAKIT THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Juli, 2022
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................. i

DAFTAR ISI.......................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR............................................................................. iii

DAFTAR TABEL.................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 4

A. Anatomi Telinga.......................................................................... 4

B. Fisiologi Telinga.......................................................................... 7

C. Definisi........................................................................................ 9

D. Epidemiologi............................................................................... 9

E. Etiologi dan Faktor Risiko........................................................... 11

F. Patogenesis.................................................................................. 14

G. Patofisiologis............................................................................... 15

H. Klasifikasi.................................................................................... 17

I. Diagnosis..................................................................................... 19

J. Tatalaksana.................................................................................. 23

K. Komplikasi.................................................................................. 24

L. Prognosis..................................................................................... 27

BAB III LAPORAN KASUS................................................................ 30

BAB IV PEMBAHASAN...................................................................... 43

BAB V PENUTUP................................................................................. 53

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 56
ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Anatomi Teinga............................................................................... 4

2.2 Tipe Perforasi pada Kasus OMSK.......................................................18

3.1 Foto Klinis Fistula Retroaurikular sinistra I........................................35

3.2 Foto Klinis Fistula Retroaurikular sinistra II.......................................36

3.3 Foto Klinis Pasien................................................................................36

3.3 Foto CT Scan Mastoid I.......................................................................38

3.4 Foto CT Scan Mastoid II......................................................................39

3.5 Foto CT Scan Kepala...........................................................................40

iii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Auris Externa.................................................................................. 4

2. Auris Media..................................................................................... 5

3. Auris Interna.................................................................................... 6

4. Fisiologi Telinga............................................................................. 8

5. Perbedaan OMSK Tipe Benigna dan OMSK Tipe Maligna................19

6. Skala House-Brackman dalam menentukan kelumpuhan nervus

Fasialis.................................................................................................23

7. Distribusi Komplikasi dari Otitis Media..............................................28

8. Hasil Laboratorium Pasien...................................................................38

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi konis di telinga

tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga

tengah (otorea) terus menerus atau hilang timbul. 1,2 Otitis media akut (OMA)

dengan perforasi membran timpani menjadi OMSK apabila prosesnya sudah lebih

dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan, disebut otitis media supuratif

subakut.1

Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi

yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya

tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau hygiene buruk.3

Otitis media supuratif kronis dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu (1) OMSK

tipe aman (tipe mukosa=tipe benigna) pada OMSK tipe aman tidak terdapat

kolesteatoma dan (2) OMSK tipe bahaya (tipe tulang=tipe maligna) ialah OMSK

yang disertai dengan kolesteatoma. Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar

dikenal juga OMSK aktif dan OMSK tenang.1

Otitis media supuratif kronis merupakan salah satu penyakit terbanyak di

dunia terutama di negara berkembang.2,3 Prevalensi OMSK di negara berkembang

dengan insiden 11% lebih tinggi dibandingkan dengan negara negara maju yang

insidennya lebih rendah yaitu 2%. Data dari World Health Organization (WHO)

tahun 2004 menunjukkan bahwa OMSK dialami oleh 63-330 juta orang dengan

1
telinga berair, dimana 60% (39-200 juta) penderita mengalami gangguan

penurunan pendengaran yang signifikan.4

Survei Nasional Kesehatan Indera Pengelihatan dan Pendengaran terakhir

di delapan provinsi Indonesia pada penelitian Harry ditahun 2013, menunjukkan

angka morbiditas THT sebesar 38.6%. Diperkirakan terdapat 31 juta kasus baru

OMSK pertahun dengan 22.6% pada anak-anak berusia <5 tahun. 3 Berdasarkan

jenis kelamin, penderita OMSK tipe maligna terbanyak adalah laki-laki dengan

perbandingan penderita laki-laki dan perempuan 1.05 - 1.3

Otitis media supuratif kronik dapat menyebabkan komplikasi ke

intratemporal dan intrakranial. Prevalensi OMSK di Asia Tenggara sebesar 15–

20% dengan komplikasi intrakranial sebesar 5–10%. Otitis media supuratif kronik

dengan komplikasi intrakranial merupakan kasus yang mengancam jiwa sehingga

perlu diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat.5

Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan

telinga hidung tenggorok terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala

merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya gangguan

pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat

dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri tutur (speech

audiometry) dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked response audiometry)

bagi pasien atau anak yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada

murni. Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan

uji resistensi kuman dari sekret telinga.1

2
Otitis media supuratif kronik yang sukar disembuhkan dapat menyebabkan

komplikasi luas. Umumnya penyebaran bakteri merusak struktur sekitar telinga

tengah atau telinga tengah itu sendiri. Komplikasi ini bisa intratemporal yaitu

mastoiditis, labirinitis, petrositis, paralisis nervus facialis; ekstratemporal terdiri

dari komplikasi intrakranial (meningitis, abses otak, sinus trombosis) dan

ekstrakranial (subperiosteal abses).6

Tindakan operatif adalah yang terbaik untuk eradikasi kuman, mencegah

rekurensi dan mencegah komplikasi yang lebih berat. Tatalaksana studi OMSK

dengan kolesteatoma dilakukan mastoidektomi radikal sebesar 79.2%. Tujuan

mastoidektomi radikal mengambil semua matriks kolesteatoma sebersih mungkin,

sehingga tidak terjadi kekambuhan dan mencegah terjadinya rekurensi.2

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI TELINGA

Telinga secara anatomis bisa dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu: auris

externa, auris media, dan auris interna.7

Gambar 2.1 Anatomi Telinga

Auris Externa
Tabel 2.1 Auris Externa

4
Auris Media

Auris media merupakan ruangan berisi udara yang terdapat di dalam pars

petrosus os temporale. Ruangan ini berisi tulang-tulang pendengaran (maleus,

incus dan stapes) dan berhubungan dengan nasopharynx melalui tuba auditiva

eustachi. Tulang-tulang pendengaran berfungsi untuk mentransmisikan getaran

dari membran tympani ke cairan perilimf pada auris interna.7

Tabel 2.2 Auris Media

5
Terdapat dua otot yang berfungsi untuk mencegah kerusakan pada membran

timpani yang bisa terjadi saat tulang-tulang pendengaran bergetar secara

berlebihan yaitu : musculus tensor tympani dan musculus stapedius.7

Auris Interna

Auris interna merupakan bagian telinga yang paling medial dan terdiri atas

labirin ossea (suatu ruangan yang terbentung oleh tulang) dan labirin membranosa

yang terdapat didalamnya.7

Tabel 2.3 Auris Interna

Persarafan Telinga :

Persarafan telinga luar bagian auricula dilakukan oleh saraf sensoris kulit

dari N. Auriculotemporalis (N.V) dan ramus auricularis N.X, sedangkan meatus

acusticus externus dipersarafi oleh N. Auriculotemporalis pada bagian ventral dan

ramus auricularis N.X pada bagian dorsal.7

6
Persarafan telinga tengah sama dengan telinga luar dengan tambahan plexus

tympanicus, cabang N.Petrosus minor, dan N.VII (N.facialis) dan chorda tympani

ke dinding lateral dan medial cavum tympani.7

Persarafan telinga dalam diperankan oleh N.Vestibulocochlearis (N.VIII).

