Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MIKOLOGI

“ TINEA VERSICOLOR ”

Disusun Oleh :

1. ERNAWATI ( 11 522 039 )

2. SAIDANI KILWARANI ( 11 522 019 )

JURUSAN D-III ANALIS KESEHATAN

FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SAINS DAN TEKNOLOGI

JAYAPURA

2013
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas

berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat

waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "TINEA

VERSICOLOR", yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita

untuk mengetahui bahaya penyakit ini..

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon

permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat

kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.

Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih

dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi geografis Indonesia yang merupakan daerah tropis dengan suhu dan kelembapan

yang tinggi akan memudahkan tumbuhnya jamur. Oleh karena itu, golongan penyakit kulit yang

disebabkan infeksi jamur menempati urutan kedua terbanyak dari insiden penyakit kulit di

bagian ilmu kesehatan kulit dan kelamin Fakultas kedokteran USU, RSUP. H. Adam Malik,

RSUD. Dr. Pirngadi Medan.

Penyakit kulit karena infeksi jamur secara umum dapat terbagi atas dua bentuk, bentuk

superfisial dan bentuk yang dalam (deep mycosis). Bentuk superfiasial terbagi atas golongan

dermatofitosis yang disebabkan oleh jamur dermatofita (antara lain: Tinea kapitis, tinea korporis,

tinea unguium, tinea cruris, tinea fasialis, tinea barbae, tinea manus, tinea pedis) dan yang kedua

golongan non dermatofitosis (pitiriasis versikolor, piedra, tinea nigra palmaris, kandidiasis).

Perbedaan antara dermatofitosis dan non dermatofitosis adalah pada dermatofitosis melibatkan

zat tanduk (keratin) pada stratum korneum epidermis, rambut dan kuku yang disebabkan oleh

dermatofit. Sedangkan non dermatofitosis disebabkan oleh jenis jamur yang tidak dapat

mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin kulit tetapi hanya menyerang lapisan kulit yang

paling luar . Diantara penyakit jamur superfisial yang sering dijumpai di Indonesia salah satunya

adalah pitiriasis versikolor. Pada penyakit kulit karena infeksi jamur superfisial, seseorang

terkena penyakit tersebut oleh karena kontak langsung dengan benda-benda yang sudah

terkontaminasi oleh jamur atau kontak langsung dengan penderita. Infeksi jamur yang non
dermatofitosis salah satunya pitiriasis versikolor yang disebabkan oleh jamur malassezia.

Penyakit ini sangat menarik oleh karena keluhannya bergantung pada tingkat ekonomi daripada

kehidupan penderita. Bila penderita adalah orang dengan golongan ekonomi lemah (misalnya:

tukang becak, pembantu rumah tangga) penyakit ini tidak dihiraukan. Tetapi pada penderita

dengan ekonomi menengah keatas yang mengutamakan penampilan maka penyakit ini adalah

penyakit yang sangat bermasalah .

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya panu pada manusia

2. Untuk mengetahui jenis jamur yang menyebabkan panu pada manusia

3. Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan dan pengobatannya.


BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi

Pitiriasis versikolor merupakan penyakit infeksi jamur superficial kronis pada

stratumkorneum kulit yang disebabkan oleh ragi yang lifofilik disebut malassezia furfur

(pityrosporum ovale atau pityrosporum orbiculare). Sinonimnya adalah Tinea versikolor,

dermatomikosis fururasea, kromifitosis, tinea flava, liver spots.

Jamur tersebut merupakan bagian dari flora normal kulit manusia dengan koloni terbesar

pada daerah kulit kepala, ektremitas atas dan pelipatan tubuh dan tidak dapat menyerang rambut,

kuku dan mukosa.

Penyakit ini ditemukan pertama kali pada tahun 1846 oleh Eichtedt dan Sluyter pada

tahun 1847 yang menyebutkan bahwa kelainan ini disebabkan oleh jamur malassezia pada tahun

1889 menyebut jamur penyebabnya adalah malassezia furfur yang merupakan nama yang tepat

untuk jamur penyebab penyakit ini. Pityrosporum orbiculare adalah sinonimnya dan

Pityrosporum ovale merupakan varian dalam pembiakan M. furfur. Istilah tinea versikolor

merupakan istilah yang salah karena diduga dahulu penyakit ini disebabkan oleh dermatofita.

