Anda di halaman 1dari 12

Referat

FOLIKULITIS MALASSEZIA

Oleh:
Ridho Surya Putra 0408482180045

Pembimbing:
dr. Nopriyati, SpKK, FINSDV, FAADV

BAGIAN/DEPARTEMEN DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR.MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN
Malassezia folliculitis (MF) adalah infeksi kronik folikel pilosebasea yang
disebabkan oleh jamur yaitu Malassezia sp. Malassezia sp. adalah jamur lipofilik
dimorfik yang dapat ditemukan dalam jumlah kecil di stratum korneum dan hampir
90% terdapat pada folikel rambut.1
Gambaran klinis Malassezia folliculitis ditandai dengan papul perifolikular,
tidak ada atau sedikit ditemukan komedo, tidak ada kista, seringnya predileksi utama
bukan pada wajah yaitu pada badan bagian atas dan ditandai dengan timbulnya gatal
yang bersifat sedang (moderate). Gambaran Malassezia folliculitis berupa papul
eritematosa dan pustul perifolikular yang gatal, terutama di area badan bagian atas,
leher, dan lengan atas.2
Cuaca panas dapat meningkatkan laju sekresi sebum ke permukaan kulit yang
merupakan lingkungan yang baik bagi Malassezia sp. untuk berkembang biak.3
Faktor pencetus lainnya dapat berupa diabetes melitus, keadaan imunosupresi
(misalnya HIV/AIDS atau iatrogenik dengan pemberian imunosupresan), kehamilan,
limfoma Hodgkin, pemakaian antibiotik dan kortikosteroid, serta oklusi pada kulit
dan folikel rambut akibat pemakaian bahan kosmetik, emolien, minyak zaitun, dan
pakaian ketat. Pemakaian antibiotik akan membunuh flora normal kulit sehingga
meningkatkan proliferasi Malassezia sp.4,5
Pemeriksaan lampu Wood dapat membantu mendiagnosis MF dengan hasil
floresensi warna kuning hijau terang atau kadang-kadang berwarna biru terang atau
putih. Pemeriksaan KOH 20% yang diambil dari spesimen berupa isi papul pada
badan bagian atas ditemukan spora.1,4 Malassezia sp. adalah jamur komensal yang
ditemukan pada area sebasea kulit manusia.
Penelitian yang dilakukan di Spanyol menunjukkan bahwa sampai 70%
individu normal memiliki Malassezia sp. pada tubuh mereka, sedangkan studi di
Jepang, Inggris, dan Kanada menemukan Malassezia sp. pada daerah kepala sekitar

1
40% sampai 80%, sehingga Malassezia sp. harus dianggap sebagai bagian dari flora
normal kulit dan hanya menyebabkan penyakit kulit pada kondisi tertentu seperti jika
pertumbuhannya berlebih, mengenai folikel rambut, atau mengalami peradangan.6,7
Klinis MF harus dibedakan dengan akne vulgaris yang memiliki gambaran
klinis serupa, sehingga sering salah dalam diagnosis yang akan memengaruhi
prognosis. Peningkatan yang signifikan insidensi MF kemungkinan bisa disebabkan
oleh salah diagnosis, yaitu akne vulgaris sering didiagnosis sebagai MF. Pemeriksaan
lanjutan seperti biopsi pada MF tidak disarankan dalam penegakkan diagnosis,
apalagi pemeriksaan khusus yang menggunakan metode molekular seperti PCR tidak
diperlukan untuk menentukan Malassezia sp, karena tidak akan memengaruhi
terapi.8,9
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012, kompetensi
seorang dokter umum untuk kasus Malassezia folliculitis adalah dapat mendiagnosis
dan menentukan rujukan yang paling tepat ke layanan kesehatan yang lebih tinggi.
Oleh karena itu tinjauan pustaka ini dibuat untuk mengetahui dasar diagnosis dan
mengetahui tata laksana dari Malassezia folliculitis sebagai bahan untuk memberikan
informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Folikulitis malassezia (Pityrosporum) adalah suatu erupsi acneiformis
yang sering salah didiagnosis sebagai akne vulgaris. Folikulitis malassezia
adalah kelainan jinak yang merupakan hasil pertumbuhan berlebihan dari
ragi Malassezia yang merupakan flora kulit normal, atau disebabkan oleh
karena oklusifolikel serta gangguan flora kulit normal. Ragi ini ditemukan di
infundibulum kelenjar sebaseus oleh karena sifatnya yang dapat tumbuh
subur pada lipid sebum.10 Folikulitis malassezia dapat berupa papul dan
pustule folikular, yang biasanya gatal dan terutama berlokasi di batang
tubuh, leher dan lengan bagian atas.11
2.2 Epidemiologi
Organisme Malassezia ditemukan sebagai flora kulit pada 75-98%
orang sehat.Kolonisasi malassezia ini dimulai segera setelah lahir dengan
puncak pada akhir masa remaja dan dewasa muda. Kelainan ini biasanya
mengenai dewasa muda sampai usia pertengahan, seiring dengan
meningkatnya akitivitas kelenjar sebasea dan konsentrasi lipid di kulit. Iklim
tertentu dapat memengaruhi persentase menderita penyakit ini. Folikulitis
malassezia ini juga lebih banyak ditemukan pada daerah tropis diduga akibat
kelembaban yang tingggi dan suhu yang panas, tetapi juga dilaporkan pada
daerah beriklim dingin saat musim panas. Pengaruh faktor ras dan gender
belum diketahui secata pasti.11
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Folikulitis malassezia berasal dari infeksi folikel rambut yang
disebabkan oleh ragi, Malassezia furfur (Pityrosporum ovale) dan mungkin

