Anda di halaman 1dari 5

DEFINISI

Vitiligo adalah penyakit akibat proses depigmentasi pada kulit, disebabkan faktor
genetic dan non genetic yang berinteraksi dengan kehilangan atau ketahanan
fungsi melanosit dan pada kenyataannya merupakan peristiwa autoimun.
Keterangan lainnya mencakup kejadian kerusakan adesi melanosit, neurogenik,
biokimia, autotoksisitas. Terkadang mulai setelah lahir walaupun dapat pula muncul
pada masa anak-anak, awitan rata-rata berusia 20 tahun. Penyebaran lesi tersering
nonsegmental atau generalisata sedangkan jenis lainnya yang tidak banyak adalah
segmental, lesi depigmentasi menyebar asimetris, yaitu hanya pada satu sisi. Aspek
penting pada vitiligo adalah efek psikologik, terutama apabila terlihat oleh orang
lain. Pasien sering mengalami efek social dan emosional, misalnya percaya diri yang
kurang, kecemasan social, depresi, stigmatisasi, dan yang paling luar biasa adalah
penolakan lingkungan. Dampak ini sedikit dijumpai pada pasien kulit putih, karena
kulit normalnya tidak berbeda mencolok dengan warna vitiligo.

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi vitiligo diperkirakan kurang dari 1%, walaupun data ini dapat berubah-
ubah menurut populasi yang dinilai. Sebenarnya vitiligi dapat menyerang semua
bangsa namun pada ras kulit gelap hal ini menjadi lebih diperhatikan. Vitiligo tidak
membedakan gender, tetapi pada umumnya pasien perempuan lebih banyak
mengunjungi dokter daripada laki-laki. Kelainan ini dapat terjadi pada semua umur,
kajian di belanda 25% muncul sebelum umur 10 tahun, 50% sebelum umur 20
tahun, dan 95% sebelum umur 40 tahun. Vitiligo dengan riwayat keluarga berkisar
6,25-38% kasus, namun pola genetiknya masih merupakan silang pendapat.

PATOGENESIS

Genetik pada vitiligo

Hamper seluruh studi genetika terfokus pada vitiligo generalisata, telah


diidentifikasi sedikitnya 10 lokus yang berbeda. Tujuh dari 10 yang dijumpai terkait
dengan penyakit autoimun lainnya (antara lain HLA kelas I dan II, PTPN22, LPP,
NALP1, TYR yang mengkode tirosinase yang merupakan enzim penting dalam
sintesis melanin). Pada tipe segmental diduga adanya mutasi gen mosaic de novo
bersifat sporadic.

Hipotesis autoimun

Ditemukannya aktivitas imunitas humoral berupa antibody anti melanosit yang


mampu membunuh melanosit secara in vitro maupun in vivo. Sekarang aktivitas
humoral ini lebih diduga sebagai response sekunder terhadap melanosit yang rusak
dibandingkan dengan respons primer penyebab vitiligo generalisata. Pada tepi lesi
vitiligo generalisata ditemukan adanya sel T sitotoksik yang mengekspresikan profil
sitokin tipe 1.
Hipotesis Neural

Hipotesis ini menunjukkan adanya medioator neurokimia yang bersifat sitotoksik


terhadap sel pigmen dan dikeluarkan leh ujung saraf didekatnya. Teori ini didukung
oleh kenyataan :

1. vitiligo lokalisata yang berbatas secara segmental tidak dermatomal melainkan


menyerang beberapa dermatom.

2. vitiligo segmental tidak berefek dengan obat-obatan vitiligo konvensional tetapi


membaik terhadap obat-obat yang memodulasi fungsi saraf.

3. terjadinya vitiligo dilaporkan setelah mengalami tekanan emosional berat atau


setelah kejadian neurological, misalnya ensefalitis, multiple sklerosis, dan jejas saraf
perifer.

Hipotesis Biokimia

Kerusakan mitokondria mempengaruhi terbentuknya melanocyte growth factors dan


sitokin perugalsi ketahanan melanosit. Kadar antioksidan biologic pada vitiligo
adalah katalase dan glutation peroksidase berkurang, disebabkan kadar H202
epidermis yang meningkat. Bukti histopatologis menunjukkan adanya kerusakan
yang diperantarai stress oxidative berupa degenerasi vakuol.

