Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang
Aspergillus flavus merupakan salah satu jamur mikroskopis patogen yang menghasilkan
metabolit sekunder berupa racun (mikotoksin) yang disebut dengan aflatoksin. Aflatoksin
banyak mengontaminasi berbagai jenis komoditas pertanian seperti kacangan-kacangan,
jagung dan beras. Hasil pertanian yang terkontaminasi aflatoksin dengan kadar yang
melebihi batas yang telah ditetapkan dapat membahayakan ternak jika tanaman
tersebut dijadikan sebagai pakan. Ternak yang memakan pakan ternak yang telah
terkontaminasi aflatoksin dapat mengalami penurunan berat badan, peningkatan berat
limfa dan ginjal serta terjadinya atropi pada hati. Sisa aflatoksin juga akan terdapat juga
akan terdapat pada beberapa produk ternak seperti telur, daging dan hati. Produk ternak
tersebut dapat membahayakan kesehatan apabila dikonsumsi oleh manusia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa aflatoksin menyebabkan kerusakan hati akut, sirosis hati,
induksi tumor dan efek teratogenik.
Berdasarkan kerugian dan bahaya yang disebabkan oleh aflatoksin maka perl
dilakukan suatu upaya penanggulangan yang efektif. Upaya pengendalian yang aman dan
tidak berbahaya, yaitu pengendalian secara hayati. Pengendalian hayati merupakan
suatu cara mengurangi jumlah atau menghambat aktivitas metabolisme organisme
patogen menggunakan agen hayati. Pendekatan pengendalian hayati yang dapat menjadi
alternatif yang efektif, aman dan efisien untuk mengendalikan Aspergillus Flavus adalah
pemanfaatan bahan nabati. Bahan nabati yang digunakan berupa metabolit sekunder
yang terdapat pada ekstrak tumbuhan.
Metabolit sekunder merupakan hasil metabolisme tumbuhan yang tidak digunakan
untuk pertumbuhan dan banyak terdapat pada jaringan akar, batang dan daun yang
sudah tua. Beberapa jenis metabolit sekunder tumbuhan adalah tanin, flavonoid,
terpenoid dan alkaloid. Senyawa tersebut dipercaya dapat menghambat beberapa jenis
mikroba dan mempunyai efek samping yang lebih rendah dibandingkan senyawa kimia
sintetik. Salah satu tumbuhan yang memiliki beragam metabolit sekunder adalah the
(camellia sinensis (L.) kuntze). Pemanfaatan teh sebagai bahan minuman hanya
menggunakan pucuk daun teh yang masih mudah , sedangkan daun teh yang sudah tua
memilliki kandungan metabolit sekunder yang tinggi. Metabolit sekunder utama yang
terdapat pada daun teh berasal dari golongan fenol diantaranya yaitu flavonol, flavonoid
dan tanin.
Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
“Pengaruh Ekstrak Daun Teh Terhadap Pertumbuhan Aspergillus Flavus” dan konsentrasi
ekstrak daun teh yang efektif dalam menghambat pertumbuhan Aspergillus Flavus.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengapa ekstrak daun teh memengaruhi pertumbuhan jamur Aspergillus Flavus?
2. Bagaimana konsentrasi ekstrak daun teh yang efektif dalam menghambat
pertumbuhan jamur Aspergillus Flavus?

C. Batasan Masalah
Agar dalam penelitian terarah dan untuk menghindari meluasnya permasalahan, maka
perlu adanya pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Subjek penelitiannya adalah tanaman teh varietas asam dan jamur Aspergillus Flavus
2. Objek penelitiannya adalah pertumbuhan jamur Aspergillus Flavus.

D. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun teh terhadap pertumbuhan Aspergillus
Flavus
2. Untuk mengetahui konsentrasi ekstrak daun teh yang efektif dalam menghambat
pertumbuhan jamur Aspergillus Flavus.

E. Manfaat
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan untuk menunjang pembelajaran biologi
2. Mengetahui pengaruh ekstrak daun teh terhadap pertumbuhan Aspergillus Flavus
3. Di harapkan dapat memberi manfaat yaitu, menambah khasanah keilmuan,
pengetahuan tentang jamur bagi penulis khususnya pembaca.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Jamur Aspergillus Flavus
Aspergillus flavus adalah jamur pantogen yang sering ditemui pada bahan-bahan pakan
seperti pada komoditas kacang-kacangan. Pakan yang berbahan baku tepung ikan, kacang-
kacangan, jagung, daging biji-bijian dan buah juga sangat rentan terkena kontaminasi jamur
ini. Kontaminasi jamur Aspergillus Flavus terjadi mulai dari penyiapan bahan baku pakan,
penyumpakan, pengolahan pemasaran sampai pada konsumen. Jamur ini menghasilkan
mikatoksin sebagai metabolitnya. Aspergillus Flavus memiliki mikotoksin yang paling banyak
ditemukan dan sangat berbahaya disebut juga aflatoxin (Rahmana dan Taufiq, 2003:47).
Aspergillus Flavus dapat menyebabkan berbagai tingkat dekomposisi pakan. Jamur ini
dapat tumbuh di media biji-bijian yang belum dipanen, hasil panen yang belum disimpan,
hasil panen yang sedang disimpan, bahan pakan yang sedang diolah ataupun yang sedang
dipasarkan. Bahan pakan yang mengalami dekomposisi oleh jamur ini menyebabkan
kerusakan pada pakan (Ganjar dkk, 2006:2).

