Oleh:
Winadya Reika Ummaisyah
061923143108
Sebagai negara yang memiliki iklim tropis dan memiliki kelembapan yang tinggi,
Indonesia merupakan negara yang memiliki kondisi optimum untuk pertumbuhan jamur,
termasuk Aspergilus. Jamur Aspergilus selalu ditemukan di dalam pakan maupun dalam bahan-
bahan lainnya (Fadilah, 2011). Menurut Tyasningsih (2010) pakan berpotensi menjadi sumber
kontaminasi dari berbagai spesies Aspergilus penyebab aspergillosis, seperti A. fumigatus, A.
flvus, dan A. niger. Menurut Gandjar dkk (2006) bahan pangan yang mudah terkontaminasi
jamur Aspergilus sp adalah dari golongan serelia (jagung, sorgum, beras, gandum) dan kacang
kacangan.
Aspergillosis merupakan penyakit jamur yang menulat atau tidak menular (Sultana et.
al., 2015). Spora Aspergilus mudah disebarkan oleh angin, mudah tumbuh pada bahan-bahan
organik atau produk hasil pertanian (Praja dkk., 2017). Unggas dapat terpapar terutama akibat
menghirup spora yang berbentuk konidia. Konida berbentuk bola dengan diameter 2-3
mikrometer. Setelah konidia terhirup maka konidia akan mengikuti saluran pernafasan dan
tersimpan jauh di dalamnya (Sultana et al., 2015). Selain mengakibatakn Aspergillosis,
Aspergilus sp terutama A. flavus dan A. parasiticus dapat menyebakan mikositosis akibat
afaltoksin (Ahmad, 2009).
Aspergilosis dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Dalam bentuk akut,
mortilitas dan morbiditasnya tnggi terutama dalam usia brooding yang disebut brooder
pneumonias. Pada unggas yang lebih tua memiliki kecenderungan bentuk ktonis dengan tanda-
tanda klinis seperti dispnea, terangah-engah, sianosis, hiperemia. Dalam pemeriksaan patologis
dapat ditemukan lesi pada paru-paru dan kantung udara dengan bentukan khas seperti nodul
atau plak jamur (Sultana et al., 2015).
ETIOLOGI
Aspergillosis adalah penyakit jamur yang paling umum pada sistem pernafasan unggas,
dapat menular maupun tidak menular. Penyakit ini disebabkan oleh spesies dalam genus
saprofit oputunistik yang tersebar diseluruh dunia (Sultana, 2015). Aspergillosis pada unggas
disebabkan oleh beberapa spesies patogen seperti A. flavus, A. fumigatus, A. niger, A. glaucus,
A. vesicolor (Praja dkk., 2017). Aspergillus ditemukan dan dideskripsikan oleh Micheli
(ilmuwan italia) pada tahun 1729, kemudian pada tahun 1815 mayer menemukan Aspergillus
pada air sac dan pulmo burung gagak (Denning, 1998).
Aspergilus sp termasuk kapang karena mempunyai hifa atau miselium sejati, koloni
seperti kapas, karpet atau beludru. Struktur hifanya memanjang dan bercabang-cabang,
bersekat dan bersepta. Ujung hifa terdapat tangkai spora berbentuk konidia. Dapat hidup
saprofit mauput parasit (Retno, 2015). A fumigatus paling mendominasi infeksi jamur di udara
(airbone) karena disebabkan oleh spora yang jauh lebih kecil dari spesies Aspergillus lainnya
(Beernaert, 2010). Aspergillus bersporulasi sangat banyak, setiap konidiosphore menghasilkan
ribuan konidia yang dilepaskan ke atmospher dan memiliki ukuran yang cukup kecil yaitu 2-3
mikrometer, sehingga cukup mudah untuk mencapai alveoli paru-paru.
PATOGENESIS
Infeksi unggas oleh Aspergilus sp utamanya melalui jalur pernafasan, karena spora dari
Aspergillus sp sangat kecil untuk di dijebak sepenuhnya di rongga hidung atau trakea, hingga
ada yang bisa mencapai paru-paru dan kantung udara. Kantung udara merupakan tempat infeksi
primer, karena udara yang dihirup mencapai kantung udara posterior toraks sebelum
menncapai permukaan epitel paru-paru. Di parenkim paru, spora tertanam di bagian
infudibulum parabronkus dan kemudian di fagosit. Tetapi, ketika terlalu banyak spora atau pun
terdapat gangguan imunologis sehingga mekanisme pertahanan bawaan tidak berhasil
mengeliminasi patogen maka hal ini dapat menyebabkan perkembangan plak yang melekat
secara longgar yang dapat diikuti dengan adanya jaringan ikat ataupun tidak. Plak atau zona
nekrotik di saluran pernafasan dapat menghalangi trakea atau bronkus dan atau memenuhi
kantung udara. Hifa tubular berkembang membentuk miselia dapat mengsi lumen dan dapat
juga menembus kantung udara, yang akhirnya menyebabkan serositis dan nekrosis superfisial
pada organ yang berdekatan. Selain infeksi melalui perluasan langsung dapat juga dapat terjadi
secara hematogen. Hifa, yang dikenal sebagai jaringan angio-invasif serta sel inang berperan
dalam mekanisme penyebaran melalui hematogen ini (Beernaert, 2010).
