Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENGANTAR

TB, asma, kanker paru – paru, dan pneumonia adalah kasus paru – paru yangumum
ditemui di rumah-rumah sakit di Indonesia. Masyarakat awam pun relatif familiar dengan
penyakit di atas. Namun sebenarnya ada salah satu penyakit paruyang kejadiannya tidak
terlalu sering namun kerap terjadi karena terdapat penyakitparu lain yang mendasarinya, yaitu
aspergilosis, penyakit infeksi paru akibat jamur.

Di antara jutaan jamur di muka bumi ini, jenis Aspergillus sp.paling sering


menimbulkan infeksi paru. Jamur ini merupakan jamur rumahan yang sporanyasangat banyak
bertebaran di udara dan di dalam rongga pernapasan manusia yangsehat. Pada saat kekebalan
tubuh rendah, pertumbuhan jamur akan merajalela dan Aspergillus mampu menginvasi arteri
dan vena, sehingga lokasinya bisa menyebarhingga ke seluruh tubuh.

Spesies Aspergillus merupakan jamur yang umum ditemukan di materi organik.


Meskipun terdapat lebih dari 100 spesies, jenis yang dapat menimbulkan penyakitpada
manusia ialah Aspergillus flavus,  Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus dan Aspergillus
clavatus yang semuanya menular dengan transmisi inhalasi. Umumnya Aspergillus akan menginfeksi
paru-paru. Aspergillus dapat menyebabkan banyak penyakit pada manusia, bisa jadi akibat reaksi
hipersensitivitas atau invasi langsung.Makalah ini akan membahas tentang Aspergillus flavus
yang menyebabkan infeksipada paru-paru manusia.
 
BAB II
ISI

Aspergillus flavus
 
Klasifikasi:
Super kingdom : EukaryotaKingdom :
FungiSub kingdom : Dikarya
Phylum : Ascomycota
Subphylum : Pezizomycotina
Classis : Eurotiomycetes
Sub classis : Eurotiomycetidae
Ordo : Eurotiales
Familia : Trichocomaceae
Genus : Aspergillus
Spesies :Aspergillus flavus

 Aspergillus flavus pada sistem klasifikasi yang terdahulu merupakan spesieskapang


yang termasuk dalam divisi Tallophyta, sub-divisi Deuteromycotina, kelas kapang  Imperfecti,
ordo Moniliales, famili  Moniliaceae dan genus Aspergillus. Sistemklasifikasi yang lebih baru
memasukkan genus  Aspergillus dalam Ascomycetes berdasarkan evaluasi ultrastruktural,
fisiologis, dan karakter biokimia mencakupanalisis sekuen DNA. Kapang dari genus Aspergillus
menyebar luas secara geografisdan bisa bersifat menguntungkan maupun merugikan bergantung pada spesies
kapangtersebut dan substrat yang digunakan. Aspergillus memerlukan temperatur yang
lebihtinggi, tetapi mampu beradaptasi pada aw (water activity) yang lebih rendah danmampu
berkembang lebih cepat bila dibandingkan dengan Penicillium. Genus ini,sekalipun
memerlukan waktu yang lebih lama dan intensitas cahaya yang lebih untuk membentuk
spora, tetapi mampu memproduksi spora yang lebih banyak sekaliguslebih tahan terhadap
bahan-bahan kimia. Hampir semua anggota dari genus Aspergillus secara alami dapat
ditemukan di tanah dimana kapang dari genus tersebut berkontribusi dalam degradasi substrat
anorganik. Spesies Aspergillus dalam industrisecara umum digunakan dalam produksi enzim
dan asam organik, ekspresi proteinasing serta fermentasi pangan. Koloni Aspergillus flavus
pada media Czapek’s agar dapat dilihat pada gambar 1
Aspergillus flavus merupakan kapang saprofit di tanah yang umumnyamemainkan peranan
penting sebagai pendaur ulang nutrisi yang terdapat dalam sisa-sisa tumbuhan maupun
binatang. Kapang tersebut juga ditemukan pada biji-bijianyang mengalami deteriorasi
mikrobiologis selain menyerang segala jenis substratorganik dimana saja dan kapan saja jika
kondisi untuk pertumbuhannya terpenuhi. Kondisi ideal tersebut mencakup kelembaban
udara yang tinggi dan suhu yang tinggi.Sifat morfologis Aspergillus flavus yaitu bersepta,
miselia bercabang biasanya tidak berwarna, konidiofor muncul dari kaki sel, sterigmata
sederhana atau kompleks danberwarna atau tidak berwarna, konidia berbentuk rantai
berwarna hijau, coklat atauhitam. Ruiqianetal. (2004) menyatakan bahwa tampilan
mikroskopis Aspergillus flavus memiliki konidiofor yang panjang (400-800 μm) dan relatif
kasar, bentuk kepala konidial bervariasi dari bentuk kolom, radial, dan bentuk bola, hifa
berseptum,dan koloni kompak (Gambar 2). Koloni dari Aspergillus flavus umumnya
tumbuhdengan cepat dan mencapai diameter 6-7 cm dalam 10-14 hari (Ruiqian et al. 2004).
Kapang ini memiliki warna permulaan kuning yang akan berubah menjadi kuningkehijauan
atau coklat dengan warna inversi coklat keemasan atau tidak berwarna,sedangkan koloni
yang sudah tua memiliki warna hijau tua.