Beberapa penulis menekankan adanya sensitivitas melanosit terhadap agen


peroksidatif. Walaupun melemahnya sifat scavenging radikal bebas pada masa
biosintesis melanin belum jelas, namun dua teori yang paling menjanjikan adalah
akumulasi H2O2 di epidermis dan ekspresi abnormal tyrosin related protein (TRP-1)

GAMBARAN KLINIS

Vitiligo nonsegmental atau generalisata sering juga disebut dengan vitiligo


bulgaris, adalah depigmentasi kronis yang dapat ditandai dengan macula putih susu
homogeny berbatas tegas. Berdasarkan penyebaran dan jumlahnya vitiligo dibagi
atas generalisata dan lokalisata (fokal, segmental, dan mucosal) yang mungkin
tidak disadari oleh pasien. Jenis generalisata merupakan jenis yang sering dijumpai,
distribusi lesi simetris dan ukuran bertambah luas seiring waktu. Lesi dapat muncul
dimana saja, tetapi umumnya didaerah peregangan dan tekanan misalnya lutut,
siku, punggung tangan dan sela-sela jari. Vitiligo segmental adalah varian yang
terbatas pada satu sisi segmen, dan jenis ini jarang dijumpai. Kebanyakan pasien
memiliki gambaran segmental berupa lesi tunggal yang khas, namun ada juga
menempati dua atau lebih segmen satu sisi, berlawanan atau mengikuti distribusi
dermatomal. Daerah yang sering terkena adalah wajah, aksila, umbilicus, putting
susu, sacrum dan inguinal.

Vitiligo simetris sering dijumpai bila menyerang jari-jari, pergelangan tangan, aksila,
lipatan-lipayan lain dan daerah sekitar orifisium, misalnya mulut, hidung dan
genitalia. Pada saat pigmen rusak tampak gambaran trikrom berupa daerah sentral
yang putih dikelilingi area yang pucat. Sangat jarang sekali lesi vitiligo disertai
peradangan pada sisi lesi yang sedang berkembang dan disebut dengan vitiligo
inflamatorik.

Vitiligo dapat menyerang folikel rambut, dengan demikian dapat ditemui rambut-
rambut menjadi putih. Pada pasien berkulit gelap depigmentasi dapat dilihat pula
ada mukosa, misalnya mulut. Perjalanan penyakit tidak dapat diperkirakan tetapi
sering progresif, setelah setahun dalam keadaan stabil pun dapat mengalami
eksaserbasi. Progresitivitas yang sangat cepat mengakibatkan depigmentasi
sempurna dalam 6-12 bulan. Sedangkan repigmentasi spontan pernah dijumpai
pada 6-44% pasien. Bahkan walaupun sangat jarang, pasien yang telah mengalami
depigmentasi sempurna secara spontan warna kulitnya kembali seperti sedia kala.
Penyembuhan atau repigmentasi spontan dapat terlihat dengan munculnya
beberapa macula pigmentasi, perifolikuler atau berasal dari pinggir lesi. Keadaan
ini menunjukkan bahwa folikel rambut tepatnya di lapisan luar batang rambut
merupakan sumber melanosit. Repigmentasi juga sebagai tanda bahwa lesi reponsif
terhadap terapi.

Terdapat beberapa klasifikasi yang tercata dalam literature, pembagian terbanyak


berdasarkan distribusi dan lokasi, seperti klasifikasi menurut Ortonne tahun 1983.
Trikrom vitiligo ditetapkan oleh Fitzpatrick tahun 1964, lesi memiliki daerah
intermediate hypochromia, berlokasi di daerah antara lesi akromia dan daerah kulit
berwarna normal. Keadaan ini sering dihubungkan dengan perluasan lesi.

