Malassezia Furfur
Disusun Oleh :
Kelompok 7
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada pada garis khatulistiwa dan
beriklim tropis, sehingga memungkinkan untuk berkembangnya penyakit infeksi yang
di sebabkan oleh jamur. Penyakit infeksi jamur masih memiliki prevalensi yang tinggi,
di Semarang 2,93% dan padang 27,6%. Menurut Jimmy Sutomo dari perusahaan
Janssen-Cilag, sebagai negara tropis Indonesia menjadi lahan subur tumbuhnya jamur.
Oleh karena itu, penyakit-penyakit akibat jamur sering kali menjangkiti masyarakat.
Banyak masyarakat tak menyadari bahwa dirinya terinfeksi oleh jamur. Bahkan, jamur
bisa mengenai manusia dari kepala hingga ujung kaki, dari bayi hingga orang dewasa
dan orang lanjut usia. Janssen-Cilag merupakan perusahaan farmasi yang memimpin
pasaran dengan obat antijamur yang mengandung miconazole nitrate 2%. Jimmy
menjelaskan banyak orang meremehkan penyakit karena jamur, seperti panu atau kurap.
Padahal, penyakit ini bisa menular lewat persentuhan kulit, atau juga dari pakaian yang
terkontaminasi spora jamur.
Dengan semakin majunya zaman, maka kejadian dermatomikosis pun semakin
banyak dijumpai terutama di daerah tropis. Hal ini tak mengherankan, mengingat
Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan
kelembaban tinggi, merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur, sehingga
jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat. Sekitar 50% penyakit kulit di
masyarakat daerah tropis adalah panu, sedangkan di daerah sub tropis adalah 15% dan
di daerah dingin kurang dari 1%. Mengingat penyakit kulit masih sering terjadi di
masyarakat terutama penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur Malassezia furfur dan
berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk menulis paper tentang
Malassezia furfur.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Malassezia furfur adalah spesies tunggal yang menyebabkan penyakit Pityriasis
versicolor (panu). Jamur ini menyerang stratum korneum dari epidermis kulit biasanya diderita
oleh seseorang yang sudah mulai banyak beraktifitas dan mengeluarkan keringat. Pityriasis
versicolor merupakan penyakit jamur superfisial ringan akibat infeksi kulit kronis oleh jamur
lipofilik genus Malassezia. Jamur Malassezia furfur sangat mudah menginfeksi kulit orang yang
selalu terkontaminasi dengan air dalam waktu yang lama dan disertai dengan kurangnya
kesadaran akan kebersihan diri dan lingkungan disekitar. Definisi medisnya adalah infeksi
jamur superfisial yang ditandai dengan adanya makula di kulit, skuama halus, dan disertai rasa
gatal.
Genus Malassezia sebelumnya dikenal sebagai Pityrosporum termasuk
didalamnya adalah 14 spesies yeast basidiomycetous lipofilik. Setiap spesies ini
dibedakan berdasarkan kebutuhan nutrisi, morfologi, dan biologi. Semua Malassezia
membutuhkan lipid karena tidak mampu mensintesis asam lemak jenuh kecuali M.
pachydermatis. Infeksi kutaneus oleh Malassezia ini menyebabkan 2 tipe infeksi yaitu
pityriasis versicolor dan pityrosporum foliculitis. Malassezia juga berperan pada
beberapa penyakit lainnya, seperti dermatitis seboroik, dermatitis atopik, dan psoriasis.
Fitz Malassezia merupakan ragi saprofitik, dimorfik yang hidup komensal pada kulit
terutama di daerah badan, kepala, dan leher yang cenderung banyak mengandung lemak
permukaan. Sebuah studi di Indonesia melaporkan identifikasi dan isolasi Malassezia
dari pityriasis versicolor di negara tropis dengan Malassezia furfur sebagai spesies
terbanyak, diikuti dengan Malassezia sympoidalis dan Malassezia globosa. Jamur ini
mampu menghalangi sinar matahari dan mengganggu proses penggelapan kulit. Lesi
hipopigmentasi yang terjadi diduga karena peran asam azeleat, suatu asam dikarboksilat
metabolit Malassezia yang bersifat menghambat tirosinase dalam alur produksi melanin.
Selain itu Malassezia menghasilkan sejumlah senyawa indol yang diduga
mengakibatkan hipopigmentasi tanpa gejala inflamasi yang merupakan gambaran klinis
pityriasis versicolor pada umumnya. Penemuan dominasi Malassezia furfur pada
daerah tropis dapat dijelaskan oleh adanya pityriacitrin, sebuah senyawa indol yang
diproduksi oleh Malassezia furfur. Pityriacitrin memiliki kemampuan untuk melindungi
jamur terhadap paparan ultraviolet, sehingga menyebabkan Malassezia furfur lebih
resisten terhadap sinar matahari.
