Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit panu merupakan "penyakit rakyat" yang dapat menyerang
semua orang pada semua golongan umur. Penyakit panu yang dalam
bahasa kedokteran disebut pitiriasis versikolor atau tinea versikolor yang
disebabkan oleh jamur dalam genus malassezia dan sebagai spesies
tunggal disebut sebagai Malassezia furfur. Spesies ini merupakan flora
normal pada kulit. Penyakit ini lebih prevalen di daerah tropis yang
bersuhu hangat dan lembab. Laporan dari berbagai rumah sakit bagian
kulit di Indonesia menunjukkan kasus panu ini masih cukup prevalen.
Faktor lingkungan yaitu faktor kelembaban kulit, sedangkan faktor
individual yaitu penyakit yang mempengaruhi imunitas, malnutrisi,
penggunaan obat-obatan yang menurunkan imunitas dan adanya
kecenderungan genetik (keturunan). Akibat kondisi tersebut, malassezia
furfur akan berkembang menjadi bentuk miselial yang bersifat patogenik
yang terlihat secara klinis sebagai penyakit panu. Penyakit ini paling
banyak dijumpai pada usia belasan, walaupun pernah dilaporkan pada usia
yang lebih muda dan tua. Penyakit ini terutama ditemukan pada daerah
yang menghasilkan banyak keringat, karena jamur ini hidup dan
berkembang biak dari hasil metabolisme sebum. Biasanya terdapat pada
bagian atas dada dan meluas ke lengan, leher, perut, kaki, ketiak, pelipatan
paha, muka, dan kepala. Penyakit ini terutama ditemukan pada daerah
yang tertutup pakaian yang bersifat lembab. Keluhan ini pada awalnya
timbul bercak yang berwarna coklat, bercak putih yang disertai dengan
rasa gatal terutama pada waktu berkeringat.

1
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang , penulis menemukan
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu “Inflamasi infeksi
jamur khususnya Pitiriasis versikolor”

C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Makalah ini ditujukan kepada masyarakat untuk memberikan informasi
mengenai inflamasi infeksi jamur

b. Tujuan Khusus
a. Untuk memberikan informasi kepada mahasiswa tentang penyakit
infeksi jamur pitiriasis versikolor
b. Untuk memberikan informasi kepada mahasiswa tentang inflamasi
infeksi bagi kesehatan kulit.

D. Metodologi Penulisan
Makalah ini ditulis dengan metode literatur review yang ditulis
secara deskriptif. Literatur yang digunakan diperoleh dari buku referensi
dan melalui media internet.

E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pengertian dan pemahaman terdapat isi
laporan ini maka disusun ke dalam Bab sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN : Latar belakang,identifikasi masalah, Tujuan,
Metode Penulisan, Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORI : Definisi, etiologi, Epidemiologi,
histopatologi, Patofisiologi, Patogenesis, Gejalan Klinik, Laboratorium
penunjang, Diagnosa Keperawatan, Proses Keperawatan
BAB III PENUTUP : Kesimpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Pitiriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi
disebabkan oleh Malasezia furfur. Penyakit jamur kulit ini adalah penyakit
koronis yang ditandai oleh bercak putih sampai coklat yang bersisik.
Kelainan ini umumnya menyerang badan dan kadang- kadang terlihat di
ketiak, sela paha,tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala. Nama lainnya
adalah tinea versikolor atau panu.
Pitiriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi
disebabkan oleh Malasezia furfur dan pityrosporum orbiculare. Infeksi ini
bersifat menahun, ringan, dan biasanya tanpa peradangan. Pitiriasis
versikolor ini mengenai muka, leher, badan, lengan atas, ketiak, paha, dan
lipatan paha.(Harahap, 1998).
Pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur supervisial yang ditandai
dengan adanya macula dikulit, skuama halus disertai rasa gatal (Siregar,
2004)

