Anda di halaman 1dari 67

Topik Pembahasan Minggu 2

Ø Dermatomikosis : Non Dermatofitosis


Ø Moluskum Kotagiosum
Ø Pemfigus

Oleh :
Andreas Natanael Siagian
Pembimbing :
dr. Ade Arhamni, M.Ked(KK) Sp.KK

SMF. Dermartologi dan Venerologi


RSU. Royal Prima Medan
FKKGIK UNPRI Medan
01
Dermatomikosis : Non Dermatofitosis
Definisi

Kelainan kulit akibat jamur atau dermatomikosis umumnya


digolongkan menjadi 2 kelompok, yakni: mikosis superfisial dan
mikosis subkutan.
Ø Mikosis superfisial à infeksi jamur yang mengenai jaringan mati
pada kulit, kuku, dan rambut. Dikelompokkan menjadi
nondermatofitosis dan dermatofitosis
Ø Mikosis subkutan à kelainan akibat jamur yang melibatkan
jaringan di bawah kulit. Kelainan ini relatif jarang dijumpai.
Beberapa di antaranya adalah: misetoma, kromomikosis,
zigomikosis subkutan, sporotrikosis, rinosporidiosis, dan kandidiasis.
Non Dermatofitosis
1. Pitiriasis Versikolor

Definisi Etiologi

Infeksi kulit superfisial kronik, disebabkan Ø PV disebabkan oleh Malassezia spp., ragi
oleh ragi genus Malassezia, umumnya bersifat lipofilik yang merupakan flora
tidak memberikan gejala subjektif, normal pada kulit.
ditandai oleh area depigmentasi atau Ø Berdasarkan analisis genetik, diidentifikasi 6
diskolorasi berskuama halus, tersebar spesies lipofilik pada kulit manusia yakni M.
diskret atau konfluen, terutama terdapat furfur, M. sympodialis, M. globosa, M.
pada badan bagian atas. restricta, M. slooffiae, M. obtusa.
Gejala Klinis
Ø Makula berbatas tegas, hipopigmentasi/hiperpigmentasi atau eritematosa, terdiri
atas berbagai ukuran & berskuama halus (pitiriasiformis).
Ø Umumnya tidak disertai gejala subjektif, hanya berupa keluhan kosmetik
Ø Pruritus tidak ada atau ringan.

Pemeriksaan Penunjang
Ø Pemeriksaan dengan lampu Wood à memperlihatkan fluoresensi kekuningan
Ø Hasil pemeriksaan fluoresensi positif palsu yang antara lain dapat karena
penggunaan salap yang mengandung asam salisilat, tetrasiklin.
Ø Hasil negative palsu dapat terjadi pada orang yang rajin mandi.
Ø Pemeriksaan mikologis langsung sediaan kerokan kulit menggunakan larutan KOH
20%, akan menunjukkan kumpulan hifa pendek dan sel ragi bulat, kadang oval.
Gambaran demikian menyebabkan sebutan serupa ‘spaghetti and meatballs’
atau ‘bananas and grapes’.
Diagnosis
Dugaan diagnosis PV jika ditemukan gambaran klinis adanya lesi di daerah
predileksi berupa makula berbatas tegas berwarna putih, kemerahan,
sampai dengan hitam, yang berskuama halus. Pemeriksaan dengan lampu
Wood untuk melihat fluoresensi kuning keemasan akan membantu
diagnosis klinis. Konfirmasi diagnosis dengan didapatkannya hasil positif
pada pemeriksaan mikologis kerokan kulit.

Tatalaksana
• Anti Mikotik topical :
1. Ketoconazole shampoo 2%
2. Lotion Selenium Sulfida shampoo 1,8% atau losio 2,5% dioles tiap hari selama 15-30 menit
3. Krim derivate imidazole digunakan pada lesi terbatas
• Anti Mikotik topical :
1. Ketoconazole 200 mg/hari selama 5-10 hari
2. Itraconazole 200 mg/hari selama 5-7 hari
Diagnosis Banding

1. Pitiriasis alba
2. Eritrasma
3. Vitiligo
4. Dermatitis seboroik
5. Pitiriasis Rosea
6. Morbus Hansen tipe tuberculoid
7. Tinea.
Non Dermatofitosis
2. Folikulitis Malassezia

