Anda di halaman 1dari 21

Superficial mycoses Pityriasis versicolor (tinea versicolor) Etiologi pityriasis versicolor atau tinea versicolor adalah kelainan kulit

yang umum, jinak, infeksi jamur superfisial yang biasanya ditandai dengan makula hipopigmentasi atau hiperpigmentasi di dada dan punggung. Pada pasien dengan predisposisi tinea versicolor bisa terkena penyakit ini berkalikali. Infeksinya hanya di daerah stratum korneum. Gejala Ada 4 bentuk yang dapat muncul akibat dari tinea versicolor: Tinea versicolor bentuk 1

Tampilan umum dari bentuk ini adalah multiple, sirkumskrip, bersisik, oval sampai lingkaran makula yang tersebar di dada, terkadang juga sampai abdomen bagian bawah, leher, dan ekstremitas proximal. Makula tidak menyatu, membentuk bercak dengan perubahan warna pigmen yang tidak beraturan. Nama versicolor menyatakan warnanya yang bermacam-macam. Makulanya bisa jadi lebih gelap atau lebih terang dari daerah disekitarnya. Kerokan tipis pada makula dengan pisau scapel akan didapat keratin akan didapat keratin yang berlebihan jumlahnya terangkat.

Tinea versicolor bentuk 2

Bentuk lain dari tinea versicolor adalah dengan distribusi yang sama sekali berbeda, pada daerah lipatan, wajah, dan ekstremitas. Bentuk tinea versicolor ini lebih sering terlihat pada orang dengan immunocompromised. Bentuk ini sulit dibedakan dengan infeksi lain seperti candidiasis, seborrheic dermatitis, psoriasis, erythrasma, dan infeksi dermatofita

Tinea versicolor bentuk 3


Bentuk ketiga ini melibatkan folikel rambut. Biasanya terdapat di punggung, dada, atau kaki. Bentuk ini sulit dibedakan dengan infeksi bakteri folikulitis Bentuk ini lebih sering terlihat pada orang dengan diabetes, kelembapan tinggi, terapi steroid atau antibiotika, dan terapi immunosuppresant

Tinea versicolor bentuk 4

Bentuk klinis ini adalah papul multiple, 2-3 mm, monomorfik, berwarna merah sampai coklat. Pada lesi juga ada kemungkinan terdapat skuama putih.

Lesi biasanya ditemukan di torso dan asimtomatik Secara histologis, ruam nya tidak hanya menunjukkan hifa dan spora pada stratum korneum, tetapi juga ada ciri yang mirip dengan dermatitis pada bagian dermis superfisialnya

Patofisiologi Tinea versicolor disebabkan oleh adanya infeksi dari organisme dimorphic, lipoflik, dengan genus Malassezia, formalnya dikenal dengan nama Pityrosporum. Delapan spesies dikategorikan dalam klasifikasi ini, yang dimana Mlassezia globosa dan Malassezia furfur adalah spesies yang utama ditemukan pada tinea versicolor. Malassezia sangat sulit dikultur dalam laboratorium dan hanya dapat dikultur di media yang kaya asam lemak C12-C14. Malassezia normalnya dapat ditemukan di semua kulit binatang, termasuk manusia. Jamur ini dapat diisolasi pada bayi 18% dan pada orang dewasa 90-100%. Organisme ini dapat ditemukan disemua kulit yang sehat sampai dengan penyakit kulit. Pada pasien dengan penyakit kulit, organisme ini ditemukan dengan dalam bentuk yeast dan filamen. Faktor yang menyebabkan perubahan dari dulunya saprofita menjadi parasitik, karena adanya genetis, temperatur hangat, lembap, immunosuppresion, malnutrisi, dan penyakit cushing. Peptida manusia LL-37 berperan dalam mempertahankan kulit dari infeksi jamur ini. Meskipun malassezia termasuk dalam flora normal kulit tetapi bisa ada kemungkinan menjadi patogen. Organisme ini juga dapat menjadi faktor pendukung penyakitkulit lain seperti pityrosporum folliculitis, konfluens dan reticulate papilomatosis, seborrheic dermatitis, dan beberapa bentuk dermatitis atopik. Faktor Faktor yang membuat orang cenderung terkena tinea versicolor adalah: Hamil Malnutrisi Luka bakar Terapi steroid Supressed imune system Kontrasepsi Suhu panas kelembapan

Diagnosis Tinea versicolor mempunyai penampakan klinis yang khas sehingga diagnosis biasanya dapat di tegakan tanpa melakukan pemeriksaan laboratorium Cahaya wood dapat digunakan untuk melihat warna tinea versicolor yang berwarna tembagaoranye. Namun dalam beberapa kasus lesi tampak lebih gelap dari pada sekitarnya meskipun tidak berpendar Diagnosis dapat diperkuat dengan pemeriksaan kalium hidroksida (KOH), yang ditemukan adalah spora dengan mycelium pendek seperti spageti dan bakso sebagai tanda adanya tinea versicolor. Untuk visualisasi yang lebih baik dapat digunakan pewarnaan blue stain, parker ink, methylene blue stain, atau swartz-medrik stain pada preparat KOH. Pewarnaan kontras dengan 1% chicago sky blue 6B dan 8%KOH akan didapat sensitivitas dan spesivisitas terbaik. Beberapa media membutuhkan adanya kultur, meskipun kultur sulit untuk didapatkan. Tata laksana Pasien harus diberi tahu bahwa tinea versicolor disebabkan oleh jamur yang normal ada di kulit manusia dan tidak termasuk penyakit menular. Kulit yang terkena tidak akan menimbulkan bekas atau perubahan pigmen yang permanen dan perubahan warna kulit akan kembali keawal setelah 1-2 bulan setelah pengobatan. Tinea versicolor dapat diobati dengan berbagai macam obat. Obat topikal yang efektif adalah selenium sulfide, sodium sulfacetamide, ciclopiroxolamine, azole, dan alollamine antifungal. Terapi oral juga efektif untuk mengobati tinea versicolor dan biasanya dipilih pasien karena mudah dan tidak merepotkan. Obat oral tersebut adalah ketoconazole, fluconazole, dan itraconazole. Obat oral tidak menyembuhkan tinea versicolor dengan terlalu baik dan harus diulang beberapa kali dalam setahun. Karena tinea versicolor jinak dan obat oral mempunyai efek samping, tentunya pilihan untuk memakai obat oral harus dibuat setelah menjelaskan dan memahami efek sampingnya. Penyembuhan tinea versicolor juga bisa digunakan asam 5-aminolevulinic pada terapi photodynamic.

