Anda di halaman 1dari 46

REFERAT

GLAUKOMA

Oleh:
Resha Adi Wibowo
030.14.164

Pembimbing:
dr. Azrina Noor, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
PERIODE 4 JUNI – 21 JULI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

i
KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Glaukoma
dengan tepat waktu. Penulisan Referat ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
Kepanitiaan Klinik Mata di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih. Pada kesempatan ini
saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyusun penyelesaian referat ini, terutama kepada:

1. dr. Azrina Noor, Sp.M selaku dokter pembimbing yang telah memberikan bimbingan
dalam penyusunan referat ini.
2. Seluruh Dokter Spesialis Mata yang ada dan staf-staf SMF Mata di RSUD Budhi Asih.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Mata RSUD Budhi Asih atas bantuannya.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Atas semua keterbatasan yang
dimiliki, maka kritik dan saran yang membangun akan diterima demi penyempurnaan penulisan.
Diharapkan referat ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang medis.

Jakarta, 7 Juni 2018

Resha Adi Wibowo

ii
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

GLAUKOMA

Diajukan untuk memenuhi syarat

Kepanitraan Klinik Mata di RSUD Budhi Asih,

Periode 30 April – 2 Juni 2018

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Disusun Oleh :

Resha Adi Wibowo

030.14.164

Pembimbing,

RSUD Budhi Asih

dr. Azrina Noor, Sp.M

iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi....................................................................3
2.1.1 Anatomi.................................................................................3
2.1.2 Fisiologi................................................................................7
2.2 Glaukoma......................................................................................10
2.2.1 Definisi.................................................................................10
2.2.2 Klasifikasi............................................................................10
2.3 Pemeriksaan.................................................................................19
2.3.1 Gonioskopi...........................................................................19
2.3.2 Tonometri............................................................................22
2.3.3 Funduskopi..........................................................................23
2.3.4 Lapang Pandang...................................................................24
2.4 Penanganan..................................................................................30
2.4.1 Target penurunan TIO.........................................................30
2.4.2 Obat glaukoma.....................................................................31
2.4.3 Laser Glaukoma...................................................................32
2.4.4 Tindakan Bedah...................................................................35
2.5 Prognosis......................................................................................37
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................38
3.1 Kesimpulan..................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................39

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Glaukoma adalah suatu keadaan neuropati optik progresif dengan adanya perubahan khas
pada papil saraf optik yang dihubungkan dengan hilangnya lapang pandangan. Pada kebanyakan
kasus,kerusakan papil saraf nervus optikus seringkali ditemukan lebih dahulu daripada
gangguan lapang pandangan.
Pada glaukoma, tingginya tekanan intra okular merupakan faktor resiko yang paling penting.

Peninggian tekanan intra okular dapat disebabkan oleh :


1. Bertambahnya produksi akuos humor oleh badan siliar
2. Terhambatnya proses aliran keluar humor akuos dari dalam bola mata

Mekanisme yang terjadi adalah mikroinfark kapiler yang menyebabkan iskemia nervus
optikus. Selain itu, terjadi juga kerusakan mekanik akibat dari tingginya tekanan bola mata
sehingga nervus optik terdesak di lamina cribosa. Pendapat lain mengatakan bahwa mekanisme
utama penurunan oenglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel ganglion retina yang
menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti dalam retina serta berkurangnya
akson di nervus optikus. Semua itu akan mengakibatkan atrofi papil nervus optikus disertai
pelebaran cawan optik.

Efek kerusakan akibat tingginya tekanan intra okular dipengaruhi oleh lamanya
perjalanan waktu dan besarnya tekanan intra okular yang terjadi. Pada glaukoma sudut terbuka,
dimana tekanan intra okular biasanya tidak lebih dari 30 mmHg, kerusakan sel ganglion terjadi
dalam jangka waktu yang panjang. Sebaliknya pada kasus glaukoma akut sudut tertutup, tekanan
intra okular yang sangat tinggi, dapat mencapai 60 – 80 mmHg, meskipun tidak memerlukan
waaktu yang lama akan menyebabkan iskemi akut pada iris, edema kornea, serta kerusakan
nervus optikus.

1
Data dari WHO pada tahun 2010, diperkirakan sebanyak 3,2 juta orang mengalami
kebutaan akibat glaukoma. Berbeda dengan katarak sebagai penyebab kebutaan paling tinggi
diseluruh duniadimana fungsi penglihatan dapat dipulihkan, kebutaan karena glaukoma bersifat
progresif dan permanen.

Glaukoma dapat diklasifikasi menjadi glaukoma primer, sekunder, dan kongenital.


Glaukoma primer adalah glaukoma yang penyebabnya tidak diketahui. Glaukoma primer dibagi
menjadi 2, yaitu glaukoma primer sudut terbuka yang biasanya merupakan glaukoma kronis.
Sedangkan glaukoma primer sudut tertutup bisa kronis atau akut. Glaukoma sekunder adalah
glaukoma yang timbul akibat dari penyakit lain, seperti trauma, pembedahan, penggunaan
kortikosteroid, atau penyakit sistemik lainnya. Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang
ditemukan sejak lahir, biasanya disebabkan gangguan sistem saluran pada mata yang tidak
berfungsi dengan baik. Selain itu glaukoma absolut adalah glaukoma dengan kebutaan total.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1Anatomi dan Fisiologi

2.1.1Anatomi Sudut Bilik Mata Depan

Bilik mata depan adalah suatu ruang yang berisi humor akuos, terletak diantara kornea
dan iris. Terdapat struktur penting yang terletak dibagian tepi dari bilik mata depan yang disebut
dengan sudut bilik mata depan, jadi sudut bilik mata depan adalah sudut yang dibentuk oleh
kornea dan iris.

3
Dengan pemeriksaan Gonioskopi akan tampak struktur penting yang terlibat dalam fisiologi
akuos humor. Struktur tersebut adalah Garis Schwalbe yang merupakan tepi atau bagian paling
perifer dari membran Descemet, Jaringan Trabekulum, Scleral Spur atau tonjolan sklera, serta
badan siliar.

Jaringan Trabekulum
Merupakan lembaran firoseluler yang berbentuk pita menyerupai jala-jala. Terletak
posterior dari garis Schwalbe dan anterior dari Skleral Spur, pada potongan melintang berbentuk
segitiga.
Jala-jala trabekulum terdiri dari jaringan uvea, jaringan korneosklera dan jaringan
jukstakanalikular.