Saraf ini terdiri dari dua bagian yang berbeda, yaitu nervus vestibularis dan nervus

cochlearis, yang berperan untuk transmisi informasi aferen dari telinga dalam

menuju susunan saraf pusat.7

Perdarahan Telinga :

Perdarahan telinga adalah yaitu liang telinga atau meatus acusticus externus

diperdarahi oleh dua arteri: arteri auricularis superior dan arteri temporalis

superficialis. Kedua arteri ini merupakan cabang dari arteri carotis communis

externa.7

Telinga tengah atau cavum tympani diperdarahi oleh dua arteri: arteri

stilomastoideus dan arteri timpanica anterior. Arteri stilomastoideus merupakan

cabang dari arteri auricularis posterior, sedangkan arteri timpanica anterior

merupakan cabang dari arteri maxillaris yang merupakan cabang dari arteri carotis

externa.7

B. FISIOLOGI TELINGA

Setiap bagian telinga mempunyai fungsinya masing-masing. Telinga luar dan

tengah berperan dalam proses pendengaran, sedangkan telinga dalam berperan

bukan hanya dalam proses pendengaran, tetapi juga dalam keseimbangan.7

7
Tabel 2.4 Fisiologi Telinga

Selain berperan dalam pendengaran, telinga juga memiliki peran penting

dalam memberikan informasi esensial untuk indera keseimbangan dan untuk

mengkoordinasikan gerakan-gerakan kepala dan gerakan-gerakan mata serta

postur tubuh yang melibatkan telinga dalam bagian aparatus vestibularis. Aparatus

vestibularis memiliki dua set struktur yaitu kanalis semisirkularis dan organ otolit

(utrikulus dan sakulus). Sensasi keseimbangan dibedakan menjadi dua yaitu

keseimbangan statis dan keseimbangan statokinetik. keseimbangan statis berperan

8
dalam mempertahankan posisi tubuh, sedangkan keseimbangan statokinetik

berperan dalam mempertahankan posisi tubuh terhadap terjadinya rotasi.7

C. DEFINISI

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi konis di telinga tengah

dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah

(otorea) terus menerus atau hilang timbul. Otitis media akut (OMA) dengan

perforasi membran timpani menjadi otitis media supuratif kronis apabila

prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. 1

Proses kronik akan menyebabkan erosi tulang yang luas dan progresif, lebih

sering terjadi komplikasi yang meningkatkan resiko kerusakan pada n.fasialis,

labirin dan duramater. Komplikasi OMSK dapat berupa komplikasi intratemporal

dan intrakranial. Komplikasi intratemporal meliputi mastoiditis, parese nervus

fascialis, labirintitis, petrositis. Komplikasi intrakranial secara berurutan menurut

frekuensinya adalah meningitis, abses otak, hidrosefalus otitik, trombosis sinus

dura, abses ekstra dura, abses subdural. Komplikasi intrakranial dari OMSK

biasanya disertai dengan kolesteatoma.2

D. EPIDEMIOLOGI

Otitis media supuratif kronis merupakan salah satu penyakit terbanyak di

dunia terutama di negara berkembang.2,3 Prevalensi OMSK di negara berkembang

dengan insiden 11% lebih tinggi dibandingkan dengan negara negara maju yang

insidennya lebih rendah yaitu 2%. Data dari World Health Organization (WHO)

9
tahun 2004 menunjukkan bahwa OMSK dialami oleh 63-330 juta orang dengan

telinga berair, dimana 60% (39-200 juta) penderita mengalami gangguan

penurunan pendengaran yang signifikan. Lebih dari 90% kasus ditemukan di

wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, Pinggiran Pasifik dan Afrika. Penyakit ini

jarang dijumpai di Amerika, Eropa, Australia dan Timur Tengah. Hal ini

disebabkan oleh faktor sosioekonomi, gizi yang rendah, kepadatan penduduk,

serta masih adanya kesalahpahaman masyarakat terhadap penyakit ini sehingga

mereka tidak berobat sampai tuntas.3

Survei Nasional Kesehatan Indera Pengelihatan dan Pendengaran terakhir di

delapan provinsi Indonesia pada penelitian Harry ditahun 2013, menunjukkan

angka morbiditas THT sebesar 38.6%. Diperkirakan terdapat 31 juta kasus baru

OMSK pertahun dengan 22.6% pada anak-anak berusia <5 tahun. 3 Prevalensi

OMSK di Indonesia adalah 3.8% dan OMSK dengan kolesteatoma adalah 2% dari

kejadian OMSK serta penderita OMSK merupakan 25% dari penderita yang

berobat ke poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Berdasarkan jenis kelamin,

penderita OMSK tipe maligna terbanyak adalah laki-laki dengan perbandingan

penderita laki-laki dan perempuan 1.05 - 1.3

Otitis media supuratif kronik dapat menyebabkan komplikasi ke

intratemporal dan intrakranial. Prevalensi OMSK di Asia Tenggara sebesar 15–

20% dengan komplikasi intrakranial sebesar 5–10%. Otitis media supuratif kronik

dengan komplikasi intrakranial merupakan kasus yang mengancam jiwa sehingga

perlu diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat.

10
Otitis media supuratif kronis tipe kolesteatom bisa menyebabkan komplikasi

intrakranial dan ekstrakranial. Hampir 70% komplikasi intrakranial terjadi pada

dua dekade pertama kehidupan. Penelitian Mustafa et al (2014) mendapatkan dari

total 2.765 pasien OMSK, sebanyak 502 (18.08%) merupakan tipe kolesteatom.

Dari 502 pasien ditemukan sebanyak 145 pasien mengalami komplikasi, 33.79%

di antaranya ke intrakranial.3

Insiden dan prevalensi dari OMSK telah menurun selama dekade terakhir

karena peningkatan pengobatan, namun kolesteatoma tetap menjadi penyebab

morbiditas dan sering menyebabkan kematian di negara berkembang dengan akses

yang terbatas untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang optimal, diagnosis

yang terlambat, penyakit yang ekstensif, komplikasi yang tinggi dan follow-up

yang rendah. 3

E. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Mikroorganisme yang berperan terjadinya OMSK, dapat bersifat aerob

(misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, S. aureus, Streptococcus

pyogenes, Proteus mirabilis, Klebsiella spesies) atau anaerobik (misalnya

Bacteroides, Peptostreptococcus, Proprionibacterium). Bakteri ini jarang

ditemukan di kulit saluran luar, tetapi dapat berkembang biak dengan adanya

trauma, pembengkakan, luka atau kelembaban tinggi. Bakteri ini kemudian dapat

masuk ke telinga tengah melalui perforasi kronis. Di antara bakteri ini,

P.aeruginosa secara khusus disalahkan atas kerusakan yang dalam dan progresif

pada telinga tengah dan struktur mastoid melalui toksin dan enzimnya.8

11
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi kronis

yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang

tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk.2,3

Berikut beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan frekuensi penderita

OMSK, sebagai berikut:2

1. Umur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan umur merupakan

gambaran karakteristik penyebab terjadinya Otitis Media supuratif kronik, yakni

mayoritas responden yang menderita OMSK dengan umur 61 - 70 tahun

berjumlah 16 responden (57,14%). Hal ini terjadi karena semakin bertambahnya

usia, semakin tinggi resiko terkena berbagai jenis penyakit. Setelah berusia 55

Tahun, resiko berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun. Dua pertiga dari

semua serangan Otitis Media supuratif kronik terjadi pada orang berusia di atas 65

tahun. Lanjut usia merupakan kelompok yang banyak menderita berbagai

penyakit. Hal ini disebabkan karena pada lanjut usia banyak mangalami penuruan

fungsi organ tubuh yang tidak dapat bekerja secara normal.2

2. Jenis Kelamin

Penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin merupakan gambaran

karakteristik penyebab terjadinya OMSK, yakni lebih dari 50% responden yang

menderita OMSK berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 22 responden (78%).