Pitiriasis versikolor dapat menyerang hampir semua umur, terutama pada remaja,

terbanyak usia 16 - 40 tahun. Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita. Penyakit ini tersebar

diseluruh dunia, terutama di daerah subtropis dan tropis termasuk Indonesia. Insiden Pityriasis
versikolor di Indonesia yang akurat belum ada. Hanya diperkirakana 50% dari populasi di

Negara tropis terkena penyakit ini.

2. Etiologi

M. furfur (sebelumnya dikenal dengan nama Pityrosporum ovale, P. orbiculare) adalah jamur

lipofilik yang normal terdapat pada keratin kulit dan folikel rambut. Jamur ini merupakan

organisme oportunistik yang dapat menyebabkan pityriasis versicolor . Jamur ini membutuhkan

asam lemak untuk tumbuh .

Gambar. Malassezia furfur

Kingdom : Fungi

Phylum : Basidiomycota

Class : Hymenomycetes

Order : Tremellales

Family : Filobasidiaceae
Genus : Malassezia.

Selain mengakibatkan PV, Malassezia Furfur juga dapat mengakibatkan dermatitis

seboroik, folikulitis, dan blefaritis. Koloni Malassezia furfur dapat tumbuh dengan cepat dan

matur dalam 5 hari dengan suhu 30-37° C. Warna koloni Malassezia Furfur adalah kuning krem .

Gambar. Koloni Malassezia Furfur

Malassezia furfur memiliki fragmen hifa dengan gambaran seperti sphagetti atau

meatboll saat dilihat dengan mikroskop. Sel jamur terdiri dari 2 bentuk :

1. Bentuk Hifa (pseudo hifa) yang merupakan bentuk vegetatif

2. Bentuk spora yang merupakan bagian jamur untuk bertahan hidup

3. Penyebab

- Lembab dan panas dari lingkungan, dari pakaian ketat, dan pakaian tak menyerap keringat.

- Keringat berlebihan karena berolahraga atau karena kegemukan.


- Friksi atau trauma minor, misalnya gesekan pada paha orang gemuk.

- Keseimbangan flora tubuh normal terganggu, antara lain karena pemakaian antibiotik, atau

hormonal dalam jangka panjang.

Malassezia furfur (dahulu dikenal sebagai Pityrosporum orbiculare, Pityrosporum ovale)

merupakan jamur lipofilik yang normalnya hidup di keratin kulit dan folikel rambut manusia saat

masa pubertas dan di luar masa itu.

Lebih lanjut, tahap miselium dapat dirangsang in vitro dengan penambahan kolesterol

dan ester kolesterol pada medium yang tepat. Karena organisme ini lebih cepat

berkoloni/mendiami kulit manusia saat pubertas dimana lemak kulit meningkat lebih banyak

dibandingkan pada masa remaja (adolescent) dan panu bermanifestasi di area yang “kaya

minyak” atau sebum-rich areas (misalnya: di dada, punggung), variasi lemak di permukaan kulit

individu dipercaya berperan utama dalam patogenesis penyakit.

Bagaimanapun juga, penderita panu dan subjek kontrol tidak memperlihatkan perbedaan

kuantitatif atau kualitatif pada lemak di permukaan kulit. Lemak di permukaan kulit penting

untuk kelangsungan hidup M furfur pada kulit manusia normal, namun M furfur mungkin sedikit

berperan pada perkembangan (pathogenesis) panu.

Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa dibandingkan lemak, asam amino lebih

berperan di dalam kondisi sakit (diseased state) atau dengan kata lain sedang terkena panu.

Secara in vitro, asam amino asparagin menstimulasi pertumbuhan organisme, sedangkan asam

amino lainnya, glisin, menginduksi (menyebabkan) pembentukan hifa. Pada dua riset yang

terpisah, tampak bahwa secara in vivo, kadar asam amino meningkat pada kulit pasien yang tidak

terkena panu.
Faktor kausatif lainnya yang juga signifikan adalah sistem kekebalan tubuh/imun

penderita. Meskipun sensitization melawan antigen M furfur biasa terlihat pada populasi umum

(sebagaimana dibuktikan oleh studi/riset transformasi limfosit), fungsi limfosit pada stimulasi

organisme terbukti lemah (impaired) pada penderita yang terserang panu. Hasil (outcome) ini

sama dengan situasi sensitization dengan Candida albicans. Singkatnya, kekebalan tubuh yang

diperantarai oleh sel (cell-mediated immunity) berperan pada penyebab (timbulnya) penyakit.

