Oleh :
Andreas Natanael Siagian
Pembimbing :
dr. Ade Arhamni, M.Ked(KK) Sp.KK
Definisi Etiologi
Infeksi kulit superfisial kronik, disebabkan Ø PV disebabkan oleh Malassezia spp., ragi
oleh ragi genus Malassezia, umumnya bersifat lipofilik yang merupakan flora
tidak memberikan gejala subjektif, normal pada kulit.
ditandai oleh area depigmentasi atau Ø Berdasarkan analisis genetik, diidentifikasi 6
diskolorasi berskuama halus, tersebar spesies lipofilik pada kulit manusia yakni M.
diskret atau konfluen, terutama terdapat furfur, M. sympodialis, M. globosa, M.
pada badan bagian atas. restricta, M. slooffiae, M. obtusa.
Gejala Klinis
Ø Makula berbatas tegas, hipopigmentasi/hiperpigmentasi atau eritematosa, terdiri
atas berbagai ukuran & berskuama halus (pitiriasiformis).
Ø Umumnya tidak disertai gejala subjektif, hanya berupa keluhan kosmetik
Ø Pruritus tidak ada atau ringan.
Pemeriksaan Penunjang
Ø Pemeriksaan dengan lampu Wood à memperlihatkan fluoresensi kekuningan
Ø Hasil pemeriksaan fluoresensi positif palsu yang antara lain dapat karena
penggunaan salap yang mengandung asam salisilat, tetrasiklin.
Ø Hasil negative palsu dapat terjadi pada orang yang rajin mandi.
Ø Pemeriksaan mikologis langsung sediaan kerokan kulit menggunakan larutan KOH
20%, akan menunjukkan kumpulan hifa pendek dan sel ragi bulat, kadang oval.
Gambaran demikian menyebabkan sebutan serupa ‘spaghetti and meatballs’
atau ‘bananas and grapes’.
Diagnosis
Dugaan diagnosis PV jika ditemukan gambaran klinis adanya lesi di daerah
predileksi berupa makula berbatas tegas berwarna putih, kemerahan,
sampai dengan hitam, yang berskuama halus. Pemeriksaan dengan lampu
Wood untuk melihat fluoresensi kuning keemasan akan membantu
diagnosis klinis. Konfirmasi diagnosis dengan didapatkannya hasil positif
pada pemeriksaan mikologis kerokan kulit.
Tatalaksana
• Anti Mikotik topical :
1. Ketoconazole shampoo 2%
2. Lotion Selenium Sulfida shampoo 1,8% atau losio 2,5% dioles tiap hari selama 15-30 menit
3. Krim derivate imidazole digunakan pada lesi terbatas
• Anti Mikotik topical :
1. Ketoconazole 200 mg/hari selama 5-10 hari
2. Itraconazole 200 mg/hari selama 5-7 hari
Diagnosis Banding
1. Pitiriasis alba
2. Eritrasma
3. Vitiligo
4. Dermatitis seboroik
5. Pitiriasis Rosea
6. Morbus Hansen tipe tuberculoid
7. Tinea.
Non Dermatofitosis
2. Folikulitis Malassezia
Tatalaksana
Gejala Klinis: Piedra hitam terutama pada rambut kepala, bersifat asimtomatik, ditandai
dengan benjolan atau nodul hitam lonjong, keras, multipel, yang melekat erat pada rambut,
berukuran mikroskopis sampai 1 milimeter. Bila rambut disisir akan terdengar suara bergelitik.
Rambut sering patah.
Piedra putih terutama pada rambut aksila, genital, jenggot, berupa benjolan lunak, multipel
berukuran mikroskopik sampai 1 milimeter, berwarna putih sampai coklat muda, dan tidak
terlalu melekat erat pada rambut, sehingga mudah dilepaskan. Kadang benjolan menyatu
membentuk selubung mengelilingi rambut. Rambut patah dapat terjadi, tetapi lebih jarang
dibandingkan dengan piedra hitam.
Tatalaksana
Ø Memotong rambut yang terkena infeksi
adalah pengobatan terbaik untuk piedra
hitam maupun putih.
Ø Cara pengobatan lain dapat dengan
larutan sublimat 1/2000 setiap hari, atau
sediaan azol topikal. Di Indonesia pernah
dilaporkan keberhasilan pengobatan
piedra hitam dengan sampo ketokonazol.
Non Dermatofitosis
4. Tinea Nigra Palmaris
Tatalaksana
Salap salisil sulfur, Whitfield, dan tinctura
jodii, selain dengan antijamur topikal
golongan azol.