Definisi Gejala Klinis

Penyakit kronis pada folikel Gejala Klinis :


pilosebasea, berupa papul dan Gatal pada tempat predileksi misal di
pustul folikular, biasanya gatal dan dada, punggung, dan lengan atas.
terutama berlokasi di batang tubuh, Kadang-kadang dapat di leher dan
leher, dan lengan bagian atas. jarang di wajah.
Papul dan pustule perifolikular
berdiameter 2-3 mm, dengan
peradangan minimal.
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan keluhan gatal dan lokasi serta morfologi lesi, dikonfirmasi dengan
menemukan kelompokan sel ragi dan spora bulat atau blastospora Malassezia pada
pemeriksaan isi folikel yang dikeluarkan dengan ekstrator komedo.
Pemeriksaan dilakukan dengan larutan KOH dan tinta Parker biru hitam.
Dianggap folikulitis Malassezia jika temuan jumlah organisme lebih dari > 3+; yakni lebih dari 2-6
spora dalam kelompok atau 3-12 spora tunggal tersebar.
Pemeriksaan penunjang lain adalah dengan menemukan organisme dalam ostium folikel rambut
pada sediaan histopatologi yang kadang disertai ruptur folikel dan tanda peradangan.

Tatalaksana

• Anti Mikotik topical :


1. Ketoconazole shampoo 2%
2. Lotion Selenium Sulfida 2,5%
• Anti Mikotik topical :
1. Ketoconazole 200 mg/hari selama 4 minggu
2. Itraconazole 200 mg/hari selama 2 minggu
3. Fluconazole 150 mg/minggu selama 2-4 minggu
Diagnosis Banding
1. Akne vulgaris
2. Folikulitis bakterial
3. Erupsi akneiformis
4. Folikulitis eosinofilik
Non Dermatofitosis
3. Piedra
Definisi
Infeksi jamur pada helai rambut, ditandai
dengan benjolan (nodul) sepanjang
rambut. Dikenal 2 jenis, yakni Piedra
Hitam yang disebabkan jamur Piedraia
hortae, dan Piedra Putih yang
disebabkan oleh T. ovoid, T. inking, T.
asahii

Gejala Klinis: Piedra hitam terutama pada rambut kepala, bersifat asimtomatik, ditandai
dengan benjolan atau nodul hitam lonjong, keras, multipel, yang melekat erat pada rambut,
berukuran mikroskopis sampai 1 milimeter. Bila rambut disisir akan terdengar suara bergelitik.
Rambut sering patah.
Piedra putih terutama pada rambut aksila, genital, jenggot, berupa benjolan lunak, multipel
berukuran mikroskopik sampai 1 milimeter, berwarna putih sampai coklat muda, dan tidak
terlalu melekat erat pada rambut, sehingga mudah dilepaskan. Kadang benjolan menyatu
membentuk selubung mengelilingi rambut. Rambut patah dapat terjadi, tetapi lebih jarang
dibandingkan dengan piedra hitam.
Tatalaksana
Ø Memotong rambut yang terkena infeksi
adalah pengobatan terbaik untuk piedra
hitam maupun putih.
Ø Cara pengobatan lain dapat dengan
larutan sublimat 1/2000 setiap hari, atau
sediaan azol topikal. Di Indonesia pernah
dilaporkan keberhasilan pengobatan
piedra hitam dengan sampo ketokonazol.
Non Dermatofitosis
4. Tinea Nigra Palmaris

Definisi Gejala Klinis

Infeksi jamur superfisial asimptomatik Kelainan kulit umumnya di telapak


pada stratum korneum, biasanya tangan, meskipun juga dapat di
pada telapak tangan, walaupun telapak kaki dan permukaan kulit
telapak kaki dan permukaan kulit lainnya, berupa makula coklat hitam
lain dapat terkena. Kelainan kulit berbatas tegas, tidak bersisik.
berupa makula coklat sampai
hitam.
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan gambaran
klinis dan pemeriksaan kerokan kulit dan
biakan. Pada pemeriksaan sediaan langsung
dalam larutan KOH jamur telihat sebagai hifa
bercabang, bersekat ukuran sampai 5 µ,
berwarna coklat muda sampai hijau tua.

