PENDAHULUAN
Warna kulit manusia ditentukan oleh berbagai pigmen. Yang berperan pada
penentuan warna kulit adalah karoten, melanin, oksihemoglobin dan hemoglobin
bentuk reduksi. Diantara berbagai pigmen tersebut yang paling berperan adalah
pigmen melanin. Pigmen yang memberikan warna hitam pada kulit dan sekaligus
sebagai salah satu faktor pelindung kulit terhadap paparan sinar ultraviolet. Salah satu
kelainan yang melibatkan menyebabkan penurunan produksi melanin yaitu Vitiligo.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik, didapat ditandai dengan adanya makula
putih yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel
melanosit, misalnya rambut dan mata.3
2.2 Epidemiologi
Gambar 1. Vitiligo
2
2.3 Etiopatogenesis
Penyebab vitiligo yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Namun, diduga ini
adalah suatu penyakit herediter yang diturunkan secarapoligenikatau secara autosomal
dominan.Berdasarkan laporan, didapatkan lebih dari30% dari penderita
vitiligomempunyai penyakit yang sama pada orangtua, saudara, atau anak mereka.
Pernah dilaporkan juga kasus vitiligo yang terjadi pada kembar identik.10
Walaupun penyebab pasti vitiligo belum diketahui sepenuhnya. Namun,
beberapa faktor diduga dapat menjadi pencetus timbulnya vitiligo pada seseorang:10
1. Faktor mekanis
Pada 10-70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnya setelah
tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi.
2. Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet A
Pada 7-15% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan sinar matahari atau UVA
dan ternyata 70% lesi pertama kali timbul pada bagian kulit yang terpajan
3. Faktor emosi / psikis
Dikatakan bahwa kira-kira 20% penderita vitiligo berkembang setelah mendapat
gangguan emosi, trauma atau stres psikis yang berat
4. Faktor hormonal
Diduga vitiligo memburuk selama kehamilan atau pada penggunaan kontrasepsi
oral. Tetapi pendapat tersebut masih diragukan.
2.4 Klasifikasi
3
patogenesis vitiligo tipe ini. Anak-anak merupakan kelompok utama
penderita.
- Mukosal : Makula depigmentasi hanya terdapat pada membran mukosa.
2.4.2 Tipe Generalisata
Tipe yang sering dijumpai, tersebar luas di bagian tubuh dan biasanya
memiliki pola yang simetris dan bilateral.
Bentuk yang paling umum dari vitiligo yaitu makula amelanosis yang
dilapisi kulit normal. Makula-makula tersebut memiliki warna yang seragam yaitu
putih susu atau layaknya seperti warna kapur. Berbatas tegas dan berbentuk konveks
dengan perbatasan kulit normal seakan-akan menginvasi kulit normal. Memiliki
ukuran bundar atau linear, ukuran beberapa millimeter sampai centimeter. Lesi
biasanya meluas secara sentrifugal.11
Lesi yang ada biasanya asimptomatik atau tidak disertai gejala yang
biasanya menyertai lesi kulit lainnya seperti gatal dan nyeri. Walaupun kadang pada
lesi yang sering terpapar matahari dapat merasakan nyeri akibat luka bakar.11
4
Depigmentasi juga dapat terjadi pada rambut pada kulit kepala yang
ditandai dengan perubahan warna pada rambut menjadi warna putih atau abu-abu.
Pada awalnya hanya sebagian kecil rambut yang mengalami depigmentasi.
Perubahan warna tersebut juga dapat terjadi pada rambut pada alis, bulu mata, ketiak
dan pubis. Oleh karena itu rambut putih yang lebih dini muncul yaitu dibawah usia
dekade ketiga mengindikasikan vitiligo. Pada kasus ini tidak terjadi repigmentasi
spontan.11
Trichrome vitiligo
Vitiligo dengan lesi kulit depigmentasi dan hipopigmentasi. Lesi
hipopigmentasi cenderung akan menjadi depigmentasi total.
Quadricrhome vitiligo
Terdapat makula perifollikular atau batas hiperpigmentasi pada daerah yang
mengalami proses repigmentasi.
Inflammatory vitiligo
Eritema pada tepi lesi makula depigmentasi.11
2.7 Diagnosis
Penegakkan diagnosis vitiligo berdasarkan lesi kulit yang khas, yaitu makula
depigmentasi berupa bercak putih dengan batas tegas serta distribusi yang jelas. Umur
penderita saat lesi mulai muncul penting untuk menyingkirkan kausa kongenital. Pada
keadaan kulit penderita yang berwarna putih sehingga sulit dibedakan antara vitiligo
dengan kulit yang normal, dapat dilakukan pemeriksaan sinar wood yang akan
memberikan hasil berupa makula amelanosis yang putih berkilau. Pemeriksaan
histopatologi sangat penting untuk membedakan dengan kelainan depigmentasi
lainnya.