4
- Jaringan uvea merupakan bagian paling dalam, yang dimulai dari pangkal iris dan badan siliar
meluas ke anterior sampai garis Schwalbe. Susunan pita-pita trabekulum jaringan uvea
membentuk lubang-lubang dengan diameter 25 – 75 mikron.
- Jaringan korneoskleral adalah bagian terbesar yang terletak ditengah. Bagian anterior
menghadap ke bilik mata depan dan bagian posterior berbatasan dengan kanalis Schlemm. Jala-
jala trabekulum merupakan tumpukan batang-batang fibroseluler yang mana diantaranya
membentuk lubang-lubang berbentuk oval, sirkular maupun romboid dengan diameter sekitar 5 –
50 mikron. Pada bagian yang dekat dengan Skleral Spur, ketebalannya sampai 12 lapis,
sedangkan dibagian anterior yang berbatasan dengan garis Schwalbe hanya 2 – 3 lapis. Setiap
batang firoseluler terbentuk dari inti kolagen yang dilapisi oleh matriks fibril tipis dan sel endotel
pada bagian luarnya.
- Jaringan jukstakanalikular ( endotel ) merupakan bagian terluar dari jala-jala trabekulum.
Terdiri dari selapis jaringan ikat dimana pada sisi sebelahnya dilapisi oleh endotelium. Lapisan
endotelial paling luar dari jaringan jukstakanalikular merupakan dinding sebelah dalam dari
kanalis Schlemm. Bagian yang sempit ini menghubungkan jaringan korneosklera dengan kanalis
Schlemm.

Kanalis Schlemm
Suatu saluran berbentuk oval, mengelilingi lingkaran sudut bilik mata depan. Bagian
dalamnya dilapisi oleh satu lapis sel endotel yang memiliki Giant Vacuol. Sisi luar saluran ini
terbenam dalam stroma limbus kornea, sedangkan sisi dalam berhubungan dengan bilik mata
depan melalui jaringan trabekulum. Kanalis Schlemm berhubungan dengan sistim vena melalui
saluran kolektor berjumlah sekitar 25 – 35 buah yang beranastomosis membentuk Deep Scleral
Plexus. Pluksus tersebut akan mengalirkan akuos humor dari kanalis Schlemm ke vena siliaris
anterior dan vena episklera. Sebagian saluran kolektor ada menuju sklera tanpa melalui pleksus,
langsung bermuara pada vena-vena konjungtiva. Pada pemeriksaan dibagian limbus kornea,
tampak sebagai pembuluh halus subkonjungtiva yang berisi cairan jernih. Sebanyak 80 – 90%
akuos humor akan keluar dari dalam bola mata masuk kedalam kanalis Schlemm, sedangkan 10
– 20% akan keluar dari bola mata melalui berkas otot siliaris dan sela-sela sklera yang disebut
dengan Uveo-Scleral Junction.

5
Skleral Spur
Merupakan bagian dari sklera yang menonjol dan menjadi dasar dari kanalis Schlemm.
Pada bagiana posterior menjadi tempat insersi pars longitudinal otot siliaris.

Badan Siliaris
Korpus siliaris membentang sepanjang 6 mm dari ujung aanterior koroid ke pangkal iris,
pada potongan melintang berbentuk segitiga. Korpus siliaris dibagi 2, yaitu pars plikata
sepanjang 2 mm dibagian anterior yang berombak-ombak dan pars plana yang landai sepanjang
4 mm dibagian posterior.
Strukturnya terdiri dari otot-otot siliaris dan prosesus siliaris yang terdiri dari jaringan ikat
jarang, pembuluh darah, serta epitel.
Otot siliaris. Terdapat tiga lapisan otot pada korpus siliaris yang masing-masing
dibedakan berdasarkan arah serabut ototnya, yaitu longitudinal, sirkular dan radial. Lapisan
longitudinal merupakan lapisan otot terluar, dimana serat ototnya menyusup kedalam anyaman
trabekulum. Kontraksi otot ini akan menyebabkan pelebaran anyaman trabekulum sehingga
aliran keluar akuos humor menjadi lebih lancar. Lapisan otot sirkuler terletak paling dalam di
bagian anterior korpus siliaris, berjalan paralel bersama limbus. Fungsinya untuk mengerutkan
dan relaksasi zonulla Zinn pada proses akomodasi. Lapisan longitudinal dan sirkular otot siliar
akan dihubungkan satu dengan yang lain oleh lapisan ketiga, yaitu lapisan radial.
Prosesus siliaris berasal dari pars plikata, terutama terbentuk dari kapiler dan vena yang
bermuara ke vena-vena vortikosa. Terdapat sekitar 70 prosesus siliaris yang dilapisi oleh 2
lapisan epitel siliaris. Satu lapis tanpa pigmen terletak disebelah dalam yang merupakan
perluasan neuroretina ke anterior, dan satu lapis epitel berpigmen disebelah luar yang merupakan
perluasan lapisan epitel pigmen retina. Fungsi prosesus siliaris dan epitel yang membungkusnya
adalah membentuk akuos humor.

6
2.1.2 Fisiologi Akuos Humor

Korpus siliaris membentang sepanjang 6 mm dari ujung anterior koroid ke pangkal iris,
dengan bentuk menyerupai segitiga pada potongan melintang. Korpus siliaris dibagi menjadi 2
bagian, yaitu Pars Plikata yang berombak-ombak di bagian anterior sepanjang 2 mm dan di
posterior sepanjang 4 mm yang landai.
Prosesus Siliaris berasal dari Pars Plikata, terbentuk terutama dari kapiler pembuluh darah.
Terdapat sekitar 70 prosesus siliaris yang dilapisi oleh 2 lapis epitel siliaris. Selapis epitel tanpa
pigmen terletak disebelah dalam yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior, dan selapis
sel berpigmen disebelah luar yang merupakan perluasan dari lapisan epitel pigmen retina.
Akuos humor diroduksi sebesar 2,5 µL/menit oleh corpus siliaris pars plikata di kamera
okuli posterior melaui 3 mekanisme, yaitu :

- Ultrafiltrasi, adalah awal dari proses pembentukan akuos humor. Cairan plasma akan keluar
dari dinding kapiler pembuluh darah, jaringan ikat jarang dan lapisan sel epitel berpigmen
prosesus siliaris. Cairan hasil filtrasi akan terkumpul dibelakang sel-sel epitel tidak berpigmen
prosesus siliaris. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan darah dalam pembuluh darah siliaris,
tekanan osmotik plasma, dan tekanan intra okuler.
- Sekresi. Ikatan yang erat antara sel-sel epitelium tidak berpigmen akan menyebabkan adanya
‘blood aqueous barrier’. Sekresi adalah proses aktif, dimana untuk memindahkan substansi
tertentu melaui ‘blood aqueous barrier’ menuju bilik mata belakang memerlukan energi. Energi
berasal dari hidrolisis adenosin trifosfat ( ATP ) yang akan digunakan oleh Na-K-ATPase untuk
mensekresikan bahan-bahan melawan perbedaan konsentrasi antara cairan hasil filtrasi dengan
akuos humor. Belum diketahui dengan pasti ion apa saja yang turut terlibat dalam proses
transport ini. Sampai saat ini, yang baru diketahui adalah keterlibatan ion Natrium, Kalium, dan
Bikarbonat. Dalam transport aktif ini, juga melibatkan enzim Karbonik Anhidrase yang
berfungsi mengkatalisir perubahan CO2 dan H2O menjadi H+ dan HCO3 -. HCO3- ini sangat
diperlukan dalam proses sekresi aktif akuos humor.
- Difusi. Pada transport aktif proses sekresi, ion Na akan dipindahkan kedalam bilik mata
belakang. Akibatnya tekanan osmotiknya lebih tinggi dari cairan hasil filtrasi. Adanya perbedaan

7
tekanan osmotik ini akan mengakibatkan terjadinya pergerakan air dari reservoir stroma menuju
bilik mata belakang.

