Anda di halaman 1dari 11

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

PITYRASIS VERSIKOLOR
I. PENDAHULUAN
Banyak kelainan kulit berupa bercak putih (makula hipopigmentasi) salah
satu diantaranya adalah penyakit Pitiriasis Versikolor yang disebabkan oleh
Malessezia furfur / pityrosporum orbiculae (p.orbiculae) / P.ovale. Pitiriasis
versikolor adalah infeksi jamur superfisial yang sering terjadi disebabkan oleh
Malasezia furfur, biasanya tidak memberikan keluhan subyektif. Malassezia
furfur merupakan jamur yang bersifat lifopilik dimorfik dan merupakan flora
normal pada kulit manusia ditandai dengan bercak lesi yang bervariasi mulai dari
hipopigmentasi, kemerahan sampai kecoklatan atau hiperpigmentasi. Penyakit
jamur kulit ini adalah penyakit yang kronik dan asimtomatik ditandai oleh bercak
putih sampai coklat yang berskuama halus. Kelainan ini umumnya menyerang
badan dan kadang- kadang terlihat di ketiak, lipat paha, tungkai atas, leher, muka
dan kulit kepala. Penyakit ini juga dikenal dengan nama Tinea versikolor,
kromofitosis, dermatomikosis, purpura, liver spots, tinea flava, pitiriasis
versikolor flava dan panu.(1,2)
Penyakit ini dikenal untuk pertama kali sebagai penyakit jamur pada tahun
1846 oleh Eichted Robin pada tahun 1853 memberi jamur penyebab penyakit ini
dengan nama Microsporum furfur dan pada tahun 1889 oleh baillon species ini
diberi nama Malessezia Furfur dan Pytyrosporum Orbiculare merupakan
organisme yang sama.(1)
Prevalensi pathogen dari genus Malassezia dalam kulit yang sehat pada
anak usia 0-15 tahun adalah 17,8%. Penyakit ini adalah penyakit universal dan
terutama ditemukan didaerah tropis. Menyerang semua umur terutama dewasa
muda, sedangkan umur < 1 tahun sangat jarang ditemukan Malassezia furfur, hal
ini disebabkan pada anak-anak terdapat produksi sebum yang rendah. Penularan
1

panu terjadi bila ada kontak dengan jamur penyebab oleh karena itu kebersihan
pribadi sangat penting Penyakit ini menyerang semua ras, tidak terdapat
perbedaan frekuensi pada laki-laki maupun perempuan.(1,3)
Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya
pitiriasis versikolor ialah Pytorosporum Orbiculare yang berbentuk bulat atau
Pityrosporum Ovale yang berbentuk oval. Keduanya merupakan organisme yang
sama, dapat berubah sesuai lingkungannya, misalnya suhu, media, dan
kelembaban. Malassezia furfur merupakan fase spora dan miselium. Faktor
predisposisi menjadi patogen dapat endogen dan eksogen. Endogen dapat
disebabkan diantaranya oleh defisiensi imun. Eksogen dapat karena faktor suhu,
kelembaban udara, dan keringat.(1,3)
Kelainan kulit pitiriasis versikolor sangat superfisial dan ditemukan
terutama di badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni,
bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus. Bercak-bercak
tersebut berflouresensi bila dilihat dengan lampu wood. Bentuk papulo-vesikuler
dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya asimptomatik sehingga
adakalanya pasien tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit tersebut.(1)
Kadang-kadang penderita merasakan gatal ringan yang merupakan alasan
berobat. Penyakit ini sering terlihat pada remaja, walaupun anak-anak dan orang
dewasa tua tidak luput dari infeksi. Menurut BURKE (1961) ada beberapa faktor
yang mempengaruhi infeksi, yaitu faktor herediter, penderita yang sakit kronik,
atau yang mendapat pengobatan steroid dan malnutrisi.(1)
Pengobatan harus dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten. Obat-obat
yang biasa dipakai misalnya suspensi selenium sulfide. Obat-obat lain yang
berkhasiat terhadap penyakit ini adalah salisil spiritus 10%, derivate-derivat azol,
sulfur presipitatum dalam bedak kosock 4-20%. Jika sulit disembuhkan
ketokonazol juga dapat dipertimbangkan.(1)
II. DIAGNOSIS
2

