TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan
oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerahmerahan, alopesia, dan kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yang disebut
kerion.1
Tinea kapitis merupakan penyakit dermatofitosis paling banyak pada anakanak, mengenai kulit dan rambut scalp, ditandai dengan skuama dan bercak alopesia.2
1.2. Epidemiologi
Penularan penyakit dapat secara langsung atau tidak langsung misalnya
melalui sisir, topi, bantal, tempat duduk di bioskop. Rambut yang sudah
terlepas/rontok tetap infeksius selama bertahun-tahun. Penularan meningkat pada
higiene jelek, penduduk padat, dan kondisi sosial ekonomi rendah. Adanya carrier
asimtomatik menyebabkan tinea kapitis sulit diberantas.2
Pada umumnya mengenai anak prapubertas berusia antara 2-14 tahun, paling
sering pada anak usia antara 3-7 tahun. Tinea kapitis pada orang dewasa dapat
ditemui pada pasien AIDS. 2
Insidens tinea kapitis masih belum diketahui pasti, tersering dijumpai pada
anak-anak 3-14 tahun jarang pada dewasa. Transmisi meningkat karena berkurangnya
higiene sanitasi individu, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi yang rendah.
Penularan dapat terjadi melalui sisir, topi, sarung bantal, dan kursi teater. Bahkan
setelah rambur rontok, mungkin masih dapat menularkan selama lebih dari satu
tahun.2,3
1.3. Etiologi
2,3
Jamur zoofilik
Microsporum canis
Jamur geofilik
Microsporum gypseum
T . tonsurans
M . equinum
M . fulvum
T . schoenleinii
M . gallinae
M . nanum
T . rubrum
M . persicolor
M . praecox
T . megninii
T . mentagrophytes
M . racemosum
T . mentagrophytes
T . verricosum
M . vanbreuseghemii
T . youndei
T . sarkisovii
M . cookie
T . soundanense
T . simii
T . longifusum
M . audouinii
M . ferrugineum
Epidermophyton floccosum
Jamur endotrik
M. audouinii
T. schoenleinii
M. canis
M. ferrugineum
Tidak Berfluoresensi
Tidak Berfluoresensi
M. fulvum
T. gourvillii
M. gypseum
T. soundanense
T. megninii
T. tonsurans
T. mentagrophytes
T. violaceum
T. rubrum
T. yaoundei
t. verrucosum
1.4. Patogenesis 1,2,3
Dermatofit ektotrik tipikal menyerang perifolikuler stratum korneum, meluas
ke sekitarnya mengenai batang rambut mid to late-anagen sebelum turun ke folikel
untuk memasuki korteks rambut. Arthroconidia kemudian mencapai korteks rambut
dan di transport ke atas permukaan rambut.
Sebelum turun ke folikel rambut untuk menembus kortek rambut. Hifa-hifa
intrapilari kemudian turun ke batas daerah keratin, dimana rambut tumbuh dalam
keseimbangan dengan proses keratinisasi, tidak pernah memasuki daerah berinti.
Ujung-ujung hifa-hifa pada daerah batas ini disebut Adamsons fringe, dan dari sini
hifa-hifa berpolifrasi dan membagi menjadi artrokonidia yang mencapai kortek
rambut dan dibawa keatas pada permukaan rambut. Rambut-rambut akan patah tepat
diatas fringe tersebut, dimana rambutnya sekarang menjadi sangat rapuh sekali.Secara
mikroskop
hanya
artrokonidia
ektotrik
yang
tampak
pada
rambut
yang
Lesi paling sering di regio oksipital. Seringkali lesinya tampak satu atau
beberapa daerah yang berbatas jelas pada daerah oksiput. 2,3
Kesembuhan spontan biasanya terjadi pada infeksi Microsporum. Ini
berhubungan dengan mulainya masa puber yang terjadi perubahan komposisi
sebum dengan meningkatnya asam lemak-lemak yang fungistatik, bahkan
asam lemak yang berantai medium mempunyai efek fungistatik yang
terbesar . Juga bahan wetting (pembasah) pada shampo merugikan jamur
seperti M. audouinii. 4
3. Kerion celcii
Umumnya kerion celcii disebabkan oleh jamur zoofilik atau geofilik
seperti M. canis dan M. gypseum. Kerion celcii adalah reaksi peradangan yang
berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah
dengan sebukan sel radang yang padat di sekitarnya. Reaksi radang
disebabkan
oleh
reaksi
hipersensitivitas
terhadap
infeksi,
spectrum
peradangan mulai dari ringan, yaitu eritema, papula, krusta, pustular folikulitis
sampai berat sebagai kerion berupa massa yang menonjol dipenuhi potonganpotongan rambut yang terputus, krusta dan pus. Pasien dapat mengalami
limfadenopati di posterior servikal, nyeri dan demam. Akibat radang yang
hebat tersebut, jika sembuh dapat meninggalkan jaringan parut permanen dan
menimbulkan alopesia menetap. Lesi dapat meluas mengenai daerah kulita
glabrosa. 1,2,3,4
3. Kultur
Untuk spesifikasi perlu dilakukan biakan pada media Sabouraud, oleh
karena semua spesies dermatofita tampak identik. Memakai swab kapas steril
yang dibasahi akua steril dan digosokkan di atas kepala yang berskuama.
Spesimen yang didapat dioleskan di media Mycosel atau Mycobiotic
(Sabourraud
dextroseagar
khloramfenikol
sikloheksimid)
atau
1.7. Diagnosis 2
Pada umumnya diagnosis dapat ditegakkan dengan melihat gambaran klinis,
serta dibantu dengan pemeriksaan laboratorik dan tes Woods light. Biakan biasanya
dilakukan untuk mengetahui spesies, pada umumnya untuk kepentingan penelitian.