Akuos homor adalah cairan jernih berfungsi untuk mendukung struktur bola mata,
memberikan nutrien untuk kornea dan lensa. Akuos humor hanya mengandung 80% glukosa bila
dibandingkan dengan plasma, sedikit protein, namun kadar asam askorbatnya tinggi.

Dari bilik mata belakang, akuos humor akan menuju ke sudut bilik mata depan melalui pupil,
selanjutnya keluar dari dalam bola mata melalui 2 mekanisme,
- Pertama adalah jalur konvensional berupa “pressure dependent pathway”, dimana 80%
– 90% akuos humor akan keluar melalui jalur ini. Setelah sampai di sudut bilik mata depan,
akuos humor akan melewati jaringan trabekulum masuk kedalam kanalis Schlemm lalu ke vena-
vena episklera melewati saluran kolektor.

8
- Kedua disebut juga jalur inkonvensional atau “uveo-scleral junction”, dimana 10% -
20% akuos humor akan keluar melalui ruang suprakoroid.
Jadi tekanan intra okular menggambarkan keadaan keseimbangan antara jumlah akuos humor
yang dibentuk dan jumlah yang keluar dari bilik mata depan. Hampir semua kasus glaukoma,
peningkatan tekanan bola mata diakibatkan oleh abnormalitas/ hambatan aliran keluar akuos
humor dari bilik mata depan.

9
Tekanan Intra Okular

Tekanan intra okular merupakan keadaan keseimbangan antara produksi dan aliran keluar
humor akuos. Didalam populasi secara umum tekanan yang normal berkisar antara 11 – 21
mmHg. Meskipun demikian terdapat variasi diurnal sebesar 5 mmHg pada orang normal,
sedangkan pada glaukoma primer sudut terbuka, varisai ini bisa mencapai 10 – 15 mmHg. Selain
itu, pada kebanyakan orang terdapat kecenderungan tekanan bola mata lebih tinggi pada pagi
hari dibandingkan siang hari.

2.2 GLAUKOMA

2.2.1 Definisi
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani “Glaukos” yang memounyai arti hijau kebiruan,
yang memberi warna pada pipil penderita glaukoma. Glaukoma adalah neuropati optik yang
disebabkan tekanan intra okular yang tinggi. Ditandai dengan adanya kelainan lapang pandangan
yang khas dan atrofi papil nervus optik.

2.2.2 Klasifikasi glaukoma :


1. Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka
- Glaukoma sudut sempit
2. Glaukoma kongenital
- primer atau infantil
- menyertai kelainan kongenital lain
3. Glaukoma sekunder
- karena perubahan morfologi lensa
- kelainan uvea
- akibat trauma
- akibat pembedahan
- adanya neovascular

10
- pemakaian kortikosteroid jangka panjang
4. Glaukoma absolut

A. Glaukoma Primer
Glaukoma ini penyebab pastinya tidak ditemukan, dan seringkali dijumpai pada orang
dengan bakat glaukoma. Bakat dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran humor akuos , atau
susunan anatomi bilik mata depan yang dangkal. Bakat lain berupa kelainan pertumbuhan sudut
bilik mata depan yang disebut dengan goniodisgenesis. Goniodisgenesis dapat berupa
trabekulodisgenesis, iridodisgenesis dan korneodisgenesis. Kelainan yang paling sering berupa
trabekulodisgenesis dan goniodisgenesis. Pada trabekulodidgenesis, Barkan menemukan adanya
membran yang persisten menutupi permukaan trabekulum. Iridodisgenesis adalah keadaan
dimana iris dapat berinsersi pada permukaan trabekulum tepat pada skleral spur atau agak lebih
kedepan. Glaukoma primer bersifat bilateral meskipun tidak selalu dijumpai kelainan yang
simetris antara mata kanan dan mata kiri

1. Glaukoma Primer Sudut Terbuka


Merupaka jenis glaukoma yang paling banyak dijumpai, dengan penyebab yang tidak
diketahui dan biasanya terdapat faktor keturunan dalam keluarga. Oleh karena itu kerabat dekat
atau saudara kandung dari pasien dianjurkan melakukan pemeriksaan skrining secara teratur.
Glaukoma jenis ini bersifat diturunkan baik secara dominan ataupun resesif.
Aliran humor akuos tidak mengalami hambatan untuk mencapai trabekulum pada sudut bilik
mata depan, tetapi terdapat abnormalitas berupa tingginya hambatan aliran pada jaringan

11
trabekulum dan kanalis Schlemm. Iris perifer tidak berpengaruh pada aliran akuos humor sudut
bilik mata depan.
Diduga keadaan ini disebabkan oleh abnormalitas jaringan trabekulum berupa proses
degeneratif anyaman trabekulum, serta adanya endapan materi ekstraseluler didalam anyaman
trabekulum dan pada lapisan endotel kanalis Schlemm. Keadaan tersebut akan menyebabkan
peningkatan resistensi aliran akuos humor.
Penyakit ini biasanya tidak disadari oleh pasien karena berjalan sangat lambat dan hampir tanpa
gejala. Penurunan penglihatan baru dirasakan setelah tahap lanjut dengan adanya penglihatan
terowongan atau “tunnel vision” sampai hilangnya penglihatan sentral. Karena seringkali tidak
disadari oleh pasien, penyakit ini sering disebut dengan “pencuri penglihatan”.

Faktor Risiko :

- Umur, biasanya terjadi diatas usia 40 tahun


- Banyak dijumpai pada ras Afrika
- Faktor risiki lain, keadaan yang menyebabkan penurunan suplai oksigen ke nervus
optik misalnya PPOK, sleep apnea, diabetes melitus, hipertensi,
- Miopia, papil diyakini lebih rentan untuk mengalami kerusakan karena kelainan
bentuk dari kanal skleral.

Gambaran Klinis :

- Biasanya asimptomatis, keluhan ringan biasanya mata pegal, penglihatan halo,


penurunan penglihatan dengan skotoma sentral
- Tekanan intra okular lebih dari 21 dengan variasi diurnal yang besar
- Perubahan papil berupa asimetri c/d, pelebaran c/d, vertikal elongasi dari cup,
terdapat penipisan/ notch pada neuroretinal rim.
- Tampak juga penggaungan papil nervus optik
- Defek lapang pandangan berupa mulai dari nasal step, defek arkuata, defek
altitudinal, sampai penciutan secara menyeluruh.