Tatalaksana
Salap salisil sulfur, Whitfield, dan tinctura
jodii, selain dengan antijamur topikal
golongan azol.
Dermatofitosis
Definisi

Dermatofitosis adalah penyakit pada


jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis,
rambut, dan kuku, yang disebabkan
golongan jamur dermatofita. Jamur ini dapat
menginvasi seluruh lapisan stratum korneum
dan menghasilkan gejala melalui aktivasi
respons imun pejamu.
Etiologi

Jenis Kulit Rambut Kuku


Trichophyton √ √ √

Microsporum √ √

Epidermophyton √ √
Klasifikasi

1. Tinea Kapitis (ringworm of the scalp) à kelainan pada kulit dan rambut kepala
yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan
lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia, dan kadang-kadang terjadi gambaran
klinis yang lebih berat, yang disebut kerion. Dilihat sebagai 3 bentuk yang jelas :

Kerion
Gray patch ringworm Black dot ringworm,
Klasifikasi

2. Tinea Barbae à Dermatofitosis pada


dagu dan janggut

3. Tinea Kruris à dermatofitosis pada lipat


paha, daerah perineum, dan sekitar anus.
Lesi kulit dapat terbatas pada daerah
genitokrural saja, atau meluas ke daerah
sekitar anus, daerah gluteus dan perut
bagian bawah, atau bagian tubuh yang
lain. Kelainan kulit yang tampak pada
sela paha merupakan lesi berbatas tegas.
Peradangan pada tepi lebih nyata
daripada daerah tengahnya.
Klasifikasi

4. Tinea Pedis et manum à ialah dermatofitosis


pada kaki, terutama pada sela-sela jari dan
telapak kaki

5. Tinea Unguium à kelainan kuku yang


disebabkan oleh jamur dermatofita. Terdapat
beberapa bentuk klinis.
• Bentuk subungual distalis à kuku bagian
distal akan hancur dan yang terlihat hanya
kuku rapuh yang menyerupai kapur.
• Leukonikia trikofita atau lekonikia mikotika
à Kelainan kuku pada bentuk ini
merupakan leukonikia atau keputihan di
permukaan kuku yang dapat dikerok untuk
dibuktikan adanya elemen jamur.
• Bentuk subungual proksimalis à terlihat
kuku di bagian distal masih utuh,
sedangkan bagian proksimal rusak.
Klasifikasi
6. Tinea Korporis à merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous
skin).
a) Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas
tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di
tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang.
b) Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya tidak terlihat
lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama
dengan kelainan pada sela paha.
c) Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton concentricum
disebut tinea imbrikata. Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul berwarna
coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar. Pada permulaan infeksi penderita
dapat merasa sangat gatal, akan tetapi kelainan yang menahun tidak
menimbulkan keluhan pada penderita.
d) Bentuk lain tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut adalah tinea favosa
atau favus dimulai di kepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwarna
merah kuning dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawan (skutula)
dengan berbagai ukuran.
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri


atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan.
Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop,
mula-mula dengan pembesaran 10x10 kemudian
dengan pembesaran 10x45. Pemeriksaan dengan pembesaran
10x100 biasanya tidak diperlukan.
Sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan di atas gelas alas,
kemudian ditambah 1–2 tetes larutan KOH.
Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk
kulit dan kuku 20%.
Tatalaksana
Kandidiosis
Definisi:
Kandidosis adalah penyakit jamur, yang disebabkan oleh Candida spp misalnya spesies C.
albicans. Infeksi dapat mengenai kulit, kuku, membran mukosa, traktus gastrointestinal,
juga dapat menyebabkan kelainan sistemik.
Klasifikasi:
Infeksi Candida dapat diklasifikasikan sebagai berikut : III. Paronikia kandida dan
l. Kandidosis oral Onikomikosis kandida
a. Kandidosis oral (oral thrush) IV. Kandidosis kongenital
b. Parléche (keilitis angular atau kandidal keilosis) V. Kandidosis mukokutan kronik
II. Kandidosis kutis dan selaput lendir genitala. VI. Reaksi Id (Kandidid)
a. Lokalisata :
1. daerah intertriginosa
2. daerah perianal dan skrotal
b. Vulvovaginitis
c. Balanitis atau balanopostitis
d. Diaper candidosis
e. Kandidosis kutis granulomatosa
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH
20% atau dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora,
atau hifa semu.
2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa
Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol)
untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam
suhu kamar atau lemari suhu 37˚C, koloni tumbuh setelah 2–5 hari,
berupa koloni mukoid putih.
Tatalaksana