Hal ini terjadi karena gaya hidup laki-laki banyak yang beresiko terkena berbagai

jenis penyakit seperti OMSK. Penyakit OMSK tidak membedakan jenis kelamin

12
namun penyakit OMSK lebih beresiko terjadi pada pria dibanding wanita yaitu

1,25% lebih tinggi dari wanita.2

Stress meningkatkan aktivitas saraf simpati. Peningkatan tekanan rongga

kavum timpani apa bila berkepanjangan dapat berakibat akan memicu terjadinya

OMSK. Dalam hal ini laki-laki merupakan punggung pencari nafkah sehingga

beban pikiran dapat menyebabkan gangguan fisik maupun psikis, adanya

hormonal adrenalin yang dihasilkan sebagai reaksi tubuh terhadap stress bila

berlebihan dan berlangsung lama akan menyebabkan reaksi dari organ tubuh

lainnya. Selain itu, hal ini disebabkan oleh pekerjaan laki-laki yang lebih sering

dilaksanakan di luar ruangan sehingga lebih mudah dan sering terinfeksi dengan

kontaminan lingkungan.2

3. Pendidikan

Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan juga merupakan gambaran karakteristik

penyebab terjadinya OMSK, yakni mayoritas dari penderita OMSK adalah berpendidikan

SD sebanyak 13 orang (46 %), Penyakit OMSK tidak membedakan pendidikan namun

penyakit Otitis Media supuratif kronik lebih beresiko terjadi pada orang yang

berpendidikan lebih rendah. Hal ini karena orang yang berpendidikan lebih rendah

pengetahuan tentang resiko terjadi penyakit ini dan penyebab terjadinya sangat kurang. 2

4. Infeksi Saluran Nafas Atas

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran

nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah

menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara

normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

13
5. Gangguan fungsi tuba eustachius

Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema

tetapi apakah hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum

diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk

mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak

mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.2

6. Alergi

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi

dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian

penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-

toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.2

7. Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar

terhadap otitis media kronis. 2

F. PATOGENESIS

OMSK dianggap sebagai penyakit multifaktorial yang merupakan hasil dari

interaksi antara lingkungan, bakteri, inang dan faktor genetik. Mekanisme sistem

imun bawaan pada tubuh inang seperti jalur Toll-like receptors (TLR) terutama

TLR4/MyD88 adalah salah satu respon imun terhadap bakteri yang muncul. Pada

pasien OMSK kadar mRNA dari TLR4,TLR5 dan TLR7 menurun dibanding grup

kontrol. Mekanisme down-regulation TLR selama terjadinya otitis media

menyebabkan pertahanan telinga tengah dari iang menjadi tidak efisien sehingga

14
mengakibatkan infeksi berulang dan inflamasi yang menetap sampai akhirnya

menjadi sakit telinga tengah yang bersifat kronik.9

Biofilm yang dihasilkan oleh bakteri akan membuat bakteri menjadi resisten

terhadap antibiotik dan senyawa antimikroba lainnya . Hal ini membuat bakteri

sulit untuk diberantas dan dapat menyebabkan infeksi berulang. Biofilm melekat

kuat pada jaringan yang rusak, seperti osteitic bone (inflamasi pada tulang) dan

mukosa telinga tengah yang mengalami ulserasi. Biofilm juga melekat pada

implan telinga seperti tuba timpanostomi, sehingga pemberantasan bakteri

menjadi lebih sulit.Sitokin juga terlibat dalam patogenesis otitis media. Kadar

sitokin pro inflamasi seperti IL-8 ditemukan pada efusi cairan pada penderita

OMSK. IL-8 berperan sebagai penanda kronisitas dari otitis media dan

dihubungkan dengan pertumbuhan bakteri.9

G. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi OMSK melibatkan berbagai faktor yang berhubungan dengan

tuba eutachius, baik faktor lingkungan, faktor genetik atau faktor anatomi. Tuba

eustachius memiliki tiga fungsi penting yang berhubungan dengan kavum timpani:

Fungsi ventilasi, proteksi dan drainase (clearance).9

Penyebab endogen misalnya gangguan siliar pada tuba, deformitas pada

palatum, atau gangguan otot-otot pembuka tuba. Penyebab eksogen misalnya

infeksi atau alergi yang menyebabkan inflamasi pada muara tuba.9

Otitis media supuratif kronik sebagian besar merupakan sequele atau

komplikasi OMA yang mengalami perforasi. Dapat juga terjadi akibat komplikasi

15
pemasangan pipa timpanostomi (pipa grommet) pada kasus otitis media efusi

(OME). Perforasi membran timpani gagal untuk menutup spontan, terjadi infeksi

berulang dari telinga luar atau paparan alergen dari lingkungan, sehingga

menyebabkan otorea yang persisten.9

Infeksi kronis maupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorok

dapat menyebabkan gangguan fungsi hingga infeksi dengan akibat otorea terus-

menerus atau hilang timbul. Peradangan pada membran timpani menyebabkan

proses kongesti vaskuler, sehingga terjadi suatu daerah iskemi, selanjutnya terjadi

daerah nekrotik yang berupa bercak kuning, yang bila disertai tekanan akibat

penumpukan discharge dalam kavum timpani dapat mempermudah terjadinya

perforasi membran timpani. 9

Perforasi yang menetap akan menyebabkan kavum timpani selalu

berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman dari kanalis auditorius eksternus

dan dari udara luar dapat dengan bebas masuk ke dalam rongga timpani,

menyebabkan infeksi mudah berulang atau bahkan berlangsung terus-menerus.

Keadaan kronik ini lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman

gambaran patologi. Ketidakseragaman gambaran patologi ini disebabkan oleh

proses yang bersifat kambuhan atau menetap, efek dari kerusakan jaringan,serta

pembentukan jaringan parut.9

Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami perubahan menjadi mukosa

sekretorik dengan sel goblet yang mengeksresi sekret mukoid atau mukopurulen.

Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang berlangsung lama menyebabkan

mukosa mengalami proses pembentukan jaringan granulasi dan atau polip.

16
Jaringan patologis dapat menutup membran timpani, sehingga menghalangi

drainase,menyebabkan penyakit menjadi persisten.9

Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi. Pada proses penutupan

dapat terjadi pertumbuhan epitel skuamus masuk ke telinga tengah, kemudian

terjadi proses deskuamasi yang akan mengisi telinga tengah dan antrum mastoid,

selanjutnya membentuk kolesteatoma akuisita sekunder, yang merupakan media

yang baik bagi pertumbuhan kuman pathogen dan bakteri pembusuk.

Kolesteatoma ini mampu menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk rangkaian

tulang pendengaran oleh reaksi erosi dari ensim osteolitik atau kolagenase yang

dihasilkan oleh proses kolesteatom dalam jaringan ikat subepitel. Pada proses

penutupan membran timpani dapat juga terjadi pembentukan membran atrofik dua

lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana membran bentuk ini akan cepat rusak pada

periode infeksi aktif.9

H. KLASIFIKASI

Otitis media supuratif kronis dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu (1) OMSK tipe

aman (tipe mukosa=tipe benigna) pada OMSK tipe aman tidak terdapat

kolesteatoma dan (2) OMSK tipe bahaya (tipe tulang=tipe maligna) ialah OMSK

yang disertai dengan kolesteatoma. Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar

dikenal juga OMSK aktif dan OMSK tenang.1 Otitis media supuratif kronik aktif

ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif,

sedangkan OMSK tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah

atau kering.1

17
Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja, dan

biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK

tipe aman tidak terdapat kolesteatoma.1

Yang dimaksud dengan OMSK tipe maligna ialah OMSK yang disertai

dengan kolesteatoma. Otitis media supuratif kronik ini dikenal dengan tipe bahaya

atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada OMSK tipe bahaya letaknya marginal atau

di atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi

subtotal. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK

tipe bahaya.1

Gambar 2.2 Tipe Perforasi pada Kasus OMSK.9

Gambar A : Perforasi kecil pada kuadran anterosuperior.

Gambar B : Perforasi sentral berbentuk seperti ginjal berukuran sedang.

Gambar C : Perforasi sentral subtotal.

Gambar D : Perforasi total dengan annulus fibrosus mengalami destruksi.

Gambar E : Perforasi atik pars flaccida.

Gambar F : Perforasi marginal di regio posterosuperior. Perforasi pada gambar

A,B,C terdapat pada OMSK tipe benigna atau tubotimpani sedangkan gambar

perforasi D,E,F terjadi pada OMSK dengan kolesteatom.