12
 Glaukoma Tekanan Normal

Merupakan subtipe dari glaukoma primer sudut terbuka.Meski biasanya glaukoma dikaitkan
dengan peningkatan tekanan intraokular, namun pada keadaan ini tekanan intraokular biasanya
dalam rentang nilai yang normal (<21 mmHG) selama perkembangan neuropati optik
glaukomatosa.

Meski penyebab utamanya masih belum diketahui secara pasti, namun faktor yang diduga
berperan dalam penyakit ini adalah keadaan abnormal pada vaskular seperti vasospasme,
hipotensi, peningkatan viskositas darah dan hiperkoagulasi.

Diagnosisnya biasanya ditemukan adanya cupping dari nervus optikus , hilangnya lapang
pandang namun tanpa ada nya peningkatan tekanan intraokular.

2. Glaukoma Primer Sudut Tertutup


Glaukoma primer sudut tertutup biasanya tanpa gejala, meskipun pada keadaan lanjut
pasien dapat mengeluh adanya penurunan tajam penglihatan atau berkurangnya luas lapang
pandangan. Rasa sakit pada mata, sakit kepala dapat terjadi secara intermiten. Meskipun
mungkin tidak pernah mengalami episod peningkatan tekanan intra okular secara akut, tetapi
biasanya pasien akan mengalami sinekhia anterior perifer yang semakin meluas. Keadaan ini
akan meningkatka tekanan intra okular secara bertahap. Gejala klinis yang dirasakan pasien
mirip dengan glaukoma primer sudut terbuka, dengan sesekali akan mengalami serangan
penutupan sudut sub akut.
Hambatan relatif pada pupil merupakan mekanisme pada glaukoma jenis ini. Artinya,
terjadi hambatan relatif pada aliran humor akuos karena letak/ posisi pupil yang sangat dekat
dengan permukaan anterior lensa. Hambatan ini akan meningkatan tekanan akuos di bilik mata
belakang yang mengakibatkan terdorongnya iris perifer ke anterior dan menutup sudut bilik mata
depan. Faktor besarnya diameter pupil dan kekakuan/ rigiditas iris perifer mempengaruhi
hambatan relatif pupil.

13
Tertutupnya sudut bilik mata depan oleh iris perifer akan menghalangi akuos humor mencapai
trabekulum. Gejalanya seringkali intermiten, yaitu gejala akut tetapi reversibel yaitu bila jika iris
perifer bergerak menjauhi sudut bilik mata depan, misalnya saat pupil miosis. Jadi, jaringan
Trabekulum dan Kanalis Schlemm mempunyai resistensi aliran keluar humor akuos yang
normal, dan naiknya tekanan intra okular semata-mata hanya disebabkan oleh tertutupnya sudut
bilik mata depan.

 Iris Plateau

Merupakan suatu keadaan yang dapat menjadi


etiologi dari glaukoma sudut tertutup.Pada
keadaan ini kedalaman sudut bilik mata depan
normal, tetapi sudut bilik mata depannya
sangat sempit karena posisi procesus siliaris
terlalu ke depan sehingga iris perifer
menutupi sudut, sekalipun telah dilakukan
iridektomi atau iridotomi perifer. Kekambuhan sering terjadi apabila dilakukan iridotomi perifer
atau iridektomi bedah sehingga dalam penanganannya diperlukan miotik jangka panjang atau
iridoplasti dengan laser.

Faktor Risiko

- Usia diatas 40 tahun, rata-rata terdiangnosis pada usia sekitar 60 tahun


- Lebih banyak dialami wanita
- Ras Cina , Asia Tenggara, Eskimo

14
1. Glaukoma Akut Sudut Tertutup
Terjadi bila iris bombe yang menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris perifer.
Hal ini akan menghambat aliran dari akuos humor dan menyebabkan tekanan
intraokular meningkat dengan cepat.

- Gambaran klinis : Nyeri pada sekitar bola mata, nyeri kepala, penglihatan
buram disertai halo, mual sampai muntah, mata tampak merah ,tekanan
intraokular dapat mencapai 40-80mmHG, edema kornea, sudut tertutup, pupil
dilatasi, glaukoma flecken, bilik mata depan dangkal pada kedua mata.

2. Glaukoma Akut Sudut Tertutup Subakut


Etiologi yang berperan sama dengan glaukoma akut sudut tertutup , namun pada subakut
perbedaan terletak apada episode peningkatan tekanan intraokular berlangsung
singkat dan dan rekuren. Pemeriksaan di antara waktu serangan mungkin hanya
memperlihatkan sudut bilik mata depan yang sempit disertai dengan sinekia
anterior perifer.

3. Glaukoma Sudut Tertutup Kronik


Terjadi pada pasien dengan predisposisi anatomi penutupan sudut BMD yang mungkin
tidak pernah mengalami episode peningkatan tekanan intraokular akut, tetapi
mengalami sinekia anterior perifer yang semakin meluas disertai peningkatan
tekanan intraokular yang bertahap.

- Gambaran Klinis : Terjadi episode peningkatan tekanan intraokular seperti


penglihatan buram, halo dan mata yang merah. Meski demikian keadaan ini
dapat pulih secara spontan.

15
Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital jarang ditemukan. Gejala paling sering dan paling dini adalah
epifora, fotofobia, blefarospasme dan kornea edema yang tampak dengan berkurangnya kilau
kornea. Tanda klinis lain adalah peningkatan tekanan intra okular, bertambahnya cekungan papil
nervus optikus, diameter kornea yang lebih dari 11,5 mm, robekan membran Descemet atau
Haab striae, miopia aksial, serta bilik mata depan yang dalam. Bola mata tampak besar yang
dikenal dengan Buphtalmos karena mengalami peregangan yang hebat, dan dengan trauma
ringan dapat menyebabkan robekan bola mata.

Berrdasarkan onset umurnya, glaukoma kongenital dibagi menjadi :


 Congenital glaucoma : glaukoma yang muncul saat lahir atau selama dalam kandungan
 Infantile glaucoma : glaukoma mulai pada umur 3 tahun
 Juvenile glaucoma : glaukoma yang muncul setelah usia 3 tahun sampai usia remaja

Pada kasus yang tidak diobati, kebutaan permanen timbul secara dini. Terapi selalu
dengan tindakan bedah berupa goniotomi atau trabekulektomi.
Pengobatan medikamentosa diberikan untuk menurunkan tekanan intra okular sehingga
diharapkan kornea akan lebih jernih untuk persiapan tindakan bedah.