5
Gambar 2. Pemeriksaan dengan menggunakan Lampu Wood. Lampu Wood merupakan alat pencahayaan yang
menggunakan sinar ultraviolet A yang dipancarkan pada gelombang 365nm. Pemeriksaan ini dilakukan didalam ruang
yang gelap. Pemeriksa dibiarkan beradaptasi dengan ruangan gelap selama 30s sebelum memulakan pemeriksaan. Lampu
Wood memberi kesan putih berkilau pada lesi hipopigmentasi (Gambar A) berbanding pada pencahayaan menggunakan
sinar normal (Gambar B)
Tinea Vesicolor
Merupakan infeksi kronik oleh Malassezia furfur, yang tampak sebagai
hiperpigmentasi atau yang lebih umum yaitu makula hipopigmentasi dan bersisik.
Biasanya menyerang usia muda antara 15- 35 tahun, dengan lesi terlokalisasi pada
dada, leher, lengan atas dan punggung. Pada neonates dan anak-anak, beberapa
kasus menyerang pada bagian muka dengan transmisi dari orangtua yang terinfeksi.
Pemeriksaannya yaitu menggunakanWoods lamp atau pemeriksaan KOH dengan
hasilnya tampak hifa dan spora
Pytiriasis Alba
Bentuk dermatitis yang tidak spesifik dan belum diketahui penyebabnya. Ditandai
dengan adanya bercak kemerahan dan skuama halus yang akan menghilang serta
meninggalkan area yang depigmentasi. Diduga adanya infeksi Streptococcus, tetapi
belum dapat dibuktikan. Sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun. Wanita
dan pria sama banyak. Lesi berbentuk bulat, oval atau plakat yang tak teratur.
Warna merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama halus.
2.9 Penatalaksanaan
6
Prinsip penatalaksanaan pada vitiligo yaitu repigmentasi dan menstabilkan
proses depigmentasi.13 Proses repigmentasi yang dimaksud yaitu membentuk
cadangan baru melanosit yang diharapkan akan tumbuh dalam kulit dan menghasilkan
pigmen melanin. Ada banyak pilihan terapi yang dapat memberikan hasil cukup
memuaskan pada sebagian besar pasien. Walaupun begitu, pengobatan vitiligo
membutuhkan waktu, karena sel yang baru terbentuk akan berproliferasi dan
bermigrasi ke daerah yang mengalami depigmentasi. Oleh karenanya 3 bulan
merupakan waktu minimal untuk melihat derajat respon terhadap pengobatan yang
diberikan.13
7
Dapat dilakukan dengan berbagai cara dan melihat usia penderita yaitu:
A. Anak-anak
Steroid topikal
Penggunaan steroid diharapkan dapat meningkatkan mekanisme
pertahanan terhadap autodestruksi melanosit dan menekan proses
immunologis. Steroid topikal merupakan bentuk pengobatan yang paling
mudah. Steroid yang aman digunakan pada anak adalah yang potensinya
rendah. Respon pengobatan dilihat minimal 3 bulan. Pengguaan steroid
topikal yang berpotensi kuat dalam jangka waktu lama, dapat menimbulkan
efek samping yaitu terjadinya atrofi pada kulit, telengiektasis.11,13
Golongan ini paling sering diresepkan. Steroid topikal kekuatan
sedang (prednicarbate 0,25%) dua kali sehari untuk sedikitnya 4 bulan
menghasilkan setidaknya 50% repigmentasi. Anak-anak dengan vitiligo
non-segmental memiliki respons lebih baik bila dibandingkan dengan
vitiligo segmental. Hati-hati dengan efek samping baik lokal maupun
sistemik.14
8
Kemanjuran pimecrolimus sebagai terapi vitiligo pada anak-anak
memerlukan riset lanjutan.11
PUVA topikal
Diindikasikan pada anak yang berusia lebih dari 10 tahun dengan
vitiligo tipe lokalisata atau pada lesi yang luasnya kurang dari 20%
permukaan tubuh. Digunakan cream atau solution Methoxsalen (8-
Methoxypsoralen, Oxsoralen) dengan konsentrasi 0,1-0,3%. Dioleskan 12-
30 menit sebelum pemaparan pada lesi yang dpigmentasi. Pemaparan
menggunakan UV-A dengan dosis awal 0,12 joule dan pada pemaparan
berikutnya dosis dapat ditingkatkan sebanyak 0,12 joule sampai terjadi
eritema yang ringan. Pemaparan dapat juga menggunakan sinar matahari.
Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit pada
pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit dan maksimum selama
15-30 menit. Pengobatan diberikan satu atau dua kali seminggu, tetapi tidak
dalam 2 hari berturut turut. Setelah selesai pemaparan, daerah tersebut
dicuci dengan sabun dan dioleskan tabir surya. Efek samping yang dapat
timbul adalah photoaging, reaksi fototoksik dan penggunaan yang lama
dapat meningkatkan timbulnya resiko kanker kulit. Respon pengobatan
dilihat selama 3-6 bulan.
Analog vitamin D3
Analog vitamin D3 efektif untuk terapi vitiligo sebagai terapi
tunggal atau dikombinasikan dengan paparan fototerapi NB-UVB, cahaya
matahari, atau kortikosteroid topikal. Studi prospektif dari 12 anak vitiligo
(usia rata-rata:13,1 tahun) menunjukkan bahwa 10 anak mengalami sekitar
95% repigmentasi setelah menjalani terapi kombinasi kortikosteroid topikal
di pagi hari dan calcipotriene ointment di sore hari selama sekitar 4,5 bulan
9
(kisarannya: 2-7 bulan). Kombinasi dua terapi lebih efektif daripada
kortikosteroid topical sebagai monoterapi.15
Terapi ultraviolet
B. Dewasa
PUVA sistemik
Indikasi penggunaan sistemik psoralen dengan pemaparan UV-A
yaitu pada vitiligo tipe generalisata. Obat yang digunakan yaitu
Methoxsalen (8-MOP, Oxsolaren), bekerja dengan cara menghambat
mitosis yaitu dengan berikatan secara kovalen pada dasar pyrimidin dari
DNA yang difotoaktivasi dengan UV-A. dosis yang diberikan 0,2 0,4
mg/kg/BB/oral, diminum 2 jam sebelum pemaparan. Pemaparan
menggunakan UV-A yang berspektrum 320-400 nm. Dosis awal
pemberian UV-A yaitu 4 joule. Pada setiap pngobatan dosis UV-A dapat
ditingkatkan 2-3 joule sehingga lesi yang depigmentasi akan berubah
menjadi merah jambu muda. Dosis tersebut akan dipertahankan pada
level yang konstan pada kunjungan yang berikutnya, sehingga terjadi
repigmentasi pada kulit. Pemaparan dapat juga menggunakan sinar
10
matahari. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit,
pada pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit sehingga dicapai
eritema ringan dan maksimum 30 menit. Terapi ini biasanya diberikan
satu atau dua kali seminggu tetapi tidak dilakukan 2 hari berturut-turut.
Efek samping yang dapat timbul yaitu mual, muntah, sakit kepala,
kulit terbakar dan meningkatnya resiko terjadinya kanker kulit. Penderita
mendapat pengobatan dengan psoralen secara sistemik, sebaiknya
sewaktu dilakukan pemaparan menggunakan kacamata pelindung
terhadap sinar matahari hingga sore hari, untuk menghindari terjadinya
toksisitas pada mata. Terapi dilanjutkan minimum 3 bulan untuk menilai
respon pengobatan.11,13
NB-UVB
Terapi lain yakni dengan NB-UVB, yaitu: narrowband ultraviolet
B (NB-UVB) light (311+/-2e), biasa digunakan untuk vitiligo lokalisata.
Ada tiga pilihan NB-UVB: nonfocused NB-UVB, microphototherapy, NB
excimer light. Beberapa keuntungan NB-UVB yaitu dapat mencegah
efek samping psoralen, mengurangi dosis kumulatif radiasi. Juga dapat
digunakan untuk wanita hamil dan anak-anak tanpa efek fototoksik atau
atrofi epidermis, dengan sedikit erythema dibandingkan dengan
fototerapi lain. Masalah yang mungkin timbul adalah timbulnya
kemerahan sementara (transient erythema), dengan deskuamasi.
11
Kortikosteroid topikal
Obat golongan kortikosteroid, seperti: triamcinolone,
hydrocortisone, atau prednisone, dipakai untuk menghentikan
penyebaran vitiligo dan menyempurnakan pembentukan kembali pigmen
kulit. Jika merupakan reaksi autoimun, maka dapat diberi kortikosteroid
fluorinasi kuat.19
Imunomodulator topikal
Pimecrolimus menghambataktivasi T-cell, sehingga secara teoretis
lebih efektif pada lesi yang aktif daripada di lesi yang stabil. Efek
terapeutik pimecrolimus mirip dengan glukokortikosteroid topikal
potensisedang dan kuat. Repigmentasi awal dengankortikosteroid topikal
terlihat dari 2 mingguhingga 4 bulan setelah terapi dimulai. Untuk kasus
vitiligo di wajah yang diterapi dengantacrolimus, diperlukan waktu 6
minggu untuk repigmentasi. Namun dari segi efektivitas, pimecrolimus
topikal 1% lebih aman dibandingkan dengan clobetasol propionate
0,05%.