Keberagaman ceruk ekologi yang dicakup oleh Aspergillus sub-genus Aspergillus bagian


Flavi (grup Aspergillus flavus) dipadukan dengan kemampuan beberapaspesiesnya untuk
memproduksi aflatoksin menjadikan grup Aspergillus flavus sebagaigrup yang paling banyak
dipelajari hingga saat ini.

Gambar 2. Tampilan mikroskopis dari Aspergillus flavus


 Aspergillus flavus tersebar luas di dunia. Hal ini disebabkan oleh produksikonidia yang
dapat tersebar melalui udara (airborne) dengan mudah maupun melaluiserangga. Komposisi
atmosfir juga memiliki pengaruh yang besar terhadappertumbuhan kapang dengan
kelembaban sebagai variabel yang paling penting.Tingkat penyebaran Aspergillus flavus
yang tinggi juga disebabkan oleh kemampuannya untuk bertahan dalam kondisi yang keras
sehingga kapang tersebutdapat dengan mudah mengalahkan organisme lain dalam mengambil
substrat dalamtanah maupun tanaman.  Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus
merupakanbagian grup Aspergillus yang sudah sangat dikenal karena peranannya sebagaipatogen pada
tanaman dan kemampuannya untuk menghasilkan aflatoksin padatanaman yang terinfeksi.
Kedua spesies tersebut merupakan produsen toksin paling penting dalam grup Aspergillus
flavus yang mengkontaminasi produk agrikultur. Aspergillus flavus dan Aspergillus
parasiticus mampu mengakumulasi aflatoksin padaberbagai produk pangan meskipun tipe
toksin yang dihasilkan berbeda. Aspergillus sp. umumnya mampu tumbuh pada suhu 6-60°C dengan
suhu optimum berkisar 35-38°C. Aspergillus flavus dapat tumbuh pada Rh minimum 80% (aw
minimum=0.80) dengan Rh minimum untuk pembentukan aflatoksin sebesar 83% (aw
minimumpembentukan aflatoksin=0,83). Rh minimum untuk pertumbuhan dan germinasi
sporaadalah 80% dan Rh mininum untuk sporulasi adalah 85%. Kenaikan suhu, pH,
danpersyaratan lingkungan lainnya akan menyebabkan aw minimum bertambah
tinggi.Tampilan mikroskopis Aspergillus flavus dapat dilihat lebih jelas melalui
mikroskoptiga dimensi

