Anda di halaman 1dari 7

DERMATOMIKOSIS

Merupakan Kelainan kulit akibat jamur, yang terbagi menjadi 2 kelompok:

1. Mikosis superfisial
Infeksi jamur yang mengenai jaringan mati pada kulit/stratum korneum, kuku dan rambut

Dalam beberapa buku, infeksi jamur ini dibedakan berdasarkan reaksi jaringan:

1) Mikosis superfisial
Tidak terjadi inflamasi atau terjadi inflamasi ringan, yakni pada PV, folikulitis malasezia, piedra, tinea
nigra; atau disebut juga kelompok non-dermatofitosis.

2) Mikosis kutan
Terjadi reaksi inflamasi yang diakibatkan oleh metabolit jamur, yakni pada kelompok dermatofitosis.

2. Mikosis subkutan
Infeksi jamur yang melibatkan jaringan di bawah kulit. Kelainan ini jarang dijumpai, beberapa diantaranya adalah
misetoma, kromomikosis, zigomikosis subkutan, sporotrikosis, rhinosporidiosis dan kandidosis

Mikosis superfisial banyak ditemukan di dunia, terutama negara tropis, termasuk Indonesia.

Selain kelainan kulit yang telah disebut diatas, penyakit jamur pada kulit dapat merupakan manifestasi diseminasi kulit
dari infeksi jamur sistemik atau deep mycosis.
PITIRIASIS VERSIKOLOR

Sinonim

Sering: Panu, panau, tinea versicolor

Jarang: dermatomycoses, furfuracea, tinea flava, liver spot, chromophytosis

Definisi

Infeksi kulit superfisial kronik yang disebabkan oleh malassezia spp

Etiologi

Malassezia spp, ragi bersifat lipofilik yang merupakan flora normal pada kulit. Jamur ini bersifat dimorfik, dimana
bentuk ragi akan berubah menjadi hifa. Berdasarkan analisis genetic: M. furfur, M. sympodialis, M. globose, M.
restricta, M. slooffiae, M. obtuse; dan satu lagi yang kurang lipofilik, biasa terdapat pada kulit hewan, yaitu M.
phacydermatis. Selanjutnya dilaporkan spesies lain: M. dermatis, M. yaponica, M. nana, M. aprae, M. equine.

Beberapa studi terpisah menunjukkan bahwa M. globose banyak berhubungan dengan PV, tetapi studi lain
menyatakan bahwa M. sympodialis dan M. furfur yang predominan pada PV.

Sifat lipofilik menyebabkan ragi ini banyak berkolonisasi pada area yang kaya akan kelenjar sebasea.

Pathogenesis

Malassezia spp yang semula berbentuk ragi akan berubah menjadi hifa saat kondisi sekitarnya mendukung
(kelembaban lingkungan yang tinggi, tegangan C02 tinggi permukaan kulit kibat oklusi, factor genetic, hyperhidrosis,
kondisi imunosupresif, manlnutrisi), hal ini selanjutnya akan menyebabkan kelainan kulit. Beberapa mekanisme
penyebab:

Lesi hipopigmentasi disebabkan oleh Malassezia spp yang menghasilkan:

 Asam dikarboksilat yang akan mengganggu pembentukan melanin


 Pityriacitrin yang mempunyai kemampuan absorbs sinar UV

Lesi hiperpigmentasi mekanismenya belum diketahui dengan pasti, namun satu studi yang menggunakan mikroskop
electron menunjukkan bahwa:

 Terjadi peningkatan ukuran melanosome dari ukuran normal


 Lapisan keratin yang lebih tebal

Manifestasi Klinis

Lesi terutama pada badan bagian atas, leher dan perut, ekstremitas sisi proksimal. Kadang ditemukan pada wajah
dan scalp; dapat juga ditemukan pada aksila, lipat paha, genitalia.

Lesi berupa macula berbatas tegas, dapat hipopigmentasi, hiperpigmentasi dan kadang eritematosa, terdiri atas
berbagai ukuran, dan berskuama halus (pitiriasiformis). Umumnya tidak terdapat gejala subyektif, hanya berupa
keluhan kosmetik, meskipun kadang ada pruritus ringan.

Pemeriksaan Penunjang

 Lampu wood: kuning keemasan


 Kerokan kulit: KOH 20% + tinta biru-hitam  kumpulan hifa pendek dan sel ragi bulat (spaghetti and
meatballs atau banana and grapes)
Diagnosis Banding

PV mempunyai gambaran lesi di daerah predileksi berupa macula berbatas tegas berwarna putih, kemerahan
sampai dengan hitam, yang berskuama halus. Diagnosis banding: tinea, pityriasis alba, vitiligo, MH tipe tuberculoid,
psoriasis, dermatitis seboroik, pityriasis rosea, eritrasma.