B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Malasezia furfur. Malassezia
furfur (dahulu dikenal sebagai Pityrosporum orbiculare, Pityrosporum
ovale) merupakan jamur lipofilik yang normalnya hidup di keratin kulit
dan folikel rambut manusia saat masa pubertas dan di luar masa itu.
Sebagai organisme yang lipofilik, Malassezia furfur memerlukan lemak
(lipid) untuk pertumbuhan in vitro dan in vivo. Secara in vitro, asam
amino asparagin menstimulasi pertumbuhan organisme, sedangkan asam
amino lainnya, glisin, menginduksi (menyebabkan) pembentukan hifa.
Pada dua riset yang terpisah, tampak bahwa secara in vivo, kadar asam

3
amino meningkat pada kulit pasien yang tidak terkena panu. Jamur ini juga
ditemukan di kulit yang sehat, namun baru akan memberikan gejala bila
tumbuh berlebihan. Beberapa faktor dapat meningkatkan angka terjadinya
pitiriasis versikolor, diantaranya adalah turunnya kekebalan tubuh, faktor
temperature, kelembabab udara, hormonal dan keringat.

C. Epidemiologi
Pitiriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan
mempunyai kelembaban tinggi. Walaupun kelainan kulit lebih terlihat
pada orang berkulit gelap, namun angka kejadian pitiriasis versikolor sama
di semua ras. Beberapa penelitian mengemukakan angka kejadian pada
pria dan wanita dalam jumlah yang seimbang. Di Amerika Serikat,
penyakit ini banyak ditemukan pada usia 15-24 tahun, dimana kelenjar
sebasea (kelenjar minyak) lebih aktif bekerja. Angka kejadian sebelum
pubertas atau setelah usia 65 tahun jarang ditemukan. Di negara tropis,
penyakit ini lebih sering terjadi pada usia 10-19 tahun.

D. Histopatologi
Organisme yang menyebabkan panu berdiam/berlokasi di stratum
corneum. M furfur dapat dideteksi dengan hematoxylin dan eosin (H&E)
saja, meskipun pewarnaan periodic acid-Schiff (PAS) atau methenamine
silver lebih dapat menegakkan diagnosis. Pada kasus yang jarang,
organisme dapat mencapai stratum granulosum, dan bahkan ditemukan di
dalam keratinocytes. Epidermis menunjukkan akantosis dan hiperkeratosis
ringan, dan suatu mild perivascular infiltrate tampak nyata di dermis.
Suatu perubahan epidermis yang menyerupai acanthosis nigricans teramati
pada keanekaragaman papula, dengan pembuluh darah yang berdilatasi
yang terdapat pada lesi eritematosa.

4
E. Patofisiologi
Panu disebabkan oleh organisme lipofilik dimorfik, Malassezia furfur,
yang hanya dapat dikultur pada media yang diperkaya dengan asam lemak
berukuran C12- sampai C14. Malassezia furfur atau yang juga dikenal
dengan nama singkat M furfur, merupakan salah satu anggota dari flora
kulit manusia normal (normal human cutaneous flora) dan ditemukan pada
bayi (infant) sebesar 18% sedangkan pada orang dewasa mencapai 90-
100%.
Sebagian besar kasus panu dialami oleh orang yang sehat tanpa
disertai penurunan sistem kekebalan tubuh (immunologic deficiencies).
Meskipun demikian, beberapa faktor dapat memengaruhi beberapa orang
terkena panu sekaligus memicu berubahnya bentuk (conversion) dari ragi
saprofit (saprophytic yeast) menjadi bentuk morfologis miselium,
parasitik. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Kecenderungan (predisposition) genetik.
2. Lingkungan yang lembab, hangat.
3. Immunosuppression.
4. Malnutrition.
5. Cushing disease.
Human peptide cathelicidin LL-37 berperan dalam pertahanan kulit
melawan Malassezia globosa. Meskipun merupakan bagian dari flora
normal, M furfur dapat juga menjadi patogen yang oportunistik. Keadaan
ini tidak menular karena patogen jamur kausatif (causative fungal
pathogen) merupakan penghuni normal pada kulit.
Kulit penderita panu dapat mengalami hipopigmentasi atau
hiperpigmentasi. Pada kasus hipopigmentasi, inhibitor tyrosinase (hasil
dari aksi/kerja inhibitor tyrosinase dari asam dicarboxylic yang terbentuk
melalui oksidasi beberapa asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acids)
pada lemak di permukaan kulit) secara kompetitif menghambat enzim
yang diperlukan dari pembentukan pigmen melanocyte. Pada kasus panu