Rspon sistem pernafasan unggas terhadap patogen adalah dengan masuknya heterofil
dan makrofag secara cepat, sifat makrofag unggas termasuk kemotaksis fagositosis, eliminasi
patogen, serta produksi sitokin (Arne, 2011). Beberapa studi menunjukan bahwa konidia
fumigatus dapat bertahan dari fagositosit oleh makrofag pada pernafasan unggas. Ada dua
reaksi yang dapat dikenali uaitu bentuk nodular granulomatosa (dalam) atau difus infiltratif
(superficial). Bentuk granulomatosa tidak terlihat peradangan eksudatif atau lesi vaskular pada
jaringan sekitar. Pada tipe infiltratid jamur dapat menyerang vaskular, jamur dapat membentuk
agrgat hifa yang mengandung konisphore dan konidia dalam jumlah besar tanpa pembentukan
granuloma (Beernaert, 2010). Infeksi yang berlangsung lama akan membentuk jaringan
granuloma yang terbentuk dari sekumpulan hida yang bercabang membentuk masa padat. Masa
padat tersebut kemudian membentuk massa perkejuan di dalam paru-paru atau air sac (Retno
dkk., 2015).
GEJALA KLINIS
Aspergilosis dapat berjalan secara akut maupun kronis. Aspergillosis akut dapat
mencakup berbagai gejala klinis nonspesifik seperti anoreksia, lesu, bulu kusutm polidipsia,
poliuria, stunting, atau kematian mendadak. Aspergillosis pada anak ayam yang terkontaminasi
in ovo atau selama penetasan disebut sebagai brooder pneumpnias, sangat fatal dalam 10 hari
kehidupan dan mengakibatkan gangguan pernafasan mayor. Tanda-tanda pernafasan seperti
disnea, terengah-engah, hiperpnea, batuk non produktif, sesak, sianosis, dan terdapat nasal
discharge (Arne et al., 2011). Aspergillosis dalam bentuk kronis terlihat adanya dispnea,
depresi, dehidrasi dan kekurusan. Adanya keterlibatan sistem syaraf sehingga terdapat gejala
ataksia, tremor, kejang, paresis tungkai belakang. Terdapat kekeruhan pada mata, konjuntivitis
yang dikaitkan dengan kelumpuhan pada ayam broiler. Dapat terlihat pada kulit yang
menyebabkan dermatitis granulomatus atau bahkan aspergillosis sistemik (Arne et al., 2011).
PATOLOGI ANATOMI
Pada brooder pneumonia, ditemukan mikroabses pada paru-paru dan lesi pada otak
berbentuk daerah berbatas jelas berwarana kelabusampai kekuningan pada permukaan otak
besar dan otak kecilnya. Sedangkan pada bentuk enchepalitis, otak mengalami perdarahan lokal
(Retno, 2015).
Gambar 5. Secara mikroskopis, tampak potongan hifa pada jaringan paru-paru yang
mengalami Aspergillosis (Retno dkk, 2015)
DIAGNOSA
Diagnosa menggunakan gejala klinis cukup sulit, karena Aspergillosis memiliki gejala
yang nonspesifik. Sehingga Diagnosis bisa dilihat menggunakn riwayat penyakit, hematology,
biokimiawi, serologis, perubahan radiography, endoscopy dan kultur jamur. Dari riwayat
penyakit dapat mengungkapkan adanya pengaruh lingkungan dan kondisi immunosupresan.
Melalui pemeriksaan hematologi dan biokimia plasma dapat digunakan sebagai pertimbangan
diagnosa. Leukositisis, sel darah putih lebih dari 20.000 hingga 100.000 per mikroliter,
heterofilia dengan left shift (degenerative shift), monositosis and limphopenia bisa menjadi
indikasi Aspergillosis (Beernaert, 2010). Patut dicurigai adanya Aspergillosis jika terdapat
unggas yang lemah dengan gangguan pernafasan tidak merespon pengobatan dengan antibiotik
(Arne, 2011)
Diagnosa selama ini dapat dilakukan cara pemeriksaan patologis terhadap kelainan atau
perubahan patologis pada organ paru dan kantong hawa atau trakea (Gholib, 2010). Nekropsi
unggas yang terserang aspergillosis kronis mencirikan adanya foci granuloma berwarna
kuning, hijau, atau putih. Sedangkan pada aspergillosis akut terlihat adanya foci granulomatosa
milier. Diagnosa pasti membutuhkan kepastian adanya organisme Aspergillus dengan sitologi,
atau histopatologi atau isolasi identifikasi jamur. Isolasi dan identifikasi jamur dapat dilakukan
di media subouraud Dextrose Agar (SDA) (Retno, 2015).