Candidiasis Etiologi Jamur Candida adalah termasuk flora normal dan juga patogen. Penyebaran infeksi candida bermacam-macam bisa hanya di membran mukosa lokal sampai tersebar luas. Candidiasis parah tipikalnya berhubungan dengan status immunocompromised pasien, termasuk yang rentan

terhadap patogen iatrogenic di Intensive Care Unit (ICU), atau pasien yang kondisi imunologisnya terganggu akibat dari keganasan, disfungsi organ, atau terapi immunosuppresive. Gejala Tanda dan gejala dari infeksi candida dapat bervariasi tergantung dari lokasi infeksinya. Pada wanita

Tandanya adalah bercak putih, tebal, seperti bentuk keju. Infeksinya biasanya gatal , mengiritasi vagina, dan juga jaringan disekitarnya. Juga ada sakit saat berhubungan seksual dan buang air kecil.

Pada bayi dan dewasa

Candidiasis oral biasa disebut dengan sariawan. Bercak putih dan tebal pada lapisan gusi juga bisa di lidah, atau tempat lainnya di mulut. Jika plak putih itu dikerok dengan pisau atau kapas jaringan dibawahnya dapat berdarah karenannya. Sariawan ini bisa jadi menyakitkan dan membuat susah makan. Candida merupakan flora normal kulit tetapi menembus lapisan luar kulit dapat menyebabkan candida tumbuh dengan cepat, hal ini biasanya terjadi di area yang hangat dan lembap seperti pada area popok bayi dan lipatan kulit. Infeksi candida superfisial kulit memiliki ruam yang datar, merah, dan dikelilingi oleh papul-papul. Biasanya lesi yang lebih kecil akan ada di sekitarnya oleh karenanya disebut lesi satelit. Ruam ini bisa jadi gatal dan sakit.

Pada orang dengan sistem imun lemah

Infeksi candida dapat menyebar ke berbagai organ sampai menyebabkan disfungsi organ. Orang dengan sistem imun lemah karena AIDS, kemoterapi, atau kondisi lainnya dapat memicu infeksi jamur yang disebut esophagitis pada sistem gastrointestinal bagian atas. Infeksi ini hampir sama dengan sariawan tetapi tempatnya ada di esofagus. Candida esophagitis dapat menyebabkan sakit maag yang membuat sangat sakit untuk menelan sesuatu termasuk minuman. Jika infeksi ini menyebar sampai lambung maka akibatnya makanan akan diserap dengan buruk. Orang dengan kondisi ini dikhawatirkan terkena dehidrasi. Efek lain yang muncul akan ada sakit dibagian sternum, abdomen atas, mual, dan muntah

Apabila candida masuk ke aliran darah

Orang tersebut bisa jadi akan demam. Apabila penyebarannya sampai ke otak akan berdampak pada perubahan mental.

Patofisiologi

Candida adalah jamur uniselular dengan reproduksinya adalah dengan bertunas. Organisme ini dapat berkembang dengan baik di berbagai lingkungan. Kolonisasi utamannya biasanya di oropharynx, kulit, membran mukosa, pernapasan, dan jalur gastrointestinal dan genitourinary. Patogenesis muncul dengan bertambahnya kolonisasi, seperti yang terjadi pada penggunaan agen antimikrobial sistemik, menembus mukosa normal dan barier kulit, sehingga menyebabkan trauma atau kerusakan jaringan akibat dari kemoterapi atau radiasi. Candidiasis adalah jamur yang umum mempunyai kemungkinan menimbulkan infeksi. Manifestasi penyakit akibat dari candida bermacam-macam. Limfosit dan sel imun berperan penting dalam mencegah terjadinya mucosal candidiasis. Oleh karena itu, pasien dengan defisiensi sel T, seperti Human Immunodeficiency Virus (HIV), memiliki kecenderungan untuk terkena mucosal candidiasis berulang-ulang. Pasien dengan neutropenia beresiko terinfeksi invasive candidiasis dan candidemia, karena fungsi dari monosit dan sel polymorfonuklear adalah membunuh pseudohypa dan blastosphores. Komplemen dan imunoglobulin juga dapat membunuh organisme yang ada di intrasellular, karena itu pasien dengan defisiensi akan mempunyai infeksi candida yang lebih rumit lagi. Faktor Faktor-faktor yang bisa mempengaruhi perubahan candida: Defisiensi respon imun Antibiotik keras Terapi steroid Diabetes mellitus Hamil Higienitas Kontrasepsi Diagnosis Pada orang yang sehat dokter dapat menegakkan diagnosisnya hanya dengan melihat lesinya, tetapi apabila penyebaran candida sudah terlalu luas maka dibutuhkan pengujian yang lebih khusus. Vaginal yeast infection adalah dengan melakukan tes gynecology. Tes ini pertama membuka vagina dengan alat khusus. Tesnya tidak nyaman karena adanya menekan jaringan. Lalu swab jamurnya yang terlihat. Setelahnya swab campur dengan tetesan potassium hydroxide dan taruh pada preparat. Setelah dilihat di mikroskop akan terlihat jamur dengan penampakan pola yang bercabang-cabang.

