Anda di halaman 1dari 9

Makalah

PENYAKIT KULIT

TINEA KAPITIS

Dr. SUKMA SAILI


NIP.19850623 201412 2 001

PUSKESMAS SIAK KABUPATEN SIAK


2023
I. PENDAHULUAN

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh
spesies dermatofita. Tinea kapitis merupakan penyakit jamur yang sering terjadi pada
anak-anak dibandingkan orang dewasa. Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tinea
kapitis adalah higienitas yang buruk, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi yang
rendah. Trichophyton tonsurans merupakan penyebab paling umum di negara-negara
maju, sedangkan di negara-negara berkembang penyebab paling umum adalah
Microsporum canis. Angka kejadian di Etiopia pada studi kasus yang dilakukan pada Mei
2017 sampai April 2018 di Laboratorium Kesehatan Arsho di Addis Ababa dengan
melibatkan 318 pasien diagnosis dermatofitosis, didapati manifestasi klinis yang paling
sering terjadi adalah tinea kapitis dengan presentase 48,1 % dan paling banyak terjadi
pada kelompok usia 1- 14 tahun.
Prevalensi tinea kapitis di Indonesia sangat bervariasi, Penelitian di Rumah Sakit
Umum Pusat Prof. Dr. R. D. Kandou Manado (2012), ditemukan 6 kasus tinea kapitis
(9,23 %) dari keseluruhan 65 kasus dermatofitosis. Insiden tinea kapitis di RSUP Sanglah
Denpasar tahun 2007-2010, sebesar 0,21% yang didominasi kelompok umur 5-14 tahun
(35,71%) dan paling banyak ditemukan pada jenis kelamin laki-laki (60%).
Kelainan pada tinea kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan,
alopesia dan kadang terjadi gambaran yang lebih berat yang disebut kerion. Dalam klinik,
tinea kapitis dapat dilihat sebagai empat bentuk yaitu gray patch, kerion, black dot
ringworm dan favus. Untuk menegakkan diagnosis maka dibutuhkan pemeriksaan
penunjang seperti lampu wood, mikroskopis menggunakan KOH dengan mengambil
sampel dengan kerokan pada lesi dan kultur jamur sebagai penunjang pasti diagnostik.
II. PENYAKIT TINEA KAPITIS

A. PATOFISIOLOGI
Terjadinya infeksi dermatofita melalui tiga mekanisme, yaitu: mekanisme gejala
awal, Non-inflamatori dan inflamatori.
A. Mekanisme gejala awal
Saat terjadi infeksi dermatofita terjadi jamur akan tumbuh ke arah bawah di
startum korneum dan menginfeksi keratin. Spora harus tumbuh dan menembus masuk
stratum korneum dengan kecepatan melebihi proses deskuamasi. Proses penetrasi
menghasilkan sekresi proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang menjadi nutrisi bagi
jamur. Diperlukan waktu 4–6 jam untuk germinasi dan penetrasi ke stratum korneum
setelah spora melekat pada keratin sehingga dapat menyebabkan hiperkeratik. hal ini
dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1
Mekanisme gejala awal terjadinya tinea kapitis
B. Non-Inflamatori
Rambut yang terinfeksi akan menjadi lemah dan mudah patah. Rambut biasanya
akan terinfeksi melalui salah satu dari tiga cara utama: 1) Endothrix: di mana jamur
mempengaruhi batang rambut, contoh jenis ini: Trichophyton tonsurans, 2) Ectothrix: di
mana jamur mempengaruhi selubung luar akar, contoh jenis ini: Microsporum canis dan
3) Favus: di mana ada reaksi inflamasi, pengerasan kulit atau skutula, dan rambut rontok
- contoh jenis ini: Trichophyton schoenleinii.
Pada infeksi ektotriks, hanya artrokonidia ditemukan pada permukaan batang
rambut, meskipun hifa juga ada dalam batang rambut dan terjadi kerusakan kutikula
rambut. Pada infeksi endotriks, artrokonidia dan hifa ditemukan didalam batang rambut
dimana kutikula dan korteks tetap utuh, sedangkan tinea favus ditandai dengan hifa yang
tersusun longitudinal dan terdapat rongga udara pada batang rambut, artrokonidia
umumnya tidak ditemukan. Invasi ektotriks lebih sering pada tinea kapitis gray patch,
meskipun endotriks juga bisa terjadi. Infeksi masuk stratum korneum perifolikular
menyebar dengan pola lingkaran antigen masuk ke folikel rambut dan korteks rambut,
sehingga meninggalkan korteks tanpa kelainan dan hifa tumbuh di intrapylari lalu
menggantikan keratin intrapykari dan rambut mudah patah.
C. Inflamatori
Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat mengatasi
pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Jamur harus mempunyai kemampuan melekat
pada kulit dan mukosa pejamu, serta kemampuan untuk menembus jaringan pejamu, dan
mampu bertahan dalam lingkungan pejamu, menyesuaikan diri dengan suhu dan keadaan
biokimia pejamu untuk dapat berkembang biak dan menimbulkan reaksi jaringan atau
radang.
Dermatofit memasuki stratum korneum dengan merusak lapisan tanduk dan juga
menyebabkan respons radang (titik hitam sebagai sel-sel radang) yang berbentuk eritema,
papula, dan vasikulasi. Sedangkan pada batang rambut, menyebabkan rambut rusak dan
patah, jika infeksi berlanjut sampai ke folikel rambut, akan memberikan respons radang
yang lebih dalam, ditunjukkan titik hitam, yang mengakibatkan reaksi radang berupa
nodul, pustulasi folikel,dan pembentukan abses.
Terdapat 4 bentuk klinis dari tinea kapitis, yaitu:
1) Tipe Gray Patch Ring Worm
Gray patch ring worm merupakan tipe tinea kapitis yang biasanya disebabkan
oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai dengan
papul merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang
menjadi pucat dan bersisik. Lesi tampak berskuama, hiperkeratosis, dan berbatas tegas
karena rambut yang patah. Keluhan penderita adalan merasa gatal. Rambut berwarna
abu-abu dan tidak berkilat lagi, mudah patah dan terlepas dari akarnya (mudah dicabut
tanpa rasa nyeri) sehingga menimbulkan alopesia setempat (Grey patch). Pemeriksaan
lampu Wood menunjukkan fluoresensi berwarna hijau kekuning-kuningan pada rambut
yang sakit melampaui batas-batas grey patch tersebut.