Kelainan kulit pitiriasis versikolor sangat superficial dan ditemukan


terutama di badan. Lesi berupa bercak yang berbatas tegas disertai dengan skuama
halus, lesi tersebut mempunyai ukuran, bentuk dan warna yang bermacammacam. Bisa pula tanpa keluhan gatal sama sekali, tetapi penderita mengeluh
karena malu oleh adanya bercak tersebut (berhubungan dengan kosmetik).
Gambaran klinis Pitiriasis versikolor sangat khas sehingga mudah didiagnosis..
Hal ini sesuai dengan namanya yaitu pitiriasis yang berarti penyakit dengan
skuama halus seperti tepung dan versikolor yang berarti berbagai macam warna.
(1,4)

Warna lesi mulai dari hipopigmentasi, merah muda, kuning kecoklatan,


coklat muda atau hiperpigmentasi.. Pada orang kulit berwarna, lesi yang terjadi
tampak sebagai bercak hipopigmentasi, tetapi pada orang yang berkulit pucat
maka lesi bisa berwarna kecoklatan ataupun kemerahan. Kadang kadang skuama
sukar dilihat, namun dapat dibuktikan dengan dengan pemeriksaan goresan
permukaan lesi dengan kuret atau kuku jari tangan (finger nail sign). Lesi yang
pertama muncul mula mula berbentuk milier yang berbatas tegas dan makin
lama makin membesar tanpa disertai peninggian ditepinya. Tempat predileksinya
terutama daerah yang ditutupi pakaian seperti dada, punggung, perut, lengan atas,
paha, leher. Variasi warna tersebut tergantung dari pigmen kulit penderita, paparan
sinar matahari dan lamanya penyakit.(4,8)

Gambar 1. Bercak hipopigmentasi pada orang kulit berwarna gelap.(6)

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG
3

1.

Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20%.


Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit yang

mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan, lalu dikerok dengan skalpel steril
dan jatuhannya ditampung dalam lempeng-lempeng steril pula atau ditempel pada
selotip. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH 10% yang
diberi tinta Parker biru hitam atau biru laktofenol, dipanaskan sebentar, ditutup
dengan gelas penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya
memang jamur, maka kelihatan garis yang memiliki indeks bias lain dari
sekitarnya dan jarak-jarak tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat yang dikenal
dengan hifa. Pada pitiriasis versikolor hifa tampak pendek-pendek, lurus atau
bengkok dengan banyak spora bergerombol sehingga sering disebut dengan
gambaran spaghetti and meatballs atau bacon and eggs.(2,3,6)

Gambar 2. Gambaran sediaan langsung dengan KOH memperlihatkan hifa pendek-pendek dengan
spora yang bergerombol(7)

2.

Pemeriksaan dengan sinar wood


Dapat memberikan perubahan warna pada seluruh daerah lesi sehingga
batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan
memperlihatkan fluoresensi warna kuning keemasan sampai orange.
Pemeriksaan ini memungkinkan untuk melihat dengan lebih jelas perubahan
pigmentasi yang menyertai kelainan ini.(3)

Gambar 3. Gambaran pemeriksaan lampu wood(7)

3. Kultur
Pemeriksaan dengan biakan jamur tidak terlalu bernilai secara diagnostik
karena memerlukan waktu yang lama. Pemeriksaan ini menggunakan media
biakan agar malt atau saborauds agar. Koloni yang tumbuh berbentuk soliter,
sedikit meninggi, bulat mengkilap dan lama kelamaan akan kering dan dibawah
mikroskop terlihat yeast cell bentuk oval dengan hifa pendek.(5)
IV. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari penyakit jamur ini adalah : (1,12)
a. Vitiligo

Hipomelanosis idiopatik dapat ditandai dengan adanya makula putih yang


dapat meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel
melanosit.
Epidemiologi : dapat mengenai semua ras dan kelamin. Terbanyak
sebelum umur 20 tahun dan ada faktor genetik.

Etiologi : penyebab belum diketahui, berbagai faktor pencetus dilaporkan


misalnya krisis emosi dan trauma fisik.
Gejala klinis : bercak berwarna putih dengan diameter beberapa milimeter
sampai beberapa sentimeter, bulat atau lonjong dengan batas tegas. Pada
pemeriksaan

lampu

wood didapatkan

warna putih terang

yang

membedakan dengan pitiriasis versicolor.