Analog vitamin D
Kombinasi topical calcipotriene (analogvitamin D3 atau analog
vitamin D topikal) dan terapi NB-UVB, juga antara analog vitamin D
topikal dan terapi PUVA sebaiknya tidak digunakan sebagai terapi
vitiligo. Begitu pula dexametason oral tidak direkomendasikan untuk
menahan laju atau progresivitasvitiligo.Inhibitor calcineurin topikal
umumnya lebih disukai untuk lesi wajah dan leher karena tidak
menyebabkan atrofi kulit dan dapat meningkatkan repigmentasi tanpa
penekanan respon/sistem kekebalan alamiah tubuh.21
12
Pembedahan
Pasien dengan area vitiligo yang tidak luas dan aktivitasnya
stabil, dapat dilakukan transplantasi secara bedah. Tekniknya dapat
secara punchgraft, minigraft, suction-blister, autologouscultures dan
autologous-melanocytes-grafts, micropigmentation, split thickness graft.
Kini minigraft tidak lagi direkomendasikan karena tingginya efek
samping dan hasil kosmetik yang jelek, termasuk cobblestone
appearance dan polka dot appearance. Teknik yang memiliki nilai rata-
rata sukses tertinggi adalah split skin grafting dan epidermal blister
grafting.22
1. Autologous skin graft
Sering dilakukan pada pasien dengan bercak depigmentasi yang
tidak luas. Tehnik ini menggunakan jaringan graft yang berasal dari
pasien itu sendiri dengan pigmen yang normal, yang kemudian akan
dipindahkan ke area depigmentasi pada tubuh pasien itu sendiri.
Repigmentasi akan menyebar dalam waktu 4-6 minggu setelah
dilakukan graft. Komplikasi yang dapat terjadi pada tempat donor
yang resipien yaitu infeksi, parut, cobblestone appearance ataupun
dijumpainya bercak-bercak pigmentasi atau tidak terjadi samasekali
repigmentasi.
2. Suction Blister
Prosedur tekhnik ini yaitu dibentuknya bulla pada kulit yang
pigmentasinya normal menggunakan vakum suction dengan tekanan
150 Hg ataupun menggunakan alat pembekuan. Kemudian atap bula
yang terbentuk dipotong dan dipindahkan ke daerah depigmentasi.
Komplikasi tekhnik ini adalah timbulnya jaringan parut, cobble
stone appearance ataupun terjadi repigmentasi yang tidak sempurna.
Tetapi dengan tekhnik ini, resiko timbulnya jaringan parut lebih
sedikit dibandingkan prosedur graft yang lain.11
2.10 Prognosis
Perkembangan penyakit vitiligo sulit diramalkan, dimana lesi
depigmentasi dapat menetap, meluas atau bahkan mengalami repigmentasi. Biasanya
perkembangan penyakit vitiligo bertahap dan pengobatan dapat mencegah
menetapnya lesi seumur hidup pada penderita. Perkembangan lesi depigmentasi
sering kali responsif pada masa awal pengobatan. Repigmentasi spontan terjadi pada
10-20% penderita walaupun secara kosmetik hasilnya kurang memuaskan.23
BAB III
14
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTIFIKASI
Nama : Ny. N
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Bangsa/Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Batu Aji
3.2 ANAMNESIS :
Keluhan Utama :
Tampak bercak-bercak bewarna putih, terdapat di leher dan kedua tangan.
keluhan di alami sudah 6 tahun.
Keluhan Tambahan:
Tidak didapatkan keluhan tambahan
Riwayat pengobatan :
15
Pasien belum pernah berobat.
Riwayat Atopi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi baik obat, makanan, dan suhu.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien tidak pernah ada yang menderita penyakit seperti ini
3.3 PEMERIKSAAN
3.3.1 Status Generalis
16
Lokasi : cervical, cubitalis sinistra, antebrachialis sinistra, carpalis sinistra,
digiti 1 dextra, digiti 2 sinistra.