Klasifikasi Jamur Malassezia furfur :
Kerajaan : Fungi
Divisio : Basidiomycota
Kelas : Hymenomycetes
Ordo : Tremellales
Familia : Filobasidiaceae
Genus : Malassezia
Spesies : Malassezia furfur
2.2 Epidemiologi
Prevalensi penyakit pityriasis versicolor di daerah tropis mencapai 60%,
sedangkan di daerah subtropis atau daerah dengan empat musim, prevalensi cenderung
lebih rendah. Pityriasis versicolor menyerang hampir semua usia terutama remaja,
terbanyak pada usia 16 – 40 tahun. Tidak ada perbedaan antara laki laki dan perempuan,
walaupun di Amerika Serikat dilaporkan bahwa penderita berusia 20 – 30 tahun dengan
perbandingan 1,09% laki laki dan 0.6% perempuan. Insiden yang akurat di Indonesia
belum ada namun diperkirakan 40 – 50% dari populasi di Negara tropis terkena
penyakit ini, sedang di Negara subtropis yaitu Eropa tengah dan utara hanya 0,5 – 1%
dari semua penyakit jamur. Lingkungan yang hangat dan lembab diperkirakan menjadi
salah satu faktor pencetus. Pityriasis versicolor adalah dermatomikosis terbanyak kedua
di antara dermatofitosis lain di Indonesia.
2.3 Patofisiologi
Malassezia furfur yang semula berbentuk ragi akan berubah menjadi bentuk
miselial yang menyebabkan kelainan pada kulit. Kondisi atau faktor predisposisi yang
diduga dapat menyebabkan perubahan tersebut berupa suhu dan kelembaban kulit yang
tinggi, faktor genetik, hiperhidrosis, kondisi imunosupresif, dan malnutrisi. Pityriasis
versicolor timbul bila Malassezia furfur berubah menjadi bentuk miselium, karena
faktor predisposisi baik eksogen maupun endogen. Faktor eksogen meliputi panas,
kelembaban, penutupun kulit oleh kosmetik atau pakaian, dimana terjadi peningkatan
CO2, mikoflora, dan pH. Sedangkan, faktor endogen berupa malnutrisi, terapi
imunosupresan, hiperhidrosis. Beberapa mekanisme dianggap merupakan penyebab
perubahan warna pada lesi kulit, yakni Malassezia furfur memproduksi asam
dikarboksilat yang mengganggu pembentukan pigmen melanin, dan memproduksi
metabolit (pityriacitrin) yang mempunyai kemampuan absorbsi sinar ultraviolet.
Sehingga menyebabkan lesi hiperpigmentasi, satu studi menunjukkan pada pemeriksaan
mikroskop elektron didapati ukuran melanosom yang lebih besar dari normal. Lapisan
keratin yang lebih tebal juga dijumpai pada lesi hiperpigmentasi.
2.5 Diagnosis
Diagnosis terhadap dermatitis yang disebabkan oleh Malassezia didasarkan pada
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan dapat didukung dengan alat bantu diagnostik yaitu
lampu Wood. Lampu Wood merupakan sumber sinar ultraviolet yang difilter dengan
nikel oksida. Penggunaan lampu Wood dapat membantu mendiagnosis awal mengenai
keterlibatan jamur Malassezia sp. dan untuk mengetahui lebih jelas daerah yang terkena
infeksi. Penyinaran dengan lampu Wood dilakukan dengan jarak penyinaran 10 -15 cm
dari permukaan kulit. Dari penyinaran akan terlihat berwarna putih kekuningan
(yellowish-white) yang berpendar/fluoresens atau oranye kehitaman (copper-orange)
berpendar.
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan pengambilan sampel dengan
kerokan mengunakan skalpel tumpul atau menggunakan selotip yang dilekatkan pada
lesi. Sedikit kerokan pada epidermis akan mengangkat skuama dari kulit yang dicurigai.
Kemudian sampel ditambahkan KOH 10%. Hasil pemeriksaan dikatakan positif jika
terlihat kelompok sel ragi bulat berdinding tebal dengan miselium terputus-putus
(pendek-pendek) yang akan lebih mudah dilihat dengan penambahan zat warna tinta
parker blue black atau biru laktofenol. Gambaran ragi dan miselium tersebut sering
disbut sebgai meatball and spaghetti. Pembuktian dengan kultur Malassezia furfur tidak
diagnostik karena Malassezia furfur merupakan flora normal kulit.