Gambar 4 Tinea Kapitis tipe grey patch ring worm


2) Tipe Kerion
Kerion adalah reaksi peradangan berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan
yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang di sekitarnya. Jika
penyebabnya Microsporium canis dan Microsporum gypseum, pembentukan kerion ini
lebih sering terlihat, agak kurang bila penyebabnya Tricophyton tonsurans, dan sedikit
sekali bila penyebabnya Tricophyton violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan
jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap. Jaringan parut yang menonjol
kadang-kadang dapat terbentuk. Lesi biasanya gatal, dapat disertai nyeri dan
limfadenopati servikalis posterior.

Gambar 5 Tinea Kapitis tipe kerion3


3) Tipe Black Dot Ring Worm
Black dot ringworm terutama disebabkan oleh Tricophyton tonsurans dan
Tricophyton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai
kelainan yang disebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah,
tepat pada muara folikel, dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh dengan
spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut memberi gambaran black dot.
Ujung rambut yang patah, kalau tumbuh kadang-kadang masuk ke bawah permukaan
kulit. Kadang masih terdapat sisa rambut normal di antara alopesia. Skuama difus juga
umum ditemui.

Gambar 6 Tinea Kapitis tipe black dot ring worm3


4) Tipe Favus
Penyebab utama dari tipe ini adalah Trichophyton Schoenleinii. Lesi awal di
kepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwarna merah kuning dan berkembang
menjadi krusta berbentuk cawan (skutula). Krusta ditembus oleh satu atau dua rambut
dan bila krusta diangkat terlihat dasar yang cekung merah dan basah. Rambut tidak
berkilat dan akhirnya terlepas. Biasanya tercium bau tikus (Mousy door).