5
dengan makula hiperpigmentasi, organisme memicu pembesaran
melanosom yang dibuat oleh melanosit di lapisan basal epidermis.

F. Patogenesis
Perubahan bentuk Malassezia dari blastospora menjadi miselium
dipengaruhi oleh berbagai faktor predisposisi. Asam dikarboksilat, yang
dibentuk oleh oksidasi enzimatis asam lemak pada lemak di permukaan
kulit, menghambat tyrosinase pada melanosit epidermis dan dengan
demikian memicu hipomelanosis. Enzim ini terdapat pada organisme
(Malassezia).

G. Gejala klinis
Kelainan kulit pitiriasis versikolor ditemukan terutama di punggung,
dada, leher dan lengan walaupun dapat terjadi di bagian tubuh lain. Pada
anak-anak, terkadang dapat timbul di daerah wajah. Timbul bercak putih
atau kecoklatan yang kadang-kadang gatal bila berkeringat. Bisa pula
tanpa keluhan gatal sama sekali, tetapi penderita mengeluh karena malu
oleh adanya bercak tersebut. Pada orang kulit berwarna, kelainan yang
terjadi tampak sebagai bercak hipopigmentasi (warna kulit lebih terang
dibanding kulit sekitarnya), tetapi pada orang yang berkulit pucat maka
kelainan bisa berwarna kecoklatan ataupun kemerahan. Di atas kelainan
kulit tersebut terdapat skuama (sisik halus).

H. Pemeriksaan penunjang
Presentasi klinis panu jelas, khas (distinctive), dan diagnosis
seringkali dibuat tanpa pemeriksaan laboratorium. Sinar ultraviolet hitam
(Wood) dapat digunakan untuk menunjukkan pendar (fluorescence) warna
keemasan (coppery-orange) dari panu. Bagaimanapun juga, pada beberapa
kasus, lesi panu terlihat lebih gelap daripada kulit yang tidak terkena panu
di bawah sinar Wood, hanya saja tidak berpendar.

6
Diagnosis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan potassium
hydroxide (KOH), yang menunjukkan gambaran hifa dengan cigar-butt
yang pendek. Penemuan KOH tentang spora dengan miselium pendek
telah dianggap serupa dengan gambaran spaghetti and meatballs atau
bacon and eggs sebagai tanda khas pitiriasis versikolor. Jadi, ciri khas
panu yang ditemukan pada pemeriksaan KOH adalah gambaran hifa
filamentosa dan bentuk globose yeast, yang sering disebut: spaghetti dan
meat balls, yaitu kelompok hifa pendek yang tebalnya 3-8 mikron,
dikelilingi spora berkelompok yang berukuran 1-2 mikron. Sedangkan
pada pemeriksaan dengan lampu Wood, tampak fluoresensi kuning
keemasan atau blue-green fluorescence of scales.