16
3. Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder yang dihubungkan dengan lensa


 Glaukoma fakolitik
Protein massa lensa yang cair keluar melalui kapsul yang intak pada katarak hipermatur.
Hal ini dapat mengakibatkan sumbatan pada jaringan trabekulum. Gejala berupa nyeri pada bola
mata disertai sakit kepala unilateral, mata berair, fotofobia. Pada pemeriksaan dijumpai tekanan
intra okuler yang tinggi, edema kornea, katarak hipermatur, injeksi konjungtiva, terdapat sel dan
“flare” pada bilik mata depan.
Pengobatan awal ditujukan untuk menurunkan tekanan intra okular, dan meredakan peradangan.
Diberikan obat tetes mata topikal seperti beta blocker/ Timolol, sikloplegi/ siklopentolat,
kortikosteroid. Dapat juga ditambahkan Asetazolamid oral, dan obat hiperosmotik/ manitol bila
tidak ada kontra indikasi. Tindakan bedah katarak dapat dilakukan dalam 24 – 48 jam, akan
lebih baik jika tekanan intra okular sudah terkontrol. Bedah katarak harus segera dilakukan
sebagai tindakan emergensi pada pasien dengan visus nol yang turun secara mendadak.

 Glaukoma fakomorfik
Peningkatan tekanan intra okular terjadi karena tertutupnya sudut bilik mata depan yang
disebabkan oleh bertambah besarnya massa lensa yang katarak/ “intumescent cataract”. Faktor
lain adalah mekanisme blok pupil yang mungkin ikut berperan.
Pengobatan antiglaukoma diberikan untuk menurunkan tekanan intra okular. Selanjutnya
dilakukan operasi katarak sebagai terapi definitif.

Dispersi Pigmen
Akubat dari pengendapan pigmen abnormal di bilik
mata depan, terutama di anyaman trabekular dan
dipermukaan kornea posterior dengan disertai defek
transiluminasi iris.

17
Studi dengan usg menunjukanpelekukan iris ke posterior sehingga iris berkontak dengan zonula
atau procesus siliaris mengindikasikan penngelupasan granul pigmen akibat dari friksi.

Glaukoma Pseudoeksfoliasi
Sindrom eksfoliasi menunjukan adanya endapan
endapan bahan berserat warna putih pada permukaan
anterior lensa, procesus siliaris, zonula, permukaan
posterior iris, bilik mata depan dan trabekular
meshwork. Secara histologis, endapan tersebut juga
dideteksi di konjungtiva, yang mengisyaratkan bahwa
kelaianan sebenarnya terjadi lebih luas.
Kelainan ini biasanya dijumpai pada orang berusia lebih dari 65 tahun.

Kelainan Uvea
Tekanan intraokular pada uveitis biasanya rendah karena fungsi korpus siliar terganggu.
Namun dapat pula terjadi peningkatan intraokular melalui beberapa mekanisme.
Anyaman trabekulum dapat tersumbat oleh sel sel radang disertai edema sekunder atau
terjadi peradangan spesifik yang mengenai sel sel trabekulum ( trabekulitis ). Uveitis kronis atau
rekuren dapat menyebabkan gangguan fungsi trabekulum secara permanen, sinekia anterior
perifer, dan kadang kadang neovaskularisasi sudut.
Penanganan ditujukan untuk mengontrol uveitis disertai pemberian obat glaukoma sesuai
keperluan, miotikum dihindari karena dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya sinekia
posterior. Latanoprost tidak disarankan karena menimbulkan kekambuhan. Terapi jangka
panjang diantaranya tindakan bedah karena sudah terjadi kerusakan anyaman trabekulum secara
permanen.

Trauma
Trauma tumpul bola mata dapat meningkatkan tekanan intraokular akbiat perdarahan di
dalam bilik mata depan ( hifema ). Darah akan menyumbat anyaman trabekulum sehingga aliran
akuos humor terhambat

18
Trauma tumpul dapat juga menimbukan kerusakan pada sudutbilik mata depan, dimana terjadi
resesi sudut . Pada pemeriksaan tampak bilik mata depan lebih dalam dari mata sebelahnya .

Akibat pembedahan
Tekanan intraokular biasanya meningkat kira-kira satu jam setelah operasi katarak dan
biasanya kembali normal dalam satu minggu. Penyebabnya berupa sisa viskoelastik atau partikel
lensa, hambatan pupil, hifema, dispersi pigmen, dan peradangan secara umum. Pengobatan
dengan prostaglandin agonis secara umum harus dihindarkan karena akan meningkatkan
peradangan.

Neovaskular
Neovaskularisasi iris dan sudut bilik mata depan paling
sering disebabkan oleh iskemi retina yang luas seperti terjadi
pada retinopati diabetik stadium lanjut dan oklusi vena retina
sentralis. Glaukoma mulanya timbul akibat sumbatan sudut
oleh membran fibrovaskular tetapi kontraksi membran
menyebabkan penutupan sudut. Glaukoma neovaskular yang telah terbentuk sulit diatasi dan
terapinya sering tidak memuaskan. Rangsangan neovaskularisasi maupun peningkatan tekanan
intra okular perlu ditangani. Pada banyak kasus , terjadi kehilangan penglihatan dan perlu
dilakukan prosedur siklo destruktif untuk mengontrol tekanan intra okular.

Pemakaian kortikosteroid
Kortikosteroid dapat menimbulkan sejenis glaukoma yang mirip dengan glaukoma
primer sudut terbuka terutama pada individu dengan riwayat penyakit glaukoma pada
keluarganya, dan akan memperparah peningkatan tekanan intraokular pada pengidap glaukoma
sudut terbuka primer.
Kortikosteroid meningktkan pembentukan matriks ekstraselular pada trabekular meshwork
seperti fibronektin, glikosaminoglikan, elastin dan laminin yang dimana matriks ekstraselular ini
akan meningkatkan resistensi aliran pada trabekular meshwork. Steroid juga menurunkan
aktivitas dari fagositosis sehingga debris akuos akan meningkat. Selain itu steroid akan

19
menghambat produksi dari prostaglandin sehingga aliran akuos melalui jalur uveo sklera
menurun.
Penghentian pengobatan biasanya akan menghilangkan efek tersebut, tetapi kerusakan yang telah
terjadi dapat permanen apabila tidak disadari dalam jangka waktu yang lama. Apabila steroid
mutlak diperlukan, terapi glaukoma secara medis bisasnya dapt mengontrol tekanan intraokular.
Terapi steroid sistemik jarang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Pasien yang
mendapat terapi steroid harus dilakukan pemeriksaan tekanan intra okular secara periodik.

Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir dari
glaukoma dimana telah terjadi kebutaan total. Pada
pemeriksaan dapat ditemukan tekanan intra okular yang
tinggi, mata dengan injeksi, kekeruhan/ edema kornea
yang dapat disertai neovaskularisai, pupil dilatasi
denganrefleks cahaya negatif, dan keluhan nyeri.
Sebaliknya ada juga glaukoma absolut tanpa keluhan
nyeri, mata tenang, kornea jernih, pupil dilatasi dengan
refleks cahaya negatif.
Pengobatan diberikan dengan tujuan untuk menurunkan
produksi humor akuos, antara lain siklofotokoagulasi atau siklokrioterapi. Untuk mengurangi
rasa sakit, dapat dilakukan injeksi alkohol retrobulbar. Apabila nyeri masih terjadi setelah
pengobatan, maka pengangkatan bola mata dapat disarankan karena fungsi penglihatan sudah
tidak ada.