Gambar 3. Tampilan mikroskopis 3-D dari Aspergillus flavus


Vujanovic et al. (2001) berpendapat bahwa Aspergillus flavus dapat tumbuhoptimal pada aw
0,86 dan 0,96. Sauer (1986) menyatakan bahwa Aspergillus flavus tidak akan tumbuh pada
kelembaban udara relatif di bawah 85% dan kadar air dibawah 16%. Aw minimum yang
dibutuhkan Aspergillus flavus untuk tumbuh adalah0,80. Aspergillus flavus menyebabkan penyakit
dengan spektrum luas pada manusia,mulai dari reaksi hipersensitif hingga infeksi invasif yang
diasosiasikan dengan angioinvasion Sindrom klinis yang diasosiasikan dengan kapang
tersebut meliputigranulomatous sinusitis kronis, keratitis, cutaneous aspergillosis, infeksi
luka, danosteomyelitis yang mengikuti trauma dan inokulasi. Semntara itu, Aspergillus flavus
cenderung lebih mematikan dan tahan terhadap antifungi dibandingkan hampir semuaspesies
 Aspergillus yang lainya. Selain itu, kapang tersebut juga mengkontaminasiberbagai produk
pertanian di lapangan, tempat penyimpanan, maupun pabrik pengolahan sehingga meningkatkan
potensi bahaya dari Aspergillus flavus

Penyebaran  Aspergillus flavus yang merata sangat dipengaruhi oleh iklim danfaktor
geografis Pertumbuhan Aspergillus flavus dipengaruhi oleh lingkungan sepertikadar air,
oksigen, unsur makro (karbon, nitrogen, fosfor, kalium dan magnesium) dan unsur mikro
(besi, seng, tembaga, mangan dan molibdenum). Faktor lain yang  juga berpengaruh antara
lain cahaya, temperatur, kelembaban dan keberadaan kapang lain. Temperatur yang optimal
untuk pertumbuhan Aspergillus flavus berkisar pada 30°C dengan Rh ≥95%. Secara umum
kapang adalah organisme aerobik sehingga gas O2 dan N2 akan menurunkan kemampuan
kapang untuk membentuk aflatoksin. Efek penghambatan oleh CO2 dipertinggi dengan
menaikkan suhu atau menurunkan Rhdengan kadar O2 minimum 1% untuk pertumbuhan.
Perlakuan dan analisis yang tepatsangat dibutuhkan untuk mencegah penurunan produksi
aflatoksin dalam lingkunganlaboratorium.

 Aflatoksin
Aflatoksin merupakan sekelompok toksin yang memiliki struktur molekul yang mirip.
Aflatoksin ditemukan secara tidak sengaja pada insiden kematian seratus ribuekor kalkun di
suatu peternakan di Inggris pada tahun 1960. Penyakit tersebut dikenaldengan nama Turkey X
Disease karena belum diketahui penyebabnya pada waktu itu.Penyebab penyakit tersebut
ditemukan berupa sejenis toksin yang terdapat dalamtepung kacang tanah pada ransum ternak.
Pengujian yang melibatkan sampel ransumternak mengungkapkan keberadaan sejenis. Toksin
tersebut berasal dari kontaminasi Aspergillus flavus pada campuran ransum ternak tersebut.
Nama toksin tersebutdiambil dari penggalan kata Aspergillus flavus toksin yang disingkat
menjadiaflatoksin karena Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus merupakan
spesiesdominan yang bertanggung jawab atas kontaminasi aflatoksin pada tanaman
sebelumdipanen maupun selama penyimpanan. Aflatoksin memiliki karakteristik seperti
dapatdilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Berbagai Jenis Aflatoksina

Aflatoksin Rumus molekul Berat molekul Titik leleh ˚C


B1 C17H12 O6 312 268-269
B2 C17H14O6 314 286-289
G1 C17H12O7 328 244-246
G2 C17H14O7 330 237-240
M1 C17H12O7 328 299
M2 C17H14O7 330 293
B2A C17H14O7 330 240
G2A C17H14O8 346 290