Dokter juga memasukkan dua jarinya kedalam vagina dan menekan bagian uterus, ovarium, dan area sekitar untuk mengecek apakah ada yang kasar atau masalah lainnya. Sebelum pemeriksaan pasien tidak boleh melakukan hubungan seksual 1-2 hari sebelum pemeriksaan karena membuat diagnosis menjadi lebih sulit. Pada anak atau orang dewasa, pemeriksaan pada mulut dan kulit sudah dapat menentukan diagnosis candidiasis. Tetapi apabila tidak terlalu jelas, dokter dapat mengerok kecil area itu, yang nantinya akan di letakkan di preparat dengan campuran potassium hydroxide dan melihat pola percabangan dari jamur ini. Orang dengan immunodefisiensi, selain juga sama dengan sebelumnya juga perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti darah dan urin. Apabila CT scan dan MRI menyatakan adanya candidiasis di otak maka dibutuhkan biopsi untuk membedakan antara infeksi candida atau penyebab lain. Tata laksana Biasanya infeksi candida daat dilakukan secara individual dan dapat hilang sekitar 1 minggu setelah pengobatan. Tetapi apabila terdapat penyakit yang dapat melemahkan sistim imun maka harus dilihat gejala yang lainnya karena dapat beresiko terkena infeksi. Infeksi pada vagina dapat ditatalaksanakan sendiri dengan menggunakan obat sebagai berikut: Miconazole (Micon 7, Monistat 3, Monistat 5, Monistat 7, M-Zole Dual Pack) Tioconazole (Monistat-1, Vagistat-1) Butoconazole (Gynazole 1) Clotrimazole (Femcare, Gyne-Lotrimin, Mycelex-G) Oleskan pada vagina dan jaringan disekitarnya selama 1-7 hari. Bila terdapat iritasi maka pengobatannya dapat dihentikan. Apabila gejalanya tidak hilang setelah satu minggu dapat dikonsultasikan lebih lanjut. Apabila berberntuk sariawan pada mukosa mulut bisa digunakan nystatin (bio-statin, Mycostatin, Mycostatin pastiles, Nilstat) oleskan disekitar mulut. Wanita yang sedang menyusui juga patut diwaspadai adanya infeksi candida pada puting susu. Ruam dikulit dapat digunakan Clotrimazole (Myelex Troche) krim dan lotion dapat dioleskan pada lesi di superficial kulit. Cutaneous mycoses Dermatofita

Etiologi Infeksi dermatophyte dapat ditimbulkan dari banyak sumber dan disebarkan oleh athrospores (spora yang berasal dari perusakan hifanya). Spesies dari dermatofita ini dapat dibagi menjadi anthropophilic, zoophilic, atau geophilic tergantung dari asal penyebarannya. Penyebaran pada tubuh manusia juga tidak merata dan respon yang ditimbulkan akibat infeksinya pun berbedabeda. Dermatofita jenis anthropophilic adalah yang paling umum menimbulkan infeksi pada manusia. Infeksi zoophilic yang umum diwilayah tropis adalah tricophyton verrucosum dari hewan ternak, trichophyton mentagrophytes dari hewan pengerat, dan microsporum dari kucing dan anjing. Infeksi geophilic seperti microsporum gypseum jarang mnginfeksi manusia tetapi berbeda jika manusia yang terekspos berlebihan seperti petani dan pekerja kebun. Zoophilic dan geophilic dapat menyebabkan inflamasi yang lebih berat dari pada anthropophilic.

Gejala Lesi yang muncul dapat berupa lesi annular atau serpentine dengan margin yang menonjol. Gejala yang utama adalah gatal tetapi bervariasi tingkatannya. Kulit bisa menjadi kering, bersisik dan berkerak, apabila infeksi terjadi pada rambut akan menyebabkan rambut rontok. Inflamasi yang timbul bervariasi pada tiap individu, juga kerentanannya terkena inveksi. Pada beberapa kasus, fungal antigen yang muncul memicu respon immunologis yang akhirnya memediasi terjadinya reaksi hipersensitivitas pada kulit (eritema atau vesikel) biasa disebut reaksi dermatophytid. Adalah ketika kulit menjadi berkerak dan bernanah, cenderung muncul superinfeksi dengan organisme lain seperti bakteri gram negatf. Patofisiologi Dermatofita adalah organisme yang suka terhadap keratin juga pada struktur yang terkeratinisasi (kulit, rambut, dan kuku). Sporanya akan melekat pada keratinosit, tumbuh, lalu menginvasi. Kata latin tinea atau ringworm biasa digunakan untuk menyebut infeksi ini karena manifestasi yang ditimbulkan akan muncul worm-like parasite. Tinea kapitis menginfeksi rambut dan kulit kepala, tinea korporis menginfeksi badan, tinea cruris menginfeksi selangkangan, tinea manuum menginfeksi tangan, tinea unguium menginfeksi kuku, sedangkan tinea pedis menginfeksi bagian kaki. Pada beberapa kasus yang jarang terjadi, dermatofita menginvasi jaringan subcutaneous, menimbulkan granuloma, lymphedema, dan draining sinus. Apabila inveksinya sampai ke liver dan otak bisa berakibat fatal. Diagnosis Mayoritas dari dermatitis akan memancarkan cahaya ketika terekspos sinar ultraviolet, oleh karenanya ini bisa dijadikan cara untuk mendiagnosisnya. Pemeriksaan laboratorium yang