Effloresensi : Makula hipopigmentasi
Ukuran : lentikular, numular, plakat
Bentuk Lesi : teratur
Penyebaran : Sirkumskrip, diskret
3.6 DIAGNOSIS
Vitiligo
17
3.7 Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan pada pasien yaitu :
1. Medikamentosa
- Kortikosteroid (Desoksimetason cream)
S u.e. 2dd applic part dol 1
2. Non Medikamentosa
Edukasi : - obat di olesi sesuai anjuran dokter
- kontrol rutin ke poli kulit
- berjemur dibawah matahari di bawah jam 9 pagi
3.8 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fuctionam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB IV
18
PEMBAHASAN
19
Terapi yang diberi pada pasien ini yaitu:
Kortikosteroid (Desoksimetason cream)
S u.e. 2dd applic part dol 1
Kesimpulan pada kasus ini adalah pasien sudah dapat didiagnosis vitiligo
melalui hasil anamnesis, pemeriksaan fisik. Terapi yang diberikan kurang lebih sama
dengan teori. Prognosisnya yaitu bonam (baik).
DAFTAR PUSTAKA
20
1. Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatricks Color Atlas And Synopsis
Of ClinicalDermatology. 6th Ed. Mcgraw Hill Medical: Newyork. 335-341.
2. Siregar,R.S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke 2.
Jakarta: EGC, 2004.
3. Soepardiman L. Vitiligo. In: Kelainan Pigmen. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2010.p296.
4. Howitz J, Brodthagen H, Schwartz M, Thomsen K. Prevalence of
vitiligo. Epidemiological survey on the Isle of Bornholm, Denmark. Arch Dermatol
1977;113:47-52.
5. Xu YY, Ye DQ, Tong ZC, et al. An epidemiological survey on four
skin diseases in Anhui. Chin J Dermatol 2002;35:406-7.
6. Handa S, Dogra S. Epidemiology of childhood vitiligo: a study of 625
patients from north India. Pediatr Dermatol 2003;20:207-10.
7. Schallreuter KU, Salem MMAEL. Vitiligo: Was ist neu? Hautarzt
2010;61:578-85.
8. Alkhateeb A, Fain PR, Thody A, Bennett DC, Spritz RA.
Epidemiology of vitiligo and associated autoimmune diseases in Caucasia probands
and their families. Pigment Cell Res 2003;16(3):208-14.
9. Nordlund JJ, Majumder PP. Recent investigations on vitiligo vulgaris.
Dermatologic Clinics 1997;15:69-78.
10. Djuanda, A. Dermatosis Eritoskuamosa. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi kelima, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007
11. Boissy RE, Nordlund JJ,. Vitiligo. In: 20 Common Medicine and
Surgery. Vol 2, W.B. Saunders Company, 1996; 1210-16
12. Vitiligo. Available at: http://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/vitiligo/multimedia/vitiligo/img-20007404
13. Lamerson C, Nordlund JJ. Vitiligo. In: Harper J, Oranje A, Prose N
(Eds). Textbook of Pediatric Dermatology. Volume 1. Blackwell Science.
2000:880-88.
14. Lotti T, Hercogova J (eds.). Vitiligo: Problems and Solutions. New
York: Marcel Dekker, Inc. 2004.
15. Kakourou T. Vitiligo in children. World J Pediatr 2009;5(4):265-8.
21
16. Plettenberg H, Assmann T, Ruzicka T. Childhood vitiligo and
tacrolimus. Immunomodulating treatment for an autoimmune disease. Arch
Dermatol 2003;139:651-4
17. Roelandts R.Photo(chemo) therapy for vitiligo. Photodermatol
Photoimmunol Photomed 2003;19:1-4.
18. Anbar TS, Westerhof W, Abdel-Rahman AT, El-Khayyat MA.
Evaluation of the eff ects of NB-UVB in both segmental and non-segmental vitiligo
aff ecting diff erent body sites. Photodermatol Photoimmunol Photomed
2006;22:157-63.
19. Tonsi A.Vitiligo and Its Management Update: A Review. Pak J Med
Sci 2004;20(3):242-7.
20. Schallreuter KU, Salem MMAEL. Vitiligo: Was ist neu? Hautarzt
2010;61:578-85.
21. Forschner T, Buchholtz S, Stockfl eth E. Current state of vitiligo
therapy-evidence-based analysis of the literature. J Dtsch Dermatol Ges
2007;5:467-75.
22. Gawkrodger DJ, Ormerod AD, Shaw L, Mauri-Sole I, Whitton ME,
Watts MJ, Anstey AV, Ingham J, Young K. Vitiligo: concise evidence based
guidelines on diagnosis and management.Postgrad Med J 2010;86:466-71.
23. Gawkrodger DJ. Vitiligo: what general physicians need to know.
Clinical Medicine 2009;9(5):408-9.
22