Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pitiriasis Versikolor

1. Definisi

Pitiriasis versikolor (PV) adalah penyakit jamur superfisial yang kronik,

biasanya asimtomatik, disebabkan oleh Mallasezia furfur (M. furfur) dengan

manifestasi klinis bercak dengan pigmentasi yang bervariasi. Bercak berwarna

putih sampai coklat kehitaman, terutama meliputi badan dan kadang-kadang

dapat menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka dan kulit.

Pitiriasis versikolor sering ditemukan di daerah tropis (Budimulja U, 2013).

2. Etiologi

Mallasezia furfur adalah jamur lipofilik yang terdapat pada keratin kulit

dan folikel rambut. Jamur ini merupakan organisme oportunistik yang dapat

menyebabkan Pitiriasis versicolor. Jamur ini membutuhkan asam lemak untuk

tumbuh (Baillon, 2007).

Taksonomi M. Furfur (Partogi, 2008) :

Kingdom : Fungi
Phylum  : Basidiomycota
Class  : Hymenomycetes
Order : Tremellales
Family : Filobasidiaceae
Genus : Mallasezia
Spesies : Mallasezia furfur

7
8

Mallasezia furfur juga dapat mengakibatkan dermatitis seboroik,

folikulitis, dan blefaritis. Warna koloni M. Furfur adalah kuning krem (Baillon,

2007). M. Furfur memiliki fragmen hifa dengan gambaran

seperti sphagetti atau meatball saat dilihat dengan mikroskop (Ellis D, 2011).

3. Epidemiologi

Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia (kosmopolit), terutama di daerah

tropis yang beriklim panas dan lembap, termasuk Indonesia. Penyakit ini

menyerang semua ras, (Gaitanis dkk., 2012) angka kejadian pada laki-laki

lebih banyak daripada perempuan, dan mungkin terkait pekerjaan dan aktivitas

yang lebih tinggi (Usatine dan MacGilvray, 2009: 566). Pitiriasis versikolor

lebih sering menginfeksi dewasa muda usia 15-24 tahun, saat aktivitas kelenjar

lemak lebih tinggi. (Schalock dkk, 2011:132).

4. Patogenesis

Mallasezia furfur merupakan flora normal yang terdapat pada stratum

korneum kulit akan tetapi pertumbuhannya yang meningkat menyebabkan

penyakit Pitiriasis versikolor. Faktor predisposisi infeksi jamur ini terdiri dari

faktor endogen seperti malnutrisi, immunocompromised, penggunaan

kontrasepsi oral, kehamilan, terapi kortikosteroid, Cushing syndrome, dan

faktor eksogen seperti kelembapan udara, jenis pakaian dengan bahan yang

tidak menyerap keringat dan penggunaan krim atau lotion pelembab

menimbulkan terjadinya peningkatan mikroflora, kelembapan dan kadar ph

pada kulit serta personal hygiene juga menjadi faktor penting penyakit

dermatofitosis diantaranya pakaian yang jarang dicuci dan tidak di jemur


9

dibawah sinar matahari, menggunakan pakaian, perlengkapan mandi dan

handuk secara bersama-sama (Habif,2010:537).

Pada kasus mikosis yang disebabkan M. Furfur, kadang menimbulkan

keluhan gatal atau pruritus hal ini disebabkan, masuknya jamur menembus

lapisan keratin kulit dengan mengeluarkan enzim keratinase memicu

terjadinya reaksi radang oleh tubuh, maka tubuh akan melepaskan salah satu

mediator radang yaitu histamin. Rasa gatal yang diinduksi oleh histamine

terbukti mengaktifasi area motorik sentral yang berhubungan dengan aktivitas

menggaruk. Adapun saat berkeringat kadang keluhan gatal atau pruritus

meningkat, hal ini disebabkan saat berkeringat tubuh mengalami kenaikan

suhu. Tubuh meresponnya dengan mengatur suhu tubuh kembali menjadi

normal yaitu dengan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah ke daerah

sumber panas, melalui vasodilatasi pembuluh darah perifer. Pada saat aliran

darah meningkat disekitar sumber panas, tubuh kadang salah mengartikan

mekanisme ini, sebagai reaksi radang, sehingga tubuh melepaskan histamin

yang merupakan salah satu mediator inflamasi atau radang. Mekanisme inilah

yang menjadi penyebab gatal pada dermatofitosis meningkat saat berkeringat

(Ahsani, 2014).