3
jenis lain dari Malassezia.12 Dilaporkan bahwa spesies yang predominan
ditemukan pada lesi adalah M.globosa dan M.Sympodialis, meskipun peneliti
lain juga menemukan M.restricta.11
Malassezia merupakan ragi lipofilik dimorfik yang dapat ditemukan
dalam jumlah kecilpada stratum korneum dan folikel rambut hingga 90%
pada individu tanpa menderita penyakit ini. Beberapa individu yang
mengalami gangguan dengan flora normal Malassezia dapat berkembang
menjadi folikulitis, sementara yang lain dapat menderita tinea versikolor dan
dermatitis seboroik. Folikulitis papulopustular biasanya ditemukan di dada,
punggung, lengan atas, dan lebih jarang pada wajah.12
Bila pada hospes terdapat faktor predisposisi, spesies Malassezia
tumbuh berlebihan dalam folikel sehingga folikel dapat pecah, menyebabkan
reaksi peradangan terhadap lemak bebas yang dihasilkan lipase jamur dan
memberikan gambaran folikulitis. Faktor predisposisi folikulitis malassezia
antara lain adalah suhu dan kelembaban udara yang tinggi, hiperhidrosis,
pakaian oklusif, penggunaan bahan-bahan berlemak untuk pelembab badan
yang berlebihan, penggunaan antibiotik (sering pada akne vulgaris),
kortikosteroid lokal/ sistemik, sitostatik dan penyakit serta keadaan tertentu,
misalnya diabetes mellitus, keganasan, kehamilan, keadaan
imunokompromais dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), serta
sindroma Down.11
2.4 Patogenesis
Malassezia diklasifikasikan sebagai mikosis superfisial yang menurut
definisi tidak dapat menginfeksi melewati epitel cornified. Pada folikulitis
malassezia, organisme terdapat pada ostium atau segmen tengah dari folikel
rambut. Penyumbatan folikel diikuti oleh pertumbuhan berlebihan dari ragi
yang tumbuh subur di lingkungan sebaseous diyakini merupakan etiologi
dari folikulitis malassezia. Malassezia membutuhkan asam lemak bebas
untuk bertahan hidup yang biasanya ditemukan dalam stratum korneum dan

4
folliculi pilar didaerah dengan peningkatan aktivitas kelenjar sebaseus
seperti dada dan punggung . Ragi tidak memiliki sintase asam lemak dan
memenuhi kebutuhan lipidnya dengan menghidrolisis sebum trigliserida
menjadi asam lemak bebas. Untuk mendapatkan asam lemak jenuh spesifik
yang diperlukan untuk berkembang biak, Malassezia sp. Menyerang area
tubuh yang memiliki banyak sebum lalu memecah trigliserida menjadi asam
lemak dan menciptakan rantai panjang dan asam lemak rantai sedang dari
asam lemak bebas. Hasilnya adalah respon sel mediator danaktivasi jalur
komplemen alternatif, yang menyebabkan peradangan. Organisme
Malassezia telah terbukti mampu menginduksi reaksi kekebalan tubuh
melalui pelepasan sitokin, termasuk interleukin (IL) -1, IL-2, IL-4, IL-6,
interferon-c dan tumor necrosis factor-a, menunjukkan bahwa sistem
kekebalan tubuh juga memainkan peran penting dalam pathogenesis
penyakit.13
2.5 Manifestasi Klinis
Folikulitis malassezia memberikan keluhan gatal pada area yang
terinfeksi. Klinis morfologinya terlihat papul dan pustul perifolikular
berukuran 2-3 mm, dengan tingkat peradangan yang minimal. Predileksi dari
folikulitis malassezia ini adalah area yang kaya akan kelenjar sebasea yaitu
punggung, dada dan lengan atas. Kadang-kadang dapat di leher serta jarang
pada wajah.