18
Tabel 2.5 Perbedaan OMSK Tipe Benigna dan OMSK Tipe Maligna.1,9

Karakteristik OMSK Tipe Benigna OMSK Tipe Maligna

Secara Umum Aman dan safe Berbahaya dan unsafe

Otorrhea

Bau Tidak berbau Bau busuk


Jumlah Banyak Sedikit
Tipe Mukoid Purulen
Periode Intermitten Kontinu

Perforasi Sentral Atik atau Marginal

Granulasi Tidak ada Ada

Polip Pucat Kemerahan

Kolesteatoma Tidak ada Ada

Komplikasi Tidak ada Ada

I. DIAGNOSIS

Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Benigna10

a. Anamnesis

˗ Riwayat sering keluar cairan dari telinga atau terus menerus dan berbau, dapat

disertai darah lebih dari 2 bulan

˗ Gangguan pendengaran

˗ Dapat disertai gangguan pendengaran

˗ Tinnitus

˗ Nyeri telinga

19
b. Pemeriksan Fisik

˗ Perforasi membran timpani berupa perforasi sentral, atau subtotal tanpa ada

kolesteatoma

˗ Dapat disertai atau tanpa sekret

˗ Bila terdapat sek ret dapat berupa :

˗ Warna : Jernih, mukopurulen atau bercampur darah

˗ Jumlah : sedikit (tidak mengalir keluar liang telinga) atau banyak

(mengalir atau menempel pada bantal saat tidur)

˗ Bau : tidak berbau atau berbau (karena adanya kuman anaerob)

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Dapat dilakukan pemeriksaan pemeriksaan otomikroskopik/otoendoskopi

2. Pemeriksaan fungsi pendengaran :

˗ Pemeriksaan penala

˗ Audiometri nada murni

˗ Dapat dilakukan Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA)

3. Dianjurkan High resolution CT Scan mastoid potongan aksial koronal tanpa

kontraks ketebalan 0.6 mm. Foto polos mastoid Schuller masih dapat

dilakukan bila fasilitas CT scan tidak tersedia.

4. Dapat dilakukan pemeriksaan kultur dan resistensi sekret liang telinga :

˗ Di poliklinik : dengan bahan sekret liang telinga

˗ Saat operasi : dengan bahan sekret rongga mastoid

5. Pemeriksaan fungsi keseimbangan

6. Pemeriksaan fungsi saraf fasialis

20
7. Dapat dilakukan paper patch test

8. Dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi sebelum atau durante operasi

d. Kriteria diagnosis

Riwayat keluar cairan dari telinga terus menerus atau hilang timbul lebih

dari 2 bulan dengan atau tanpa gejala klinis, adanya perforasi membran timpani

dan tidak ditemukan kolesteatoma pada pemeriksaan fisik atau tidak ada

kecurigaan adanya kolesteatoma pada pemeriksaan patologi anatomi atau

pemeriksaan radiologi.

Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Maligna10

a. Anamnesis

˗ Riwayat sering keluar cairan dari telinga atau terus menerus dan berbau, dapat

disertai darah lebih dari 2 bulan

˗ Gangguan pendengaran

˗ Tinnitus

˗ Nyeri telinga

˗ Gejala Komplikasi

˗ Intra temporal : vertigo, muka mencong, ketulian total

˗ Ekstra temporal : Bisul dibelakang daun telinga, mual, muntah, nyeri,

kepala hebat, penurunan kesadaran, demam tinggi

21
b. Pemeriksan Fisik

˗ Terdapat kolesteatoma

˗ Perforasi membran timpani atik, marginal atau total

˗ Liang telinga bisa lapang atau sempit bila terjadi shagging akibat destruksi

liang telinga posterior

˗ Sekret mukopurulen/purulen yang berbau

˗ Dapat disertai jaringan granulasi di telinga tengah

˗ Bila terdapat komplikasi dapat ditemukan abses retroaurikular, fistel

retroaurikular, paresis fasialis perifer, atau ditemukan tanda-tanda

peningkatan intrakranial.

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Dapat dilakukan pemeriksaan pemeriksaan otomikroskopik/otoendoskopi

2. Dapat dilakukan pemeriksaan kultur dan resistensi sekret liang telinga :

˗ Di poliklinik : dengan bahan sekret liang telinga

˗ Saat operasi : dengan bahan sekret rongga mastoid

3. Dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi sebelum atau durante operasi

4. Dianjurkan High resolution CT Scan mastoid potongan aksial koronal tanpa

kontraks ketebalan 0.6 mm. Foto polos mastoid Schuller masih dapat

dilakukan bila fasilitas CT scan tidak tersedia

5. CT Scan kepala dengan dan tanpa kontras bila curiga adanya komplikasi

intrakranial

6. Pemeriksaan fungsi pendengaran :

22
˗ Pemeriksaan penala

˗ Audiometri nada murni

˗ Dapat dilakukan Brainstem Evoked

7. Pemeriksaan fungsi keseimbangan

9. Pemeriksaan fungsi saraf fasialis

Tabel 2.6 Skala House-Brackman dalam menentukan kelumpuhan nervus


fasialis :11
Grade Karakteristik
I. Normal Fungsi nervus fasialis normal pada
semua area
II. Disfungsi Sedang Gross :
˗ Kelemahan ringan yang hanya
tampak dengan inspeksi yang teliti
˗ Mungkin disertai sinkinesis ringan
˗ Saat istirahat, normal simetris
Motion :
˗ Dahi : fungsi sedang - baik
˗ Mata : dapat menutup sempurna
dengan usaha minimal
˗ Mulut : asimetris ringan
III. Disgungsi Ringan-Berat Gross :
˗ Terdapat perbedaan yang nyata
pada kedua sisi tapi belum
menyebabkan perubahan bentuk
wajah
˗ Terdapat sinkinesis, kontraktur,
dan spasme hemifasia yang terlihat
tapi tidak parah.
˗ Saat istirahat, simetris normal.
Motion :
˗ Dahi : gerakan ringan - sedang
˗ Mata : dapat menutup sempurna
dengan usaha
˗ Mulut : tampak agak lemah dengan
usaha maksimum
IV. Disfungsi Ringan - Berat Gross :
˗ Terdapat asimetris yang merubah
bentuk wajah atau kelemahan yang
jelas.
˗ Saat istirahat, normal simetris

23
Motion :
˗ Dahi : tidak ada gerakan
˗ Mata : menutup tidak sempurna
˗ Mulut : asimetris walau dengan
usaha maksimal
V. Disfungsi Berat Gross :
˗ Hanya terdapat sedikit gerakan
˗ Saat istirahat asimetris
Motion :
˗ Dahi : tidak ada gerakan
˗ Mata : menutup tidak sempurna
VI. Paralisis Total Tidak ada gerakan sama sekali

K. TATALAKSANA

1. Non Pembedahan :10

a. Hindari air masuk ke dalam telinga

b. Cuci liang telinga: NaCl 0.9%, Asam asetat 2%, Peroksida 3%

c. Antibiotika :

˗ Topikal tetes telinga ofloksasin

˗ Sistemik : anti Pseudomonas Sp. (golongan Quinolon dan sefalosforin

generasi IV)

2. Pembedahan :

Timpanoplasti dengan atau tanpa mastoidektomi.

3. Setelah Pembedahan:

a. Antibiotika :

˗ Golongan Sefalosporin anti pseudomonas adalah Sefalosforin generasi IV.

Pilihannya : Cefepime atau ceftazidime. Antibiotik ini juga merupakan

pilihan untuk pasien anak mengingat adanya kontraindikasi pemberian

antibiotik golongan Quinolon.

24
˗ Pada kasus infeksi Metichillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) :

Sefalosforin generasi V, pilihannya : Fetaroline atau Ceftobiprol

˗ Penggunaan Gentamisin dapat dilakukan pada kondisi tidak tersedianya obat

lain yang tidak bersifat ototoksik dan satu-satunya antibiotik yang sensitif

terhadap kuman hasil biakan sekret liang telinga yang diambil dipoliklinik

maupun saat operasi.

