Anda di halaman 1dari 9

Degradasi Melanin = penurunan melanin (hypomelanosis)

Penurunan melanin di epidermis disebut hypomelanosis. Hal ini mencerminkan terutama dua
jenis perubahan:

1. karena penurunan produksi pigmen oleh sel melanosit atau genetic disebut 'melanopenic
hypomelanosis'. Contohnya adalah Albinisme (Albino).
2. hypomelanosis karena terjadi penurunan atau bahkan menghilang-nya sel melanosit dalam
epidermis akibat kelainan autoimun, disebut dengan 'melanocytopenic hypomelanosis',
contohnya vitiligo.

A. Vitiligo

Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik dapat ditandai dengan adanya makula putih yang dapat
meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel melanosit, misalnya rambut dan
mata.

Etiologi

Penyebab belum diketahui, berbagai faktor pencetus sering dilaporkan, misalnya krisis emosi dan trauma
fisis.

Patogenesis

1. Hipotesis autoimun

Adanya hubungan antara vitilligo dengan tiroditis hashimoto, anemia pernisiosa, dan
hipoparatiroid melanosit dijumpai pada serum 80% penderita vitiligo

2. Hipotesis neurohumoral

Karena melanosit terbenuk dari neuralcrest, maka diduga faktor neural berpengaruh. Tirosin
adalah subsrat untuk pembentukan melanin dan katekol. Kemungkinan adanya produk intermediate yang
terbentuk selama sintesis katekol yang mempunyai efek merusak melanosit. Pada beberapa lesi ada
gangguan keringat dan pembuluh darah terhadap respon transmiter saraf, misalnya asetilkolin.

3. Sitotoksik
Sel melanosit membentuk melanin melalui oksidasi tirosin ke DOPA dan DOPA ke dopakinon.
Dopakinon akan dioksidasi menjadi berbagai indol dan radikal bebas. Melanosit pada lesi vitiligo
dirusak oleh penumpukan prekusor melanin. Secara in vitro dibuktikan tirosin, dopa dan dopakrom
meruakan sitotoksik terhadap melanosit.

4. Pajanan terhadap bahan kimiawi

Depigmentasi kulit dapat terjadi terhadap pajanan mono benzil eter hidroquinon dalam sarung
tangan atau detergen yang mengandung fenol.

5. Gangguan Sistem Oksidan-Antioksidan

Stress oksidatif juga berperan penting pada patogenesis vitiligo. Beberapa ahlimeyakini bahwa
akumulasi radikal bebas bersifat toksik terhadap melanosit yangnantinya dapat menimbulkan kerusakan
pada melanosit tersebut. Pada serumpasien vitiligo dan secara in vitro menunjukkan adanya peningkatan
kadar NO yangmenyebabkan autodestruksi melanosit

6. Genetik

Pewarisan vitiligo dapat melibatkan gen yang berkaitan dengan biosintesis melanin,respon
terhadap stress oksidatif dan regulasi autoimun. HLA kemungkinan dikaitkandengan terjadinya vitiligo
dan beberapa penelitian menunjukkan beberapa tipe HLAyang berkaitan dengan vitiligo meliputi A2,
DR4, DR7, dan Cw6

Gejala klinis

Makula berwarna putih dengan diameter beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, bulat
atau lonjong dengan batas tegas, tanpa perubahan epidermis yang lain. Kadang-kadang terlihat makula
hipomelanotik selain makula apigmentasi.

Didalam makula vitiligo dapat ditemukan makula dengan pigmentasi normal atau
hiperpigmentasi disebut repigmentasi perifolikuler. Kadang-kadang ditemukan tepi lesi yang meninggi,
eritema dan gatal, disebut inflamator.

Daerah yang sering terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama diatas jari,
periorifisialsekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anterior, dan pergelangan tangan bagian fleksor . lesi
bilateral dapat dimetris atau asimetris. Pada area yang terkena trauma dapat timbul vitiligo. Mukosa
jarang terkena, kadang-kadang mengenai genital eksterna, puting susu, bibir dan ginggiva.