Tata Laksana

 Identitifikasi factor predisposisi dan menghindarinya


 Terapi dapat berupa topical atau sistemik dengan pertimbangan luas lesi, biaya, kepatuhan pasien,
kontraindikasi dan efek samping.
o Topical
Diteruskan 2 minggu setelah hasil pemeriksaan dengan lampu Wood dan pemeriksaan kerokan kulit
langsung kerokan kulit negative. Pilihannya:
 Selenium sulfide bentuk shampoo 1,8% atau bentuk losio 2,5%, yang dioles tiap hari selama 15-
30 menit dan kemudian dibilas. Cara lain dengan dibiarkan sepanjang malam setelah aplikasi
dengan frekuensi 2x seminggu (pertimbangkan iritasi kulit/pengolesan dianjurkan diseluruh
badan selain kepala dan genitalia).
 Ketokonazol 2% bentuk shampoo juga dapat digunakan serupa dengan shampoo selenium
sulfide.
 Alternatif lain: solusio natrium hiposulfit 20%, solusio propilen glikol 50%.
 Untuk lesi terbatas:
o Dapat menggunakan berbagai krim derivate azol, misalnya mikonazol, klotrimazolo,
isokonazol, ekonazol.
o Demikian pula krim tolsiklat, tolnaftate, siklopiroksolamin dan haloprogin.
o Sistemik
Dipertimbangkan pada lesi luas dan kambuhan, serta gagal dengan terapi topical
 Pilihannya:
 Ketokonazol 200 mg/hari selama 5-10 hari
 Itrakonazol 200 mg/hari selama 5-7 hari
 Rumatan/maintenance:
Diperimbangkan untuk menghindari kekambuhan pada pasien yang sulit mengiindari factor
predisposisi
 Pilihannya:
o Shampoo selenium sulfide secara periodis
o Obat sistemik ketoconazole 400 mg 1x/bulan atau 200 mg/hari selama 3 hari
tiap bulan

Prognosis

Baik jika pengobatan dilakukan secara tekun dan konsisten, serta factor predisposisi dapat dihindari. Lesi hipopigmentasi
dapat bertahan sampai beberapa bulan setelah jamur, hal ini perlu dijelaskan pada pasien.
FOLIKULITIS MALASSEZIA

Sinonim

Folikulitis pitirosporum (berdasarkan sebutan lama genus penyebab)

Defisini

Penyakit kronis pada folikel pilosebasea akibat infeksi jamur Malassezia spp, berupa papul dan pustule folikular,
yang biasanya gatal dan terutama berlokasi di batang tubuh, leher dan lengan bagian atas. Kelainan ini sering salah
diagnosis sebagai acne vulgaris.

Epidemiologi

Dewasa muda sampai usia pertengahan

Etiopatogenesis

 Spesies predominan sebagai penyebab: M. globosa, M. sympodialis, M. restricta


 Factor predisposisi: suhu dan kelembaban tinggi, hyperhidrosis, pakaian oklusif, penggunaan bahan-bahan
berlemak untuk pelembab badan yang berlebihan, penggunaan antibiotic (sering pada akne vulgaris),
kortikosteroid local/sistemik, sitostatik dan penyakit serta keadaan tertentu, misalnya: diabetes, keganasan,
kehamilan, HIV-AIDS serta sindroma down.
 Factor predisposisi memungkinkan Malassezia spp untuk tumbuh berlebihan di folikel sehingga folikel dapat
pecah, menyebabkan peradangan terhadap lemak bebas yang dihasilkan lipase jamur dan memberikan
gambaran klinis folikulitis

Manifestasi klinis

Gatal pada tempat predileksi dengan gambaran papul dan pustule perifolikular berukuran 2-3 mm diameter, dengan
peradangan minimal. Tempat predileksi adalah dada, punggung, lengan atas. Kadang-kadang leher dan wajah.

Diagnosis

 Pemeriksaan isi folikel menggunakan ekstraktor komedo, larutan KOH, tinta parker, ditemukan: kelompokan sel
ragi dan spora bulat atau blastospora Malassezia.
 Jacinto-Jamora menambahkan kriteria untuk diagnosis, mengingat Malassezia merupakan flora normal. Maka
dianggap folikulitis Malassezia jika ditemukan:
o Jumlah organisme ≥ 3+, yaitu 2-6 spora dalam kelompok atau 3-12 spora tunggal tersebar
 Menemukan organisme dalam ostium folikel rambut pada sediaan histopatologi yang kadang disertai rupture
folikel dan tanda peradangan.

Tatalaksana

 Eliminasi factor predisposisi


 Antimikotik oral, misalnya pilihannya adalah:
o Ketoconazole 200 mg/hari selama 4 minggu
o Itraconazole 200 mg/hari selama 2 minggu
o Flukonazol 150 mg/minggu selama 4 minggu

Prognosis

Secara umum prognosis baik, namun akan terjadi kekambuhan bila factor predisposisi tidak dihilangkan.
PIEDRA

Sinonim

Piedra hitam : tinea nodosa, trikomikosis nodularis Piedra putih : trikosporosis nodosa
Definisi

Infeksi jamur pada helai rambut, ditandai dengan benjolan (nodul) sepanjang rambut

Etiologi

 Piedra hitam disebabkan oleh Piedraia hortae


 Piedra putih disebabkan oleh bebarapa genus Trichosporon, yaitu T. ovoides, T. inkin, T. asahii

Epidemiologi

 Di Indonesia sampai sekarang hanya ditemukan piedra hitam.