Tindakan operatif pada OMSK terdiri dari mastoidektomi,

timpanomastoidektomi, dan timpanoplasti. Mastoidektomi terdiri dari

mastoidektomi simpel dan radikal. Pada mastoidektomi simpel, korteks mastoid

dibuka dari arah permukaan luarnya, lalu jaringan patologis dibuang, sedangkan

pada mastoidektomi radikal mengangkat hampir seluruh tulang mastoid.2

L. KOMPLIKASI

Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya komplikasi pada OMSK. Sangat

penting sekali untuk mengetahui anatomi dimana terjadinya infeksi, rute

penyebaran dan karakteristik dari penyakit itu sendiri. Patogenesis primer

terjadinya komplikasi adalah interaksi antara mikroorganisme penyebab dengan

host. Host akan berespon dengan membentuk edema jaringan dan jaringan

granulasi. Saat infeksi di telinga tengah dan mastoid tidak teratasi, edema mukosa

terus berlangsung, eksudat meningkat, serta terjadi proliferasi kelenjer mukus.

Edema mukosa di tempat yang sempit antara mesotimpanum dengan epitimpanum

dan di dalam aditus antara epitimpanum dengan antrum mastoid menghambat

jalur aerasi normal dan mengurangi oksigenasi dan vaskularisasi.8

25
Pada saat yang sama hambatan tersebut juga berlaku untuk antibiotik dan

anti inflamasi untuk mencapai sumber infeksi. Lingkungan seperti ini menjadi

lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan organisme anaerob dan proses

destruksi tulang. Variasi anatomi juga penting dalam perkembangan komplikasi.

Tuba eustachius tidak hanya berperan penting dalam patogenesis penyakit namun

juga berpengaruh terhadap komplikasi. Edema mukosa tuba merusak fungsi tuba

dan menghambat resolusi infeksi. Faktor-faktor lain seperti integritas tulang di

atas nervus fasialis atau dura mempengaruhi akses infeksi ke struktur nervus dan

ruang intrakranial. Keberadaan kolesteatom sering berkaitan dengan destruksi

tulang yang mengekspos dura atau nervus fasialis. Selain itu kolesteatoma

merupakan tempat yang subur untuk pertumbuhan kuman. Kuman-kuman ini akan

menghasilkan enzim-enzim osteolitik, yang dapat menyebabkan timbulnya

destruksi tulang pada dinding mastoid, melalui defek tersebut infeksi dengan

mudah meluas ke intrakranial.8

Komplikasi pada OMSK berhubungan erat dengan kombinasi dari

destruksi tulang, jaringan granulasi dan kolesteatom. Bakteri dapat mencapai

struktur yang terlibat terutama melalui jalur langsung dari mastoid atau melalui

vena dari mastoid ke struktur di sekitarnya. Jalur langsung dapat terbentuk akibat

osteitis karena kolesteatom, tindakan bedah mastoid sebelumnya, fraktur tulang

temporal, atau dehisen kongenital.8

Komplikasi pada otitis media supuratif kronik terbagi dua yaitu

komplikasi intratemporal (ekstrakranial) dan intrakranial. Komplikasi

intratemporal meliputi mastoiditis, petrositis, labirintitis, paresis nervus fasialis

26
dan fistula labirin. Komplikasi intrakranial terdiri dari abses atau jaringan

granulasi ekstradural, tromboflebitis sinus sigmoid, abses otak, hidrosefalus otik,

meningitis dan abses subdural. Saat terjadi komplikasi, gejala biasanya

berkembang dengan cepat. Demam menandakan terjadinya proses infeksi

intrakranial atau selulitis ekstrakranial. Edema dan kemerahan di belakang telinga

menandakan terjadinya mastoiditis yang berhubungan dengan abses subperiosteal.

Nyeri retroorbita berhubungan dengan petrositis. Vertigo dan nistagmus

mengindikasikan terjadinya labirintitis atau fistula labirin. Paresis nervus fasialis

perifer biasanya ipsilateral dengan telinga yang terinfeksi yang disebabkan oleh

OMSK dengan kolesteatom. Papil edema terjadi akibat adanya peningkatan

tekanan intrakranial. Sakit kepala dan letargi biasanya juga menyertai komplikasi

intrakranial. Meningismus berkaitan dengan meningitis dan kejang biasanya

diakibatkan oleh abses otak.8

Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada pasien OMSK yang

dicurigai mengalami komplikasi. Diantaranya pemeriksaan laboratorium darah

dan CT-Scan. Tomografi komputer dapat dilakukan dengan cepat dan sangat

terpercaya dalam menilai telinga tengah, pneumatisasi air sel mastoid dan adanya

komplikasi ke intrakranial. Pemeriksaan penunjang lain yang biasa dilakukan

adalah pungsi lumbal, untuk menilai adanya meningitis. Pungsi lumbal biasanya

dilakukan setelah pemeriksaan laboratorium darah dan tomografi komputer yang

menggambarkan adanya komplikasi ke intrakranial. Pungsi lumbal ini menjadi

kontraindikasi pada pasien dengan abses otak dan empiema subdural.8

27
Tabel 2.7 Distribusi Komplikasi Otitis Media12

M. PROGNOSIS

Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan

kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran

bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh

gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun

hasilnya tidak sempurna.13

Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat

menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak

ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18.6% pasien

karena telah mengalami komplikasi intrakranial.13

Insiden dan prevalensi dari OMSK telah menurun selama dekade terakhir

karena peningkatan pengobatan, namun kolesteatoma tetap menjadi penyebab

28
morbiditas dan sering menyebabkan kematian di negara berkembang dengan akses

yang terbatas untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang optimal, diagnosis

yang terlambat, penyakit yang ekstensif, komplikasi yang tinggi dan follow-up

yang rendah.2

Dubey mendapatkan angka mortalitas OMSK dengan komplikasi

intrakranial sebanyak 31,2%. Hal ini disebabkan oleh infeksi yang memberat atau

septikemia dan peningkatan tekanan intrakranial. Pasien anak dengan

meningoensefalitis akan mengalami sekuele neurologis sebanyak kira-kira 30%.

Dunbar mendapatkan mortalitas meningitis dengan komplikasi stroke lebih tinggi

(25%) dibandingkan dengan tanpa stroke (4%).2

29
BAB III

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

 Nama : An. MA

 Umur : 6 Tahun

 Jenis Kelamin : Laki-laki

 Agama : Islam

 Alamat : Jl. Bina Putra RT. 11 RW. 03, Guntung Payung,


Landasan Ulin, Banjarbaru

 Pekerjaan : Pelajar

 Suku : Banjar

 Tanggal pemeriksaan : Rabu, 13 Juli 2022

2. Anamnesis

A. Keluhan Utama:

Keluar cairan telinga kanan sejak 2 tahun terakhir

B. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan keluar cairan pada telinga kanannya sejak 2

tahun terakhir. Keluhan muncul tiba-tiba, dan di rasakan terus menerus hingga

sekarang. Keluar cairan dari telinga kanan setiap hari, cairan encer, berwarna

kekuningan, berbau, dan tidak berdarah. Keluhan cukup mengganggu aktivitas

sehari-hari pasien.

Pasien juga mengeluhkan penurunan pendengaran telinga kanan yang

dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan telinga berdenging, telinga gatal,

terasa penuh, nyeri telinga, dan pusing disangkal.

30
Keluhan nyeri menelan, sulit menelan, batuk, sesak napas, suara parau

disangkal. Hidung tersumbat, keluar cairan dari hidung, bersin, gatal pada

hidung, nyeri daerah wajah dan pipi serta perdarahan juga disangkal. Keluhan

ganguan petumbuhan dan perkembangan, demam, penurunan berat badan,

mudah lelah, nyeri kepala, nyeri perut, nyeri tulang, benjolan di ketiak, leher,

dan lipatan paha disangkal.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan serupa. Riwayat

trauma pada telinganya di sangkal.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat

terkena penyakit autoimun, hipertensi, diabetes melitus dan asma disangkal.