Predileksi : ekstensor jari, daerah sekitar mata, hidung, mulut, tibialis
anterior, dan pergelangan tangan bagian fleksor.
b. Pitiriasis alba

Bentuk dermatitis yang tidak spesifik dan belum diketahui penyebabnya.


Ditandai dengan adanya bercak kemerahan dan skuama halus yang akan
menghilang serta meninggalkan area yang depigmentasi.
Etiologi : menurut pendapat para ahli diduga adanya infeksi streptococcus.
Tapi belum dapat dibuktikan.
Epidemiologi : pitiriasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3-16
tahun. Wanita dan pria sama banyak.
Gejala klinik : lesi berbentuk bulat, oval atau plakat yang tidak teratur.
Bercak biasanya multiple 4-20 dengan diameter antara sampai 2 cm.
Predileksi : pada anak-anak lokasi kelainan terdapat pada wajah. Paling
sering disekitar mulut, dagu, pipi, serta dahi. Lesi dapat dijumpai pada
ektremitas dan badan. Dapat simetris pada bokong, paha atas, punggung,
dan ekstensor lengan.

c. Lentigines

Makula coklat atau coklat kehitaman berbentuk bulat atau polisiklik.


Lentiginosis adalah keadaan timbulnya lentigo dalam jumlah yang banyak
atau dengan distribusi tertentu.
Etiologi : disebabkan karena bertambahnya jumlah melanosit pada taut
dermo-epidermal tanpa adanya proliferasi fokal.
Epidemiologi : lebih banyak ditemukan pada laki-laki.
Gejala klinis : lesi berupa makula hiperpigmentasi berukuran 1-5 mm yang
timbul sejak lahir dan berkembang pada masa anak-anak
Predileksi : letaknya biasa pada lokasi mukosa bukal, gusi, palatum
durum, dan bibir. Bercak dimuka tampak lebih kecil dan lebih gelap
terutama sekitar hidung dan mulut, pada tangan dan kaki bercak tampak
lebih besar.
d. Ephelides

Makula hiperpigmentasi berwarna coklat terang yang timbul pada kulit


yang sering terkena sinar matahari.
Epidemiologi : lebih sering pada orang berkulit putih.
7

Etiologi : diturunkan secara dominan autosomal.


Gejala klinis : pada umur lima tahun

biasanya berupa makula

hiperpigmentasi terutama pada daerah kulit yang sering terkena sinar


matahari.
e. Pityriasis rosea

Penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya. Diawali dengan sebuah


lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus kemudian disusul oleh
lesi-lesi yang lebih kecil di badan lengan dan paha atas dan biasanya
menyembuh 3-8 minggu.
Epidemiologi : dapat terkena pada semua umur terutama antara 15-40
tahun, pada pria dan wanita sama banyaknya.
Etiologi : belum diketahui, demikian pula cara infeksi.
Gejala klinis : - gatal ringan, lesi pertama ( herald patch ) di badan, soliter,
berbentuk oval dan anular, diameter 3 cm. ruam terdiri atas eritema dan
skuama halus di pinggir. Lesi berikutnya lebih khas, lebih kecil dari lesi
awal, susunan sejajar kosta menyerupai pohon cemara terbalik christmast
tree. Lesi timbul serentak dalam beberapa hari.
Predileksi : badan, lengan atas proksimal, paha atas.
f. Sifilis sekunder

Kelainan kulit pada sifilis sekunder umumnya tidak gatal, kelainan kulit
juga terjadi pada telapak tangan dan kaki.
Gejala klinis : lesi dapat berupa eritema makular, berbintik-bintik, atau
bercak-bercak, warnanya merah tembaga, bentuk bulat atau lonjong.
Predileksi : lokalisasinya generalisata dan simetrik, telapak tangan dan
kaki ikut dikenai.
g. Dermatitis seboroik

