Anda di halaman 1dari 4

Nama : Cut Tasya Miranda

Nim : 2006112031
Stase : Kulit
PITIRIASIS VERSIKOLOR

Definisi

Pitiriasis versikolor (PV) adalah penyakit jamur superfisial ringan akibat infeksi kulit
kronis oleh jamur lipofilik genus Malassezia spp. Manifestasi klinis khas berupa bercak diskret
atau konfluens dengan perubahan warna yang tertutup skuama halus, terutama pada bagian atas
dan ekstremitas proksimal. Perubahan warna dapat berupa hipo-, hiperpigmentasi, dan
eritematosa. Sinonim PV antara lain tinea versikolor, dermatomycosis furfuracea, tinea flavea,
liver spots, chromophytosis, tinea alba, achromia parasitica, malasseziasis, panu.

Epidemiologi

Prevalensi PV di seluruh dunia mencapai 50% pada daerah panas, lembab dan hanya 1,1%
pada daerah beriklim dingin dan merupakan dermatomikosis terbanyak kedua di antara
dermatofitosis lain di Indonesia. Lingkungan yang hangat dan lembab diperkirakan menjadi salah
satu faktor pencetus. Indonesia terletak pada garis ekuator dengan temperatur sepanjang tahun
sekitar 30°C dan kelembaban 70%. PV lebih banyak dijumpai pada kelompok usia dewasa muda
baik laki-laki maupun perempuan. Pada laki-laki terbanyak dijumpai pada usia 21-25 tahun,
sedangkan pada perempuan terbanyak dijumpai pada usia 26-30 tahun. Di daerah tropis, laki-laki
cenderung lebih banyak menderita PV dibandingkan dengan perempuan, yang dikaitkan dengan
jenis pekerjaan.

Etiologi dan Patogenesis

PV disebabkan oleh organisme normal pada kulit berupa jamur lipofilik yang dahulu
disebut sebagai Pityrosporum orbiculare dan Pityrosporum ovale, tetapi saat ini telah
diklasifikasikan dalam satu genus Malassezia. Awalnya dianggap hanya satu spesies, yakni M.
furfur, namun analisis genetik menunjukkan berbagai spesies yang berbeda dan dengan teknik
molekular saat ini telah diketahui 14 spesies yaitu M. furfur, M. sympoidalis, M. globosa, M.
obtusa, M. restricta, M. slooffiae, M. dermatis, M. japonica, M. yamotoensis, M. caprae, M. nana,
M. equine, M cuniculi, dan M. pachydermatis. 1,5 Malassezia spp. merupakan ragi saprofitik,
dimorfik yang hidup komensal pada kulit terutama di daerah badan, kepala, dan leher yang
cenderung banyak mengandung lemak. Beberapa sudi, menunjukkan spesies utama yang
berhubungan dengan PV adalah M. furfur, M. sympoidalis, dan M. globosa dengan perbedaan
urutan spesies predominan, yang tampaknya dipengaruhi lokasi geografis dan metode isolasi. Studi
di Indonesia melaporkan identifikasi dan isolasi Malassezia spp. dari PV di negara tropis dengan
M. furfur sebagai spesies terbanyak, diikuti dengan M. sympoidalis, dan M. globosa dan tidak
terdapat predisposisi usia, jenis kelamin, maupun lokasi anatomi lesi untuk spesies tertentu. 4 PV
terjadi karena bentuk ragi yang saprofit pada kulit berkembang menjadi bentuk miselium parasitik
dan menimbulkan gejala klinis. Faktor - faktor yang mempengaruhi proses tersebut antara lain
lingkungan, kadar CO2 yang meningkat pada kondisi oklusif, sebum pada dewasa muda,
hiperhidrosis, penggunaan kortikosteroid sistemik, penyakit Cushing, kondisi imunosupresif, dan
malnutrisi. Kehamilan serta penggunaan kontrasepsi oral juga dianggap memudahkan terjadinya
PV.

Gambaran Klinis

Gambaran klinis PV umumnya berupa makula atau patch warna putih, merah atau
kecoklatan yang tidak gatal, terkadang rasa gatal terutama saat berkeringat. Penggunaan
terminologi versikolor sangat sesuai untuk penyakit ini karena warna skuama bervariasi dari putih
kekuningan, kemerahan, hingga coklat. Pigmentasi lesi yang muncul bervariasi bergantung dari
warna pigmen normal pasien, paparan sinar matahari, dan derajat keparahan penyakit. Pada orang
kulit putih, lesi berwarna lebih gelap dibandingkan dengan kulit normal tetapi tidak menjadi tan
pada pajanan matahari; sementara pada orang-orang berkulit gelap, lesi cenderung lebih putih atau
hipopigmentasi.