1. Upayakan untuk menghindari atau menghilangkan faktor pencetus dan


predisposisi.
2. Pengobatan topikal untuk:

a. Selaput lendir
• Larutan ungu gentian ½-1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit, dioleskan
sehari 2 kali selama 3 hari.
• Nistatin: berupa krim, suspensi (untuk kelainan kulit dan mukokutan)
• Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol
• 500 mg per vaginam dosis tunggal, sistemik bila perlu dapat diberikan
ketokonazol 1x 200mg atau itrakonazol 2x 200 mg dosis tunggal atau
dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.
Tatalaksana

b. Kelainan kulit
• Grup azol antara lain :
à Mikonazol 2% berupa krim atau bedak klotrimazol 1% berupa bedak, larutan,
dan krim tiokonazol, bufonazol, isokonazol siklopiroksolamin 1% larutan, krim
antimikotik yang lain yang berspektrum luas.

3. Pengobatan Sistemik:
Pengobatan ini diberikan untuk berbagai kelainan, antara lain kasus refrakter,
kandida diseminata, dan kandidosis mukokutan kronik. Flukonazol adalah lini
pertama untuk pasien non-neutropenik, dengan kandidemia atau kandidosis
invasif (dosis 100-400mg/hari). Pilihan lain adalah itrakomazol dengan dosis
harian 200mg/hari atau dosis denyut.
02
Moluskum Kotagiosum
Definisi

Moluskum kontagiosum adalah


penyakit disebabkan oleh virus
poks, klinis berupa papul
berbentuk kubah, berkilat, dan
pada permukaan nya terdapat
lekukan (delle/umbilikasi), berisi
massa yang mengandung
badan moluskum.
Epidemiologi

Penyakit ini terutama menyerang anak,


kadang-kadang juga orang dewasa,
dan pasien dengan imunokompremais.
Jika pada orang dewasa digolongkan
dalam penyakit infeksi menular seksual
(IMS). Secara klinis perlu dibedakan
dengan hepes simpleks fase awal.
Transmisinya dapat melalui kontak kulit
langsung, otoinokulasi, atau melalui
benda yang terkontaminasi, misalnya
handuk, baju, kolam renang dan
mainan.
Etiopatogenesis
Ø Virus moluskum kontagiosum (VMK) adalah poxvirus berbentuk
lonjong dengan DNA untaiganda linear.
Ø Terdapat 4 subtipe VMK, yaitu VMK 1, VMK II, VMK III, dan VMK IV.
Keempat
Ø subtipe tersebut menimbulkan gejala klinisyang sama.
§VMK I diketahui merupakansubtipe yang paling sering ditemukan
§VMK II banyak ditemukan padaindividu imunokompromais.
Ø VMK II paling sering ditularkan melalui kontak seksual. Masa inkubasi
virus moluskum kontagiosumadalah 2-6 minggu.Virus moluskum
kontagiosum bereplikasi disitoplasma sel epitel. Virus masuk ke sel
dengan endositosis atau fusi sel. Replikasi virus menghasilkan badan
inklusi sitoplasma yang disebut Henderson-Paterson bodies. Badan
inklusi virus berkembang di stratum basal epidermis, membesar, serta
mendesak organel sel di epidermis. Membesarnya sel-sel yang
dipenuhi virion menyebabkan disintegrasi stratum korneum dan
pembentukan ostium dengan cekungan (dimple-like)
Gejala Klinis
Ø Lesi kulit moluskum kontagiosum berupa
papul bulat padat sewarna kulit atau
kemerahan dengan permukaan
mengilat dan terdapat umbilikasi.
Ø Rasa gatal sering menyertai lesi
moluskum kontagiosum.
Ø Papul ini dapat membesar hingga 2-5
mm.Lesi dapat berupa lesi soliter,
multipel, ataupun berkelompok
(clustered)
Ø Lesi dengan dele atau umbilikasi dapat
ditekan dan mengeluarkan isi
berwarna putih yang mengandung
virus
Gejala Klinis