I. Penatalaksanaan
Pengobatan dapat dilakukan secara topikal dan sistemik. Bila lesinya
minimal atau terbatas, dapat diberikan secara topikal dengan golongan
imidazol, misalnya ketoconazole dalam bentuk krim. Pengobatan harus
dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten, karena penyakit panu sering
kambuh dan untuk mencegah serangan ulang.
Mekanisme kerja dari ketoconazole yaitu dengan menghambat
biosintesis ergosterol atau sterollain, yang merusak membran dinding sel
jamur dan merubah permeabilitas sehingga menghambat pertumbuhan
jamur. Secara klinik ketoconazole aktif terhadap dermatofit jenis
Epidermophyton floccosum, Malassezia furfur dan candida spp.  Aturan
pakainya: oleskan 1-2 kali sehari pada daerah lesi dan dibiarkan selama
10-15 menit, tergantung pada beratnya infeksi. Pengobatan harus
diteruskan sampai beberapa hari sesudah semua gejala hilang.
Lama pengobatan biasanya 3-4 minggu. Salep harus dioleskan pada
kulit yang telah bersih, setelah mandi atau sebelum tidur, meskipun lesinya
telah hilang. Menghentikan pengobatan dengan salep dapat menimbulkan
kekambuhan. Pasalnya jamur belum terbasmi dengan tuntas. Pengobatan
secara sistemik dilakukan bila lesinya luas. Obat golongan ketoconazole

7
dapat diberikan secara oral selama 7-10 hari. Jangan lupa, Anda harus
berkonsultasi dengan dokter sebelum mengkonsumsi obat-obat tersebut.
Sebab obat-obat itu, tidak untuk semua orang. Mereka yang menderita
payah liver tidak dapat menelan jenis obat-obatan itu. Untuk pencegahan,
dapat dilakukan dengan selalu menjaga higienitas perseorangan, hindari
kelembaban kulit dan menghindari kontak langsung dengan penderita.

J. Pencegahan
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah agar tak
tertular panu, yaitu:

1.  Mengeringkan tubuh dengan handuk hingga benar-benar kering


sebelum memakai baju, karena kondisi yang lembab sangat
memudahkan jamur untuk berkembang.
2.  Jangan malas melap keringat.
3. Tidak berbagi barang pribadi dengan orang lain seperti handuk, sabun
batang, sepatu atau sandal saat menggunakan fasilitas umum.
4.   Menggunakan alas kaki jika sedang berjalan di tempat yang lembab
seperti kamar mandi umum, tempat bilas atau disekitar kolam renang.
5.   Membilas tubuh dengan sabun antiseptik setelah selesai berenang.

8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Identitas Pasien : nama, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan
b. Keluhan Utama.
Pasien mengeluh gatal
c. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya, memiliki riwayat penyakit alergi atau tidak
2. Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya
3. Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
4. Pola Kebiasaan
Penggunaan handuk bersama atau sendiri, pola aktifitas .
d. Pemeriksaan Fisik
1. Subjektif :
Gatal
2. Objektif :
Terdapat makula di lipat paha, axila ( ketiak ) dan punggung pasien.
yang dapat hipopigmentasi, kecokletan, keabuan atau kehitam-hitaman
dalam berbagai ukuran, dengan skuama halus di atasnya. Makula, berbatas
tegas (sharply marginated), berbentuk bundar atau oval, dan ukurannya
bervariasi.

9
B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi
barier kulit akibat pitiriasis vesikolor.
2. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pitiriasis vesikolor

C. Intervensi Keperawatan
Dx 1
Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi
barier kulit akibat pitiriasis vesikolor
Intervensi :

1. Kaji keadaan kulit


Rasional : Mengetahui dan mengidetifikasi kerusakan kulit untuk
melakukan intervensi yang tepat.
2. Kaji keadaan umum dan observasi TTV.
Rasional : Mengetahui perubahan status kesehatan pasien.
3. Kaji perubahan warna kulit.
Rasional : Megetahui keefektifan sirkulasi dan mengidentifikasi terjadinya
komplikasi.
4. Pertahankan agar daerah yang terinfeksi tetap bersih dan kering.
Rasional : Membantu mempercepat proses penyembuhan.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan.
- Oleskan salep pada kulit yang telah bersih, setelah mandi atau sebelum
tidur, meskipun lesinya telah hilang. Menghentikan pengobatan dengan
salep dapat menimbulkan kekambuhan. Pasalnya jamur belum terbasmi
dengan tuntas.
- Bila lesinya minimal atau terbatas, dapat diberikan secara topikal dengan
golongan imidazol, misalnya ketoconazole dalam bentuk krim.