2.3 Pemeriksaan

2.3.1Gonioskopi
Merupakan metode pemeriksaan anatomi sudut bilik mata depan dengan pembesaran
binokular dan sebuah lensa gonio. Lensa gonio jenis goldman dan posner memiliki cermin

20
khusus yang membentuk sudut sehingga menghasilkan garis pandangan yang paralel dengan
permukaan iris, cermin terbut diarahkan ke perifer ke arah lekukan sudut ini.

Van Herick Grading


Dengan menggunakan slit lamp yang cahayanya diarahkan ke bagian perifer kornea, lalu
membandingkan ketebalan kornea dengan kedalaman sudut

Tebal kornea : Kedalaman sudut BMD


Grade 0 Sudut tertutup, kontak antara iris dengan kornea
Grade I 1
1:<
4
Grade II 1
1:
4
Grade III 1
1:
2
Grade IV 1 : 1 atau lebih

SC : Slit on Cornea
CA : Chamber Angle
SI : Slit on Iris

Grade IV : 1:1 atau lebih

21
Grade III : 1 : 1/2

Grade II : 1 :1/ 4

Grade I : 1 : < 1/ 4

22
Grade 0 : Terjadi kontak

2.3.2 Tonometri
Pengukuran tekanan intra okular dapat dilakukan dengan beberapa macam alat. Yang paling
sederhana adalah Tonometer Schiotz. Tonometer ini mengukur indentasi kornea yang ditimbulkan oleh
beban yang sudah diketahui sebelumnya. Alat lain adalah Tonometer Aplanasi yang bekerja dengan
mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan kornea pada daerah tertentu.
Alat lain yang dapat digunakan untuk mengukur tekanan intraokular adalah tonometer non kontak.
Pengukuran dilakukan tanpa adanya kontak dari alat terhadap kornea.
Ketebalan kornea akan mempengaruhi hsil pengukuran tekanan intra okular. Mata dengan kornea yang
tebal akan menyebabkan pembacaan yang lebih tinggi dari seharusnya, sebaliknya pasien dengan
ketebalan kornea yang lebih tipis akan terbaca mempunyai tekanan intra okuler yang lebih rendah dari
sebenarnya. Karena itu, ketebalan kornea juga harus dilakukan dengan menggunakan Pachymeter, dimana
ketebalan kornea normal dibagian sentral adalah 550 µm.

Tonometri applanasi Tonometer Schiotz

23
Tonometri Non Kontak

2.3.3 Funduskopi
Pemeriksaan ini menggunakan alat yang disebut dengan oftalmoskop, yang dapat
dilakukan dengan mudah, apabila tidak ada kekeruhan dari media penglihatan. Pada kasus
glaukoma yang harus diperhatikan adalah 5R :
a. Amati cincin (ring) untuk mengidentifikasi batas dan ukuran dari optic disk
b. Identifikasi ukuran lingkaran (rim) pada optic disk
c. Periksa lapisan serat saraf retina (Retinal Nerve Fiber Layer-RNFL)
d. Periksa daerah (region) luar optic untuk melihat peripapillary atrophy
e. Melihat adakah perdarahan pada retina dan optic disc

24
Dapat ditemukan keadaan papil nervus optik berupa penggaungan atau cupping dan degenerasi
nervus optik atau atrofi. Jika terdapat penggaungan lebih dari 0,3 dari diameter papil dan tidak
simetris diantara kedua mata maka harus diwaspadai adanya glaukoma.

2.3.4 Lapang Pandangan

Perimetri
Digunakan untuk memeriksa lapang pandang perifer dan sentral. Lapang pandang adalah
bagian ruangan yang terlihat oleh satu mata dalam sikap diam memandang lurus ke depan.
Sensitivitas penglihatan paling besar di pusat lapangan pandang dan paling kecil di perifer.
Pemeriksaan perimetri tergantung pada respon pasien secara subjektif, hasilnya akan tergantung
pada status psikomotor dan status penglihatan pasien.

25
Gambaran cacat lapang pandangan pada kasus glaukoma biasanya mempunyai bentuk yang khas.

Dalam pemeriksaan perimetri diperlukan :


1. Fiksasi tetap dan perhatian pasien
2. Jarak yang tetap dari mata ke layar atau alat penguji
3. Kadar pecahayaan dan kontras latar belakang yang seragam dan standar
4. Target uji dengan ukuran dan kecerahan yang standar
5. Protokol yang universal , untuk pelaksanaan uji oleh pemeriksa

Berdasarkan metode penyajian objek, perimetri dibagi menjadi 2 yaitu perimetri statik
dan perimetri kinetik.
Pada perimetri statik lokasi berbeda pada lapang pandang diuji satu persatu. Sebuah objek sulit
seperti cahaya lemah pertama kali disajikan pada lokasi tertentu, jika tidak terlihat maka
intensitas cahaya akan dinaikan secara bertahap sampai cukup terang untuk terdeteksi. Hal ini
juga dilakukan di lokasi titik pemeriksaan lain sehingga sensitivitas dari berbagai titik dapat
dinilai dan digabungkan. Contoh dari perimetri statik adalah perimetri Humphrey.
Pada perimetri kinetik , diuji sensitivitas seluruh lapang pandang terhadap satu objek uji dengan
ukuran kecerahan yang tetap. Objek itu kemudian digerakan dari perifer ke pusat sampai ia

26
pertama kali terlihat. Maka akan terbentuk batas yang disebut “isopter”. Isopter membentuk
batas daerah terlihatnya objek, sehingga diluar isopter objek tidak bisa terlihat.
Contoh dari perimetri kinetik adalah perimetri Goldmann.

Perimetri goldmann

Sebuah mangkuk bulat putih yang terletak pada


jarak tetap di hadapan pasien.Alat ini akan
memancarkan cahaya dengan berbagai ukuran dan
intensitas yang berbeda dengan jarak 30 cm dari kornea
yang secara berkala. Pemeriksa akan mengamati pasien
melalui sebuah teleskop dan pasien akan merespon
stimulus melalui sebuah tombol.
Ketajaman penglihatan yang jauh dari fovea dapat
diukur dari suatu pengukuran lapangan pandang. Tetapi pengukuran lapangan pandang dengan
menggunakan perimetri Goldman tidak dapat mengukur kemampuan kuantitatif atau sensitivitas
retina pada setiap titik /daerah yang berbeda dalam area lapangan pandang tersebut, hanya
mengukur batas terluar dari lapangan
pandang serta melihat adanya defek .

Perimeter Humprey

27
Perimeter Humphrey ( Humphrey Visual Field Analizer) adalah suatucalat perimetri
statik yang full automatic, computerized , sangat sensitif serta sangat akurat dalam memeriksa
lapangan pandang. Perimetri ini lengkap dan akurat akan sehingga selain dapat menentukan
adanya kelainan pada lapang pandang penglihatan, alat ini juga dapat menilai derajat kelainan
lapang pandang serta defek dari penyakit glaukoma yang masih ringan.