E. Riwayat Alergi

Riwayat alergi makanan, alergi obat-obatan, cuaca dingin, debu, dan

lainya disangkal oleh pasien.

F. Riwayat Kebiasaan

Pasien sering mengorek telinganya dengan cotton bud.

G. Riwayat Pengobatan

Pasien sebelumnya sudah pernah berobat ke dokter umum dan di berikan

obat tetes telinga namun tidak ada perubahan

3. Pemeriksaan Fisik

A. Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan

Kesadaran/GCS : Compos mentis / E4V5M6

B. Pemeriksaan Tanda Vital

Tekanan Darah : 100/80 mmHg


31
Nadi : 101 kali/menit, reguler dan kuat angkat

Frekuensi Napas : 22 x kali/menit

Suhu : 36,5 °C

C. Pemeriksaan Fisik

Status lokalis

1. Telinga

Inspeksi : Tertutup perban, rembesan darah (+/-) Kelainan kongenital (-/-),

massa (-/-), fistula (-/-), hiperemis (-/-).

Palpasi : Nyeri tekan preaurikular (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tekan

tragus (-/-), nyeri tarik aurikular (-/-)

MAE : Serumen (sde/+), sekret (sde/-), hiperemi(sde/-), udem(sde/-)

MT : Intak (sde/+), refleks cahaya(sde/+), buldging(sde/-), laserasi darah

(sde/-)

Test pendengaran

Test Rinne : +/+

Test Weber : Tidak ada lateralisasi

Test Schwabach : sama dengan pemeriksa/sama dengan pemeriksa

Kesimpulan : pendengaran ADS normal

2. Hidung

Inspeksi : Deformitas(-),hiperemis(-),massa(-)

Palpasi : Nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-)

Sinus Parasanal : Nyeri tekan sinus frontalis (-/-), sinus maxillaris (-/+),

sinus ethmoidalis (-/-)

32
Rinoskopi Anterior

Vestibulum : Sekret (-/-), hiperemis (-/-)

Kavum nasi : Warna mukosa (normal/normal), konka (eutrofi/eutrofi),

hiperemis (-/-), sekret (-/-), fenomena palatum mole (+/+),

massa (-/-)

Rinoskopi Posterior : Tidak dilakukan

Transluminasi : Tidak dilakukan

3. Tenggorok

Rongga mulut

Bibir : Simetris, mukosa lembab, stomatitis (-)

Gigi geligi : Gigi geligi lengkap, karies (-), Berlubang (-)

Gingiva : Edema (-), hiperemis (-), stomatitis (-)

Palatum : Hiperemis (-), massa (-), stomatitis (-)

Lidah : Deviasi (-), warna normal, massa sublingual (-),

edem (-), stomatitis (-)

Orofaring

Faring : Warna (normal/normal), post nasal drip (-), refleks muntah

(+)

Tonsil : Ukuran T1/T1, mukosa hiperemis (-/-), ulkus (-/-),

granuzl(-/-), kripta melebar (-/-) detritus (-/-)

Refleks Muntah : (+)

33
Laring

Laringoskopi indirek : Tidak dilakukan

Laringoskopi direk : Tidak dilakukan

4. Leher

Inspeksi : Pembesaran KGB (-), massa (-), hiperemis (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak teraba KGB yang membesar,

massa (-), pembesaran tiroid (-)

5. Wajah

Inspeksi : Ptosis (-)

Palpasi Sinus Paranasal : Nyeri tekan maksillaris(-/-), nyeri tekan sinus

etmoidalis (-/-), nyeri tekan sinus frontalis (-/-),

nyeri tekan sinus maxilla (-/-)

Foto Klinis

Gambar 3.1 Foto Klinis pasien An. MA

34
Gambar 3.2 Foto klinis pasien An. MA

Gambar 3.3. Foto Klinis Pasien Nn.MA

35
D. Pemeriksaan Penunjang

Hasil Laboratorium 23 Juni 2022

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN


HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,2 14.0-18.0 g/dl
Leukosit 7,6 4.0-10.5 /ul
Eritrosit 5,40 4.10-6.00 /ul
Hematokrit 40,3 42.0-52.0 vol%
Trombosit 461 150-450 /ul
RDW-CV 13,2 12.1-14.0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 74,5 75.0-96.0 fl
MCH 30,0 28.0-32.0 pg
MCHC 32,8 33.0-37.0 %
HITUNG JENIS
Hasil PT 10,7 9,9-13,5 Detik
INR 0,97
Control Normal PT 11,4
Hasil APTT 28,3 29,2 Detik
Control Normal
26,1
APTT
GDP 88 80-115 mg/dl
SGOT 29 5-34 U/L
SGPT 18 0-55 U/L
Ureum 24 0-50 Mg/dL
Kreatinin 0,50 0,72-1,25 Mg/dL
Hasil Rapid Tes Antibodi SARS COV-2
IgG Anti SARS
Non Reaktif Non Reaktif
CoV-2
IgM Anti SARS
Non Reaktif Non Reaktif
CoV-2
Kesimpulan Non Reaktif

Foto Thorax

Kesan :

• Cor : tak membesar

• Sinus dan diafragma : normal

• Pulmo : hilus normal

• Corakan bronchovaskular normal

• Pulmo : tak tampak infiltrate/konsolidasi

36
• Skeletal : normal

• Soft tissue : normal

Kesimpulan :

Tak tampak pneumonia/keluhan lainnya

Tak tampak kardiomegali

Pemeriksaan penunjang MSCT

Kesimpulan :

Terdapat cholesteatum berukuran 1x0,9 cm di middle ear dextra yang tampak meluas

ke mastoid anthrum, prussac space, epi thympanum, mengerosi tegmen timpani dan

menumpulkan scutum, mengerosi dan destruksi sebagian ossicula auditoria dan

mengobliterasi air cell di os mastoid.

E. Dignosis Kerja

OMSK Tipe Maligna Auris Dextra

F. Penatalaksanaan Awal

• IVFD RL 20 tpm,

• Inj. Ceftriaxone 2x1 g,

• Inj. Antrain 3x3/ 4 amp

• Inj . Dexamethason 2x1 amp

• Diet biasa

37
• Pro Canal Wall Down Mastoidectomy (Selasa, 12 Juli 2022)

Edukasi:

1. KIE mengenai penyakit yang diderita pasien serta terapi yang diberikan

2. KIE untuk menjaga kebersihan terutama di sekitar bekas luka operasi untuk

mencegah terjadinya infeksi

G. Prognosis

Ad Vitam : Dubia

Ad Sanationam :dubia

Ad Fungsionam : dubia

38
BAB III

PEMBAHASAN

Pasien atas nama An. Muhammad Afif , 6 tahun, Pasien datang dengan

keluhan keluar cairan pada telinga kanannya sejak 2 tahun terakhir. Keluhan

muncul tiba-tiba, dan di rasakan terus menerus hingga sekarang. Keluar cairan dari

telinga kanan setiap hari, cairan encer, berwarna kekuningan, berbau, dan tidak

berdarah. Keluhan cukup mengganggu aktivitas sehari-hari pasien.

Pasien juga mengeluhkan penurunan pendengaran telinga kanan yang

dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan telinga berdenging, telinga gatal, terasa

penuh, nyeri telinga, dan pusing disangkal.

Keluhan nyeri menelan, sulit menelan, batuk, sesak napas, suara parau

disangkal. Hidung tersumbat, keluar cairan dari hidung, bersin, gatal pada hidung,

nyeri daerah wajah dan pipi serta perdarahan juga disangkal. Keluhan ganguan

petumbuhan dan perkembangan, demam, penurunan berat badan, mudah lelah,

nyeri kepala, nyeri perut, nyeri tulang, benjolan di ketiak, leher, dan lipatan paha

disangkal.

Berdasarkan dari anamnesis, keluhan pasien sudah sesuai dengan teori bahwa

pasien dengan OMSK tipe bahaya memiliki gejala nyeri telinga, gangguan

pendengaran dan memiliki riwayat keluar cairan dari telinga terus menerus yang

berlangsung lebih dari 2 tahun.