Pada lesi awal biasanya akan muncul area hipopigmentasi sedangkan pada lesi yang lebih
lama akan muncul area hiperpigmentasi, kedua hal ini dapat muncul pada satu pasien. Lesi awal
berupa makula atau patch berbatas tegas, tertutup skuama halus yang terkadang tidak tampak jelas.
Untuk menunjukkan adanya skuama pada lesi yang kering dapat digores dengan ujung kuku
sehingga batas lesi akan tampak lebih jelas (finger nail sign) atau dengan menggunakan kaca objek,
scalpel, atau ujung kuku (coup d’ongle of Besnier). Pada penyakit yang telah lanjut lesi akan
menjadi bercak luas, berkonfluens atau tersebar. Bentuk lesi bervariasi dan dapat ditemukan lesi
seperti bentuk papuler ataupun perifolikuler.

Predileksi umumnya dimulai di dada atau punggung atas kemudian meluas ke bahu, lengan
atas, dan daerah perut. Bila penyakit tidak diobati, lesi akan meluas ke daerah panggul, tungkai
atas hingga fosa poplitea. Meskipun relatif jarang, lesi juga dapat mengenai aksila, inguinal, atau
fosa poplitea yang disebut sebagai tipe inversa; selain itu juga terdapat pada telapak tangan dan
genitalia.Variasi klinis yang jarang terjadi dan dilaporkan secara sporadis antara lain bentuk
atrofikans, periareolar atau imbrikata.

Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan langsung dengan larutan KOH terhadap sediaan skuama yang berasal dari
kerokan atau menggunakan selotip akan menunjukkan hifa atau miselia jamur yang seperti putung
rokok pendek, berbentuk seperti huruf i,j, dan v, serta spora bulat atau oval dalam jumlah banyak
dan cenderung bergerombol, sehingga memberi gambaran khas sebagai spaghetti and meat ball
atau banana and grapes. Temuan miselium memastikan diagnosis, dan lebih dominan daripada
spora. Pengecatan dengan larutan KOH 10-20% dan tinta Parker biru-hitam memberi warna biru
pada jamur yang mempermudah pemeriksaan

Pemeriksaan dengan lampu Wood juga dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis
terutama untuk bercak PV subklinis, warna kuning kehijauan akan berpendar pada sepertiga kasus
saja. Hal ini mungkin dapat disebabkan infeksi oleh spesies non-fluoresens karena hanya M. furfur
yang menghasilkan fluorochromes. Infeksi M. furfur akan menunjukkan adanya pendaran
berwarna kuning kehijauan pada lesi yang bersisik karena adanya pityrialactone. Pityrialactone
adalah salah satu metabolit indol menyerap cahaya dan berpendar di bawah lampu UV 365
nm.Pemeriksaan dengan lampu Wood kadangkala dapat menunjukkan lesi yang lebih luas atau
banyak dibandingkan dengan pengamatan biasa. Perlu diketahui bahwa tidak semua lesi PV
menunjukkan fluoresensi dengan lampu Wood.

Hasil biakan Malassezia dalam media agar Sabourraud dengan tambahan streptomycin,
penicillin, dan Actidione ditutup dengan minyak zaitun di atasnya tidak bernilai diagnostik oleh
karena Malassezia merupakan flora normal kulit. Hernandez et al. menemukan bahwa M.globosa
adalah spesies terbanyak pada kultur dari sampel PV di Meksiko. Hasil serupa juga ditemukan
oleh Makni et al. di Tunisia yang mengkonfimasi predominasi Malassezia globosa sebanyak 65%
pada kultur dengan medium Dixon dengan teknik molekuler. Biopsi kulit jarang diperlukan untuk
diagnosis PV, walaupun hifa dan spora yang terdapat di stratum korneum dapat terlihat dengan
pengecatan Periodic Acid Schiff (PAS)atau methenamine silver. Pada lesi terdapat hiperkeratotik
dan koloni hifa dan spora, subepidermal fibroplasia, tidak ada melanosit dan infiltrat sel radang
minimal. Organisme terkadang tampak di sekitar folikel rambut dan di sekitar muara folikel.