Ø Pada anak-anak, daerah yang sering terkena adalah batang


tubuh, ekstremitas, daerah lipatan, genitalia, dan wajah, kecuali
telapak tangan dan telapak kaki. Mukosa jarang terlibat
Ø Lesi pada anakanak sering ditemukan berkelompok (cluster)
ataupun dalam satu garis lurus (linear)
Ø Moluskum kontagiosum pada dewasa ditularkan melalui kontak
seksual, sering ditemukan di perut bawah, genitalia, dan perianal
Ø Moluskum kontagiousum pada pasien imunokompromais
cenderung memiliki manifestasi yang lebih berat dan luas; lesi
raksasa sebesar 2,5 cm dapat ditemukan pada kondisi
imunokompromais
Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium Dan Histopatologik


Ø Virus dapat dideteksi dengan pemeriksaan PCR.
Ø Pemeriksaan hispatologik di daerah epidermis dapat
ditemukan badan moluskum (intracytoplasmic inclusion body)
yang mengandung partikel virus. Badan inklusi tersebut
dinamakan Henderson-Paterson bodies. Badan moluskum juga
dapat dilihat dengan pulasan Gram, Wright atau Giemsa.
Ø Beberapa kasus lesi moluskum kontagiosum dengan infeksi
sekunder, didapatkan gambaran inflamasi predominan limfosit
dan neutrofil pada pemeriksaan histopatologi
Diagnosis Banding
Tatalaksana

Terapi Mekanik
Ø Terapi mekanik untuk moluskum kontagiosum, yaitu kuretase
eksisi, pengeluaran inti lesi secara mekanik, krioterapi, dan bedah
listrik.
Ø Kuretase eksisi dapat dilakukan dengan alat kuret, biopsi plong,
dan spekulum telinga.
Ø Untuk mengurangi nyeri saat kuretase, dioleskan EMLA topikal
(kombinasi lidocaine 2,5% dan prilocaine 2,5%) 1 jam sebelum
tindakan dimulai
Ø Kuretase eksisi dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, dan luka
parut, oleh karena itu, terapi ini dianjurkan untuk moluskum
kontagiosum dengan lesi sedikit.2 Seusai prosedur kuretase,
diberikan povidone iodine topikal 3 kali sehari hingga lesi resolusI
Terapi Kimiawi
Ø Cara kerja terapi kimiawi adalah merusak lesi moluskum
kontagiosum dengan menimbulkan respons inflamasi
Ø Salah satu terapi kimiawi yang paling sering digunakan, yaitu
cantharidin (0,7% atau 0,9%).2 Cantharidin merupakan
penghambat fosfodiesterase, menghancurkan plakat desmosome,
sehingga terjadi akantolisis dan intraepidermal blistering, kemudian
memicu ekstrusi badan moluskum
Ø Cantharidin dioleskan pada lesi, dengan ataupun tanpa oklusi
kemudian dicuci dengan air dan sabun setelah 30-60 menit
aplikasi. Setelah aplikasi, lepuh akan timbul dalam 24 jam,
menyebabkan lesi terkelupas dan hilang dalam 4-5 hari.
Ø Cantharidin adalah terapi pilihan untuk anak-anak karena tidak
nyeri, sehingga tidak traumatik bagi anakanak.
terapi imunomodulator
Ø Tujuan terapi imunomodulator adalah untuk menstimulasi respons
imun penderita terhadap infeksi moluskum kontagiosum.
Ø Imunomodulator yang paling sering digunakan adalah imiquimod,
yaitu agen stimulasi imun, agonis toll-like receptor 7 yang
mengaktivasi sistem imun bawaan (innate) dan adaptif (acquired)
Ø Krim imiquimod 5% digunakan dengan cara dioleskan 3 kali sehari
selama 5 hari dalam 1 minggu dengan durasi 4 minggu.