Kriteria diagnosis OMSK tipe bahaya yaitu riwayat keluar cairan dari telinga

terus menerus atau hilang timbul lebih dari 2 tahun dengan atau tanpa gejala

klinis, adanya perforasi membran timpani dan ditemukan kolesteatoma pada

pemeriksaan fisik atau kecurigaan adanya kolesteatoma pada pemeriksaan


39
patologi anatomi atau pemeriksaan radiologi.

Otitis media kronik tipe bahaya, disebut juga bony, dangerous atau attico

antral type. Pada tipe ini sering diikuti dengan terjadinya osteitis atau destruksi

tulang yang sebagian besar disebabkan oleh kolesteatom. Tipe ini mempunyai

potensi untuk menimbulkan komplikasi yang serius dan membahayakan jiwa

penderita, oleh karena itu disebut sebagai tipe bahaya.

Otitis media supuratif kronik dianggap sebagai penyakit multifaktorial yang

merupakan hasil dari interaksi antara lingkungan, bakteri, inang dan faktor genetik.

Mekanisme sistem imun bawaan pada tubuh inang seperti jalur Toll-like receptors

(TLR) terutama TLR4/MyD88 adalah salah satu respon imun terhadap bakteri

yang muncul. Pada pasien OMSK kadar mRNA dari TLR4,TLR5 dan TLR7

menurun dibanding grup kontrol. Mekanisme down-regulation TLR selama

terjadinya otitis media menyebabkan pertahanan telinga tengah dari iang menjadi

tidak efisien sehingga mengakibatkan infeksi berulang dan inflamasi yang

menetap sampai akhirnya menjadi sakit telinga tengah yang bersifat kronik.

Mikroorganisme yang berperan terjadinya OMSK, dapat bersifat aerob

(misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, S. aureus, Streptococcus

pyogenes, Proteus mirabilis, Klebsiella spesies) atau anaerobik (misalnya

Bacteroides, Peptostreptococcus, Proprionibacterium).

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi kronis

a. Disfungsi tuba eustachius kronis yang sering disebabkan oleh infeksi kronis

hidung dan nasofaring serta obsruksi anatomis tuba eustachius.

b. Perforasi membran timpani yang permanen. Hal ini menyebabkan mukosa

rongga telinga tengah selalu berhubungan langsung dengan udara luar,

sehingga kuman-kuman dari liang telinga luar mudah masuk dan

menyebabkan infeksi berulang ataupun terus-menerus.

40
c. Patologi mukosa telinga tengah yang ireversibel. Perubahan pada mukosa

telinga tengah dapat berupa metaplasi skuamosa atau terbentuknya jaringan

patologis yang ireversibel lainnya.

d. Gangguan aerasi pada rongga telinga tengah. Gangguan ini dapat timbul

akibat terjadinya sumbatan yang persisten di dalam rongga telinga tengah

karena adanya penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi, fibrosis atau adanya

timpanosklerosis.

e. Sekuester dan osteomyelitis persisten pada mastoid. Keadaan ini seringkali

dimulai dengan adanya otitis media akut nekrotikan.

f. Faktor konstitusi, seperti alergi dan daya tahan tubuh yang menurun.

Sesuai teori tersebut, pada pasien An. MA, yang mungkin menyebabkan

kondisinya sekarang adalah gejala infeksi telinga tengah yang tidak sembuh

sempurna dan terapi yang lambat diberikan. Mengingat OMSK tipe bahaya

seringkali menimbulkan komplikasi yang berbahaya, maka perlu ditegakkan

diagnosis dini, walaupun diagnosis pasti baru bisa ditegakkan di kamar operasi.

Pasien juga menderita riwayat infeksi sinus yang didertia sejak lama,

sehingga menyebabkan disfungsi tuba eustachius. Tuba eustachius memiliki tiga

fungsi penting yang berhubungan dengan kavum timpani: Fungsi ventilasi,

proteksi dan drainase (clearance).

Infeksi kronis maupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorok

dapat menyebabkan gangguan fungsi hingga infeksi dengan akibat otorea terus-

menerus atau hilang timbul. Peradangan pada membran timpani menyebabkan

proses kongesti vaskuler, sehingga terjadi suatu daerah iskemi, selanjutnya terjadi

daerah nekrotik yang berupa bercak kuning, yang bila disertai tekanan akibat

penumpukan discharge dalam kavum timpani dapat mempermudah terjadinya

perforasi membran timpani.


41
Perforasi yang menetap akan menyebabkan kavum timpani selalu

berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman dari kanalis auditorius eksternus

dan dari udara luar dapat dengan bebas masuk ke dalam rongga timpani,

menyebabkan infeksi mudah berulang atau bahkan berlangsung terus-menerus.

Pada pemeriksaan fisik pada status lokalis telinga ditemukan MAE

auricula dextra sempit sehingga organ dalam sulit untuk dievaluasi. Hal ini

disebabkan oleh terjadinya shagging akibat destruksi liang telinga posterior.

Penulis curiga bahwa terdapat kolesteatoma pada auricula dextra. pasien Pasien

juga terdapat fistel retroaurikular. Sesuai dengan teori, bahwa pada pemeriksaan

fisik pasien dengan OMSK tipe marginal, liang telinga bisa lapang atau sempit

bila terjadi shagging akibat destruksi liang telinga posterior, terdapat kolesteatom,

perforasi membran timpani atik, marginal atau total, sekret mukopurulen/purulen

yang berbau, Bila terdapat komplikasi dapat ditemukan abses retroaurikular, fistel

retroaurikular, paresis fasialis perifer, atau ditemukan tanda-tanda peningkatan

intrakranial.

Pada pemeriksaan garpu tala, pasien menunjukkan hasil normal, hal ini

tidak sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa pasien dengan otitis media

efusi akan menunjukkan gejala penurunan pendengaran, dan akan didapatkan

gambaran tuli konduktif pada pemeriksaan garpu tala.1

Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa OMSK maligna dengan

komplikasi didapatkan jenis ketulian yang bervariasi. Adapun jumlah tuli

campuran lebih banyak dibandingkan jenis yang lain hal ini kemungkinan

disebabkan bahwa OMSK merupakan proses infeksi di kavum timpani sehingga

menyebabkan tuli konduksi dan apabila infeksi sudah masuk ke koklea maka akan

dapat menimbulkan tuli sensorineural sehingga kedua hal tersebut memberi

gambaran tuli campuran. Hal ini disebabkan secara anatomi mastoid adalah organ
42
yang paling dekat dengan proses infeksi dengan mekanisme destruksi dari kortek

mastoid akibat supurasi mastoid sehingga pus berada di subperios.

Pemeriksaan foto polos mastoid posisi Schuller, biasa digunakan untuk

konfirmasi adanya mastoiditis, ada tidaknya dan gambaran mastoid air cell.

Hawkins dan Dru (1983) melaporkan pada penelitiannya bahwa bila ditemukan

destruksi tulang temporal pada gambaran radiologis foto polos mastoid, maka

dapat dipastikan ditemukan abses subperiosteal pada pemeriksaan fisiknya.

CT-Scan sebaiknya dilakukan secara dini untuk menentukan jenis dari

otitis media, mendeteksi ada tidaknya destruksi, pembentukan pus, dan adanya

infiltrasi ke intrakranial. Pemeriksaan CT scan merupakan pemeriksaan baku

emas (gold standard), pada otitis media yang diduga disertai dengan komplikasi.

Hal ini sebaiknya dilakukan pada 24 jam saat kedatangan pertama dengan

potongan axial dan koronal sebesar 1 mm/slices menggunakan resolusi 30-50 mA.

Pemeriksaan darah lengkap, untuk mengetahui adanya infeksi, keadaan

umum pasien maupun respon terapi yang telah diberikan.