Produksi aflatoksin merupakan sebuah konsekuensi dari kombinasi berbagaifaktor


antara lain karakteristik biologis dan kimiawi spesies, substrat, dan lingkunganseperti iklim
dan faktor geografis. Faktor-faktor yang mempengaruhi meliputitemperatur, kelembaban,
cahaya, aerasi, pH, sumber karbon dan nitrogen, faktorstress, lipida, trace metal salt, tekanan
osmosis, potensi oksidasi-reduksi, dankomposisi kimiawi dari nutrien yang diberikan.
Beberapa faktor-faktor tersebut bisamempengaruhi ekspresi gen yang meregulasikan
produksi aflatoksin (aflR) maupungen struktural kemungkinan dengan mengubah ekspresi
faktor-faktor transkripsiglobal yang merespons sinyal dari lingkungan dan nutrisi. Aflatoksin
disintesis darimalonyl CoA dalam dua tahap. Tahap pertama ialah pembentukkan hexaonyl
CoA dilanjutkan tahap kedua berupa pembentukkan decaketide  anthraquinone. Beberapaseri
reaksi oksidasi-reduksi (Gambar 4) yang sangat terorganisir kemudianmenghasilkan
aflatoksin. Skema produksi aflatoksin yang umum diterima saat iniialah sebagai berikut:

hexanoyl CoA precurso — > norsolorinic acid, NOR — > averantin, AVN


— > hydroxyaverantin, HAVN — > averufin, AVF
 — >hydroxyversicolorone, HVN — > versiconal hemiacetal acetate, VHA
 — >versi-conal, VAL — > versicolorin B, VERB — > versicolorin A, VERA
—  > demethyl-sterigmatocystin, DMST — > sterigmatocystin, ST
— >Omethylsterigmatocystin,OMST
— > aflatoxin B1, AFB1 and aflatoxin G1,AFG1.

Gambar 4. Skema produksi aflatoksin

Biosintesis aflatoksin merupakan proses yang sangat kompleks (Gambar 5) dandiatur


oleh gen-gen yang tersusun dalam suatu kelompok gen. Efek posisikromosomal dan juga beberapa gen
regulator akan bergantung pada kontrol nutrisidan lingkungan. D’Mello (2002) secara singkat
menyatakan bahwa aflatoksin, seperti halnya patulin dan fumonisin, memiliki jalur
biosintesis polipeptida dengan metabolitprimer berupa Asetil koenzim-A. Meskipun
demikian, pentingnya produksi aflatoksin secara biologis maupun dalam kaidah evolusi bagi
kapang itu sendiri masih sangatsedikit dipahami. Aflatoksin merupakan metabolit sekunder
yang umumnyadiasosiasikan dengan respon kapang terhadap lingkunganyang membatasi
pertumbuhan.
Fente et al. (2001) menyatakan aflatoksin sebagai mikotoksin dengan sifatberacun dan
karsinogenik tinggi yang dihasilkan dari beberapa strain Aspergillus flavus,
Aspergillus parasiticus, dan  Aspergillus nomius. Aflatoksin yang terutamadihasilkan oleh
Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus merupakan metabolitfungi yang terjadi secara
alami dan telah lama dikenal sebagai kontaminan lingkunganyang signifikan. Kapang-kapang
tersebut umum dijumpai pada bahan pakan ataupangan yang mengalami proses pelapukan
atau disimpan dalam kondisi kelembabantinggi, meskipun tidak semua kapang tersebut
menghasilkan aflatoksin. Hal tersebutmendorong munculnya metode untuk menyeleksi
kemampuan kapang untuk memproduksi aflatoksin. Aflatoksin diberi akhiran sesuai dengan
penampakanfluorosensinya dibawah sinar UV pada lempeng kromatografi lapisan tipis
dengansilika gel yang disinari ultraviolet. Penampakan fluoresensi biru diberi akhiran B(
blue ) dan penampakan fluorosensi hijau diberi akhiran G ( green ). Berdasarkanmobilitas
pada kromatografi lapisan tipis, penamaan aflatoksin diberi indeks angkatambahan menjadi
B1, B2, G1, dan G2, masing-masing dengan struktur molekul yangberbeda namun mirip
(Gambar5
Di Indonesia, aflatoksin sering ditemukan pada produk-produk pertanian danhasil
olahan. Residu aflatoksin dan metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak seperti
susu, telur, dan daging ayam.