Penyakit jamur superfisial yang kronik berupa bercak berskuama halus


berwarna putih sampai coklat hitam.
Etiologi : keaktifan glandula sebasea, infeksi jamur Pityrosporum Ovale.
Epidemiologi : insiden mencapai puncak pada umur 18-40 tahun.
Gejala klinis : eritema dan skuama yang berminyak, agak kekuningan dan
batasnya kurang tegas.
Predileksi : daerah seboroik (kulit kepala, perbatasan kulit kepala-wajah).
V. PENATALAKSANAAN
A. Pengobatan topikal
Pengobatan harus dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten. Biasanya
dalam bentuk cream, sampo, obat salep, larutan semprot. Obat-obatan yang dapat
9

dipakai misalnya; suspensi selenium sulfide (selsun) dapat dipakai sebagai sampo
2-3 kali seminggu selama 7 hari. Obat digosokkan pada lesi dan didiamkan 15-30
menit, sebelum mandi.(10)
Obat-obat lain yang berkhasiat terhadap penyakit ini adalah: salisil spiritus
10%, derivate-derivat azol, misalnya mikonazol, klotrimazol. Isokonazol dan
ekonazol; sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%; tolksiklat; tolnaftat, dan
haloprogin. Obat topikal ini harus digunakan selama 4-6 minggu. Pengobatan 6-8
bulan dipercayai dapat menurunkan angka kambuhan.(10)
B. Pengobatan sistemik
Walaupun terapi topikal sangat ideal untuk lesi lokal, pengobatan sistemik
mungkin diperlukan untuk pasien dengan penyakit yang menahun, untuk pasien
yang gagal dalam pengobatan topikal. Oral ketoconazole (200 mg sehari selama 7
hari) atau itraconazole oral (200 sampai 400 mg sehari selama 7 hari) hampir
secara universal efektif. Bahkan salah satu dosis jika itraconazole 400 mg per
bulan telah terbukti lebih dari 75% efektif dan dalam satu studi adalah sama
efektifnya dengan memberikan itraconazole selama 1 minggu. Flukonazol juga
efektif dan dapat diberikan sebagai dosis tunggal 400 mg.(11)
VI. PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini umumnya baik, namun perjalanan penyakit yang
umumnya berlangsung kronik dan hilang timbul serta bila tidak diobati lesi akan
menetap dan meluas. Respon terhadap pengobatan umunya baik, tetapi
pengobatan yang bersifat permanen sukar dicapai, karena penyakit ini mempunyai
kekambuhan yang tinggi. Hal ini banyak dipengaruhi oleh faktor predisposisi
yang pada umumnya sulit dieliminir.(1)

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja U. Pitiriasis Versikolor . In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S
editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin 5th Edition, Balai Penerbit FKUI
Jakarta; 2007. p.100-101.
2. Janik MP, Heffernan MP. Yeast infections Tinea (pityriasis) Versicolor , In:
Wolff K, Goldsmith AL, Katz IS, Gilchrest AB, Paller SA, Leffel JD
editors. Fitzpatricks Dermatology In General Medecine 7th Edition. New
York: Mc Grew Hill Medical; 2008. p. 623.
3. Schwartz RA. Superficial fungal infections. Lancet. 2004;354:1173-82
4. Madariaga MG, Youker SR. Diseases resulting from fungi and yeast
(Tinea Versicolor) . In: Andrews Disease of The Skin. 3rd Edition, Elsvier
Saunders; 2006. p.313-14.
5. Hay RJ, Ashbee HR. Mycology , In: Burns T, Breathnach S, Cox N,
Griffiths C editors. Rooks Textbook of Dermatology. 8th Edition.WilleyBlackwell; p. 36.10-36.12.
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Pedoman Pelayanan
Medik, 2011. p. 367-9.
7. Kabbin JS, Vijaya D, D Meundi Meera, Leelavathy B. Journal of Clinical
and Diagnostic Research. Clinicomycological Study of Pityriasis
Versicolor with a Special Referance to the Calcofluor White Stain. 2011
November (Suppl-2), Vol-5(7): 1356-58.
8. Thomas P., Md. Habif, Thomas P. Habif By Mosby. Clinical Dermatology:
A Color Guide to Diagnosis and Therapy 4th edition, 2006. P : 451-4.
9. Sterry W, Paus R, Burgdorf W, Fungal Disease (Tinea Versicolor). Thieme
Clinicals Companions; 2006. p. 115-7.
10. El-Gothamy ZMG. A Review of Pityriasis Versicolor. J Egypt Wom
Dermatol Sac. 2004:1(2):36-43.
11. Arenas R, Estrada R. Pityriasis Versicolor. Tropical Dermatology. 2006. p.
12-16.
12. Kelly BP. Pediatrics in Review. Superficial Fungal Infection (Pityrisis
Versicolor). 2012. p.35-37.

11

Anda mungkin juga menyukai