Dermatofitosis
Definisi
Microsporum √ √
Epidermophyton √ √
Klasifikasi
1. Tinea Kapitis (ringworm of the scalp) à kelainan pada kulit dan rambut kepala
yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan
lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia, dan kadang-kadang terjadi gambaran
klinis yang lebih berat, yang disebut kerion. Dilihat sebagai 3 bentuk yang jelas :
Kerion
Gray patch ringworm Black dot ringworm,
Klasifikasi
Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH
20% atau dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora,
atau hifa semu.
2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa
Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol)
untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam
suhu kamar atau lemari suhu 37˚C, koloni tumbuh setelah 2–5 hari,
berupa koloni mukoid putih.
Tatalaksana
a. Selaput lendir
• Larutan ungu gentian ½-1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit, dioleskan
sehari 2 kali selama 3 hari.
• Nistatin: berupa krim, suspensi (untuk kelainan kulit dan mukokutan)
• Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol
• 500 mg per vaginam dosis tunggal, sistemik bila perlu dapat diberikan
ketokonazol 1x 200mg atau itrakonazol 2x 200 mg dosis tunggal atau
dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.
Tatalaksana
b. Kelainan kulit
• Grup azol antara lain :
à Mikonazol 2% berupa krim atau bedak klotrimazol 1% berupa bedak, larutan,
dan krim tiokonazol, bufonazol, isokonazol siklopiroksolamin 1% larutan, krim
antimikotik yang lain yang berspektrum luas.
3. Pengobatan Sistemik:
Pengobatan ini diberikan untuk berbagai kelainan, antara lain kasus refrakter,
kandida diseminata, dan kandidosis mukokutan kronik. Flukonazol adalah lini
pertama untuk pasien non-neutropenik, dengan kandidemia atau kandidosis
invasif (dosis 100-400mg/hari). Pilihan lain adalah itrakomazol dengan dosis
harian 200mg/hari atau dosis denyut.
02
Moluskum Kotagiosum
Definisi
Terapi Mekanik
Ø Terapi mekanik untuk moluskum kontagiosum, yaitu kuretase
eksisi, pengeluaran inti lesi secara mekanik, krioterapi, dan bedah
listrik.
Ø Kuretase eksisi dapat dilakukan dengan alat kuret, biopsi plong,
dan spekulum telinga.
Ø Untuk mengurangi nyeri saat kuretase, dioleskan EMLA topikal
(kombinasi lidocaine 2,5% dan prilocaine 2,5%) 1 jam sebelum
tindakan dimulai
Ø Kuretase eksisi dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, dan luka
parut, oleh karena itu, terapi ini dianjurkan untuk moluskum
kontagiosum dengan lesi sedikit.2 Seusai prosedur kuretase,
diberikan povidone iodine topikal 3 kali sehari hingga lesi resolusI
Terapi Kimiawi
Ø Cara kerja terapi kimiawi adalah merusak lesi moluskum
kontagiosum dengan menimbulkan respons inflamasi
Ø Salah satu terapi kimiawi yang paling sering digunakan, yaitu
cantharidin (0,7% atau 0,9%).2 Cantharidin merupakan
penghambat fosfodiesterase, menghancurkan plakat desmosome,
sehingga terjadi akantolisis dan intraepidermal blistering, kemudian
memicu ekstrusi badan moluskum
Ø Cantharidin dioleskan pada lesi, dengan ataupun tanpa oklusi
kemudian dicuci dengan air dan sabun setelah 30-60 menit
aplikasi. Setelah aplikasi, lepuh akan timbul dalam 24 jam,
menyebabkan lesi terkelupas dan hilang dalam 4-5 hari.
Ø Cantharidin adalah terapi pilihan untuk anak-anak karena tidak
nyeri, sehingga tidak traumatik bagi anakanak.
terapi imunomodulator
Ø Tujuan terapi imunomodulator adalah untuk menstimulasi respons
imun penderita terhadap infeksi moluskum kontagiosum.
Ø Imunomodulator yang paling sering digunakan adalah imiquimod,
yaitu agen stimulasi imun, agonis toll-like receptor 7 yang
mengaktivasi sistem imun bawaan (innate) dan adaptif (acquired)
Ø Krim imiquimod 5% digunakan dengan cara dioleskan 3 kali sehari
selama 5 hari dalam 1 minggu dengan durasi 4 minggu.
Antivirus
Ø antivirus untuk terapi moluskum kontagiosum adalah sidofovir.
Sidofovir 1-3% dapat digunakan secara topikal ataupun intravena.
Ø Efek samping sidofovir intravena adalah nefrotoksisitas
Pencegahan
Prognosis
Prognosis