Mallasezia furfur memproduksi berbagai metabolit yang dapat

menyebabkan perubahan warna pada lesi (Habif, 2010). Hipopigmentasi

terjadi akibat:

a) Pitiriasitrin dan pitirialakton yang mampu menyerap sinar UV

(Gaitanis, 2012).
10

b) Asam azaleat, asam dekarboksilat yang menurunkan produksi

melanosit dengan menghambat enzim tirosinase (Weller dkk, 2008:

254).

c) Malassezin yang menginduksi apoptosis melanosit (Gaitanis, 2012).

Lesi hiperpigmentasi mungkin berhubungan dengan variasi respons

inflamasi terhadap infeksi (Fitzpatrick dan Moorelli, 2015) Tampak

peningkatan ukuran melanosom (makromelanosom) dan penebalan pada

stratum korneum. Secara in vitro membuktikan bahwa L-3,4-

dihydroxyphenylalanine (L-DOPA) pada M. Furfur mampu menginduksi

sintesis melanin, namun secara in vivo belum dapat dibuktikan (Gaitanis,

2012).

5. Gejala Klinis

Lesi pitiriasis versikolor terutama dijumpai di bagian atas dada dan

meluas ke lengan atas, leher, tengkuk, perut atau tungkai atas/bawah.

Dilaporkan adanya kasus-kasus yang khusus, lesi hanya dijumpai pada bagian

tubuh yang tertutup atau mendapatkan tekanan pakaian misalnya pada bagian

yang tertutup pakaian dalam. Dapat pula dijumpai lesi pada lipatan aksila,

inguinal atau pada kulit muka dan kepala (Budimulja U, 2013; Ortonne JP dan

Bahadoran P, 2003; Klenk AS dan Martin AG, 2003).

Penderita pada umumnya hanya mengeluhkan adanya bercak/makula

berwarna putih (hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan

rasa gatal ringan yang umumnya muncul saat berkeringat. Ukuran dan bentuk

lesi sangat bervariasi bergantung lama sakit dan luasnya lesi.


11

Makula skuamosa folikular sering dijumpai pada lesi baru. Sedangkan lesi

primer tunggal berupa makula dengan batas sangat tegas tertutup skuama

halus. Pada kulit hitam atau coklat umumnya berwarna putih sedangkan pada

kulit putih atau terang cenderung berwarna coklat atau kemerahan. Makula

umumnya khas berbentuk bulat atau oval tersebar pada daerah yang terkena.

Beberapa lokasi yang selalu lembab, misalnya pada daerah dada, kadang batas

lesi dan skuama menjadi tidak jelas (Rippon, 1988).

Gambar 1. Pitiriasis versikolor (Madani, 2000)

Lesi dapat bergabung membentuk gambaran seperti pulau yang luas

berbentuk polisiklik, atau kadang tepi lesi sambung menyambung membentuk

gambaran seperti bunga. Pada sebagian besar kasus, pengobatan akan

menyebabkan lesi berubah menjadi makula hipopigmentasi yang akan

menetap hingga beberapa bulan tanpa adanya skuama (Partosuwiryo S dan

Danukusumo HAT, 1992; Rippon, 1988).


12

6. Diagnosis

a. Anamnesis

Pitiriasis versikolor umumnya tidak disertai gejala subyektif, hanya

berupa keluhan kosmetik, meskipun kadang ada pruritus ringan.Umumnya

terjadi pada usia 15-24 tahun. Faktor predisposisi pitiriasis versikolor

adalah musim panas, hiperhidrosis, olahraga, kulit yang berminyak. Lesi

berupa makula berbatas tegas, dapat hipopigmentasi, hiperpigmentasi dan

kadang eritematosa.

b. Pemeriksaan Kulit

1) Lokalisasi: Tubuh bagian atas, lengan atas, leher, perut, ketiak,

selangkangan, paha, genital.

2) Effloresensi:

i. Makula berbatas tegas berwarna putih, kemerahan, hingga

hitam.

ii. Berskuama halus.

iii. Makula berbentuk bulat atau oval dengan ukuran bervariasi.

c. Pemeriksaan Penunjang.

1) Pemeriksaan mikroskop kerokan kulit menggunakan KOH.