mungkin dilakukan adalah dengan melihat hifanya melalui mikroskop dan kultur dari kerokan pada daerah lesinya. Dermatofita pada rambut mempunyai ciri khusus, apabila terkena jenis microsporum maka akan jadi membentuk artherospores diluar dari batang rambut, sedangkan apabila jenisnya trichophyton maka bentuk artherospores akan ada diantara batang rambut. Tetapi tetap identifikasi yang utama adalah dari penampakan mikroskopik fungi setelah dikultur selama 2 minggu. Tata laksana Pengobatan dermatofita lebih disarankan topikal, tetapi apabila infeksinya ada di rambut dan kuku lebih baik diberi obat oral. Respon dari obat berbeda-beda pada tempat infeksinya, seperti infeksi pada kulit kepala akan mereda setelah 6-12 minggu, infeksi pada kuku tangan akan mereda setelah lebih dari 6 bulan, dan pada kuku kaki akan mereda setelah 1 tahun atau lebih pemakaian obat. Lebih disarankan untuk tidak menggunakan pengobatan kecuali ada nyeri atau penyebaran yang luas.

Daftar pustaka 1. Mims, Cedric. 2004. Medical Microbiology. Fungal infection of the skin. Pg359-363. Mosby: spanyol 2. Bannister, Barbara. 2006. Infection microbiology and management. Infection with skin, mucosal, and soft-tissue disorders.pg109-114. Blackwell: london 3. Conrad, Melissa. eMedicine. Candidiasis. Online: http://www.emedicinehealth.com/candidiasis_yeast_infection/article_em.htm . [10nov10; 21:40] 4. Hedayati, Tarlan. 2010. eMedicine. Candidiasis: treatment and Medication. Online: http://emedicine.medscape.com/article/781215-treatment . [10nov10; 21:40] 5. Craig G Burkhart. 2010. eMedicine. Tinea Versicolor. Online: http://emedicine.medscape.com/article/1091575-overview . [10nov10; 21:40] 6. Brannon, Heather. 2004. About.com. Tinea Versicolor. Online: http://dermatology.about.com/od/fungalinfections/a/tineavers.htm . [10nov10; 21:40] BAB I LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama pasien Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat No. CM

: Tn. I : 20 tahun : Laki -laki : Swasta : Kalierang Rt 09/05 Wonosobo : 35 56 70

Tgl Masuk : 01- 06- 2010

ANAMNESIS (autoanamnesis)

Keluhan Utama Gatal di dada dan di perut, gatal bertambah jika banyak berkeringat. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli kulit BRSD Setjonegoro dengan keluhan gatal di bagian perut dan di dadanya sejak 1 bulan yang lalu. Gatal dirasakan bertambah jika badan berkeringat. Awalnya gatal dirasakan di perutnya, tampak bercak-bercak coklat hanya muncul sedikit makin lama makin banyak. Kemudian bercak-bercak coklat tersebut muncul juga di dada bagian kanan hingga sekarang. Pasien mengatakan pernah berobat ke dokter, keluhan gatal berkurang tapi kambuh lagi. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien pernah mengeluhkan keluhan yang sama 4 tahun yang lalu di punggungnya, dan sudah sembuh. Riwayat alergi obat disangkal pasien. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien. Riwayat Sosial Pasien sehari-hari bekerja di bengkel kendaraan bermotor.

PEMERIKSAAN FISIK : Baik : Compos Mentis : TD N RR : 110/70 mmHg : 78x/menit : 20x/menit

Keadaan Umum Kesadaran Vital sign

Status Generalis

: dalam batas normal

Status Dermatologis: Lokasi : daerah perut dan dada kanan

UKK : tampak makula hiperpigmentasi bentuk tak teratur, batas tegas, tepi ireguler, ukuran bervariasi disertai skuama putih halus.

DIAGNOSIS BANDING : Pityriasis Versicolor Pityriasis Rosea Eritrasma DIAGNOSIS KERJA :

Pityriasis Versicolor 1. PENATALAKSANAAN Terapi Medikamentosa

Anti jamur : Ketokonazol 1x 200 mg Ketokonazol zalf 1 kali/hari

2.

Edukasi Menjaga higiene

Menjaga daerah lesi dari keringat atau keadaan yang lembab, misalnya memakai pakaian dari bahan yang dapat menyerap keringat dan longgar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi

Pityriasis versicolor adalah penyakit jamur superfisial yang kronik, tidak memberikan keluhan subyektif, berupa bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi badan, ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala yang berambut. 3 Nama lain Pityriasis versicolor adalah tinea versikolor, kromofitosis, dermatomikosis, liver spots, tinea flava, dan panau. 3 2. Epidemiologi

Penyakit ini merupakan penyakit universal, prevalensinya di dunia paling tinggi terdapat di daerah tropis dan paling rendah pada daerah dingin di Swedia. Insidensinya sama pada semua ras, menyerang semua umur, namun sering pada remaja dan dewasa muda, dan menyerang sama pada pria dan wanita. 2,3 3. Etiologi dan Patogenesis

Penyebab penyakit ini adalah jamur genus Malassezia, yang juga ditemukan pada kulit normal. Spesies Malassezia tumbuh pada daerah seboroik (kulit kepala, muka dan dada) tanpa menimbulkan keluhan pada beberapa individu. 1 Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya Pityriasis versicolor ialah Pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau Pityrosporum ovale yang berbentuk oval. Keduanya merupakan organisme yang sama, dapat berubah sesuai dengan lingkungan, misalnya suhu, media, dan kelembaban.3 Malassezia furfur merupakan fase spora dan miselium. Faktor predisposisi menjadi patogen dapat endogen atau eksogen. Endogen dapat disebabkan karena defisiensi imun. Eksogen dapat karena faktor suhu, kelembaban udara, dan keringat. 3

Meskipun Malassezia furfur adalah flora normal kulit, organisme ini dapat menjadi patogen oportunistik. Organisme ini juga menjadi faktor timbulnya penyakit Pityrosporum folikulitis, papillomatosis confluent dan reticulate, dermatitis seboroik, dan beberapa bentuk dermatitis atopik. 2 4. Gejala Klinis

Kelainan kulit yang ditemukan sangat superfisial, terutama pada badan yang terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus. Biasanya asimptomatik dan hanya gangguan kosmetik saja. Penderita hanya mengeluhkan gatal ringan, yang merupakan alasan berobat karena telah lama diderita atau sering kambuhkambuhan. 3 5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan fluoresensi lesi kulit dengan lampu Wood, sediaan langsung.3 Gambaran klinis: bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus. Fluoresensi lesi kulit dengan lampu Wood: berwarna kuning keemasan.