Gambar 7 Tinea capites tipe favus


III. PENATALAKSANAAN TINEA KAPITIS

Tata laksana tinea kapitis terbagi menjadi tatalaksana umum dan tatalaksana
khusus. Pada tatalaksana umum, pasien disarankan untuk tidak memakai peci atau
penutup kepala bersamaan dengan orang lain, begitu juga dengan sisir dan handuk.
Mengganti sarung bantal dengan rutin minimal satu kali seminggu, dan menjaga kepala
tidak lembab. Pada pasien anak, perlu diberikan edukasi kepada keluarga terkait status
gizi, karena kondisi gizi buruk dapat memperberat kondisi infeksi jamur.
Terapi khusus pada pasien dengan tinea kapitis dapat berupa terapi farmakologi.
Untuk pasien anak-anak dapat diberikan Griseofulvin dengan dosis terbaik 25
mg/kgBB/hari. Griseofulvin adalah obat yang disetujui Food and Drug Administration
(FDA) untuk pilihan terapi tinea kapitis pada anak dikarenakan dapat ditoleransi dengan
baik, aman, dan dipakai di seluruh dunia. Griseofulvin bersifat fungistatik dan
menghambat mitosis dermatofita dngan cara mengganggu spindle microtubulus.
Griseofulvin akan dihimpun dalam sel pembentuk keratin, lalu muncul bersama sel yang
baru berdiferensiasi dan akan berikatan kuat dengan keratin, sehingga sel baru akan
resisten terhadap serangan jamur. Keratin yang mengandung jamur akan terkelupas dan
diganti dengan sel normal. Griseofulvin dapat bertahan dalam lapisan tanduk selama 4-8
jam melalui pemberian oral. Griseofulvin dapat diberikan edukasi mengenai cara
pemberian griseofulvin pada anak, yaitu dapat dikonsumsi setelah makan atau minum
susu dikarenakan dapat mengoptimalkan proses absorbsi. Terapi dengan Griseofulvin
diberikan dalam waktu 6-8 minggu dan diteruskan 2 minggu setelah klinis membaik.
Perlu diperhatikan bahwa dosis tinggi griseofulvin bersifat karsinogenik dan teratogenik,
sehingga sebaiknya tidak diberikan pada dermatofitosis ringan.
Tinea kapitis pada pasien dewasa dapat ditatalaksana dengan terapi jamur per oral
dan topikal. Pilihan obat pada pasien dewasa dapat diberikan griseofulvin dengan dosis
microsize yang direkomendasikan adalah 20-25 mg/kgBB dengan dosis tunggal atau
terbagi, sementara untuk sedian ultramicrosize dapat diberikan dosis sebanyak 15
mg/kgBB dosis tunggal atau terbagi. Sebagai terapi alternatif dapat diberikan golongan
azol, seperti ketokonazol atau itrakonazol yang diberikan peroral.
Untuk pemberian itrakonazol dapat 500-100 mg/kgBB/hari atau 5 mg/kgBB/hari
selama 6 minggu. Terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg untuk 20-40 kg
dan 250 mg/hari untuk berat badan lebih dari 40 kg selama 2-4 minggu.
Dari beberapa sumber juga ditemukan rekomendasi pengobatan berdasarkan
dermatofita etiologi penyakit. Pada infeksi yang disebabkan dematofita Microsporum
dapat diberikan pengobatan dengan ultramicrosize Griseofulvin 10-15 mg/kgBB/hari
selama 8 minggu. Sementara untuk infeksi yang disebabkan Trycophyton
direkomendasikan pemberian terbinafin 65,2 mg/hari untuk berat badan 10-20 kg 125 mg
untuk 20-40 kg dan 250 mg/hari untuk berat badan lebih dari 40 kg selama 2-4 minggu.
Pengobatan topikal berupa shampo ketokonazol 2% digunakan tiga kali seminggu
dengan cara usapkan secara merata di kepala dan diamkan selama 5 menit agar shampo
kontak dengan kulit kepala sebelum dibilas, pengobatan topikal biasanya dilanjutkan
selama 1 sampai 3 minggu setelah kesembuhan klinis dan mikologik membaik, alternatif
lain dapat diberikan selenium sulfida 1-2,5%.
IV. PEMBAHASAN

Tinea kapitis (ringworm of the scalp) merupakan dermatofitosis pada kulit


kepala dan rambut kepala. Tinea kapitis sering muncul pada anak-anak usia antara 3
sampai 14 tahun dan dapat terjadi pada dewasa. Kelainan pada tinea kapitis dapat
ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran
yang lebih berat yang disebut kerion. Diagnosis ditegakkan berdasarkan presentasi klinis,
pemeriksaan dengan lampu wood, dan pemeriksaan langsung pada rambut dengan KOH.
Pengobatan untuk tinea kapitis sebagai gold standar adalah griseofulvin sedangkan obat
baru yang dapat digunakan untuk alternatif terapi tinea kapitis adalah itrakonazole, dan
terbinafine. Untuk mengurangi penularan dapat menggunakan selenium sulfida, shampo
ketokonazol dan seminggu 2 kali, untuk mengurangi spora jamur dan infeksivitas.
Faktor yang berperan dalam penyebaran penyakit ini adalah sosial ekonomi
rendah, hygiene perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak bersih, perilaku yang tidak
mendukung, kesalahan diagnostik dan perkembangan demografi serta ekologi.
Kurangnya kebersihan diri (personal hygiene) dapat menimbulkan berbagai macam
penyakit khususnya pada kulit. Kebanyakan pasien yang datang ke puskesmas lebih
banyak berjenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dapat melakukan asuhan yang baik dan
sistematis dalam penanganan dermatofitosis khusus nya pada penyakit tinea kapitis
terutama dalam upaya preventif berupa sosialisasi terhadap masyarakat tentang
dermatofitosis dalam penanganan pertama harus lebih ditingkatkan.

Anda mungkin juga menyukai