 Morfologi
Dalam media Czapek dox agar, koloni berbentuk granular, datar, awalnyaberwarna
kuning tapi dengan cepat menjadi hijau gelap kekuningan seiring usia.Kepala konidiofor tipe
radial, berdiameter hampir 300 – 400 μm. Konidiofor panjangdan kasar, semakin dekat
dengan vesikel akan semakin kasar. Konidia berbentuk bulatatau lonjong (berdiameter 3 – 6
μm), hijau pucat dan terlihat berbentuk echinulate.Beberapa strain memproduksi sclerotia.

 Siklus hidup
1. Mycelium dan Sclerotia
 Mycelium jamur merupakan struktur yang cukup dominan ditemukan dalamtanah.
Sclerotia juga bisa terbentuk yang membuatnya bisa bertahan hidupcukup lama dalam
tanah

Gambar 7. Hifa dari A. flavus

2. KonidioforSementara
 A. flavusmasih muda dan bertumbuh, mycelium membentuk banyak konidofor.
Konidiofor tumbuh secara tunggal dari badan hifa
Gambar 8. Konidiofor dari A. flavus

Gambar 8. Konidia dari  A. Flavus

3.Konidia
Konidiofor yang matang akan membentuk konidia pada ujungnya. Konidiaberbentuk
bulat dan unisel dengan dinding yang kasar. Konidia bisa tumbuh,menyebar di udara, menempel
pada tubuh serangga, pada tanaman, pada hasilpanen.

4. Mycelia saprofit
 A. flavus biasanya tumbuh dan hidup sebagai saprofit di dalam tanah.Pertumbuhannya sangat
didukung dengan adanya sisa – sisa tanaman danhewan dalam jumlah besar.
Epidemiologi Aspergillus flavus berbeda, tergantung pada spesies inang.Gambar ke kiri
menunjukkan siklus hidupdari jamur pada jagung. Jamur baik sebagaimiselium atau sebagai
struktur tahandikenal sebagai sclerotia. Para sclerotiabaik berkecambah untuk menghasilkanhifa
tambahan atau mereka menghasilkankonidia (spora aseksual), yang dapattersebar di dalam
tanah dan udara. Sporaini dibawa ke telinga jagung oleh seranggaatau angin mana mereka
berkecambah danmenginfeksi kernel jagung. Tidak sepertikebanyakan jamur, Aspergillus
flavus menyukai kondisi kering panas.
 Penyakit yang ditimbulkan
1. Aflatoxicosis
Keracunan akibat aflatoksin yang tertelan mengakibatkan kerusakan hati secara langsung
yang diikuti kematian
Gejala :
Sakit perut Rasa seperti terbakar
Koma Demam
Muntah Batuk
Kanker.
 
2. Aspergillosis
Ada 2 jenis aspergillosis. Salah satunya allergic bronchopulmonary aspergillosis
(ABPA), kondisi di mana jamur menyebabkan gejala alergi pada sistem pernapasan tapi tidak
menginvasi dan menghancurkan jaringan. Jenis aspergillosis yang lain adalah aspergillosis
invasif, penyakit yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh manusia. Pada kondisi ini
jamur menginvasi ke seluruh tubuh dan merusak jaringan tubuh.

Gejala :
Demam Sakit pada bagian dada
Sakit kepala Nyeri tulang
Menggigil Kencing berdarah (Hematuria)
Peningkatan produksi Penurunan pengeluaran urine
lendir hidung Meningitis
Batuk  Penglihatan berkurang sampai buta
Sesak nafas Sinusitis
Penurunan berat badan Radang pada jantung