Tampak gambaran seperti benang-benang pendek dan kumpulan bola

bulat, yang terliihat seperti spaghetti and meatballs atau gambaran

bananas and grapes. Sel ragi juga biasanya tampak berbentuk oval.

Sediaan diambil menggunakan scalpel atau dengan merekatkan selotip

(Partosuwiryo S dan Danukusumo HAT, 1992; Rippon, 1988).


13

Pembuktian dengan biakan M. furfur tidak bersifat diagnostik oleh karena

M. furfur merupakan flora normal kulit. (Faegemann JN, 1990;

Budimulja U, 2013).

Gambar 2. Mallasezia Furfur dengan KOH (Fitzpatrick, 2010)

2) Pemeriksaan Lampu Wood

Pemeriksaan dengan lampu Wood dapat memperlihatkan flouresensi

kuning keemasan akibat metabolit asam dikarboksilat, yang digunakan

sebagai petunjuk lesi Pitiriasis versikolor dan mendeteksi sebaran lokasi

lesi. Perlu diwaspadai hasil pemeriksaan flouresensi negatif palsu yang

dapat disebabkan karena penggunaan salep yang mengandung asam

salisilat.(Kumar dkk, 2015)

7. Diagnosis Banding

Diagnosis banding yang paling sering pada gejala klinis skuama halus

yaitu Pitiriasis alba, Pitisiasis rosea, dermatitis seboroika, dan infeksi

dermatofit. Diagnosis banding yang dapat dipertimbangkan untuk gambaran

makula hipopigmentasi yang mirip yaitu vitiligo, Psoriasis, dan Pitiriasis

rubra pilaris (Fitzpatrick, 2010).


14

8. Pengobatan

Pitiriasis versikolor dapat diterapi secara topikal maupun sistemik.

Tingginya angka kekambuhan mencapai 60% pada tahun pertama dan 80%

setelah tahun kedua. Oleh sebab itu diperlukan terapi untuk mencegah

rekurensi (Faegemann JN, 1990).

a. Pengobatan topikal (Partosuwiryo S dan Danukusumo HAT, 1992;

Faegemann JN, 1990; Daili dkk, 2005). Pengobatan harus

dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat yang dapat

digunakan ialah:

1) Haloprogin, obat ini merupakan suatu antijamur sintetik,

berbentuk kristal putih kekuningan, sukar larut dalam air tetapi

larut dalam alkohol. Cara kerja haloprogin yaitu, dengan

melepaskan toksin yang dapat merusak sel-sel jamur. Selama

pemakain obat ini dapat timbul iritasi lokal, rasa terbakar,

vesikel, meluasnya maserasi dan sensitasi. Sensitasi mungkin

merupakan pertanda cepatnya respon pengobatan sebab toksin

yang dilepaskan kadang-kadang memperburuk lesi. Hapogrin

tersedia dalam bentuk krim dan larutan dengan kadar 1%

(Gunawan, 2016:591).

2) Mikonazol, obat ini merupakan turunan imidazol sentetik

yang relatif stabil, mempunyai spektrum yang luas terhadap

dermatofit. Obat ini berbentuk kristal putih, tidak berwarna,

tidak berbau, sebahagian kecil larut dalam air dan pelarut


15

organik. Mekanisme kerja obat ini belum diketahui

sepenuhnya. Mikonazol masuk dalam sel jamur dan

menyebabkan kerusakan dinding sel sehingga permeabilitas

terhadap berbagai zat intrasel meningkat. Mungkin pula terjadi

gangguan sintesis asam nukleat atau penimbunan peroksida

dalam sel jamur yang akan menyebabkan kerusakan. Efek

samping dari obat ini rasa terbakar dan maserasi memerlukan

penghentian terapi. Obat ini tersedia dalam bentuk krim 2 %

dan bedak tabur yang dipakai dua kali sehari selama 2-4

minggu (Gunawan, 2016:590).

b. Pengobatan sistemik, diberikan pada kasus pitiriasis versikolor

yang luas atau jika pemakaian obat topikal tidak berhasil (Rippon,

1988; Faegemann JN, 1990). Pengobatan lain yang dapat diberikan

adalah:

1) Ketokonazol, obat ini merupakan turunan imidazol

sintetik. Ketokonazol menghasilkan kadar plasma yang cukup

untuk menekan aktivitas berbagai jenis jamur. Mual dan

muntah adalah efek samping yang paling sering dijumpai untuk

penggunaan jangka pendek, sedangkan untuk penggunaan

jangka panjang dapat menimbulkan kerusakan hati, serta obat

ini sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil dan menyusui.