Pathogenesis

 Piedraia hortae, penyebab Piedra hitam, ditemukan di tanah dan air yang tergenang. Genus Trichosporon
penyebab Piedra putih ditemukan baik di tanah, udara, air, tumbuhan dan permukaan kulit.
 Factor hygiene memegang peranan penting terjadinya infeksi. Jamur penyebab masuk ke kutikula rambut,
tumbuh mengelilingi rambut membentuk benjolan-benjolan dan dapat menimbulkan rupture atau
trikoreksis dan patah rambut. Transmisi dari orang ke orang jarang, meskipun Piedra putih berhubungan
dengan transmisi seksual.

Manifestasi klinis

 Piedra hitam
Terutama pada rambut kepala, bersifat asimtomatik, ditandai dengan benjolan atau nodul hitam lonjong,
keras, multiple yang melekat erat pada rambut, berukuran mikroskopis sampai 1 mm. bila rambut disisir
akan terdengar suara bergelitik. Rambut sering patah.
 Piedra putih
Terutama pada rambut aksila, genital, jenggot, berupa benjolan lunak, multiple, berukuran mikroskopik
sampai 1 mm, berwarna putih sampai cokelat muda, dan tidak terlalu melekat erat pada rambut sehingga
mudah dilepaskan . kadang benjolan menyatu membentuk selubung mengelilingi rambut. Rambut patah
dapat terjadi, tetapi lebih jarang dibandingkan Piedra hitam.

Diagnosis

Mikroskopik dengan larutan KOH:

 Piedra hitam: Tampak benjolan-benjolan terpisah yang terdiri atas anyaman padat hifa berwarna coklat-
hitam, tersusun regular dalam substansi seperti semen. Di bagian tepi dapat ditemukan artrokonidia
berdiameter 4-8 µm dan di tengah dapat ditemukan askus yang berisi 8 askospora berbentuk fusiformis.
 Piedra putih: benjolan cenderung menyatu, terdiri atas anyaman hifa yang tersusun kurang regular,
membentuk massa seperti gelatin menyelubungi rambut.

Pengobatan

 Memotong rambut yang terkena infeksi


 Cara lain dapat dengan larutan sublimat 1:2000 setiap hari, atau sediaan azol topical. Di Indonesia pernah
dilaporkan keberhasilan pengobatan Piedra hitam dengan shampo ketokonazol.
TINEA NIGRA

Sinonim

Tinea nigra palmaris, keratomikosis nigrikan palmaris, pityriasis nigra, kladosporiosis epidemika, mikrosporosis nigra.

Definisi

Infeksi jamur superfisial yang asimtomatik pada stratum korneum, biasanya pada telapak tangan, walaupun telapak
kaki dan permukaan kulit lain dapat terkena.

Epidemiologi

Penyakit yang ditemukan sporadic di daerah tropis dan subtropic, termasuk di Indonesia. Kadang -kadang di Amerika
Serikat dan Eropa.

Pathogenesis

Organisme penyebab adalah jamur dematiaceae atau jamur berpigmen hitam-Hortae werneckii atau Cladosporium
werneckii. Yang biasa hidup di tanah, saluran pembuangan air dan tanaman busuk. Infeksi timbul akibat inokulasi
jamur setelah trauma, dengan masa inkubasi 2-7 minggu. Penularan dari orang lain jarang terjadi, tidak ada factor
predisposisi.

Manifestasi Klinis

Kelainan kulit umumnya di telapak tangan, meskipun juga dapat di telapak kaki dan permukaan kulit lainnya, berupa
macula coklat hitam berbatas tegas, tidak bersisik. Penderita umumnya berusia kurang dari 19 tahun. Perbandingan
penderita Wanita 3x lebih banyak daripada pria. Factor predisposisi penyakit belum diketahui kecuali hyperhidrosis
dan tidak ada hubungan dengan gangguan respon imun.

Diagnosis

Mikroskopik dengan larutan KOH:

Hifa bercabang, bersekat ukuran sampai 5 µ, berwarna coklat muda sampai hijau tua.

Biakan agar Sabouraud (suhu kamar) menghasilkan koloni yang tampak sebagai koloni yang semula menyerupai ragi
dan koloni filamen berwarna hijau tua atau hitam.

Diagnosis banding

Nevus junctional, dermatitis kontak, kulit yang terkena zat kimia, pigmentasi pada penyakit Addison, sifilis, pinta,
melanoma,

Pengobatan

Dapat diobati dengan antijamur konvensional dan kombinasi bahan antijamur dengan keratolitik, misalnya salap
salisil sulfur, Whitfield dan tinctura jodii, selain dengan antijamur topical golongan azol.

Prognosis

Karena asimtomatik, tinea nigra tidak memberi keluhan pada penderita kecuali keluhan estetik, kalua tidak diobati
penyakit akan menjadi kronis.

Anda mungkin juga menyukai