Udara panas dan lembab, kehamilan, pil KB, faktor genetik, pemakaian obat golongan steroid

(antialergi anti-inflamasi, misalnya: prednison, deksametason, betametason, dan lain-lain)

Panu disebabkan oleh organisme lipofilik dimorfik, Malassezia furfur, yang hanya dapat

dikultur pada media yang diperkaya dengan asam lemak berukuran C12- sampai C14.

Malassezia furfur atau yang juga dikenal dengan nama singkat M furfur, merupakan salah satu

anggota dari flora kulit manusia normal (normal human cutaneous flora) dan ditemukan pada

bayi (infant) sebesar 18% sedangkan pada orang dewasa mencapai 90-100%.

4. Gejala klinis

Biasanya tidak ada keluhan (asimtomatis), tetapi dapat dijumpai gatal pada keluhan pasien.

Pasien yang menderita PV biasanya mengeluhkan bercak pigmentasi dengan alasan kosmetik.

Predileksi pitiriasis vesikolor yaitu pada tubuh bagian atas, lengan atas, leher, abdomen, aksila,

inguinal, paha, genitalia. Ada dua bentuk yang sering dijumpai :

1. bentuk makuler: berupa bercak yang agak lebar, dengan squama halusA diatasnya, dan tepi

tidak meninggi.

2. bentuk folikuler: seperti tetesan air, sering timbul disekitar rambut.


5. Distribusi

Penyebaran penyakit bisa melalui kontak kulit, maka tak menutup kemungkinan infeksi

ini menyebar pula saat berenang. Tapi tidak hanya melalui renang karena semua tempat-tempat

umum yang lembab rentan menularkan infeksi panu. Panu atau kurap ini, merupakan penyakit

yang bisa menular lewat persentuhan kulit, atau juga dari pakaian yang terkontaminasi spora

jamur.

Pada manusia jamur hidup pada lapisan tanduk. Jamur itu kemudian melepaskan toksin

yang bisa menimbulkan peradangan dan iritasi berwarna merah dan gatal. Infeksinya bisa berupa

bercak-bercak warna putih, merah, atau hitam di kulit dengan bentuk simetris.

6. Predileksi

Panu dapat terjadi di mana saja di permukaan kulit manusia, seperti: tubuh bagian atas,

lengan atas, leher, kDulit kepala yang berambut, muka/wajah, punggung, dada, perut (abdomen),

ketiak (axillae), tungkai atas, lipat paha, paha, alat kelamin (genitalia), dan bagian tubuh yang

tak tertutup pakaian.Keadaan basah atau berkeringat banyak, menyebabkan stratum korneum

melunak sehingga mudah dimasuki Malassezia furfur.

7. Diagnosa
Untuk menetukan diagnosis pitiriasis versikolor didasarkan pada gejala klinis yang khas,

pemeriksaan lampu Wood dan pemeriksaan sediaan langsung dari kerokan lesi. Pada

pemeriksaan lampu wood lesi pitiriasis versikolor tampak berwarna kuning keemasan.

Keuntungan penggunaan lampu wood juga dapat menentukan batas lesi dengan jelas yang tidak

tampak pada pemeriksaan mata biasa.

Pemeriksaan sediaan langsung dilakukan dengan larutan KOH 10-30% dicampur dengan

tinta parker superkrom permanen blue-black dengan perbandingan 9:1 akan memberikan

gambaran elemen jamur berwarna biru. Pengambilan bahan kerokan dengan mengunakan scalpel

dan gelas objek serta gelas penutup atau dapat menggunakan juga metode yang lebih mudah

yaitu plester transparan selulosa dan dilekatkan pada lesi yang diduga terinfeksi M.furfur. Hasil

positif bila ditemukan elemen – elemen jamur berupa hifa yang pendek dan tebal dan spora

bergerombol yang besar menyerupai gambaran diagnosis infeksi dermatofita dan kandida,

periksaan mikroskopis yang negatif dapat menyingkirkan diagnosis.