Pemeriksaan bakteriologis, pemeriksaan ini penting dilakukan untuk

mengetahui spektrum kuman penyebab. Bahan kultur dapat diambil langsung

melalui pungsi aspirasi, insisi drainase, maupun saat operasi. Penderita sebaiknya

belum mendapat pengobatan antibiotik, karena hal ini akan mempengaruhi hasil

pemeriksaan kultur bakteriologinya.

Pada pasien diatas dilakukan MSCT, didapat kesimpulan: Terdapat

cholesteatum berukuran 1x0,9 cm di middle ear dextra yang tampak meluas ke

mastoid anthrum, prussac space, epithympanum, mengerosi tegmen timpani dan

menumpulkan scutum, mengerosi dan destruksi sebagian ossicula auditoria dan

mengobliterasi air cell di os mastoid

Terapi pada pasien An.MA sudah sesuai dengan teori, dimana dilakukan

43
pemberian terapi medikamentosa (non pembedahan) yaitu pemberian IVFD RL 20

tpm, injeksi ceftriaxone 2x1 g, injeksi antrain 3x3/ 4 amp, injeksi dexamethasone

2x1 amp, diet biasa dan Pro Canal Wall Down Mastoidectomy. Pemberian

antibiotik harus segera diberikan, pada otitis media kronik yang disebabkan kuman

Pseudomonas aeroginosa diberikan Ofloksasin dan Siprofloksasin. Bila diduga

ada kuman anaerob maka dapat diberikan Metronidazol, Klindamisin atau

Kloramfenikol. Setiap pasien yang ditemukan dengan komplikasi dipikirkan untuk

dapat dilakukan operasi; pemberian antibiotik seperti cephalosporin generasi ke 3,

metronidazole dan aminoglycoside.

Prinsip terapi OMSK tipe maligna ialah pembedahan yaitu mastoidektomi

dengan atau tanpa timpanoplasti. Jenis operasi ini tergantung pada luasnya infeksi

atau kolesteatoma, sarana yang tersedia serta pengalaman operator. Tujuan operasi

ini adalah membuang semua jaringan patologi dan mencegah komplikasi.

Tindakan operatif terdiri dari mastoidektomi, timpanomastoidektomi, dan

timpanoplasti. Mastoidektomi terdiri dari mastoidektomi simpel dan radikal. Pada

mastoidektomi simpel, korteks mastoid dibuka dari arah permukaan luarnya, lalu

jaringan patologis dibuang, sedangkan pada mastoidektomi radikal mengangkat

hampir seluruh tulang mastoid.

. Penutupan fistel dapat dilakukan antara lain dengan penutupan primer

tepi fistel yang telah dieksisi, graft tulang atau kartilago, penutupan dengan

menggunakan epitel mastoid, flap periosteal, graft fat free abdomen, flap kulit

rotasional, flap transposisi fasia temporalis superfisial dan flap rotasional otot

temporalis.

44
BAB IV

KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus pasien rawat inap di RSUD Ulin Banjarmasin,

dengan keluhan keluar cairan telinga kanan, berdasarkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien di diagnosis sebagai OMSK

Tipe maligna Auris Dextra. Dapat diberikan terapi pemberian IVFD RL 20 tpm,

injeksi ceftriaxone 2x1 g, injeksi antrain 3x3/ 4 amp, injeksi dexamethasone 2x1

amp, diet biasa dan Pro Canal Wall Down Mastoidectomy.

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi konis di telinga

tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga

tengah (otorea) terus menerus atau hilang timbul.1,2 Otitis media akut (OMA)

dengan perforasi membran timpani menjadi OMSK apabila prosesnya sudah lebih

dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan, disebut otitis media supuratif

subakut. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi

yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya

tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau hygiene buruk.

Otitis media supuratif kronis merupakan salah satu penyakit terbanyak di

dunia terutama di negara berkembang

Otitis media supuratif kronik dapat menyebabkan komplikasi ke

intratemporal dan intrakranial. Prevalensi OMSK di Asia Tenggara sebesar 15–

20% dengan komplikasi intrakranial sebesar 5–10%. Otitis media supuratif kronik

dengan komplikasi intrakranial merupakan kasus yang mengancam jiwa sehingga

perlu diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat.5

Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan

45
telinga hidung tenggorok terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala

merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya gangguan

pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat

dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri tutur (speech

audiometry) dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked response audiometry)

bagi pasien atau anak yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada

murni. Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan

uji resistensi kuman dari sekret telinga.1

Otitis media supuratif kronik yang sukar disembuhkan dapat menyebabkan

komplikasi luas. Umumnya penyebaran bakteri merusak struktur sekitar telinga

tengah atau telinga tengah itu sendiri. Komplikasi ini bisa intratemporal yaitu

mastoiditis, labirinitis, petrositis, paralisis nervus facialis; ekstratemporal terdiri

dari komplikasi intrakranial (meningitis, abses otak, sinus trombosis) dan

ekstrakranial (subperiosteal abses).6

Tindakan operatif adalah yang terbaik untuk eradikasi kuman, mencegah

rekurensi dan mencegah komplikasi yang lebih berat. Tatalaksana studi OMSK

dengan kolesteatoma dilakukan mastoidektomi radikal sebesar 79.2%. Tujuan

mastoidektomi radikal mengambil semua matriks kolesteatoma sebersih mungkin,

sehingga tidak terjadi kekambuhan dan mencegah terjadinya rekurensi.2

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepandi Efiaty Arsyad, Iskandar Nurbaiti, Bashruddin Jenny, dan Restuti


Ratna Dwi. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi Ketujuh. Jakarta. 2017;
62-67.

2. Agusila Shinta Devi. Kejadian otitis media supuratif kronik dengan


kolesteatoma di RSUP Dr.Kariadi Semarang. Medica Hospitalia. 2016; 4(1):
12-16.

3. Silalahi Elny Lorensi. Karakteristik penderita otitis media supuratif kronik


rawat jalan di RSUD. DR. Pringadi kota medan tahun 2014. Jurnal Ilmiah
PANMED. 2018; 13(2) 94.

4. Umar Nabila Sidi, Pary M Isa dan Soesanty. Karakteristik pasien otitis media
supuratif kronik di poliklinik telinga hidung tenggorok rumah sakit umum
daerah dr. H. Chasan Boesoire Periode Januari - Juli 2019. Kieraha Medical
Journal. 2019; 1(1): 60-63.

5. Anindya Rosa Putrie, Ruspita Dian Ayu. Karakteristik OMSK dengan


komplikasi intrakranial di RSUP Dr. Kariadi Semarang Tahun 2012-2017.
Medica Hospitalia. 2018; 5(1): 27-30.

6. Azhari Salsabila Inrah Azhari, Mulyati Sri. Gambaran X-foto Schuller pada
pasien otitis media kronis di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan
Surabaya Periode 2015-2016. Hang Tuah Medical Journal. 2018; 16(1): 69-78.

7. Emmett SD, Kokesh J, Kaylie D, Chronic ear disease. Med Clin N Am. 2018.

8. Sari Jenny Tri Yuspita, Edward Yan dan Rosalinda Rossy. Otitis media
supuratif kronis tipe kolesteatom dengan komplikasi meningitis dan paresis
nervus fasialis perifer. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; (4): 88-8

9. Aninditia Mita. Karya Tulis Ilmiah BabII diakses pada tanggal 1 Januari 2021,
available at:

10. Pengurus Pusat PERHATI-KL.Panduan Praktis Klinis; Panduan Praktis Klinis


Tindakan; Clinical Pathway di bidang telinga hidung tenggorok - kepala leher.
Jakarta. 2015: 9-16.

11. Batu Maranatha Lumban, Soepriyadi. Abses subperiosteal sebagai komplikasi


otitis media supuratif kronik maligna. Jurnal THT-KL. 2009; 2(3): 115-126

47
12. Aboet A. 2007. Radang telinga tengah menahun. In Pidato Pengukuhan Guru
Besar Tetap Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala
Leher, Kampus USU.

48

Anda mungkin juga menyukai