Gambar 1. Predileksi dari infeksi folikulitis oleh karena Malassezia (Fitzpatrick’s


Atlas Ed 6th)14

5
2.6 Diagnosis
Diagnosis folikulitis malassezia ditentukan berdasarkan temuan klinis,
yang harus disertai dengan menemukan kelompokan sel ragi dan spora bulat
atau blastospora Malassezia pada pemeriksaan isi folikel. Folikel ditusuk
dengan jarum dan dikeluarkan dengan ekstraktor komedo kemudian
dioleskan pada kaca objek mikroskop untuk pemeriksaan mikroskopis secara
langsung. Pemeriksaan dilakukan dengan larutan KOH dan tinta parker biru
hitam. Mengingat malassezia spp. merupakan flora normal kulit, Jacinto-
Jamora menambahkan kriteria yakni dianggap folikulitis malassezia apabila
ditemukan jumlah organisme lebih dari ≥3+; yakni lebih dari 2-6 spora
dalam kelompok atau 3-12 spora tunggal tersebar.14
Pemeriksaan histologis dapat dilakukan untuk membedakan folikulitis
jamur dari yang lain dengan pewarnaan folikel rambut. Biopsi, mikroskop
atau kultur mikrobiologis akan membedakan Malassezia folikulitis dari
folikulitis bakteri.15
2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari folikulitis malassezia adalah folikulitis bakteri,
akne vulgaris dan erupsi akneiformis. Folikulitis bakteri adalah peradangan
folikel rambut yang biasanya disebabkan bakteri Staphylococcus aureus.
Berdasarkan lokasinya, penyakit ini diklasifisikan menjadi folikulitis
superfisialis yang terbatas di dalam epidermis dan folikulitis profunda yang
sampai ke subkutan. Tampak multiple papul atau pustul yang kemerahan dan
ditengahnya terdapat rambut pada folikulitis superfisial dan teraba infiltrat di
subkutan pada folikulitis profunda.16
Akne vulgaris merupakan peradangan menahun pada folikel
pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh
sendiri. Gambaran klinis dapat berupa komedo, papul, pustul, nodul serta
jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif. Predileksinya di wajah,
bahu, dada bagian atas serta punggung. Akne vulgaris ini umumnya bersifat

6
tidak gatal. Sedangkan erupsi akneiformis merupakan kelainan yang
menyerupai akne berupa reaksi peradangan folikular dengan manifestasi
klinis erupsi papulo pustul mendadak tanpa adanya komedo di hampir
seluruh bagian tubuh. Penyakit ini disebabkan oleh induksi obat, misalnya
kortikosteroid, INH, barbiturat, bromida dan lain-lain.Dapat disertai demam
dan terjadi di semua usia.16
2.8 Tatalaksana
Pendekatan tatalaksana baik dengan menghilangkan faktor
predisposisi maupun memberikan pengobatan. Dalam mengobati folikulitis
malassezia, disarankan untuk menggunakan agen antijamur oral, karena agen
topikal tidak dapat menembus folikel rambut dengan baik. Obat oral atau
antibiotik yang dapat memicu folikulitis malassezia dapat dihentikan seperti
prednison.16
Tabel 1. Tatalaksana dari folikulitis malassezia
Tatalaksana dari Folikulitis Malassezia
Obat Topikal (disarankan Agen Antijamur Oral Regimen Perawatan
sebagai terapi tambahan
dengan antijamur oral)
Lotion ketokonazole 2% Ketokonazole 200 mg Ketokonazole 200 mg oral
setiap hari setiap hari selama 2-4 sekali seminggu
minggu
Krim keconazole nitrat 1% Flukonazole 100-200 mg Sampo ketoconazole 2% 2-3
setiap hari setiap hari selama 2-3 kali per minggu
minggu
Krim clotrimazole 1% setiap Itrakonazole 200 mg setiap Lotion selenium sulfide
hari hari selama 1 minggu 2,5% digunakan sebagai
sampo dan sabun sekali
seminggu
Itrakonazole 200 mg sekali
sebulan
Flukonazole 200 mg sekali
sebulan