Penatalaksanaan

Terapi Topikal dan Sistemik

Beberapa agen topikal yang efektif dalam pengobatan tinea versikolor antara lain selenium
sulfida, zinc pyrition, sodium sulfasetamid, siklopiroksolamin, begitu juga golongan azole dan
preparat anti jamur alilamin. Protokol yang digunakan secara luas dan tidak mahal yaitu
penggunaan losion selenium sulfida 2,5% yang diaplikasikan pada area yang terkena selama 7-10
menit kemudian dibersihkan. Penggunaan harian dipertimbangkan pada kasus yang luas, aplikasi
3-4 kali per minggu umumnya cukup adekuat dan frekuensinya dapat diturunkan hingga sekali
atau dua kali dalam sebulan dan digunakan sebagai regimen pemeliharaan untuk mencegah
kekambuhan. Sebagai alternatif, dapat digunakan ketokonazole shampo 2% pada area yang
terkena, didiamkan selama 5 menit kemudian dibilas; pengobatan ini diulang selama tiga hari
berturut-turut. Terbinafin solusio 1% yang diaplikasikan dua kali sehari pada area yang terkena
selama 7 hari dapat memberikan kesembuhan lebih dari 80%. Walaupun terapi topikal ideal untuk
infeksi yang terlokalisir, atau ringan terapi sistemik mungkin diperlukan untuk pasien dengan
penyakit yang luas, sering berulang, atau jika tidak berhasil dengan agen topikal.

Ketokonazole, flukonazole, dan itrakonazole merupakan terapi oral pilihan dengan


berbagai variasi dosis yang efektif. Ketokonazole oral 200 mg per hari selama 7 atau 10 hari atau
itrakonazole 200-400 mg per hari selama 3-7 hari hampir secara umum efektif. Ketokonazole oral
yang diberikan dosis tunggal 400 mg merupakan regimen yang gampang diberikan dengan hasil
yang sebanding. Dosis tunggal itrakonazole 400 mg juga menunjukkan efektivitas lebih dari 75%
dan dalam satu penelitian memiliki efektivitas yang sama dengan itrakonazole selama 1 minggu.
Flukonazole juga efektif diberikan dosis tunggal 400 mg.

Terbinafin oral merupakan suatu alilamin, tidak direkomendasikan untuk pengobatan


kelainan terkait Malassezia, karena obat ini tidak dihantarkan secara efisien ke permukaan kulit.
Potensi toksisitas obat serta interaksi melalui pengaruh azoel pada isoenzim sitokrom P450 harus
diperhatikan pada penggunaan azole oral untuk pengobatan tinea versikolor. Pengobatan yang
paling banyak digunakan untuk pengobatan PV adalah golongan azol, oleh karena efektivitasnya
yang tinggi. Rekurensi yang relatif sering dan bercak hipopigmentasi yang bertahan lama
merupakan masalah paling sering dihadapi pada pengobatan PV.

Pengobatan kombinasi dengan terapi topikal dan sistemik, dapat digunakan, meskipun
belum ada pustaka yang melaporkan tentang keuntungan terapi kombinasi tersebut. Terapi
kombinasi ini dapat digunakan, mengingat angka rekurensi dari PV yang tinggi dan adanya faktor
risiko yang sulit dihindari. 3 Sebagai contoh kombinasi topikal sampo selenium sulfida 1,8% sekali
seminggu, 1 jam sebelum mandi pagi dan ketokonazol 400mg/minggu pada hari yang sama selama
3 bulan. Cara tersebut dapat dipilih terutama untuk kasus dengan lesi yang luas

Terapi topikal yang mengandung asam salisilat 3-6%, asam undesilenat, tolnaftat, masih
dapat digunakan untuk PV lesi terbatas, meskipun efektivitasnya lebih rendah dibandingkan
dengan obat antijamur baru. Secara in vitro, Malassezia spp. sensitif terhadap terbinafin, akan
tetapi pemberian terbinafin oral tidak efektif untuk pengobatan PV. Sediaan terbinafin topikal
bentuk gel 1% dan solusio 1% sekali sehari dilaporkan berhasil baik pada PV dan telah disetujui
FDA (Food and Drug Association), meskipun bentuk krim tidak dianjurkan. Studi di Indonesia
menggunakan solusio 1% memberikan hasil yang kurang memuaskan. Tujuan pengobatan yaitu
membuat Malassezia sebagai koloni normal atau komensal pada tubuh, bukan untuk
mengeradikasi Malaseezia. 1,5 Angka kekambuhan antara 60-80% dalam 2 tahun pertama.Terapi
preventif yang dapat digunakan antara lain berupa obat topikal 1 - 2kali per bulan; ketokonazol
400mg sekali sebulan atau 200mg/ hari selama tiap hari berturut-turut di awal bulan; atau
itrakonazol 2 kali 200mg/ hari setiap bulan. Meskipun demikian, sebaiknya diobati ulang saat PV
kambuh daripada pemberian terapi supresif atau preventif dalam jangka lama

Anda mungkin juga menyukai