Antivirus
Ø antivirus untuk terapi moluskum kontagiosum adalah sidofovir.
Sidofovir 1-3% dapat digunakan secara topikal ataupun intravena.
Ø Efek samping sidofovir intravena adalah nefrotoksisitas
Pencegahan

Ø Menjaga kebersihan diri


Ø Tidak saling meminjam alat mandi, misalnya handuk,
pakaian dan mainan
Ø Mencegah kontak fisik sesama teman
Ø Selama sakit dilarang berenang.
Prognosis

Prognosis umumnya baik dengan terapi adekuat. Lesi


moluskum kontagiosum akan sembuh sendiri secara spontan
walaupun memakan waktu berbulan-bulan sampai tahunan.
Masing-masing lesi akan sembuh sendiri secara spontan
dalam 2 bulan. Durasi masa penyembuhan moluskum
kontagiosum dalam suatu studi restrospektif, yaitu selama13,3
bulan. Lesi akan sembuh sendiri dan tidak meninggalkan
bekas, tetapi garukan dan terapi yang destruktif dapat
menyebabkan luka parut.
03
Pemfigus
Pemfigus

Pemfigus ialah kumpulan penyakit kulit autoimun berbula


kronik, menyerang kulit dan membran mukosa yang secara
histologik ditandai dengan bula intraepidermal akibat proses
akantolisis dan secara imunopatologik ditemukan antibodi
terhadap komponen desmosom pada permukaan
keratinosit jenis IgG, yang terikat maupun beredar dalam
sirkulasi darah.
Pemfigus Vulgaris

Pemfigus vulgaris (PV) adalah penyakit bula


intraepidermal kronik yang menyebabkan lesi yang
luas pada kulit
Etiopatogenesis

Ø Penyebab pemfigus vulgaris adalah antibodi yang


menyerang desmoglein 1 dan desmoglein 3.
Ø Jika yang diserang hanya desmoglein 3, maka lesi
mukosa yang dominan terkena.
Ø Desmoglein merupakan protein yang berperan dalam
adhesi sel terutama di epidermis dan membran mukosa
10 Antibodi tersebut merupakan subkelas IgG1 dan
IgG4, tetapi yang patogenik ialah IgG4, dapat
menyebabkan proses akantolisis tanpa adanya sel
komplemen atau sel inflamasi.
Etiopatogenesis

Ø Penyebab pemfigus vulgaris adalah antibodi yang menyerang


desmoglein 1 dan desmoglein 3.
Ø Jika yang diserang hanya desmoglein 3, maka lesi mukosa yang
dominan terkena.
Ø Desmoglein merupakan protein yang berperan dalam adhesi sel
terutama di epidermis dan membran mukosa 10 Antibodi tersebut
merupakan subkelas IgG1 dan IgG4, tetapi yang patogenik ialah IgG4,
dapat menyebabkan proses akantolisis tanpa adanya sel komplemen
atau sel inflamasi. Pembentukan autoantibodi bersifat T-cell
dependent, Th1 dan Th2 yang autoreaktif terjadi pada pemfigus
vulgaris.
Ø Terdapat hubungan antara kadar antibodi dan aktivitas penyakit.
Antibodi ini dapat melalui plasenta dan akan menyebabkan bulla
sementara pada neonatus.
Ø Antibodi antidesmoglein menyebabkan pembentukan bulla
Ø Pemfigus vulgaris dapat muncul bersamaan dengan penyakit
autoimun lain seperti miastenia gravis dan SLE
Gejala Klinis

Ø Ditandai oleh erosi lapisan mukosa dan


bulla di kulit dan mukosa dengan
dasar dapat berupa kulit normal atau
eritema, dapat mengenai kulit seluruh
tubuh
Ø Bulla berdinding tipis dan mudah
pecah. Awalnya dapat berisi cairan
jernih, jika bertambah berat dapat
berisi cairan mukopurulen atau darah
Gejala Klinis

Ø Pada sekitar 60% kasus lesi pertama


kali muncul di mulut, sisanya muncul
pertama kali di kulit kepala, wajah,
leher, ketiak atau genital. Lesi tidak
gatal tetapi nyeri.
Ø Bulla yang pecah akan membentuk
erosi kemudian krusta, Krusta sulit
sembuh; jika sembuh akan
membentuk lesi hiperpigmentasi tanpa
scar, karena lapisan dermis tidak
terlibat
Gejala Klinis