B. Proses Penyebaran Jamur Aspergillus Flavus


Menurut Alvarez (2010:21) bahwa media yang mudah dicemari jamur Aspergillus Flavus
adalah bahan-bahan yang berasal dari hasil pertanian. Jenis Aspergillus bersifat
kosmopolitan, mempunyai ukuran spora yang sangat kecil, ringan dan mudah menyebar
melalui udara sehingga mempunyai pengaruh pencemaran yang sangat besar terutama pada
bahan-bahan pakan.
Dari penelitian sebelumnya, pencemaran kabang sebanyak 114 sampel. Dari keseluruhan
sampel tersebut, 64% merupakan pakan dan bahan-bahan penyusunnya kebanyakan berasal
dari ransum unggas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Aspergillus SPP merupakan
pencemar utama pada pakan dan bahan penyusunnya dibandingkan cendawan lainnya
mencapai 36% Aspergillus Flavus merupakan pencemar terbesar sebanyak 43%
dibandingkan Aspergillus SPP. Aspergillus Flavus adalah pencemar utama yaitu sebanyak
45,5% dan jumlahnya lebih besar dibandingkan Aspergillus SPP. (Gholib et.al.., 2004:102)
Menurut Dharmaputra (2004:7) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
tumbuh kembangnya keberadaan mikotoksin sebagai jamus Aspergillus Flavus yaitu berasal
dari biji-bijian yang telah tercemar cendawan dan cendawan penghasil toksin, sedangkan
untuk faktor lingkungan biasanya disebabkan oleh suhu yang mendukung perkembangan
jamur, kelembapan dan kerusakan bahan pakan yang disebabkan oleh serangga.
Pendeteksian bahan pakan sejak dini juga diperlukan untuk menghindari pencemaran jamur
Aspergillus Flavus seperti pemisahan biji yang belum terkontaminasi. Cemaran jamur
Aspergillus Flavus pada bahan-bahan pakan seperti biji-bijian yang menyebabkan viabilitas,
perubahan warna. Kontaminasi mikotoksin dan kerusakan total sehingga dapat berpengaruh
terhadap kadar toksin pada bahan pakan.
Liter ba
C. Habitat Jamur Aspergillus Flavus
Spesies Aspergillus Flavus dapat mencemari berbagai produk pertanian di lapangan, area
penyimpanan, pabrik pengolahan dan selama distribusi. Aspergillus Flavus dapat tumbuh
pada keadaan kandang dengan ventilasi yang kurang, kandang berdebu, kandang dengan
kelembapan tinggi dan temperatur relatif tinggi (>25 C), kadar ammonia tinggi, liter basah
dan lembab, pakan lembab dan berjamur, penyakit imunosupresif, pencemaran pada
inkubator dan temperatur pemanas yang rendah pada saat pemeliharaan (Tabbu, 2000:61).
Umumnya bahan penyusun pakan disimpan di dalam gudang sehingga berpotensi
tercemar kapang dan mikotoksin di dalam pakan selanjutnya akan menyebabkan gannguan
kesehatan bagi hewan dan manusia yang mengonsumsinya. Cemaran kapang dan mikotoksin
pada biji-bijian akan meningkat setelah biji-bijian tersebut dipanen dan disimpan di gudang
akibat kondisi lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan kapang. Suhu dan
kelembapan yang sesuai untuk pertumbuhan cendawan berkisar antara 4-40 C (optimal 25-
32 C) dengan kadar air 18% serta kelembapan optimal diatas 85% (Reddy dan Waliyar,
2008:12).
Menurut Cotty dan Melan (2004:21) bahwa kondisi optimal jamur ini untuk menghasilkan
aflatoxin yaitu sebesar 25-32 C dengan kelembapan sebesar 85% dan kadar air sebesar 15%
serta pH 6. Kontaminasi aflatoxin pada bahan pakan terjadi apabila strain aflatogenetic
berhasil tumbuh dan membentuk sebuah koloni serta membentuk aflatoxin, selanjutnya
jamur Aspergillus Flavus akan menghasilkan 50% strain aflatogenetic.

Anda mungkin juga menyukai