Sediaan langsung kerokan kulit dengan larutan KOH 20% terlihat campuran hifa pendek dan spora-spora bulat yang dapat berkelompok.

Differential Diagnosis :5 Pityriasis rosea : gambaran efloresensi sejajar dengan garis kulit, ada medalion atau herald patch, dan skuama lebih banyak di batas lesi. Kerokan kulit hifa dan spora negatif, pemeriksaan lampu Wood negatif. Eritrasma : disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum, lesi berupa eritema dan skuama halus, kadang terlihat merah kecokelatan. 6. Penatalaksanaan

Pengobatan harus dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten. Obat-obatan yang dipakai misalnya suspensi selenium sulfide (selsun) dapat dipakai sebagai sampo 2-3 kali seminggu. Obat digosokkan pada lesi dan didiamkan selama 15-30 menit sebelum mandi. Obat lainnya adalah salisil spiritus 10%, derivat-derivat azol (mikonazol, klotrimazol, isokonazol, ekonazol), sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%, tolsiklat, tolnaftat, dan haloprogin. Jika sulit disembuhkan ketokonazol dapat dipertimbangkan dengan dosis 1 x 200 mg sehari selama 10

hari. Fluconazole 150-300mg perminggu selama 2-3 minggu. Itraconazole biasanya 200mg/hr selama 7 hari. Anti jamur sistemik tidak menjamin tidak adanya kekambuhan.2,3,4 Pasien dengan kekambuhan yang kerap muncul, biasanya pada pasien defisiensi imun dapat dicegah dengan penggunaan obat topical maupun oral pada saat cuaca panas. Selenium sulfid 2,5% sama efektifnya dengan ketokonazol 400 mg/ bulan atau itrakonazol 200 mg/bulan, 2x sehari.2,3,4

PEMBAHASAN Penegakkan diagnosis pasien ini berdasarkan anamnesis berupa keluhan gatal di bagian perut dan di dadanya sejak 1 bulan yang lalu. Gatal dirasakan bertambah jika badan berkeringat. Awalnya gatal dirasakan di bagian perut, tampak bercak-bercak coklat muncul sedikit makin lama makin banyak. Kemudian bercak-bercak coklat tersebut muncul juga di dada bagian kanan hingga sekarang. Pasien mengatakan pernah berobat ke dokter, keluhan gatal berkurang tapi kambuh lagi. Pasien pernah mengeluhkan keluhan yang sama 4 tahun yang lalu di punggungnya, dan sudah sembuh. Sehari-hari pasien bekerja di bengkel dan aktifitasnya banyak mengeluarkan keringat. Pada pemeriksaan fisik di daerah dada dan perut didapatkan makula hiperpigmentasi bentuk tak teratur, batas tegas, tepi ireguler, ukuran bervariasi disertai skuama putih halus. Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit dengan larutan KOH 20% tampak kumpulan spora bulat namun tidak ditemukan hifa pendek. Berdasarkan hal tersebut kemungkinan diagnosis pasien ini adalah pityriasis versicolor.

Pasien mendapat terapi ketokonazol krim yang dioleskan pada lesi 1 kali sehari pada malam hari selama 2 minggu dan terapi anti jamur sistemik ketokonazol 200 mg 1x sehari selama 10 hari. Ketokonazol dipilih karena efektif untuk pengobatan pityriasis versicolor. Pasien di beri edukasi untuk menjaga kebersihan badan, menjaga daerah lesi dari keringat atau keadaan yang lembab.

BAB III KESIMPULAN Pityriasis versicolor adalah adalah penyakit jamur superfisial yang kronik berupa bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi badan, ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala yang berambut yang disebabkan oleh Malasssezia furfur. Penyakit ini merupakan penyakit universal, menyerang semua umur, namun sering pada remaja dan dewasa muda, dan menyerang sama pada pria dan wanita. UKK : bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus dengan skuama halus di atasnya. Pengobatan: anti jamur topikal, sistemik, edukasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Amanda, dr. 2008. Pityriasis versicolor. Diakses dari: http://www.dermnetz.org. (tanggal 3 Juni 2010) 2. Craig G, et.al. 2008. Tinea Versicolor: Overview, Differential diagnosis, Treatment & Medication. www.emedicine.com 3. Djuanda, A. 2009. Ilmu penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: FK UI

4. Etnawati, K. 1990. Pengobatan penyakit Kulit dan Kelamin. Yogyakarta: Laboratorium Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UGM 5. Siregar. 1996. Atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC

Pathophysiology Tinea versicolor is caused by the dimorphic, lipophilic organisms in the genus Malassezia, formerly known as Pityrosporum. Eleven species are recognized within this classification of yeasts, of which Malassezia globosa and Malassezia furfur are the predominant species isolated in tinea versicolor.[1, 2, 3, 4, 5] Malassezia is extremely difficult to propagate in laboratory culture and is culturable only in media enriched with C12- to C14-sized fatty acids. Malassezia is naturally found on the skin surfaces of many animals, including humans. Indeed, it can be isolated in 18% of infants and 90-100% of adults. The organism can be found on healthy skin and on skin regions demonstrating cutaneous disease. In patients with clinical disease, the organism is found in both the yeast (spore) stage and the filamentous (hyphal) form. Factors that lead to the conversion of the saprophytic yeast to the parasitic, mycelial morphologic form include a genetic predisposition; warm, humid environments; immunosuppression; malnutrition; and Cushing disease. Human peptide cathelicidin LL-37 plays a role in skin defense against this organism. Even though Malassezia is a component of the normal flora, it can also be an opportunistic pathogen. The organism is considered to be a factor in other cutaneous diseases, including Pityrosporum folliculitis, confluent and reticulate papillomatosis, seborrheic dermatitis, and some forms of atopic dermatitis. Malassezia species have also been shown to be a pulmonary pathogen in patients with immunosuppression due to stem cell transplantation.[6] PITIRIASIS ALBA I. PENDAHULUAN Pitiriasis Alba (PA) merupakan suatu kelainan kulit yang biasanya terdapat pada anak-anak dan dewasa muda. Yang ditandai dengan adanya gambaran hipopigmentasi bulat sampai oval, makula halus. Bercak dalam berbagai ukuran biasanya diameternya beberapa centimeter, berwarna putih (tetapi bukan depigmentasi) atau merah muda terang. Biasanya bercak tampak jelas, tetapi mungkin dan sedikit meninggi diluar area hipopigmentasi.

Lokasi predileksi meliputi muka, leher dan lengan bagian atas. Lesi hipopigmentasi ini menjadi lebih nyata setelah terkena sinar ultra violet. Evaluasi terhadap jamur biasanya dilakukan untuk menyingkirkan tinea versicolor atau suatu dermatofitosis. II. EPIDEMIOLOGI Di Amerika Serikat, meskipun insiden terjadinya belum bisa dijelaskan secara pasti, bahwa pada sepertiga dari jumlah anak-anak usia sekolah mungkin menderita kelainan ini. Pitiriasi alba bukanlah penyakit musiman, tetapi biasanya muncul pada musim dingin dimana kondisi udara di dalam rumah relatif lebih kering. Sebagai tambahan, paparan sinar matahari bisa membuat lesi lebih jelas pada musim semi dan musim panas. Secara internasional, pada suatu penelitian terhadap 9955 anak sekolah usia 6 16 tahun yang tinggal di daerah tropis, tingkat prevalensi Pitiriasis alba sekitar 9,9 %. Pitiriasis alba bisa mengenai semua ras, pada suatu studi ditemukan timbulnya sedikit lebih tinggi pada orang-orang yang berkulit lebih terang. Dan kebanyakan lebih banyak mengganggu dari segi kosmetik pada orang yang berkulit lebih gelap. Tingkat kejadian pada anak laki-laki dan perempuan sama, dan biasanya mengenai anak-anak yang berusia 3 16 tahun, 90 persen kasus ini terjadi pada anak yang berusia di bawah 12 tahun. PA kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa. III. ETIOLOGI Penyebab pasti Pitiriasis alba belum diketahui secara pasti, kulit yang kering sering diperburuk oleh lingkungan kering yang dingin dan nampak seperti suatu faktor umum. Lesi terutama nampak berlawanan dengan kulit hitam dan kelihatan lebih jelas akibat paparan sinar matahari pada musim semi dan musim panas. Keadaan ini tidak menular dan belum ditemukan penyebab penyebaran penyakit ini. Gambaran hipopigmentasi bisa terjadi karena penyebab lain seperti oleh jamur (misalnya, tinea versicolor), adanya inflamasi sebelumnya (misalnya, hipopigmentasi post inflamasi) atau gangguan idiopati (misalnya, vitiligo) atau mungkin akibat efek samping pengobatan seperti asam retinoic, benzoil peroksida dan steroid topikal. IV. PATOGENESIS Pada suatu studi terhadap 9 pasien dengan pitiriasis alba yang luas, kepadatan dari fungsi melanosit dikurangi dalam area yang terpengaruh tanpa perubahan dalam aktivitas sitoplasma. Melanosom cenderung lebih sedikit dan lebih kecil, tetapi distribusinya terpola dalam keratinosit normal. Perpindahan melanosom ke keratinosit biasanya tidak terganggu. Gambaran histologinya tidak spesifik. Hiperkreatosis dan parakreatosis tidak memperlihatkan secara konsisten, dan keduanya nampaknya mau tidak mau tetap memegang peranan penting dalam patogenesis

hipomelanosit. Suatu derajat variable dari edema interseluler dan lemak intrasitoplasma droplet ada. Hipopigmentasi mungkin terutama terkait dengan pengurangan jumlah melanosit yang aktif dan penurunan ukuran dan jumlah melanosom dalam kulit yang terpengaruh. V. GAMBARAN KLINIS Pitiriasis alba umumnya asimptomatis, tetapi mungkin saja sedikit gatal. Pasien biasanya akan mengalami tiga tahapan : lesi papula eritem, lesi papula hipokrom, dan lesi smooth hipokrom. Aspek riwayat penyakit meliputi : Riwayat keluarga atau pasien seperti sakit asma, demam karena alergi atau eksema dalam area yang sesuai ciri khas dermatitis atopik. Pitiriasis alba merupakan temuan nonspesifik yang biasanya dihubungkan dengan dermatitis atopik. Pasien mungkin punya riwayat eksim atau ruam yang dulu di area hipopigmentasi. Iritasi kulit yang timbul oleh berbagai penyebab dapat sembuh dan menimbulkan hipopigmentasi postinflamatory. Pengobatan utama dengan steroid topical bisa menimbulkan hipopigmentasi. Pasien mungkin teriritasi atau dermatitis kontak iritan terhadap berbagai krim topical, lotion dan obat-obatan. Ketika dihentikan dan area pemulihan dari dermatitis kontak, maka suatu area hipopigmentasi postinflamatory bisa terjadi. Pitiriasis alba ditandai dengan hipopigmentasi, bulat sampai oval, bercak makula di daerah muka, lengan bagian atas, leher, atau bahu. Kaki dan tangan lebih sedikit terkena. Lesi dalam berbagai ukuran, pada umumnya berdiameter 1 - 4 centimeter. Pasien biasanya memiliki jumlah lesi sekitar 4 atau 5 sampai 20 atau lebih.