Vitiligo lokalisata Vitiligo generalisata Vitiligo universalis


Fokalis hanya satu atau Akrofasial : distal Depigmentasi >80%
lebih macula dalam satu ekstremitas dan wajah
area terapi tidak jelas
segmental atau
zosteriformis.
Segmentalis satu atau Vulgaris : macula tersebar
lebih macula dengan pola pada seluruh tubuh
quasidermatomal dengan pola distribusi
asimetris
Mukosa hanya mengenai Mixed akrofasial dan /
daerah mukosa atau vulgaris, dan/
segmentalis

DIAGNOSIS BANDING

Pitriaisis versikolor, piebaldisme, hipomelanosisi gutata, pitriasis alba, von


waardeburg syndrome, nevus depigmentosus, nevus anemikus, tuberous sklerosus,
inkontinensia pigmenti, hipopigmentasi pasca inflamasi, lekoderma pasca infeksi,
lekoderma terinduksi kimia, fisikal, medikamen dan scleroderma serta morfea.
DIAGNOSIS

Vitiligo mudah dikenali, sehingga diagnosis dapat ditegakkan cukup secara klinis.
Bila gambaran klinis tidak khas dibutuhkan rujukan pendapat ahli. Mengingat
hubungan dengan tiroid mempunyai prevalensi yang tinggi maka diperlukan
pemeriksaan kadar tiroid. Lampu wood dapat membantu lebih jelas luas
hipopigmentasi atau repigmentasi dibandingkan dengan mata biasa. Cara ini dapat
dipakai untuk menilai vitiligo dalam penelitian. Dalam mengevaluasi perkembangan
hasil pengobatan atau keparahan klinis dapat dibantu dengan fotografi.

Faktor pencetus

Faktor-faktor endogen :

1. Faktor genetic, sebanyak 18-36% pasien mempunyai pola familial.

2. tekanan emosional berat, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan,


perceraian, masalah sekolah, perpindahan sekolah atau kota.

3. penyakit-penyakit internal seperti gangguan autoimun, misalnya tiroid, anemia


pernisiosa, diabetes mellitus, lebih banyak dialami oleh populasi vitiligo
dibandingkan dengan populasi umum.

4. penyakit-penyakit kulit, sebanyak 14% kasus vitiligo dimulai dari suatu halo
nevus.

Faktor eksogen

Sebanyak 40% pasien vitiligo diawali dengan trauma fisik yang dialami, misalnya
adalah garukan, pembengkakan, benturan, laserasi dan luka bakar. Mekanisme
koebner mendasari peristiwa ini. Obat-obatan misalnya betadrenergik blocking
agent dan 19% berkaitan dengan zat-zat melanositotoksik, seperti film developers,
rubber, kuinon dan agen pemutih.

Histopatologi

Tanda spesifik adalah kehilangan melanin dan melanosit, dalam pemeriksaan


histopatologi yang diwarnai dengan Fontana masson atau DOPA. Dengan
menggunakan mikroskop electron terlihat pada bagian pinggir macula
hipopigmentasi, melanosit dengan inti piknotik dan sitoplasma bervakuol. Kelainan
juga dijumpai pada keratinosit dengan adanya vakuol sitoplasmik dan materi
granuler yang diperkirakan berasal dari sitoplasma kertinosit yang berubah.
Kelainan ditemui terutama pada kulit yang tampak normal, yang berdekatan
dengan lesi dan jarang di daerah lesi. Perubahan degenerative juga dijumpai pada
kelenjar keringat, dan nerve ending saraf perifer, dilatasi endoplasmic reticulum.

PROGNOSIS
Perjalanan penyakit vitiligo pada seseorang tidak dapat diduga, dapat stabil selama
beberapa tahun, tetapi dapat pula membesar, sementara lesi lain muncul atau
menghilang. Repigmentasi spontan dapat terjadi terutama pada anak-anak, tetapi
juga tidak menghilang sempurna, terutama pada daerah terpajan matahari.

Pada kenyataan repigmentasi berlangsung lambat, tidak sempurna dan tidak


permanen, keadaan ini terutama bila menggunakan fototerapi. Ketiadaan rambut
sebegai sumber pigmen diperkirakan terjadi kegagalan terapi, misalnya pada jari-
jari tangan dan kaki.

Anda mungkin juga menyukai