Pasien harus dikonseling tentang kemungkinan tinggi kekambuhan


folikulitis malassezia dan perlunya melanjutkan antijamur profilaksis.16

7
2.9 Prognosis
Secara umum prognosis Folikulitis malassezia baik, tetapi jika ada faktor
predisposisi yang tidak dapat dihilangkan maka akan bersifat rekuren.4

8
BAB III

PENUTUP

Folikulitis malassezia (Pityrosporum) merupakan hasil pertumbuhan

berlebihan dari ragi Malassezia yang merupakan flora kulit normal, atau disebabkan

oleh karena oklusi folikel serta gangguan flora kulit normal.

Folikulitis malassezia dapat berupa papul dan pustule folikular, yang

biasanya gatal dan terutama berlokasi di batang tubuh, leher dan lengan bagian atas.

Diagnosis folikulitis malassezia ditentukan berdasarkan temuan klinis, yang

harus disertai dengan menemukan kelompokan sel ragi dan spora bulat atau

blastospora. Pemeriksaan dilakukan dengan larutan KOH dan tinta parker biru hitam.

Mengingat malassezia spp. merupakan flora normal kulit, Jacinto- Jamora

menambahkan kriteria yakni dianggap folikulitis malassezia apabila ditemukan

jumlah organisme lebih dari ≥2+; yakni lebih dari 2-6 spora dalam kelompok atau 3-

12 spora tunggal tersebar.

Tatalaksana folikulitis malassezia dengan menghilangkan faktor predisposisi

maupun memberikan pengobatan. Dalam mengobati folikulitis malassezia dapat

digunakan obat oral dan topikal seperti ketokonazol, dan prognosis pada folikulitis

secara umum baik.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Sharquie KE, Al-Hamdi KI, Al-Haroon SS, AL- Mohammadi A.


Malassezia folliculitis versus truncal acne vulgaris (Clinical and
histopathological study). J CosmetSci2012;2:277-82
2. Suyoso S, Ervianti E, Astari L. Malassezia folliculitis. Panduan Praktik
Klinis Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya: RSUD Dr.
Soetomo; 2013
3. Ayers K, Sweeney SM, Wiss K. Pityrosporum folliculitis diagnosis and
management in 6 female adolescents with acnevulgaris. Arc Pediatr
Adolesc Med 2005;159:64-7
4. Miranda E. Folikulitis malassezia. Dalam: Bramono K, Suyoso S,
Indriatmi W, Ramali LM, Widaty S, Ervianti E, editor. Dermatomikosis
Superfisialis. Edisi ke-2. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2013.h. 35-40

5. Aytimur D, Sengoz V. Malasseziafolliculitis on the generalmedicine.8th


edition. New York: The scalp of a 12-year-old healthychild. J Dermatol
2004;31:36-8
6. Gupta AK, Batra R, Bluhm R, Boekhout T, Dawson TL. Skin diseases
associated with Malassezia species. JAm Acad Dermatol 2004;51:785-98
7. Faergemann J. Pityrosporuminfections. J Am Acad Dermatol1994;31:S18-
S20
8. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew's disease of the skin clinical

dermatology. 11st ed. London: ElsevierInc;2011


9. Levin NA, Delano S. Evalution and treatment of Malassezia-related
skindisorders. Cosmet Dermatol 2011;24(3):137-45
10. Rubenstein R, Malerich S. Malassezia (Pityrosporum) Folliculitis. Journal
of Clinical and Aesthetic Dermatology. 2014: 37-41

10
11. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed. 7. Jakarta: FK-UI;
2015.
12. Ayers k, Susan B, Wiss K. Pityrosporum Follicultis. Arch Pediatr
Adolescent. 2005: 64-67
13. Harada K, Saito M, Sugita T, Tsuboi R. Malassezia species and their
associated skin disease. Journal of Dermatology. 2015; 42: 250-257
14. Wolff, K. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology
Sixth Edition. New York: McGraw-Hill. 998-999
15. Marianne H, et al. Evidence-based Danish Guidelines for the Treatment of
Malassezia-related Skin Disease. 2015: 12-19
16. Levin N, Delano S. Evaluation and Treatment of Malassezia-Related Skin
Disorders. 2011; 24-3: 137-143

11

Anda mungkin juga menyukai