Pada sekitar setengah dari semua pasien, luka terbatas di daerah muka. Pada anak-anak, lesi lebih sering pada muka yaitu area sekitar mulut, dagu dan pipi. Sekitar 20% anak-anak yang menderita terkena di daerah leher, lengan dan bahu sebagai tambahan terhadap muka. VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pengujian dengan kalium hidroksida (KOH) dilakukan untuk menyingkirkan kelainan kulit lain seperti tinea versicolor, tinea faciei, atau tinea korporis. Penemuan secara histology, biopsi kulit umumnya tidak terlalu membantu dalam menetapkan diagnosis, namun mungkin saja diindikasikan jika diagnosis mikosis seperti jamur (cutaneous Tcell lymphoma). Hanya sedikit kasus yang dilaporkan secara histologi, biasanya gambaran mikroskopik dari pitiriasis alba terlihat seperti suatu dermatitis kronik non spesifik. Studi histologi

mengungkapkan gambaran yang sugestif, walaupun bukan patognomonik mengenai hasil diagnosis itu. Diagnosis pitiriasis alba secara histopatologi mungkin diusulkan ketika corak yang diamati dalam suatu spesimen biopsi diambil dari lesi kulit dengan papula follikuler : - pigmentasi yang tidak teratur dari melanin - follicular plugging - follicular spongiosis - kelenjar sebasea yang artropi Pada mikroskop elektron, terlihat jumlah melanosit yang aktif berkurang dan ukuran serta jumlah melanosom berkurang dalam kulit yang terpengaruh.

VII. DIAGNOSIS Untuk mendiagnosis penderita yang dicurigai pitiriasis alba dapat dilakukan anamnesis terhadap riwayat sebelum timbulnya gejala seperti riwayat keluarga, riwayat makanan, obatobatan serta faktor lingkungan yang mungkin menjadi faktor penyebab timbulnya kelainan kulit, serta pemeriksaan fisis terhadap kelainan kulit yang timbul dengan mengidentifikasi effloresensi serta lokalisasi terjadinya lesi. Untuk menyingkirkan berbagai diagnosa banding yang mungkin menyerupai gejala pada pitiriasis alba ini dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pengujian kalium hidroksida (KOH) untuk menyingkirkan tinea versicolor dan beberapa pemeriksaan penunjang lainnya. Setelah melewati tahapan tersebut maka diagnosis pitiriasis alba dapat ditegakkan. VIII. DIAGNOSIS BANDING - Atopic Dermatitis - Contact Dermatitis - Pityriasis Rosea - Tinea Versicolor Beberapa masalah yang bisa menjadi bahan pertimbangan adalah : Hipopigmentasi akibat jamur, pada beberapa proses inflamasi pada kulit seperti dermatitis kontak dapat meninggalkan bekas hipopigmentasi setelah penyembuhan, ini bisa terjadi pada kelainan kulit lainnya misalnya yang disebabkan oleh jamur (seperti tinea versicolor), keadaan inflamasi sebelumnya (postinflammatory hypopigmentation) atau gangguan idiopatik (seperti vitiligo). Hipopigmentasi juga bisa terjadi sebagai akibat efek samping dari pengobatan seperti penggunaan asam retinoic, benzoil peroksida dan steroid topikal. Nevus depigmentosus, bentuk nevus depigmentosus yang pada kulit harus dibedakan dengan noda di daun. Manifestasi kulit yang paling awal dari tuberous sklerosa, sedangkan bentuk yang

teratur mungkin terganggu oleh hipomelanosis ilo, gangguan neurokutaneus yang lain. Eksema nummular, eksema nummular yang sangat gatal. Pigmenting Pitiriasis alba, keadaan ini nampak seperti variasi dari pitiriasis alba klasik. Memperlihatkan suatu kaitan dengan infeksi jamur terutama tinea kapitis. Ciri khas dari bentuk pigmen pitiriasis alba suatu area pusat yang hiperpigmentasi dan dikelilingi oleh bentuk yang sedikit bersisik dan hipopigmentasi. Psoriasis, pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih tua, awal lesi eritem dari pitiriasis alba mungkin menyebabkan salah pengertian terhadap psoriasis, bagaimanapun, distribusi, tanpa adanya makula dan sedikit di kulit kepala, siku dan lutut meniadakan diagnosis ini. Tinea versicolor , lesi tinea versicolor biasanya terdapat pada lengan atas / bahu anak remaja. Pengujian kalium hidroksida terhadap makula menunjukkan bentuk jamur Malassezia furfur. Vitiligo, merupakan suatu gangguan yan didapat, berlawanan dengan nevus depigmentosus dimana leukoderma sejak lahir stabil. Muka adalah suatu lokasi umum untuk vitiligo, tetapi distribusi paling umum di sekitar mulut atau mata, dan, berlawanan dengan pitiriasis alba, kehilangan pigmen lengkap. IX. PENATALAKSANAAN Tidak ada perawatan khusus, tetapi dengan moisturizing cream bisa membantu memperbaiki penampilan kulit yang kering . Jika makula gatal atau merah, steroit dapat digunakan untuk beberapa hari. Kerusakan dengan menggunakan pengobatan simptomatik dengan kream khusus umumnya terlihat bersih, tetapi dapat kembali. Pitiriasis alba yang luas bisa dijadikan oleh ahli kulit untuk kemungkinan pemberian Pulsed Ultra Violet A (PUVA). Untuk mencegah timbulnya kembali bercak, sewaktu kulit sudah normal, digunakan obat kulit berupa cairan dan moisturizers untuk membantu kembalinya kelainan kulit.. Tidak digunakan hidricortisone 1% pada muka untuk waktu yang lama tanpa ada persetujuan dari dokter. X. PROGNOSIS Pitiriasis alba biasanya sembuh sendiri dan pasien asimptomatis, penampilan kosmetik mungkin menjadi suatu masalah bagi pasien anak, tetapi lebih mungkin menjadi masalah dengan orang tuanya. Prognosisnya baik, dengan repigmentasi yang lengkap diharapkan tidak ada efek sisa yang bersifat jangka panjang. Dengan penanganan bisa memperpendek jangka waktu dari lesi hanya beberapa minggu pada kasus tertentu. XI. KESIMPULAN Pityriasis Alba adalah suatu kelainan kulit yang penyebabnya tidak diketahui. Biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja yang ditandai dengan hipopigmentasi, bulat sampai oval Lesi dalam berbagai ukuran, pada umumnya berdiameter 1 - 4 centimeter. Pasien biasanya memiliki jumlah lesi sekitar 4 atau 5 sampai 20 atau lebih. Warna kulit secara berangsur-angsur akan