M. furfur tidak mudah untuk dibiarkan dalam media buatan sehingga prosedur ini bukan

merupakan prosedur yang rutin dilakukan. Dapat dibiakkan dengan media yang kaya lemak

(Sabouroud Dextrose agar dilapisi minyak olive) atau media Tween.

8. Pencegahan

a. Mandi pakai sabun sehari dua kali

Setiap hari keringat keluar dari tubuh kita. Keringat ini selain menyebabkan bau asam,

juga meningkatkan kelembaban tubuh. Dan dalam keadaan seperti ini panu akan mudah

sekali tumbuh. Dengan mandi kebersihan dan kelembaban tubuh dapat berkurang, sehingga

jamur/panu sulit tumbuh.


b. Jangan bertukar pakaian dengan orang yang panuan

Panu adalah penyakit menular, panu mudah menempel pada pakaian. Dengan bertukar

pakaian dengan penderita penyakit panu, memungkinkan terjadinya penularan penyakit yang

memalukan ini. Kebiasaan mengganti baju setiap hari dan selalu menjaga baju kita agar tetap

kering wajib hukumnya, sebab baju yang berkeringat akan menciptakan kelembaban yang

tinggi pada daerah badan dan punggung dan bisa menjadi tempat yang cocok bagi jamur

untuk tumbuh.

c. Menggunakan handuk

Mungkin tak pernah terbesit di pikiran kita kalau bercak putih ”panu” itu akan ada pada

kulit kita yang sehat dan bersih. Namun kita harus tahu bahwa bercak keputihan ini bisa

muncul jika kita bertukaran handuk dengan mereka yang menderita infeksi jamur ini, sebab

pada prinsipnya infeksi jamur bisa berpindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya melalui

alat sanitasi yang digunakan bersama-sama, terlebih lagi jika handuk itu lembab dan basah

karena tidak pernah dijemur atau dicuci.

d. Memotong kuku

Tak banyak dari kita yang meyadari bahwa jamur dapat tumbuh di daerah kuku dan

sekitarnya. Jika ada kulit kita yang terinfeksi jamur, kadang secara tidak sengaja ingin

rasanya jari ini menggaruknya sekedar untuk menghilangkan perasaan gatal tersebut. Hal itu

justru akan membuat jamur itu menempel di bawah kuku kita dan mulai menginfeksi

jaringan di bawah kuku, bahkan memindahkan infeksi jamur itu ke tempat atau kulit di

daerah lain tubuh kita.

e. Air bersih
Kebiasaan mencuci tangan dan mandi dengan air bersih juga merupakan langkah yang

efektif untuk mencegah infeksi jamur. Tentunya air bersih ini juga harus memperhatikan

sumbernya. Perhatikan bahwa air yang terkontaminasi jamur bisa menjadi sarana penularan

yang sangat baik.

Sebenarnya bila kita selalu menerapkan pola hidup sehat, maka kemungkinan untuk

menderita penyakit ini sangat kecil. Hal-hal yang mempengaruhi tumbuhnya jamur adanya

udara yang panas, lembab, kebersihan diri yang kurang, kegemukan, sosial ekonomi rendah,

pemakaian obat-obatan yang lama, adanya penyakit kronis seperti TBC atau keganasan, dan

penyakit endokrin (diabetes mellitus).

Pada kehidupan sehari-hari, sebaiknya bila udara terasa panas, maka kita harus rajin

menyeka keringat yang menempel di badan. Baju yang dikenakan juga sebaiknya yang

menyerap keringat. Bila terpaksa harus mengenakan baju yang tidak menyerap keringat, kita

harus sesering mungkin mengganti baju tersebut.

Sebaiknya pula menjaga keseimbangan berat badan. Sebab, pada orang yang

mengalami kegemukan (obesitas), umumnya lebih banyak mengeluarkan keringat. Bila tidak

rajin menyeka keringat ataupun menggunakan baju yang menyerap keringat, maka

kemungkinan sangat besar ia akan menderita panu.