Pemberian ketokonazol dengan obat rifampisin, isoniazid, dan

fenitoin dapat menurunkan kadar ketokonazol. Penggunaan


16

ketokonazol dikontraindikasikan dengan aseetemizol karena

dapat menggangu aritmia ventrikel jantung. Ketokonazol

tersedia dalam sediaan tablet 200 mg. Dosis yang dianjurkan

pada dewasa 200-400 mg sehari, pada anak-anak diberikan 3,3-

6,6 mg/kgBB/hari, lamanya pengobatan 14 hari (Gunawan,

2016:583).

2) Itrakonazol, obat ini turuna triazol yang meiliki

hubungan erat dengan ketokonazol. Aktivitas antijamurnya

lebih besar sedangkan efek sampingnya dibandingkan

ketokonazol lebih kecil, adapun 10-15 % mengeluh mual dan

muntah. Dosis itrakonazol yang diberikan 200 mg sehari

selama 14 hari (Gunawan, 2016:584).

9. Pencegahan

Pada daerah endemik dapat disarankan pemakaian ketokonazol 200

mg/hari selama 3 bulan atau itrakonazol 200 mg sekali sebulan atau

pemakaian sampo selenium sulfid sekali seminggu (Radiono, 2001). Untuk

mencegah timbulnya kekambuhan, perlu diberikan pengobatan

pencegahan, misalnya sekali dalam seminggu, sebulan dan seterusnya.

Selain itu, gunakan pakaian berbahan serat alami seperti katun sehingga

dapat menyerap keringat untuk mencegah kulit menjadi lembab, hindari

penggunaan krim atau lotion pelembab yang berlebih karenan bisa

menyebabkan kulit terlalu lembab, sehingga memicu pertumbuhan jamur

meningkat, hindari paparan sinar matahari langsung dalam waktu lama,


17

hindari bertukar pakaian ataupun handuk dengan orang lain, dan menjemur

pakaian dibawah sinar matahari (Madani, 2000).

10. Prognosis

Prognosis Pitiriasis versikolor baik dalam hal kesembuhan bila

pengobataan dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten (Radiono, 2001).

Pengobatan harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan

pemeriksaan lampu Wood serta sediaan langsung mikroskopis sengan

KOH negatif (Djuanda, 2007).

B. Pemeriksaan Langsung Dengan KOH

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan

mikroskopis dan kultur. Beberapa pemeriksaan penunjang lain juga dapat

dilakukan untuk membantu diagnosis seperti pemeriksaan dengan lampu wood

dan uji biokimia (Gupta, 2015: 13-29).

Larutan KOH mampu melarutkan keratin hingga protein fiber yang

merupakan komponen utama sel kulit atau epitel kulit sehingga hanya

menyisahkan hypha dan spora jamur yang terlihat dibawah mikroskop. Gejala

klinis dan pemeriksaan langsung dengan KOH sampai saat ini masih menjadi

salah satu diagnosis pasti dari Pitiriasis versikolor, serta merupakan pemeriksaan

yang mudah dan tidak memerlukan biaya yang tinggi untuk dilakukan. Gambaran

ragi dan miselium tersebut sering dilukiskan sebagai “Meat Ball and Spaghetti”

(Radiono, 2001). Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok

bagian kulit yang mengalami lesi. Sebelumnya, kulit dibersihkan dengan kapas

alkohol 70% lalu dikerok dengan skalpel steril dan diletakkan dalam kaca objek.
18

Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH yang diberi tinta

Parker biru hitam, dilewat apikan sekitar 10-15 detik dengan menggunakan nyala

api bunsen, ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa di bawah mikroskop dari

pembesaran paling kecil 4 kali hingga pembesaran terbesar 100 kali. Bila

penyebabnya jamur, maka akan terlihat gambaran pada mikroskop menyerupai

garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu

dipisahkan oleh sekat-sekat atau seperti butir-butir yang bersambung seperti

kalung.
19

C. Kerangka Teori

Gambar 3. Kerangka Teori

Anda mungkin juga menyukai