kembali dengan sepenuhnya ke normal. Makula Pityriasis alba menjadi lebih nyata di musim panas, juga pada musim dingin tapi lebih sering terpapar sinar matahari. Makula ini pada umumnya terjadi pada muka. Juga bisa terjadi di leher, lengan atas dan bahu. Pada umumnya tidak ada perawatan khusus untuk pitiriasis alba, akan tetapi pada makula yang gatal atau eritem dapat digunakan steroid tetapi tidak untuk waktu lama. Pemberian Pulsed Ultra Violet A (PUVA) juga dapat diberikan untuk pitiriasis alba yang luas. PATOGENESIS Perubahan histologi hanya dijumpai adanya akantosis ringan, spongiosis dengan hiperkeratosis sedang danparakeratosis setempat.Pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron terlihat penurunan jumlah melanosit yangaktif dan penurunan jumlah dan ukuran melanosom pada area yang terkena. 6 Pitiriasis alba mungkin merupakan dermatitis eksematous yag disertai hipomelanosis akibat adanya perubahan pasca inflamasi dan setelah pajanan sinar ultraviolet yang menimbulkan hiperkeratosis dan parakeratosispada epidermis. 3 Perpindahan melanosom ke keratinosit biasanya tidak terganggu. Gambaran histologinya tidakspesifik . Hiperkreatosis dan parakreatosis tidak memperlihatkan secara konsisten, dan keduanya nampaknya mautidak mau tetap memegang peranan penting dalam patogenesis hipomelanosit. Suatu derajat variable dari edema interseluler dan lemak intrasitoplasma droplet ada. Hipopigmentasi mungkin terutama terkait dengan pengurangan jumlah melanosit yang aktif dan penurunan ukuran dan jumlah melanosom dalam kulit yang terpengaruh. DIAGNOSIS BANDING Beberapa masalah yang bisa menjadi bahan pertimbangan adalah :Hipopigmentasi akibat jamur, pada beberapa proses inflamasi pada kulit seperti dermatitis kontak dapat meninggalkan bekas hipopigmentasi setelah penyembuhan, ini bisa terjadi pada kelainan kulit lainnya misalnya yangdisebabkan oleh jamur (seperti tinea versicolor), keadaan inflamasi sebelumnya (postinflammatoryhypopigmentation) atau gangguan idiopatik (seperti vitiligo). Hipopigmentasi juga bisa terjadi sebagai akibat efeksamping dari pengobatan seperti penggunaan asam retinoic, benzoil peroksida dan steroid topikal. 1 Nevus depigmentosus, bentuk nevus depigmentosus yang pada kulit harus dibedakan dengan noda di daun. Manifestasi kulit yang paling awal dari tuberous sklerosa, sedangkan bentuk yang teratur mungkin tergangguoleh hipomelanosis ilo, gangguan neurokutaneus yang lain.

1 Eksema nummular, eksema nummular yang sangat gatal. Pigmenting Pitiriasis alba, keadaan ini nampak seperti variasi dari pitiriasis alba klasik. Memperlihatkansuatu kaitan dengan infeksi jamur terutama tinea kapitis. Ciri khas dari bentuk pigmen pitiriasis alba suatu areapusat yang hiperpigmentasi dan dikelilingi oleh bentuk yang sedikit bersisik dan hipopigmentasi. 1 Psoriasis, pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih tua, awal lesi eritem dari pitiriasis alba mungkinmenyebabkan salah pengertian terhadap psoriasis, bagaimanapun, distribusi, tanpa adanya makula dan sedikit dikulit kepala, siku dan lutut meniadakan diagnosis ini. 1 Tinea versicolor , lesi tinea versicolor biasanya terdapat pada lengan atas / bahu anak remaja. Pengujiankalium hidroksida terhadap makula menunjukkan bentuk jamur Malassezia furfur. Vitiligo, merupakan suatu gangguan yan didapat, berlawanan dengan nevus depigmentosus dimanaleukoderma sejak lahir stabil. Muka adalah suatu lokasi umum untuk vitiligo, tetapi distribusi paling umum di sekitarmulut atau mata, dan, berlawanan dengan pitiriasis alba, kehilangan pigmen lengkap. 1 http://www.scribd.com/doc/77290896/4

Anda mungkin juga menyukai