Klasifikasi

Ada 2 bentuk vitiligo :

1. Lokallisata, yang dapat dibagi lagi menjadi :


a. Fokal : satu atau lebiih makula pada satu area, tetapi tidak segmental
b. Segmental : satu atau lebih makula pada satu area, dengan distribusi menurut dermatom,
misalnya satu satu tungkai
c. Mukosal : hanya terdapat pada membran mukosa
2. Generalisata

Hampir 90% penderita secara generalisata dan biasanya simetris. Vitiligo generalisata dapat dibagi lagi
menjadi :

a. Akrofasial : depigmentasi hanya terjadi dibagian distal ekstremitas dan muka, merupakan
stadium mula vitiligo yang generalisata.
b. Vulgaris : makula tanpa pola tertentu dibanyak tempat
c. Campuran : depigmentasi terjadi menyeluruh atau hampir menyeluruh merupakan vitiligo total

Diagnosis

1. Evaluasi klinik

Diagnosis vitiligo didasarkan atas anamnesis dan gambaran klinis. Ditanyakan pada penderita :

a. Awitan penyakit
b. Riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul dini
c. Riwayat penyakit kelainan tiroid, alopesia aerata, diabetes melitus, dan anemia pernisiosa
d. Kemungkinan faktor pencetus, misalnya stres, emosi, terbakar surya, dan pajanan bahan
kimiawi
e. Riwayat inflamasi, iritasi, atau ruam kulit sebelum bercak putih
2. Pemeriksaan histopatologi

Dengan pewarnaan hematoksilin eosin(HE) tampaknya normal kecuali tidak ditemukan


melanosit, kadang-kadang ditemukan limfosit pada tepi makula. Reaksi dopa untuk melanosit negatif
pada daerah apigmentasi, tetapi meningkat pada tepi yang hiperpigmentasi.

3. Pemeriksaan biokima

Pemeriksaan histokimia pada kuli yang diinkubasi dengan dopa menunjukan tidak adanya
tirosinase. Kadang tirosin plasma dan kulit normal

Diagnosis banding

Sebagai diagnosa banding ialah piebaldisme, sindrom wardenburg, dan sindrom woolf. Vitiligo
segmental harus dibedakan dengan nevus depigmentosus, tuberosklerosis, dan hipomelanositosis.lesi
tunggal atau sedikit harus dibedakan dengan tinea versikolor, pitriasis alba,bhipomelanosis gutata, dan
hipopigmentasi pasca inflamasi.

Pengobatan

Pengobatan vitiligo kurang memuaskan. Dianjurkan pada penderita untuk menggunakan


kamuflase agar kelainan tersebut tertutup dengan cover mask. Pengobatan sistemik adalah dengan
trimetilpsoralen atau metoksi-psoralen dengan gabungan sinar matahari atau sumber sinar yang
mengandung ultraviolet gelombang panjang(ultraviolet A). Dosis psoralen adalah 0,6mg/kg BB 2 jam
sebelum penyinaran selama 6 bulan sampai setahun. Pengobatan dengan psoralen secara topikal yang
dioleskan lima menit sebelum penyinaran sering menimbulkan dermatitis kontak iritan. Pada beberapa
penderita kortikosteroid potensi tinggi, misalnya betametason valerat 0,1% atau klobetasol propionat
0,05% efektif menimbulkan pigmen.
Pada usia dibawah 18 tahun hanya diobati secara topikal saja dengan losio metoksalen 1% yang
diencerkan 1:10 dengan spirtus dilutus. Cairan tersebut dioleskan pada lesi. Setelah didiamkan 15 menit
lalu dijemur selama 10 menit. Waktu penjemuran kian diperlama. Yang dikehendaki yaitu timbul
eritema, tetapi jangan sampai tampak erosi, vesikel atau bula.

Pada usia diatas 18 tahun, jika kelainan kulitnya generalisata, pengobatannya digabung dengan
kapsulmetoksalen (10 mg). Obat tersebut dimakan 2 kapsul (20 mg) 2 jam sebelum dijemur, seminggu 3
kali. Bila lesi lokalisata hanya diberikan pengobatan topikal. Kalau setelah 6 bulan tidak ada perbaikan
pengobatan dihentikan dan dianggap gagal.

MBEH(monobenzylether of hidroquinon)20% dapat dipakai untuk pengobatan vitiligo yang luas


lebih dari 50% permukaan kulit dan tidak berhasil dengan pengobatan psoralen. Bila tidak ada dermatitis
kontak pengobatan dilanjutkan sampai 4 minggu untuk daerah yang normal. Depigmentasi dapat terjadi
setelah 2-3 bulan dan sempurna setelah 1 tahun. Kemungkinan timbul kembali pigmentasi yang normal
pada daerah yang terpajan sinar matahari dan pada penderita berkulit gelap sehingga harus dicegah
dengan tabir surya.