3. Aspergillom
 
AspergillomaIni adalah gangguan paru–  paru yang paling umumdisebabkan oleh A.flavus.
Aspergilloma merupakanbola jamur yang berisi mycelia dari A.flavus, yang menyebabkan
infeksi sel, fibrin, otot dan jaringan,biasanya menyebabkan lubang pada paru – paru.
Obat yang digunakan
1. Amphotericin B
Farmakologi : Amfoterisin B merupakan antibiotik polyene yang dihasilkan
oleh galur Streptomyces nodosus. Obat ini bisa bertindak sebagai fungistatik maupun
fungisidal dengan mengikatsterol (misalnya ergosterol) dalam membran sel yang
berujung pada kematian sel. Formulasi yang lebih baruamfoterisin lipid, ternyata
sama efektif dengan formulasi lama namun lebih kurang nefrotoksik. Hidrasi yang
adekuat bisa mengurangi nefrotoksisitas, dan pasien mentolerir cairanharus diberikan
sebelum dan sesudah hidrasi

.Kontraindikasi : Riwayat hipersensitif 

Dosis & Cara Pemberian : Amfoterisin : 0,25 mg/kg BB dengan infusi lambat
selama 2-6 jam. Dosis maksimal 1,5 mg/kg BB per hari.

Interaksi : .Obat antineoplastik bisa meningkatkan potensi toksisitasginjal,


bronkospasma, dan hipotensi.
.Kortikosteroid, digitalis, dan tiazid berpotensihipokalemia.
.Siklosporin, aminoglikosida, cidofovir, pentamidin,tacrolimus, dan
vancomisin bisa meningkatkan risikotoksisitas ginjal.
.Antifungi azol mengurangi efikasi amfoterisin.
  .Zidovudin bisa menambah nefrotoksisitas danmielotoksisitas.
.Amfoterisin bisa meningkatkan toksisitas flutikason.
.Amfoterisin bisa meningkatkan aktivitas daunorubisin
dandoksorubisin.
Efek SampingDemam : sakit kepala, anoreksia, kehilangan bobot badan,gangguan
gastrointestinal, malaise, nyeri epigastrik,dispepsia, anemia.
Nama dagang : Fungizone

2. Itraconazole
Farmakologi : Itrakonazol, antifungi sintetik triazol, memiliki aktivitas yang lebih
besar melawan Aspergillus dibandingkan dengan flukonazol atau
ketokonazol. Obat ini bersifat fungistatik dengan memperlambat
pertumbuhan sel jamur melalui inhibisi cytochrome P-450 dependent
synthesis of ergosterol, suatu komponen vital dalam membarn sel
jamur. Formulasi per oral (kapsul, suspensi) biasa dgunakan
untuk terapi antifungi jangka panjang. Formulasi kini juga telah
tersedia. Karena tidak larut dalam air, suspensi per oral dan intravena
dilarutkan dengan hydroxypropyl-beta-cyclodextrin.
Kontraindikasi : Hipersensitif, menyusui, gagal ginjal, gagal ventrikular kiri.
Dosis & CaraPemberian : Kapsul: 200-400 mg/ hari dengan makanan atau
colaInfeksi yang mengancam jiwa: 200 mg 3 x sehari
untuk 3 hari pertama, selanjutnya 200 mg dua kali sehari
Suspensi oral: 200-400 mg/hari saat perut kosong
IV: 200 mg dua kali sehari untuk 2 hari, selanjutnya
200mg/hari
Anak: dosisnya belum ada, namun
direkomendasikanuntuk anak 3-16 tahun, 5-10 mg/kg/
hari per oral untuk profilaksis Aspergillus pada anak
dengan chronicgranulomatous disease (gunakan suspensi
per oral)
Peringatan : Hati-hati penggunaan itrakonazol pada insufisiensi hepatik; pasien
dengan factor risiko jantung
.Interaksi : Karena menghambat enzim cytochrome P-450 hepatik,
makaitrakonazol meningkatkan kadar banyak obat lain;
toksisitas jantung serius bisa terjadi saat pemberian bersamaan dengan
cisapride, dofetilide, pimozide, atau kuinidin; mempengaruhi
metabolisme beberapa obat golongan benzodiazepine sehingga
memperpanjang sedasi; pemberian bersamaaan dengan lovastatin atau
simvastatin meningkatkan risiko rhabdomyolysis; monitor kadar
siklosporin, takrolimus, dandigoksin (itrakonazol meningkatkan kadar
dan perludilakukan pengaturan dosis); penyerapan itrakonazol per
oralperlu suasana lambung asam (penghambat H2 dan PPIsebaiknya tidak
diberikan secara bersamaan).
Efek Samping : Sakit kepala, nyeri abdomen, nausea, pusing, dispepsia,ruam, pruritus,
rambut rontok, dan edema.
Nama dagang : Sporanox, Forcanox, Fungitrazol, Furolnok, Itzol,
Nufatrac,Sporacid, Unitrac3.
 
