Oleh :
SEMESTER/TAHUN AJARAN : VI / 2019-2020
B. Tujuan
1. Mampu mengetahui sifat dan karakteristik Aspergillus flavus
2. Mampu mengetahui dampak Aspergillus flavus tehadap status gizi dan kesehatan
C. Manfaat
1. Mampu mengetahui sifat dan karakteristik Aspergillus flavus
2. Mampu mengetahui dampak Aspergillus flavus tehadap status gizi dan kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN
Jamur Aspergillus flavus menghasilkan koloni yang berwana kuning hijau atau
kuning abu-abu hingga kehitaman. Konidiofornya tidak berwarna, kasar, bagian atas
agak bulat serta konidia kasar dengan bemacam-macam warna. Makanan yang kita
makan mudah sekali dihinggapi Aspergillus flavus. Aspergillus flavus menghasilkan
Mikotoksin sebagai metabolit sekunder dan merupakan senyawa toksik yang dapat
mengganggu kesehatan manusia dalam bentuk mikotoksikosis. Aspergillus flavus
sebagai penghasil utama aflatoksin umumnya hanya memproduksi aflatoksin B1 dan
B2 . Aflatoksin memiliki tingkat potensi bahaya yang tinggi dibandingkan dengan
mikotoksin lain. Aflatoksin B1 merupakan salah satu senyawa yang dapat menjadi
penyebab terjadinya kanker pada manusia . Aflatoksin B1 berpotensi karsinogenik ,
mutagenik , teratogenik , dan bersifat imunosupresif . Metabolisme aflatoksin B1 dapat
menghasilkan aflatoksin M1 , sebagaimana terdeteksi pada susu sapi yang pakannya
mengandung aflatoksin B1. Aflatoksin B1 bersifat paling toksik ( Wrather dan Sweet ,
2006 )
Jamur memiliki potensi bahaya bagi kesehatan manusia. Organisme ini dapat
menghasilkan berbagai jenis toksin yang disebut mikotoksin, tergantung jenis jamur
(Hastono, 2003). Jenis jamur yang sering mengkontaminasi makanan melalui udara
antara lain Aspergillus flavus. Aspergillus flavus adalah jenis jamur multiseluler yang
bersifat opportunistik sebagai jamur saprofit yang menghasilkan mikotoksin yang
berbahaya bagi manusia dan menyebabkan penyakit Aspergillosis. Jamur ini tersebar
luas di alam dan kebanyakan spesies (Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Aspergillus
orizae, Aspergillus terreus, Aspergillus fumigatus) ini sering menyebabkan kerusakan
makanan karena menghasilkan zat-zat racun yang dikenal sebagai aflatoxin (Maryam,
2002).
Data dari LIPI mengindikasikan bahwa 47% kecap yang di distribusikan ke Jawa
telah terkontaminasi aflatoksin. Pitt and Hocking (1997) memperkirakan bahwa setiap
tahun terjadi kematian 200.000 orang penderita kanker di Indonesia yang disebabkan
oleh Aflatoksin (Dharmaputra et al, 2001).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Karakteristik Aspergillus flavus Secara makroskopis koloni kapang yang tumbuh
terlihat berwarna hijau kekuningan yang merupakan indikator adanya Aspergillus
flavus. Secara mikroskopis dengan menggunakan metode slide culture. Aspergillus
flavus memiliki struktur seperti: bentuk konidia bulat berwarna hijau kekuningan,
fialida berbentuk langsung pada metula, vesikula berbentuk bulat hingga semibulat,
konidiofor berwarna terang.
2. Aspergillus flavus menyebabkan penyakit dengan spektrum luas pada manusia ,
mulai dari reaksi hipersensitif hingga infeksi invasif yang diasosiasikan dengan
angioinvasion . Sindrom klinis yang diasosiasikan dengan kapang tersebut meliputi
granulomatous sinusitis kronis , keratitis , cutaneous aspergillosis , infeksi luka ,
dan osteomyelitis yang mengikuti trauma dan inokulasi . Sementara itu ,
Aspergillus flavus cenderung lebih mematikan dan tahan terhadap anti fungi
dibandingkan hampir semua spesies Aspergillus yang lainya.
B. SARAN
Detoksifikasi mikotoksin merupakan upaya sebelum produk dikonsumsi,
melalui carafisis (physycal), kimiawi (chemical) atau mikrobiologis. Sedangkan
reduksi mikotoksin yang dapat dilakukan pada produk yang akan dikonsumsi adalah
dengan menambah senyawa antioksidan alami. Selain hal tersebut, penambahan aditif
pangan dapat juga mengurangi pengaruh racun mikotoksin.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, C. K. (1994). Forms of aspergillosis. In The Genus Aspergillus, pp. 313–320, Edited
by K. A. Powell, A. Renwick & J. F. Peberdy. New York: Plenum.
Gilliam, M. and Vandenberg, J.D. (1990) Fungi. In: Honey Bee Pests,Predators and Diseases,
2nd edn. (Morse, R.A. and Nowogrodzki, R.,eds), pp. 64–90. Ithaca NY, Cornell
University Press.
Hastono, S. 2003. Cendawan dan permasalahannya terhadap kesehatan hewan. Jurnal Veteriner
4 (2): 1-4.
Pitt, J.I. and Hocking, A.D. 1997. Fungi and Food Spoilage. Blackie Academic & Professional.
London.
Wrather, J.A. and L.E. Sweet. 2006. Aflatoxin in Corn. Jefferson City: Delta Research Center.
Missouri Agricultural Experiment Station. MU College of Agriculture, Food and Natural
Resource.