Namun apabila pemeriksaan dari rambut dan kerokan kulit hasilnya negative, maka
baku emas prognosis adalah hasil biakan.
1.8. Diagnosis Banding 1,2,3
1. Dermatitis seboroik
2. Psoriasis
3. Alopesia areata
4. Trikotilomania
5. Impetigo, folikulitis bacterial
6. Favus
1.9. Komplikasi
1. Infeksi sekunder
2. Alopesia sikatrik permanen
3. Kambuh
1.10. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Umum 2
a. Mencari binatang penyebab dan diobati di dokter hewan untuk mencegah
infeksi pada anak-anak lain.
b. Mencari kontak manusia atau keluarga, dan bila perlu dikultur
c. Anak-anak tidak menggunakan bersama sisir, sikat rambut atau topi, handuk,
sarung bantal dan lain yang dipakai dikepala.
d. Anak-anak kontak disekolah atau penitipan anak diperiksakan ke dokter/
rumah sakit bila anak-anak terdapat kerontokan rambut yang disertai skuama.
e. Pasien diberitahukan bila rambut tumbuh kembali secara pelan, sering perlu 36 bulan.
f. Mencuci berulang kali untuk sisir rambut, sikat rambut, handuk, boneka dan
pakaian pasien, dan sarung bantal pasien dengan air panas dan sabun atau
lebik baik dibuang.
2. Terapi Medikamentaosa 1,2,3,4
a. Griseofulvin
Sama
efektifnya
untuk
karena
Microsporum
canis
maupun
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Agama
Alamat
: An. F
: 6,5 tahun
: Laki-laki
: Pelajar
: Islam
: Air Dingin, Padang
Listrik ada
melebar.
Terasa agak gatal dan lama-kelamaan rambut di sekitar borok tersebut
makin rapuh dan mudah rontok. Pada area borok dan tepi-tepinya tampak
botak.
Tidak ada riwayat demam sebelumnya.
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalisata
Keadaan umum
Kesadaran
Vital sign
- Tekanan Darah
- Nadi
- Nafas
: diharapkan dalam batas normal
- Suhu
: afebris
Status Gizi:
- Berat Badan
: 23 kg
- Tinggi Badan
: 115 cm
- BMI
: 17,42 (underweight)
KHUSUS
Mata
: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga: tidak ada kelainan
Hidung
: tidak ada kelainan
Leher
: JVP 5-2 cm, tidak ada pembesaran KGB
Thoraks
Paru :diharapkan dalam batas normal
Jantung: diharapkan dalam batas normal
Abdomen
: diharapkan dalam batas normal
Ekstremitas : akral teraba hangat, perfusi baik.
Status Dermatologikus I:
Lokasi
: kulit kepala bagian parietal kiri
Distribusi
: terlokalisir unilateral
Bentuk
: bulat
Susunan
: soliter
Batas
: tegas
Ukuran
: plakat
Efloresensi
: plak eritem dengan skuama putih disertai krusta
kuning kehitaman di atasnya, alopesia (+)..
Status venerelogikus:
- Kelainan selaput
- Kelainan kuku
- Kelainan rambut
- Kelainan kelenjar limfe
Foto Klinis
1. Pemeriksaan Anjuran :
-
Pemeriksaan KOH
2. Diagnosis Kerja
Susp Tinea Kapitis
3. Manajemen
a. Promotif
1) Edukasi kepada pasien bahwa penyakit ini disebabkan oleh
infeksi jamur pada kulit.
PROGNOSIS
- Quo ad sanam
- Quo ad vitam
- Quo ad kosmetikum
- Quo ad Functionam
: bonam
: bonam
: dubia ad bonam
: bonam
Pro
: An.F
Umur
: 6,5 tahun
BAB III
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus tinea kapitis pada seorang anak laki-laki 6,5 tahun.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis borok warna cokelat di kepala sejak 3
minggu yang lalu, makin melebar. Terasa agak gatal dan lama-kelamaan rambut di
sekitar borok tersebut makin rapuh dan mudah rontok. Pada area borok dan tepitepinya tampak botak.
Kemudian pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi plak eritem batas tegas,
skuama serta krusta kuning kecoklatan, alopesia (+). Pada pemeriksaan penunjang
tidak dilakukan karena dari anamnesis dan temuan klinis yang khas sudah mencukupi
untuk menegakkan diagnosa disamping itu juga terdapat keterbatasan pada peralatan
medis.
Obat jamur kulit diberikan pada pasien ini berupa terapi sistemik
griseofulvin 1x 375 mg. Terapi ketokonazol krim diberikan sebagai ajuvan. Sebagai
terapi suportif pasien harus menjaga kebersihan dan lesi kulit dijaga tetap bersih dan
kering untuk mengurangi infeksi sekunder bakteri. Pasien diberikan edukasi untuk
tidak perlu mencukur rambut.
Pasien juga dianjurkan kontrol seminggu kemudian untuk mengetahui
respon terhadap terapi dan mengevaluasi keluhan subyektif maupun tanda obyektif
yang masih ada. Penyakit ini dapat sembuh tetapi perlu adanya edukasi bahwa
penyakit ini dapat kambuh kembali jika imunitas penderita menurun, higiene sanitasi
yang jelek. Sehingga penderita diharuskan menjaga kesehatan dan kebersihan diri.
DAFTAR PUSTAKA
RH,
Burton
JZ,
Burns
DA,
Breatnach
SDM,
editors.