Ø Lesi mukosa dapat merupakan


satu-satunya tanda pemfigus
vulgaris sebelum adanya lesi kulit
yang dapat muncul 5 bulan
hingga 1 tahun
Ø Lesi mukosa dapat mengenai
mukosa oral, mukosa hidung,
konjungtiva, penis, dan mukosa
vagina
Diagnosis

Ø Diagnosis pemfigus vulgaris dapat ditegakkan jika


ditemukan hasil positif pada pemeriksaan klinis,
pemeriksaan histologi, dan uji imunologik
Ø Pada pemeriksaan fisik terdapat Nikolsky sign, tanda ini
sensitif tetapi tidak spesifik. Nikolsky sign dilihat dengan cara
menggosokkan tangan dari daerah normal hingga ke lesi,
hasil positif jika kulit mengelupas, menandakan pelepasan
lapisan superfisial lapisan basal epidermis.
Ø Selain itu, terdapat Asboe-Hansen sign berupa gambaran
bulla yang melebar jika bagian tengah bulla ditekan
Diagnosis

Ø Gambaran histologi pada biopsi lesi pemfigus vulgaris


berupa gambaran bulla suprabasiler dengan akantolisis.
Ø Lapisan antara stratum basale epidermis dan bagian
epidermis lain yang lebih superfisial tampak lepas dan
membentuk bulla. Kadang tampak sel keratinosit yang
lepas ke dalam bulla
Ø Pemeriksaan imunologi berperan penting.Enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) untuk mengetahui adanya
antibodi yang menyerang desmoglein 1 dan desmoglein 3
menunjang diagnosis pemfigus vulgaris
Tatalaksana

Ø Fase kontrol adalah fase penyakit dapat dikontrol, terbukti


dari tidak terbentuknya lesi baru dan penyembuhan lesi
yang sudah ada.
Ø Direkomendasikan kortikosteroid dosis tinggi, umumnya
prednison 100-150 mg/hari secara sistemik, alternatif adalah
deksametason 100 mg/hari
Ø Obat-obat imunosupresi, seperti azathioprine,
mycophenolate mofetil, methrotrexate, dan
cyclophosphamide, dikombinasi dengan kortikosteroid
dosis rendah dapat mengurangi efek samping
kortikosteroid.
Tatalaksana

Ø Dosis azathriopine 2,5 mg/kgBB/ hari. Prednison dengan


azathriopine lebih efektif daripada prednison saja,
azathriopine tanpa prednison baru memberikan efek positif
3-5 minggu kemudian
Ø Mycophenolate mofetil 2 gram/hari dapat memberikan
efek positif
Ø Cyclophosphamide 1-3 mg/kgBB/ hari efektif jika
dikombinasikan dengan kortikosteroid
Tatalaksana

Ø Fase maintenance adalah fase pengobatan dengan dosis


terendah yang dapat mencegah munculnya lesi kulit baru,
fase ini dimulai saat sebagian besar lesi telah sembuh dan
tidak tampak lagi lesi baru. Pada fase ini dosis kortikosteroid
diturunkan bertahap, sekitar seperempat dosis setiap satu
hingga dua minggu
Ø Obat topikal seperti sulfadiazine perak 1% dapat
mencegah infeksi sekunder. Lesi mukosa dapat diberi obat
kumur diphenhydramine hydrochloride
Prognosis

Sebelum kortikosteroid digunakan, maka kematian terjadi


pada 50% penderita dalam tahun pertama. Sebab kematian
ialah sepsis, kaheksia, dan ketidakseimbangan elektrolit.
Pengobatan dengan kortikosteroid membuat prognosis lebih
baik.
Pemfigus Eritematosus

Kelainan kulit berupa bercak-bercak eritema


berbatas tegas dengan skuama dan krusta di
wajah menyerupai kupu-kupu sehingga mirip lupus
eritematosus dan dermatitis seboroika
Gejala Klinis

Ø Kelainan kulit berupa bercak-bercak eritema berbatas


tegas dengan skuama dan krusta di wajah menyerupai
kupu-kupu sehingga mirip lupus eritematosus dan dermatitis
seboroika
Histopatologi

Gambaran hispatologik identik dengan pemfigus foliaseus.