Bagaimana dengan seseorang yang rajin berenang? Memang, bila berenang di kolam renang

umum, kebersihan air kolam belum tentu terjaga. Untuk mencegah terkena penyakit panu

yang dapat ditularkan, maka sebaiknya sesudah berenang, segera mandi dengan sabun

antiseptik seperti yang banyak dijual di pasaran dan segera mengeringkan seluruh tubuh bila

sudah selesai mandi.

9. Pengobatan
Topical agents. Karena koloni jamur ini pada permukaan kulit, maka pengobatan topikal

sangat efektif. Lotion atau sampo Selenium sulfide (2.5%) dioleskan pada bercak selama 10-15

menit, kemudian dicuci, digunakan selama satu minggu. Sampo ketokonazol digunakan sama

seperti selenium sulfide. Krim Azole (ketoconazole, econazole, micronazole, clotrimazole)

dioleskan selama 2 minggu. Solusio Terbinafine 1% solution dioleskan selama 7 hari

Systemic therapy. Ketokonazol termasuk kelas antijamur imidazoles. Ketokonazol bekerja

dengan memperlambat pertumbuhan jamur yang menyebabkan infeksi. Obat ini diminum satu

kali sehari. Sediaan tablet ketokonazol adalah 200mg. Dosis Ketoconazole 400 mg (diminum

satu jam sebelum beraktifitas). Fluconazole 400 mg. Itraconazole 400 mg . Adapun efek samping

ketokonazol adalah nausea, dispepsia, sakit perut, dan diare.

Secondary profilactic.. Sampo ketokonazol digunakan satu atau dua kali seminggu. Selain

itu juga dapat digunakan losion atau sampo selenium sulfide, Salicylic acid/sulfur bar Pyrithione

zinc ketokonazol 400 mg peroral sebulan sekali .

Disamping pengobatan, penting juga memberikan edukasi atau nasehat kepada penderita agar

- memakai pakaian yang tipis

- memakai pakaian yang berbahan cotton

- tidak memakai pakaian yang terlalu ketat.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Pitiriasis versikolor merupakan penyakit infeksi jamur superfisial bersifat kronis pada

strarum korneum kulit disebabkan ragi dimorphic lipofilik yang disebut Malassezia furfur.

Diagnosis kelainan ini berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan lampu Wood, dan pemeriksaan

mikroskop dengan KOH 10-30% ditambah tinta parker superkhrom permanen blue-black pada

bahan keroken lesi.

Karena koloni jamur ini pada permukaan kulit, maka pengobatan topikal sangat efektif.

Ketokonazol termasuk kelas antijamur imidazoles. Ketokonazol bekerja dengan memperlambat

pertumbuhan jamur yang menyebabkan infeksi.

Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten. Pengobatan

harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu wood dan

sediaan langsung negatif.

2. Saran

1. Disarankan kepada semua pihak yang membaca makalah ini, agar dapat hendaknya makalah

ini dijadikan landasan pengetahuan dalam pelaksanaan perawatan kulit.

2. Penulis berharap semoga para pembaca dan penulis khususnya, dapat menambah

pengetahuan yang lebih mendalam dan sangat berarti.

DAFTAR PUSTAKA

Ellis, D. 2011. www.micologyonline.com. Universitas Adelaide. Tanggal akses 2 Juli


2011
Baillon. 2007. www.doctorfungus.com. Tanggal akses 2 Juli 2011

KJ, McClellan. 1999. Terbinafine. An update of its use in superficial mycoses.


58(1):179-202. NCBI. New Zealand. Tanggal akses 2 Juli 2011

Brannon, H. 2004. Tinea Versicolor. Diambil dari www.about.com/Dermatology. diakses


tanggal 2 Juli 2011

Nasution, M.A. 2005. Mikologi dan Mikologi kedokteran, Beberapa Pandangan


DermatoSlogis, Pidato jabatan pengukuhan guru besar tetap USU. Medan.

Boel, T. 2003. Mikosis Superfisial. Fakultas kedokteran Gigi USU. Diambil dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1174/1/fkg-trelia1.pdf. diakses
tanggal 5 Juli 2011.

Anda mungkin juga menyukai