Anda di halaman 1dari 4

Pitiriasis Versikolor / Panu

Definisi
Pitiriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi disebabkan oleh Malasezia
furfur. Penyakit jamur kulit ini adalah penyakit koronis yang ditandai oleh bercak putih
sampai coklat yang bersisik. Kelainan ini umumnya menyerang badan dan kadangkadang terlihat di ketiak, sela paha,tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala. Nama
lainnya adalah tinea versikolor atau panu.
Epidemiologi
Pitiriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan mempunyai kelembabab
tinggi. Walaupun kelainan kulit lebih terlihat pada orang berkulit gelap, namun angka
kejadian pitiriasis versikolor sama di semua ras. Beberapa penelitian mengemukakan
angka kejadian pada pria dan wanita dalam jumlah yang seimbang. Di Amerika Serikat,
penyakit ini banyak ditemukan pada usia 15-24 tahun, dimana kelenjar sebasea (kelenjar
minyak) lebih aktif bekerja. Angka kejadian sebelum pubertas atau setelah usia 65 tahun
jarang ditemukan. Di negara tropis, penyakit ini lebih sering terjadi pada usia 10-19
tahun

Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Malasezia furfur. Malassezia furfur (dahulu dikenal
sebagai Pityrosporum orbiculare, Pityrosporum ovale) merupakan jamur lipofilik yang
normalnya hidup di keratin kulit dan folikel rambut manusia saat masa pubertas dan di
luar masa itu. Sebagai organisme yang lipofilik, Malassezia furfur memerlukan lemak
(lipid) untuk pertumbuhan in vitro dan in vivo. Secara in vitro, asam amino asparagin
menstimulasi pertumbuhan organisme, sedangkan asam amino lainnya, glisin,
menginduksi (menyebabkan) pembentukan hifa. Pada dua riset yang terpisah, tampak
bahwa secara in vivo, kadar asam amino meningkat pada kulit pasien yang tidak terkena
panu.
Jamur ini juga ditemukan di kulit yang sehat, namun baru akan memberikan gejala bila
tumbuh berlebihan. Beberapa faktor dapat meningkatkan angka terjadinya pitiriasis
versikolor, diantaranya adalah turunnya kekebalan tubuh, faktor temperature,
kelembabab udara, hormonal dan keringat.
Patofisiologi
Panu disebabkan oleh organisme lipofilik dimorfik, Malassezia furfur, yang hanya dapat
dikultur pada media yang diperkaya dengan asam lemak berukuran C12- sampai C14.
Malassezia furfur atau yang juga dikenal dengan nama singkat M furfur, merupakan
salah satu anggota dari flora kulit manusia normal (normal human cutaneous flora) dan
ditemukan pada bayi (infant) sebesar 18% sedangkan pada orang dewasa mencapai 90100%.
Sebagian besar kasus panu dialami oleh orang yang sehat tanpa disertai penurunan

sistem kekebalan tubuh (immunologic deficiencies). Meskipun demikian, beberapa


faktor dapat memengaruhi beberapa orang terkena panu sekaligus memicu berubahnya
bentuk (conversion) dari ragi saprofit (saprophytic yeast) menjadi bentuk morfologis
miselium, parasitik. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Kecenderungan (predisposition) genetik.
2. Lingkungan yang lembab, hangat.
3. Immunosuppression.
4. Malnutrition.
5. Cushing disease.
Human peptide cathelicidin LL-37 berperan dalam pertahanan kulit melawan
Malassezia globosa. Meskipun merupakan bagian dari flora normal, M furfur dapat juga
menjadi patogen yang oportunistik. Keadaan ini tidak menular karena patogen jamur
kausatif (causative fungal pathogen) merupakan penghuni normal pada kulit.
Kulit penderita panu dapat mengalami hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Pada
kasus hipopigmentasi, inhibitor tyrosinase (hasil dari aksi/kerja inhibitor tyrosinase dari
asam dicarboxylic yang terbentuk melalui oksidasi beberapa asam lemak tak jenuh
(unsaturated fatty acids) pada lemak di permukaan kulit) secara kompetitif menghambat
enzim yang diperlukan dari pembentukan pigmen melanocyte. Pada kasus panu dengan
makula hiperpigmentasi, organisme memicu pembesaran melanosom yang dibuat oleh
melanosit di lapisan basal epidermis.
Patogenesis
Perubahan bentuk Malassezia dari blastospora menjadi miselium dipengaruhi oleh
berbagai faktor predisposisi. Asam dikarboksilat, yang dibentuk oleh oksidasi enzimatis
asam lemak pada lemak di permukaan kulit, menghambat tyrosinase pada melanosit
epidermis dan dengan demikian memicu hipomelanosis. Enzim ini terdapat pada
organisme (Malassezia).
Gejala klinis
Kelainan kulit pitiriasis versikolor ditemukan terutama di punggung, dada, leher dan
lengan walaupun dapat terjadi di bagian tubuh lain. Pada anak-anak, terkadang dapat
timbul di daerah wajah. Timbul bercak putih atau kecoklatan yang kadang-kadang gatal
bila berkeringat. Bisa pula tanpa keluhan gatal sama sekali, tetapi penderita mengeluh
karena malu oleh adanya bercak tersebut. Pada orang kulit berwarna, kelainan yang
terjadi tampak sebagai bercak hipopigmentasi (warna kulit lebih terang dibanding kulit
sekitarnya), tetapi pada orang yang berkulit pucat maka kelainan bisa berwarna
kecoklatan ataupun kemerahan. Di atas kelainan kulit tersebut terdapat skuama (sisik
halus).
Gambar 2. Pitiriasis Versikolor di punggung

Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium
Presentasi klinis panu jelas, khas (distinctive), dan diagnosis seringkali dibuat tanpa
pemeriksaan laboratorium. Sinar ultraviolet hitam (Wood) dapat digunakan untuk
menunjukkan pendar (fluorescence) warna keemasan (coppery-orange) dari panu.
Bagaimanapun juga, pada beberapa kasus, lesi panu terlihat lebih gelap daripada kulit
yang tidak terkena panu di bawah sinar Wood, hanya saja tidak berpendar.
Diagnosis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan potassium hydroxide (KOH), yang
menunjukkan gambaran hifa dengan cigar-butt yang pendek. Penemuan KOH tentang
spora dengan miselium pendek telah dianggap serupa dengan gambaran spaghetti and
meatballs atau bacon and eggs sebagai tanda khas pitiriasis versikolor.
Jadi, ciri khas panu yang ditemukan pada pemeriksaan KOH adalah gambaran hifa
filamentosa dan bentuk globose yeast, yang sering disebut: spaghetti dan meat balls,
yaitu kelompok hifa pendek yang tebalnya 3-8 mikron, dikelilingi spora berkelompok
yang berukuran 1-2 mikron. Sedangkan pada pemeriksaan dengan lampu Wood, tampak
fluoresensi kuning keemasan atau blue-green fluorescence of scales.
b. Histopatologi
Organisme yang menyebabkan panu berdiam/berlokasi di stratum corneum. M furfur
dapat dideteksi dengan hematoxylin dan eosin (H&E) saja, meskipun pewarnaan
periodic acid-Schiff (PAS) atau methenamine silver lebih dapat menegakkan diagnosis.
Pada kasus yang jarang, organisme dapat mencapai stratum granulosum, dan bahkan
ditemukan di dalam keratinocytes. Epidermis menunjukkan akantosis dan
hiperkeratosis ringan, dan suatu mild perivascular infiltrate tampak nyata di dermis.
Suatu perubahan epidermis yang menyerupai acanthosis nigricans teramati pada
keanekaragaman papula, dengan pembuluh darah yang berdilatasi yang terdapat pada
lesi eritematosa.
Penatalaksanaan
Pengobatan dapat dilakukan secara topikal dan sistemik. Bila lesinya
minimal atau terbatas, dapat diberikan secara topikal dengan golongan imidazol,
misalnya ketoconazole dalam bentuk krim. Pengobatan harus dilakukan
menyeluruh, tekun, dan konsisten, karena penyakit panu sering kambuh dan
untuk mencegah serangan ulang.
Mekanisme kerja dari ketoconazole yaitu dengan menghambat biosintesis ergosterol
atau sterollain, yang merusak membran dinding sel jamur dan merubah permeabilitas
sehingga menghambat pertumbuhan jamur. Secara klinik ketoconazole aktif terhadap
dermatofit jenis Epidermophyton floccosum, Malassezia furfur dan candida spp.
Aturan pakainya: oleskan 1-2 kali sehari pada daerah lesi dan dibiarkan selama 10-15
menit, tergantung pada beratnya infeksi. Pengobatan harus diteruskan sampai beberapa
hari sesudah semua gejala hilang. Lama pengobatan biasanya 3-4 minggu. Salep harus
dioleskan pada kulit yang telah bersih, setelah
mandi atau sebelum tidur, meskipun lesinya telah hilang. Menghentikan pengobatan

dengan salep dapat menimbulkan kekambuhan. Pasalnya jamur belum terbasmi dengan
tuntas. Pengobatan secara sistemik dilakukan bila lesinya luas. Obat golongan
ketoconazole dapat diberikan secara oral selama 7-10 hari. Jangan lupa, Anda harus
berkonsultasi dengan dokter sebelum mengkonsumsi obat-obat tersebut. Sebab obatobat itu, tidak untuk semua orang. Mereka yang menderita payah liver tidak dapat
menelan jenis obat-obatan itu. Untuk pencegahan, dapat dilakukan dengan selalu
menjaga higienitas
perseorangan, hindari kelembaban kulit dan menghindari kontak langsung
dengan penderita.
Pencegahan
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah agar tak tertular panu, yaitu:
1. Mengeringkan tubuh dengan handuk hingga benar-benar kering sebelum memakai
baju, karena kondisi yang lembab sangat memudahkan jamur untuk berkembang.
2. Jangan malas melap keringat.
3. Tidak berbagi barang pribadi dengan orang lain seperti handuk, sabun batang,
sepatu atau sandal saat menggunakan fasilitas umum.
4. Menggunakan alas kaki jika sedang berjalan di tempat yang lembab seperti kamar
mandi umum, tempat bilas atau disekitar kolam renang.
5. Membilas tubuh dengan sabun antiseptik setelah selesai berenang.
http://skydrugz.blogspot.com/2010/05/pitiriasis-versikolor-panu.html

Anda mungkin juga menyukai