Pada lesi yang lama, hiperkeratosis folikular, akantosis, dan
diskeratosis stratum granulosum tampak prominen.
Diagnosis Banding

Ø Selain dengan dermatitis herpetiformis dan pemfigoid


bulosa), penyakit ini mirip lupus eritematosus dan dermatitis
seboroika.
Ø Pada lupus eritematosus, selain eritema dan skuama juga
terdapat atrofi serta telangiektasia, sedangkan skuama
lekat dengan kulit. Di samping itu terdapat sumbatan
keratin dan biasanya tidak didapati bula.
Tatalaksana

Pengobatan dengan kortikosteroid seperti pada pemfigus


vulgaris, , dosisnya tidak setinggi pemfigus vulgaris. Sebagai
patokan dosis prednison 60 mg sehari
Prognosis

Penyakit ini dianggap sebagai bentuk jinak pemfigus, karena


itu prognosisnya lebih baik dibandingkan pemfigus vulgaris.
Pemfigus Foliaseus
Gejala Klinis:
Ø Umumnya terdapat orang dewasa, antara umur 40-50 tahun
Ø Mulai dengan timbulnya vesikel/bula, skuama dan krusta serta
sedikit eksudatif, kemudian memecah dan meninggalkan erosi
Ø Pada awalnya dapat mengenai kepala berambut, wajah, dan
dada bagian atas sehingga mirip dermatitis seboroika
Ø Kemudian menjalar simetrik dan mengenai seluruh tubuh setelah
beberapa bulan.
Ø Yang khas ialah terdapat eritema yang menyeluruh disertai
banyak skuama yang kasar, sedangkan bula yang berdinding
kendur hanya sedikit, dan agak berbau.
Pemeriksaan Histopatologi

Ø Terdapat akantolisis di epidermis bagian atas di stratum


granulosum.
Ø Kemudian terbentuk celah yang dapat menjadi bula, sering
subkorneal dengan akantolisis sebagai dasar dan atap bula
tersebut
Pengobatan

Pengobatan sama dengan pemfigus eritematosus

Prognosis

Ø Hasil pengobatan dengan kortikosteroid tidak sebaik seperti


pada tipe pemfigus yang lain.
Ø Penyakit akan berlangsung kronik.
Pemfigus Vegetans

Pemfigus vegetans ialah varian jinak pemfigus vulgaris dan sangat


jarang ditemukan.
Klasifikasi Terdapat 2 tipe ialah :
1. Tipe Neumann
2. Tipe Hallopeau (pyodermite vegetante)
Gejala Klinis

Tipe Neumann Tipe Hallopeau


Biasanya menyerupai pemfigus Perjalanan penyakit kronik. Lesi
vulgaris. Tempat predileksi di primer ialah pustul-pustul yang
wajah, aksila, genitalia eksterna, bersatu, meluas ke perifer,menjadi
dan daerah intertrigo yang lain. vegetatif dan menutupi daerah
Yang khas pada penyakit ini ialah yang luas di aksila dan perineum.
terdapatnya bula-bula yang Di dalam mulut, terlihat gambaran
kendur, menjadi erosi dan yang khas ialah granulomatosis
kemudian menjadi vegetatif dan seperti beludru.
poliferatif papilomatosa terutama
di daerah intertrigo
Pemeriksaan Histopatologi

Tipe Neumann Tipe Hallopeau


Lesi dini sama seperti pada Ø Lesi permulaan sama dengan
pemfigus vulgaris,tetapi kemudian tipe Neumann
timbul proliferasi papil-papil ke Ø Terdapat akantolisis suprabasal
atas Terdapat abses-abses Ø Mengandung banyak
intraepidermal yang hampir eosinophil
seluruhnya berisi eosinofil. Ø Terdapat hiperplasi epidermis
dengan abses eosinofilik pada
lesi yang vegetatif.
Ø Pada keadaan lebih lanjut
akan tampak papilomatosis
dan hiperkeratosis tanpa abses
Pengobatan

Seperti pada pemfigus vulgaris.

Prognosis

Tipe Hallopeau, prognosisnya lebih baik karena cenderung sembuh.

Anda mungkin juga menyukai