Alat ini memakai mangkuk yang mirip dengan goldmann, menampilkan titik titik cahaya uji
dengan intensitas dan berbagai ukuran tetapi memakai ambang statik kuantitatif yang lebih tepat
dan komprehensif daripada metode lain.

Skor-skor numerik yang sesuai dengan ambang sensitivitas setiap lokasi uji dapat disimpan
dalam memori komputer dan dapat dibandingkan secara statistik dengan hasil pemeriksaan yang
terdahulu atau pemeriksaan dari pasien normal lainnya. Makin tinggi skor numerik tersebut maka
makin baik sensitvitas visual lokasi tersebut.

Pada pemeriksaan perimetri humphrey perlu diperhatikan nilai dari reliability indices yang
dimana berguna untuk mengetahui kemampuan atau kebenaran dari pasien dalam proses
pemeriksaan

Pemeriksaan dianggap tidak akurat jika terdapat 3 atau lebih kriteria berikut :

1. Total question ≥ 400

2. Fixation loss ≥ 20 %

3. False positive response ≥ 33 %

4. False negative response ≥ 33 %

5. Short-term fluctuation ≥ 4.0 dB

Global Indices

28
Global Indices mengukur kesimpulan secara umum pola deviasi yang diukur secara
statistik besar perbedaan dengan orang normal dengan umur yang sama. Diukur dalam data
numerik (dB) yang diikuti oleh harga p/probability . Ada 4 yaitu :

 Mean Deviasi (MD)


Secara simpel mengartikan berapa rata-rata angka yang terdapat dalam Total Deviasi.
Jika terdapat peningkatan harga MD , menandakan adanya depressi yang menyeluruh,
misalnya karena katarak, refractive error.

 Pattern Standar Deviation (PSD)


Mengartikan berapa rata-rata angka yang terdapat dalam Pattern Deviasi. Seperti halnya
pengukuran MD tetapi mengukur berapa besar deviasi yang disebabkan oleh kelainan secara
lokal dalam area lapangan pandang.

 Short-term Fluctuation (SF)


Mengukur konsistensi respon dari pasien selama pemeriksaan melalui pengukuran secara dua
kali pada 10 titik yang berbeda. Jika angka rata-rata dengan 2 kali pengukuran < 2 dB
menandakan konsistensi dari pasien. Jika angka SF tinggi biasa diikuti oleh harga False
Negative yang tinggi pula. Tetapi jika harga SF tinggi tapi harga false negative normal,
mengindikasikan adanya defek yang halus atau kecil.

 Corrected Pattern Standar Deviation (CPSD)


Besarnya angka pada Pattern Deviasi kadang disebabkan oleh karena tingginya angka SF, dan
CPSD dijadikan sebagai indikator penilaian dari kebenaran harga Pattern Deviasi.

Glaucoma Hemifield Test (GHT)

29
GHT akan membandingkan gambaran lapangan pandang superior dengan inferior. GHT akan
mengevaluasi 5 titik di daerah superior lapangan pandang kemudian akan dibandingkan
seperti layaknya cermin dengan 5 titik di daerah inferior lapangan pandang.

defek yang disebabkan oleh glaukoma dapat terdeteksi melalui pemeriksaan ini dengan
melihat salah satu kriteria sebagai berikut :

1. Paling sedikit 3 atau lebih titik-titik depresi yang berdekatan pd lapangan pandang sentral
dengan P < 5% pd penampakan Pattern Deviasi dan salah satunya harus P < 1 %.

2. Glaucoma Hemifield Test harus tidak normal atau Out of Limit

3. CPSD : P < 5% (18)

30
31
2.4 Penanganan

32
2.4.1 Target Penurunan TIO
Dalam penanganan glaukoma diperlukan target penurunan TIO berdasarkan kategori berikut :
 Glaukoma dengan risiko tinggi untuk kehilangan penglihatan progresif
Target pengurangan tekanan ≥ 40% atau 1-2 SD di bawah rata-rata populasi (9-12
mmHg) jika dapat dicapai dengan aman.
 Glaukoma dengan risiko sedang untuk kehilangan penglihatan atau dengan risiko
tinggi kerusakan visual
Target pengurangan tekanan > 30% atau sesuai dengan rata-rata populasi.
 Glaukoma dengan suspek risiko sedang kehilangan penglihatan
- Pantau TIO dan obati jika peningkatan risiko dengan pengurangan tekanan ≥ 20%
diatas rata-rata.
- Pasien dengan glaucoma unilateral memerlukan target penurunan yang sama
dengan glaucoma bilateral, tergantung pada risiko dan keadaan pasien.
 Glaukoma dengan suspek risiko rendah kehilangan penglihatan

33
Pantau terus TIO dan jangan mengobati jika manfaat perawatan tidak memiliki
risiko kehilangan penglihatan.

Atau penurunan yang dibagi berdasarkan berat ringannya penyakit :


 Mild
Adanya kelainan saraf optik dengan karakteristik glaucoma tanpa kerusakan lapang
pandang, target pengurangan TIO sebesar 20%
 Moderate
Adanya kelainan saraf optik dengan karakteristik glaucoma serta kelainan pada salah
satu bagian lapang pandang, target pengurangan TIO sebesar 30%
 Severe
Adanya kelainan saraf optik dengan karakteristik glaukoma disertai dengan kerusakan
pada kedua lapang pandang, target pengurangan TIO sebesar 40%

2.4.2 Obat Anti Glaukoma


1. Β blocker
Timolol tetes mata, menurunkan produksi akuos humor. Bekerja pada beta reseptor epitel
siliaris tidak berpigmen serta efek vasokonstriksi arteriol yang mendarahi prosesus siliaris,
penurunan TIO dengan B blocker sekitar 20-25%.
Kontra indikasi pasien-pasien asma bronkhiale, PPOK, gangguan hantaran listrik jantung,
bradi-aritmia.
Dosis : 1-2x sehari 1 tetes

2. Analog Prostaglandin
Latanoprost, Bimatoprost, Travoprost, adalah beberapa contoh obat golongan Prostaglandin
Agonist. Obat-obat ini dapat meningkatkan aliran keluar akuos humor melalui jalur “Uveo-
Scleral Junction”. Penurunan TIO dengan analog prostaglandin sebesar 25-35%.