10
Pengobatan harus dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten, karena
penyakit panu sering kambuh dan untuk mencegah serangan ulang.

Dx 2
Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus

Intervensi :

1. Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya


kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-
garuk. Rasionalisasi dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis
dan prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif
2. Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid
dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan
pabrik. Rasionalisasi pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau
allergen dari bahan kimia atau komponen pelembut pakaian.
3. Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak
ada sabun yang tertinggal. Rasionalisasi bahan yang tertinggal (deterjen)
pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritasi.

Dx 3
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit akibat
pitiriasis vesikolor
Intervensi :

1. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan


merendahkan diri sendiri.
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang
tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh
terhadap konsep diri.
2. Kaji perubahan perilaku pasien seperti menutup diri, malu berhadapan
dengan orang lain.

11
Rasional : Mengetahui tingkat ketidakpercayaan diri pasien dalam
menentukan intervensi selanjutnya.
3. Bersikap realistis dan positif selama pengobatan, pada penyuluhan pasien.
Rasional : Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara
perawat-pasien. .
4. Berikan penguatan positif terhadap kemajuan.
Rasional : Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku
koping positif.
5. Dorong interaksi keluarga.
Rasional : Mempertahankan garis komunikasi dan memberikan dukungan
terus-menerus pada pasien. .

E. Evaluasi Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit teratasi
2. Gatal hilang/berkurang
3. Komplikasi dan keparahan tidak terjadi
4. pasien percaya diri

12
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pitiriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi
disebabkan oleh Malasezia furfur dan pityrosporum orbiculare. Infeksi ini
bersifat menahun, ringan, dan biasanya tanpa peradangan. Pitiriasis
versikolor ini mengenai muka, leher, badan, lengan atas, ketiak, paha, dan
lipatan paha.
Pitiriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan
mempunyai kelembabab tinggi. Walaupun kelainan kulit lebih terlihat
pada orang berkulit gelap, namun angka kejadian pitiriasis versikolor sama
di semua ras.
Sebagian besar kasus panu dialami oleh orang yang sehat tanpa
disertai penurunan sistem kekebalan tubuh (immunologic deficiencies).
Meskipun demikian, beberapa faktor dapat memengaruhi beberapa orang
terkena panu sekaligus memicu berubahnya bentuk.
Ada beberapa pencegahan yang bisa dilakukan untuk mencegah
agar tak tertular panu, yaitu mengeringkan tubuh dengan handuk hingga
benar-benar kering sebelum memakai baju, karena kondisi yang lembab
sangat memudahkan jamur untuk berkembang, jangan malas melap
keringat. tidak berbagi barang pribadi dengan orang lain seperti handuk,
sabun batang, sepatu atau sandal saat menggunakan fasilitas umum.
menggunakan alas kaki jika sedang berjalan di tempat yang lembab seperti
kamar mandi umum, tempat bilas atau disekitar kolam renang. membilas
tubuh dengan sabun antiseptik setelah selesai berenang.

13
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa
keperawatan dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan sebagai tuntunan
untuk membahas lebih lanjut tentang mata ajar keperawatan luka mahir
mengenai infeksi imflamasi jamur.

14
Daftar Pustaka

Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates

Siregar. 2004. Saripati Penyakit Kulit, Ed.2 .Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :


EGC

(http://dranak.blogspot.com/2007/03/penyakit-panu.html, Diakses pada


tanggal 23 maret 2011 )

(http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/01/penyakit-keradangan-kulit-
pityriasis.html, Diakses pada tanggal 23 maret 2011 )

15

Anda mungkin juga menyukai