3. Voriconazole
Farmakologi : Vorikonazol, digunakan untuk pengobatan primer invasi
veaspergillosis dan pengobatan penyelamatan dari infeksispesies
Fusarium atau Scedosporium apiospermum. Obat inimerupakan
antifungi triazol yang bekerja dengan menghambat cytochrome P-450
mediated 14 alpha-lanosterol demethylation yang sangat esensial dalam
biosintesis ergosterol jamur.
Kontraindikasi : Hipersensitif, jangan diberikan dalam bentuk IV denganCrCl
<50 mL/menit (mengurangi eksresi IV); pemberian bersamaan
dengan rifampisin, rifabutin, carbamazepin, barbiturat,
sirolimus, pimozide, kuinidin, cisapride, ataualkaloid ergot.
Dosis & Cara Pemberian : Pemberian cara infusi dengan kecepatan maksimal
3mg/kg/jam selama 1-2 jam. Terapi inisial dengan
loadingdose: 6 mg/kg IV tiap 12 jam untuk 2 dosis,
diikuti dengan dosis pemeliharaan: 4 mg/kg IV tiap 12
jam. Bila pasientidak mampu menerima pengobatan,
maka dosis pemeliharaan dikurangi hingga 3 mg/kg tiap
12 jam.
Interaksi : Penginduksi CYP-450 (misalnya rifampin) tampak menurunkan kadar
steady state peak plasma hingga 93%;meningkatkan kadar serum obat yang
dimetabolisme oleh CYP-450 2C19 atau 2C9, yang sebagian diantaranya
kontraindikasi ( sirolimus, pimozide, quinidine, cisapride, alkaloid
ergot); monitoring yang sering harus dilakukan pada penggunaan
bersama dengan siklosporin, tacrolimus,warfarin, inhibitor HMG CoA,
benzodiazepin, penghambatkanal kalsium.
Efek Samping: Gangguan penglihatan, demam, kedinginan, sakit perut,nyeri
abdomen, takikardia, gangguan tekanan darah,vasodilatasi,
gangguan gastrointestinal, mulut kering,halusinasi, pusing, dan
ruam.
Nama Dagang : Vfend
Daftar Pustaka

Anonim. 2007.Taxonomy browser (Aspergillus flavus)


,http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Taxonomy/Browser/wwwtax.cgi?id=5059,.

 Aspergillosis (Aspergilus). http://www.cdc.gov/nczved/dfbmd/
diseaselisting/aspergillosis_gi.html,.Anonim. 2008. Deuteromycetes

. mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/07-0852.doc,.Anonim. 2008.

 Aspergillus flavus.http://pathport.vbi.vt.edu/pathinfo/ pathogens/A-f.html,.Ellis, D. 2006.

 Aspergillus flavus.http://www.mycology.adelaide.edu.au /images/flavus.gif ,.Fekete. 2009.

Conidia of Aspergillus flavus mold .http://enfo.agt.bme.hu/drupal/en/node/2780,.Maryam, R.


2002.

 Mewaspadai Bahaya Kontaminasi Mikotoksin pada


Makanan.http://tumoutou.net/702_04212/romsyah_m.htm,.Meta. 2009.

 Deuteromycetes. http://deuteuro4.blogspot.com/ ,.Sari. 2009.

Fungi .http://princessary.webnode.com/products/fungi/ ,
MAKALAH MIKOLOGI

“ Aspergillosis flavus”

Disusun Oleh:

NURSIA

(11 522 O48)

JURUSAN ANALIS KESEHATAN DIPLOMA III

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SAINS DAN TEKNOLOGI JAYAPURA

JAYAPURA

2013

Anda mungkin juga menyukai