34
Kontra indikasi wanita yang sedang mengandung.
Dosis : 1x sehari 1 tetes pada malam hari

3. Penghambat karbonik anhidrase


Dorzolamide dan Brinzolamide yang pemberiannya secara topikal juga dapat menghambat
produksi akuos humor. Penurunan TIO pada pemberian topikal sebesar 20%.
Kontra indikasi obat ini adalah pasien dengan riwayat alergi sulfa.
Obat oral berupa Asetazolamid, suatu obat golongan penghambat enzim Karbonik Anhidrase
yang bekerja dengan menekan produksi humor akuos. Penurunan TIO nya sebesar 30-40%
pada pemberian oral.
Kadar Kalium dalam darah pasien harus diawasi, khususnya pada pasien-pasien dengan gagal
ginjal dan penyakit jantung.
Dosis 1-2x sehari 1 tablet

4. Miotikum
Pilokarpin, termasuk golongan parasimpatomimetik. Obat ini bekerja dengan mengecilkan
pupil sehingga menarik pangkal iris menjauhi sudut bilik mata depan. Dengan tertariknya
pangkal iris, maka sudut menjadi lebih terbuka sehingga akses akuos ke trabekulum lebih
lancar. Penurunan TIO dengan miotikum sebesar 20-25%.
Kontra indikasi pada pasien dengan hole atau degenerasi perifer pada retina. Pemberian obat
ini pada pasien dengan usia dibawah 40 tahun akan mengakibatkan gangguan penglihatan
dekat.
Dosis : 1-2x sehari 1 tetes

5. Selektif agonis alfa2-reseptor


Brimonidine. Obat ini ditoleransi dengan baik untuk penggunaan jangka panjang, penurunan
TIO sebesar 18-25%
Kontra indikasi untuk pasien dengan hipertensi, karena dapat mengakibatkan krisis
hipertensi.
Dosis 2-3x sehari 1 tetes

35
6. Hiperosmotik
Manitol yang diberikan intravena dan gliserol secara oral. Obar ini bekerja dengan
meningkatkan perbedaan osmotik. Penurunan TIO sebesar 15-30%.
Dosis : 1g/KgBB

2.4.3 Laser Glaukoma


1. Nd-YAG laser digunakan untuk pengobatan pada kasus blok pupil dengan melakukan
iridotomi perifer serta digunakan untuk pencegahan serangan glukoma akut pada pasien
pasien yang mepunyai sudut bilik mata depan yang sempit.

Laser Iridotomy pada sudut BMD Sempit

2. Argon laser. Digunakan untuk melakukan laser trabekuloplasty dimana sinar laser argon
digunakan untuk melubangin jaringan trabekulum sehingga akuos humor dapat langsung
menuju kanal schlemm.

36
Argon Laser Trabeculoplasty

3. Laser iridoplasty, umumnya digunakan pada sindroma iris plateau. Sinar laser akan
mengakibatkan pengerutan iris perifer sehingga sudut bilik mata depan lebih terbuka.

Laser Iridoplasty

2.4.4 Tindakan Bedah


Pembedahan pada kasus glaukoma meliputi:

37
- tindakan pada iris misalnya : iridektomi surgikal
Tindakan ini dilakukan dengan menggunting untuk melubangi iris dibagian
perifer sehingga akuos humor dapat menuju bilik mata depan tanpa melalui
pupil.

- tindakan pada sudut bmd : misalnya trabekulotomi


tindakan ini bertujuan untuk merobek jaringan trabekulum sehingga akuos
dapat langsung masuk kedalam kanal schlemm.

- tindakan operasi filtrasi : trabekulektomi

38
suatu operasi untuk membuat saluran pintas untuk aliran keluar akuos humor
dari dalam keluar bola mata. Tampak bleb pada konjungtiva dan lubang pada
iris perifer setelah dilakukan iridektomi perifer

- pemasangan artificial drainage tube

- tindakan siklodestruktif
- tindakan “clear lens extraction’
Terjadi penurunan tekanan intraokular secara bermakna pasca dilakukan
operasi katarak baik Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular maupun
Fakoemulsifikasipada. Penurunan yang lebih besar dijumpai pada pasien pra
operasi yang mempunyai bilik mata depan dangkal atau sudut bilik mata
depan yang sempit

39
2.5 Prognosis
Hilang atau berkurangnya fungsi penglihatan yang disebabkan oleh glaukoma bersifat
irreversibel, artinya kerusakan yang terjadi bersifat permanen. Meskipun demikian progresifitas
glaukoma dapat dikendalikan baik dengan pengobatan medikamentosa maupu tindakan bedah.
Karena tekanan intraokular yang tinggi adalah faktor utama glaukoma maka tujuan utama
pengobatan adalah untuk mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Oleh karena itu
mendeteksi glaukoma lebih dini dapat mencegah kerusakan fungsi penglihatan yang disebabkan
glaukoma.

40
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu penyakit mata yang menyebabkan berkurang sampai hilangnya
fungsi penglihatan secara total. Meskipun sama sama dapat menyebabkan kebutaan, gangguan
fungsi penglihatan pada penyakit glaukoma tidak dapat dipulihkan, berbeda dengan katarak
dimana penglihatan dapat pulih kembali.
Oleh karena itu deteksi dini penyakit glaukoma sangat penting dilakukan, khususnya pada pasien
dengan usia diatas 40 tahun, dan pasien dengan riwayat penyakit glaukoma pada keluarga.
Bila dijumpai gejala dan tanda glaukoma dini, diperlukan pengobatan dan kontrol secara rutin
untuk mencegah progresifitas dari penyakit glaukoma.

41
Daftar Pustaka
1. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Infodatin. Situasi dan Analisis
Glaukoma; 2015.
2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi Umum. Penerbit buku kedokterran
EGC:2013. Ed 17
3. Bowling, B. Kanski’s Clinical Opthalmology: Glaucoma. Elsevier, 8th Ed: 2016
4. Bagheri N, Wajda BN (ed). The Wills Eye Manual. Wolters Kluwer, Ed 7 : 2017
5. Tsai JC, (ed). Oxford American Handbook of Ophtalmology. Oxford University Press,
2011.
6. Khurana AK. Comprehensive OPHTHALMOLOGY. Fourth edition. New Age
International ( P ) Limited : New Delhi ; 2007
7. Jogi R. Basic Ophthalmology. Fourth Edition. Jaypee Brothers Medical Publishers (P)
Ltd : New Delhi ; 2009
8. Goel M, Picciani RG, Lee RK, Bhattacharya SK. Aqueous Humor Dynamics : A Review.
The Open Ophthalmology Journal 2010
9. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Ed 5. Jakarta : Badan Penerbit FKUI ; 2017
10. Melancia D, Pinto La, Neves CM. Cataract Surgery and Intraocular Pressure. Ophtalmic
Res 2015
11. Dooley I, Charalampidou S, Malik A, Loughman J, Molloy L, Beatty S. Continuing
Medical Education : Changes in intraocular pressure and anterior segment morphometry
after uneventful phacoemulsification cataract surgery. Eye 2010
12. Hapsari RI, Prahasta A, Enus S. Penurunan Tekanan Intraokular Paskabedah Katarak
pada Kelompok Sudut Bilik Mata Depan Tertutup dan Terbuka. MKB 2013
13. Mandal, A. K., & Chakrabarti, D. (2011). Update on congenital glaucoma. Indian
Journal of Ophthalmology, 59(Suppl1), S148–S157. http://doi.org/10.4103/0301-4738.73683
14. Japan Glaucoma Society. Guidelines for Glaucoma 2nd edition.2006

42

Anda mungkin juga menyukai