Cara lain ialah tindakan pembedahan dengan tandur kulit, baik pada seluruh epidermis dan
dermis maupun hanya kultur sel melanosit.

Daerah ujung jari, bibir, siku dan lutut umumnya memberi hasil pengobatan yang buruk. Dicoba
dilakukan repigmentasi dengan cara tato dengan bahan ferum oksida dalam gliserol atau alkohol.
B. Albinisme Okulokutanea

Albinisme okulokutanea adalah hipopigmentasi pada kulit, rambut dan mata. Ada 4 kelainan
autosomal resesif yang mencakup kelainan ini. Kelainan yang diturunkan secara sex-linked resesif
disebut albinisme okula, hanya mengenai mata.

Patogenesis

Cacat dalam sintesis melanin telah terbukti dari tidak adanya aktivitas enzim tyrosinase.
Tirosinase merupakan enzim yang mengandung tembaga yang mengkatalisis oksidasi tirosin untuk dopa
dan konversi berikutnya dopa untuk dopa-kuinon. Kloning baru-baru tirosinase pengkodean DNA
komplementer telah memungkinkan untuk langsung mencirikan mutasi pada gen tirosinase bertanggung
jawab untuk aktivitas tirosinase yang kurang pada beberapa jenis albinisme

Gambaran klinis

Adanya pengurangan pigmen yang nyata pada kulit, rambut, dan mata. Penderita mengalami
fotofobia dan mempunyai ekspresi muka yang khas karena silau. Dapat timbul kerusakan akibat sinar
matahari, misalnya keratosis aktinika, karsinoma sel skuamosa, dan melanoma.

Pembantu diagnosis

- Cahaya Mikroskop

Melanosit yang hadir dalam kulit dan pola rambut di semua jenis albinisme. Reaksi dopa
yang nyata berkurang atau tidak ada dalam melanosit pada kulit dan rambut, tergantung pada
jenis albinisme (tirosinase-negatif atau tirosinase-positif).

- Elektron Mikroskop

Melanosomes yang hadir dalam melanosit di semua jenis albinisme, tetapi tergantung
pada jenis albinisme, ada pengurangan melanisasi dari melanosomes, dengan melanosomes
banyak yang benar-benar unmelanized di tirosinase-negatif albinisme. Melanosomes dalam
melanosit albino ditransfer dengan cara yang normal terhadap keratinosit.

- Molekul Pengujian
Kini tersedia, dan ini memungkinkan untuk mengklasifikasikan perubahan gen tertentu
dalam berbagai jenis albinisme. Namun, tidak diperlukan untuk diagnosis atau pengelolaan
masalah.

Pengobatan

Tidak ada pengobatan yang diberikan kecuali preparat pelindung terhadap sinar, pemeriksaan
berkala untuk deteksi dini dan pengobatan lesi premaligna dianjurkan terutama penderita yang tinggal
didaerah tropis.

Prognosis

Bila penderita tinggal didaerah tropis dapat terjadi kerusakan kulit karena sinar matahari,
misalnya keratosis aktinik, karsinoma sel skuamosa,dan melanoma.
DAFTAR PUSTAKA

1. Junquiera L.C, Carneiro J, Kelley R.O. HISTOLOGI DASAR teks dan atlas. Edisi 10,
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC tahun 2007.
2. Bloom & Fawcett. Buku Ajar Histologi. Edisi ke-12, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 1994
3. Djuanda A. dkk. Kelainan Pigmen. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Ed 5. Jakarta. 2007
4. Djuanda A. dkk.Anatomi & Fisiologi kulit. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Ed 5. Jakarta. 2007
5. Brown R.G& Burns T.Lecture notes:DERMATOLOGY. Edisi 8, Jakarta, Penerbit
Erlangga tahun 2005
6. Wolff K., Johnson R.A., Suurmond D., Fitzpatrick's Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology. 5th Edition. The McGraw-Hill Companies. USA. 2007
7. Sukanto H . dkk Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Bagian SMF Ilmu kesehatan Kulit
dan Kelamin FK Unair/RSUD Dr.Soetomo. edisi 2,Surabaya, 2011

Anda mungkin juga menyukai