Isolasi Aspergilus sp pada SDA terihat dengan adanya koloni Aspergillus flavus
memiliki warna koloni hijau kekuningan dengan pinggiran putih dan permukaan bawah koloni
berwarna kekuningan sampai coklat. Aspergillus fumigatus koloninya muncul sebagai filamen
putih kemudian berubah warna hijau tua atau hijau gelap dengan pinggiran putih dan
permukaan bawah koloni berwarna kekuningan sampai coklat dengan diameter 1-2 cm.
Aspergillus niger berwarna koloni hitam dengan pinggiran putih dan permukaan bawah koloni
berwarna kekuningan sampai coklat.
Gambar 6. Koloni Aspergillus sp yang tumbuh pada media biakan SDA umur 7 hari.
A= Aspergillus flavus, B= Aspergillus fumigatus, C= Aspergillus niger (Hayani dkk, 2017)
Teknik diagnosa lain yang dapat dilakukan adalah teknik serologis. Teknik serologis
sebagai salah satu cara untuk mendiagnosa penyakit mikotik sudah lama digunakan. Teknik
serologis yang telah diketahui dan digunakan antara lain imunodifusi, imunofluoresensi, fiksasi
komplemen/complement Fixation Test (CFT), Enzyme Linked Immunisorbent Assay (ELISA)
dan imunoblot (Gholib, 2010).
PENGENDALIAN PENYAKIT
Daftar Pustaka
Abidin, Zainal. 2003. Perkembangan Peternakan Ayam Ras Petelur. Tanggerang; AgroMedia
Pustaka
Ahmad, Riza Z. 2009. Cemaran Kapang pada Pakan dan Pengendaliannya. Jurnal Litbang
Pertanian, 28 (1)
Arne, P., S. Thierry, D. Wang, M. Deville, G. Le Loc’h, A. Desoutter, F. Femenia, A.
Nieguitsila, W. Huang, R. Chermette, and J. Guillot. 2011. Aspergillus fumigatus in Poultry.
International Journal of Microbiology, Vol. 2011
Beernaert, L.A., F. Pasmans, L. Van Waeyenberghw, F. Haesebrouck, and A. Martel. 2010.
Aspergillus Infections in Birds: a Review. Avian Pathology 39 (5) hal 325-331
Denning, David W. 1998. Invasive Aspergillosis. State of The Art Clinical Ariticle
Fadilah, R., Fatkhuroji. 2013. Memaksimalkan Produksi Ayam Ras Petelur. Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Gandjar, Indrawati, Sjamsuridzal, O. Wellyzar, dan Ariyanti. 2006. Mikologi Dasar dan
Terapan. Gramedia Pustaka, Jakarta
Gholib, Djaenudin. 2005. Pengembangan Tekni Serologi untuk Pemeriksaan Aspergillosis
Ayam. JITV Vol. 10 No. 2
Hayani, N., Erina, Darniati. 2017. Isolasi Aspergillus sp Pada Paru-Paru Ayam Kampung
(Gallus domesticus)
Praja, R.N dan A. Yudhana. 2017. Isolasi dan Identifikasi Aspergillus Spp Pada Paru-Paru
Ayam Kampung yang Dijual di Pasar Banyuwangi. Jurnal Medik Veteriner Vol. 1 No. 1 hal
6-11
Retno, F.D., C.L. Lestariningsih, B. Purwanto, S. Hartono. 2015. Penyakit-penyakit Penting
pada Ayam. Bandung; PT. Medion
Sultana, S., S. M. H. Rashid, M. N. Islam, M. H. Ali, M. M. Islam, and M.G. 2015. Azam.
Pathological Investigation of Avian Aspergillosis in Commercial Broiler Chicken at
Chittagong Distract. Vol. 10 No. 1 pp 366-376
Tyasningsih. 2010. Potensi Pakan Sebagai Sumber Pencemaran Aspergillus Spp. Penyebab
Aspergilosis pada Unggas. Media Veteriineria Medika, Vol. 3 No. 1
Latge, Jean-Paul. 1999. Aspergillus fumigatus and Aspergillosis. Clinical Microbiology
Reviews, Vol. 12 No. 2